Niat merupakan amal hati secara murni. Suatu amal tidak akan sempurna amalnya jika tidak disertai
niat yang ikhlas. Niat yang ikhlas berarti membersihkan maksud dan tujuan kepada Allah dari maksud
lainnya, hanya mengkhususkan Allah sebagai tujuan utama kita. Hal ini dijelaskan dalam hadist
diriwayatkan oleh Amir lMuminin Abi Hafsh Umar ibn Al Khaththaab Radhiyallahu Anhu, yang
berbunyi :
Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapat balasan amal sesuai
dengan niatnya. Barangsiapa yang berhijrah hanya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu
menuju Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ia harapkan atau karena
wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia inginkan. (HR. Bukhari-Muslim)
Niat merupakan amalan hati. Sedangkan iman adalah diyakini di dalam hati, diucapkan dalam
amal dan diuktikan dengan anggota badan dan perbuatan. Allah mencatat niat-niat baik kita
dengan pahala yang sempurna meskipun amalan tersebut belum kita wujudkan. Seperti sabda Nabi
saw. sebagai berikut :
Setiap muslim wajib mengetahui ilmu sebelum mengamalkannya, apakah amalan tersenut
disyariatkan atau tidak.
Suatu kebaikkan tidak dikatakan ibadah jika tidak disertai niat untuk beribadah. Niat membedakan
amalan ibadah dengan kebiasaan atau yang bukan bersifat ibadah. Niat membedakan antara ibadah
yang satu dengan yang lain, misalnya puasa di bulan syawal. Bisa jadi dia puasa syawal bisa juga
dia puasa membayar hutang puasa. Itu semua tergantung dari niat didalam hatinya. Niat juga
menentukan tujuan dari sebuah amalan. Apakah perbuatan itu diniatkan untuk mendapatkan
keridhaan Allah atau mengaharapkan selain dari itu tentukan oleh niatnya.
Sebuah amal bergantung kepada keikhlasan pelakunya. Mengikhlaskan amalan semata-mata hanya
karena Allah merupakan wujud mentauhidkan Allah. Ikhlas bukan hanya berarti tidak menuntut
apa-apa dari Allah tapi merupakan sebuah tuntutan dan konsekuensi dari diciptakannya kita oleh
Allah. Hendaknya kita senantiasa memperhatikan gerak hati kita, karena keikhlasan kita senantiasa
diuji. Pertama: sebelum beramal perhatikan niatnya, kepada siapa dank arena apa kita niatkan amal
kita. Kedua: ketika sedang beramal, bisa jadiamalan yang semula ikhlas terganggu disebabkan ada
kejadian-kejadian khusus dan tak terduga. Ketiga: ketika setelah beramal. Tanpa sadar setelah
mungkin bertahun-tahun kita semunyikan, tiba-tiba dalam sebuah obrolan kita ceritakan jasa kita
dulu.
Sebuah amal kebaikkan akan menjadi ibadah yang diterima manakala diniatkan dengan niat yang
baik, berupa keikhlasan, Dan akan menjadi buruk manakala diniatkan dengan niat buruk, berupa
ksyirikan -baik kecil apalagi besar. Akan tetapi seseorang tidak boleh menghalalkan yang haram
semata-mata dengan alasan baiknya niat.
3. penentuan nilai/kualitas suatu amal. Suatu amal dapat dibedakan pahalanya berdasakan perbedaan
niatnya.
4. Dapat merubah amal-amal yang mubah dan tradisi menjadi ibadah. Pekerjaan mencari rezki bisa
menjadi ibadah dan jihad fi sabilillah selagi pekerjaan itu dimaksudkan untuk menjaga dirinya dari
hal-hal yang haram dan mencari yang halal.
5. Mendatangkan berkah dan pahala dari Allah, bahkan sebelum ia melaksanakan amalnya.
6. Mujahadah terhadap nafsu, maksudnya mengarahkan kehendak untuk memerangi nafsu yang
menjurus kepada keburukan.
1. Takut ketenaran, ketenaran tidak tercela tapi yang tercela itu adalah mencari ketenaran.
2. Menuduh diri sendiri, orang yang mukhlis senantiasa menuduh diri sendiri sebagai orang yang
berlebih-lebihan di sisi Allah dan kurang dalam melaksanakan berbagai kewajiban.
6. Berbuat selaknya dalam memimpin, dia tidak ambisi dan menuntut kedudukan untuk kepentingan
dirinya sendiri.
8. Menjadikan keridhaan dan kemarahan karena Allah, bukan karena pertimbangan pribadi.