Anda di halaman 1dari 5

1.

Konsep Panca Daya


Panca artinya lima dan daya artinya kekuatan yang dalam hal ini adalah
kekuatan batin. Konsep Panca Daya pada dasarnya merupakan ajaran
pengembangan diri (self development) agar sukses dalam kehidupan pribadi, dalam
organisasi maupun dalam masyarakat.
Lima daya yang diajarkan mencakup:
a) Daya kawruh luhuring sujanma (penguasaan ilmu untuk kehidupan).
b) Daya adiling pangarsa (keadilan seorang pemimpin)
c) Daya katemahaning pengupa boga (kemampuan mencari nafkah)
d) Daya kastyaning para panggawa lan nayaka (kesetiaan bawahan)
e) Daya panembahing para kawula (kekuatan watak / moral masyarakat).
Daya kawruh luhuring sujanma mengajarkan bahwa orang
harus menguasai ilmu kalau mau kuat. Dalam istilah modern dikatakan bahwa orang
perlu mempunyai kapasitas intelektual kalau mau sukses. Dengan cara bagaimana
kapasitas intelektual dicapai itu tidak menjadi masalah. Jadi yang pokok adalah orang
mempunyai kapasitas intelektual cukup meskipun dia tidak bersekolah tinggi. Di
jaman sekarang istilah kapasitas intelektual ini perlu dipopulerkan atau
disosialisasikan. Orang tua di Indonesia makin hari makin bingung tentang tujuan
menyekolahkan anaknya. Akibatnya tujuan sekolah hanyalah untuk mendapatkan
ijazah, kalau perlu ijasah palsu juga boleh. Ijasah perguruan tinggi dijadikan alat
untuk mendongkrak kedudukan sosial. Apalagi kalau ijasah itu keluaran luar negeri.
Daya kawruh luhuring sujanma mengajarkan bahwa dengan memiliki ilmu
atau mempunyai kapasitas intelektual tinggi itu akan membentuk budi luhur pada diri
manusia. Saya ingat pada waktu saya kecil, kalau ada anak yang nakal atau kurang
ajar, maka tetangga akan mengatakan: Dasar anak tidak makan sekolahan. Dengan
ungkapan itu ada keyakinan bahwa sekolahan tidak hanya menjadikan anak pandai
tetapi juga mempunyai budi luhur. Jadi anak yang makan sekolahan adalah anak yang
tidak nakal.
Daya adiling pangarsa mengajarkan sikap adil sebagai seorang pemimpin.
Pemimpin tidak harus diartikan pejabat, tetapi juga pemimpin rumah tangga,
pemimpin masyarakat, organisasi ataupun perusahaan. Menerapkan keadilan tidaklah
mudah karena seorang pemimpin harus mampu menerjemahkan arti keadilan pada
setiap waktu dan dalam setiap kasus dan keadaan. Orang tua adalah pemimpin yang
harus menerapkan keadilan pada anak-anaknya yang mungkin memiliki bakat,
kepintaran dan kondisi fisik yang tidak sama.
Daya katemahaning pengupa boga mengajarkan agar setiap orang mempunyai
kemampuan mencari nafkah. Kata daya disini artinya bukan sekedar kemampuan
dalam bentuk keterampilan atau keahlian, tetapi juga daya dalam bentuk keuletan,
kegigihan, semangat kerja, didikasi, disiplin serta kejujuran. Daya mencari nafkah
juga diperlukan agar orang tidak menjadi beban orang lain, tidak malas atau mencari
nafkah dengan jalan pintas. Orang harus mempunyai daya untuk menghidupi diri dan
keluarganya.
Daya kastyaning para panggawa lan nayaka memberi pelajaran tentang
kesetiaan atau loyalitas kepada atasan maupun kepada organisasi, masyarakat dan
negara. Yang kita bicarakan di sini adalah tentang daya bukan tentang keharusan atau
kewajiban. Dengan demikian daya kastyaning para panggawa lan nayaka
adalah daya atau kemampuan untuk loyal dan bukan kewaijiban untuk loyal. Dengan
demikian kita harus menentukan kapan daya tersebut patut dan tidak patut digunakan
terhadap atasan, organisasi, masyarakat dan negara.
Daya panembahing para kawula adalah daya berupa watak dan moralitas
yang ada pada diri seseorang maupun pada masyarakat. Kata manembah mempunyai
kata dasar sembah. Dengan demikian kata manembah dapat diartikan dengan
mempunyai sesembahan atau jelasnya mempunyai keimanan atau keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Pencipta. Orang yang beriman tentu mempunyai daya atau
kekuatan moral dan mental yang kuat. Itulah inti ajaran ini.
Panca Daya atau lima daya tersebut di atas merupakan kesatuan atau
keterpaduan yang dapat saya ringkaskan ke dalamtiga kapasitas dalam diri manusia,
yaitu: kapasitas intelektual, kapasitas mental dan kapasitas moral. Tiga kapasitas
tersebut masih merupakan potensi daya dalam diri manusia. Agar daya potensial ini
dapat digunakan maka diperlukan keperdulian. Begitu keperdulian sesorang timbul
maka ketiga kapasitas tersebut akan menjadi mesin penggerak yang luar biasa kuat
dan efektif. Kapasitas intelektual pada dasarnya adalah penguasaan informasi,
pengalaman dan kemampuan menggunakannya. Kapasitas mental tercermin pada
sikap hidup yang menghasilkan percaya diri, keteguhan, keuletan, kegigihan,
keberanian, kesabaran dan sebagainya. Kapasitas moral menjadikan orang jujur,
amanah, ikhlas, empati, yang secara keselurahan tercakup dalam ajaran eling lan
waspada.
2. Mengenal potensi diri dan potensi kelompok
Pada dasarnya setiap individu mempunyai potensi diri yang berbeda-beda sesama
manusia apa yang ada pada satu individu belum tentu dimiliki juga oleh individu
lainnya. Misalnya saja potensi daya yang dimiliki oleh A tidak sama dengan potensi
diri yang dimiliki oleh si B contohnya si A memiliki Daya adiling
pangarsa mengajarkan sikap adil sebagai seorang pemimpin sedangkan si B tidak
memiliki daya tersebut karena tidak semua orang atau individu memiliki sikap adil
sebagai seorang pemimpin.
Berbicara tentang potensi diri atau lebih tepatnya potensi yang ada pada diri saya
mungkin saya akan sedikit bingung karena untuk saat ini saya juga belum mengerti
betul bagaimana potensi diri itu, dan potensi apa-apa saja yang saya miliki. Tapi dari
konsep panca daya yang telah dipaparkan di atas mungkin untuk membahas mengenai
potensi diri bisalah di bahas sedikit.
Di atas telah di jelaskan mengenai Lima panca daya yang diajarkan mencakup
daya kawruh luhuring sujanma (penguasaan ilmu untuk kehidupan), daya adiling
pangarsa (keadilan seorang pemimpin), daya katemahaning pengupa boga
(kemampuan mencari nafkah), daya kastyaning para panggawalan nayaka (kesetiaan
bawahan), daya panembahing para kawula (kekuatan watak / moral masyarakat). Dari
kelima panca daya tersebut saya dapat mengetahui mengenai potensi diri yang telah
saya miliki, mungkin dari kelima panca daya tersebut semuanya saja miliki bukan
hanya saja saja tapi mungkin setiap individu, hanya saja dalam menggali lebih dalam
tentang potensi tersebut mungkin saya belum bisa menggali lebih dalam dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari semua panca daya tersebut.
Misalnya, saya belum bisa adil dalam setiap aktivitas dalam kehidupan saya
mungkin karena manusia memiliki sifat ego yang ada pada dirinya, saya belum bisa
menguasai pengetahuan untuk lingkungan karena mungkin saya memiliki kapasitas
intelektual yang kurang dari indivudu yang lain, begitu halnya dengan ketiga panca
daya yang lainnya banyak hal yang belum saya tahu atau belum saya pahami tentang
hal tersebut.
Dalam hal berkelompok saya masih kurang mampu untuk mengeluarkan potensi
atau apa yang ada dalam pikiran saya karena saya masih ragu atau masih malu dalam
berbicara di depan umum kadang apa yang ada dalam pikiran saya tidak bisa saya
keluarkan dan sosialisasikan di depan teman teman tapi kalau depan teman kelompok
mungkin saya bisa tapi kadang saat presentasi saya agak susah untuk mengeluarkan
pendapat. Kalau dalam hal di siplin, adil, pemahaman tentang teori, dan lain-lainnya
saya rasa dalam kerja kelompok saya sudah cukup untuk itu, tapiu saya tidak tahu
bagaimana pandangan teman-teman saya akan hal tersebut.
3. Makna dari Sketsa, Mana Manajemen, Teknologi dan Usaha
Dalam pemaknaan sketsa pribadi diri seseorang secara umum, dikenal
adanya proses meng-aku pada diri seseorang yakni, bisa menjalin suatu hubungan
yang melahirkan inti kehidupan dalam mengenal dirinya sendiri, orang lain, alam
serta pendekatannya terhadap tuhannya. Secara umum seseorang meng-aku dengan
menempatkan dirinya ke dalam maksudnya ia bisa melihat karakteristik tertentu yang
ada di sekitarnya dan memanfaatkan sesuatu yang bisa menguntungkan untuk
kelangsungan hidupnya. Akan tetapi proses meng-aku dengan penempatan seperti ini
bisa menimbulkan sifat egois tanpa melihat pengaruh yang dilakukannya terhadap
lingkungan sekitarnya sedangkan dikenal juga adanya penempatan keluar, artinya ia
keluar dari dirinya dan menjadi pribadi diri orang lain sehingga ia bisa melihat
karakternya sendiri tanpa melibatkan kepentingan yang mendahului dirinya.
Manusia mempunyai hubungan dengan tuhan melalui amal dan takwanya,
selain itu manusia mempunyai hubungan secara horizontal kepada masyarakat dengan
cara mengkita dengan melaksanakan hak dan kewajibannya secara adil, ia tidak akan
menuntut haknya sebelum mengerjakan kewajiban yang harus ia lakukan untuk orang
lain dan disisi lain manusia juga mempunyai hubungan secara horizontal dengan cara
mengkultur alam atau lingkungan dengan mengeksploitasi dan melestarikan dengan
berimbang.
Pemaknaan hubungan antara manusia dengan tuhan,manusia lain serta alam
dikenal adanya kemampuan untuk melakukan perencanaan waktu (manajemen
waktu), yang dilihat dalam proses ini adalah dimana diri seseorang bisa merumuskan,
merencanakan dan melakukan hal-hal yang berbau positif dalam setiap detik
waktunya dimana ia bisa melakukan amalan ibadah yang tiada terputusnya kepada
tuhannya dan bisa melihat ke dalam pada potensi yang ada pada dirinya untuk terus
meningkatkan pola-pola tertentu yang bisa membawanya pada titik patokan kemajuan
yang bisa memberikan pengaruh baik pada dirinya maupun pada diri orang lain,
disamping itu kemampuan memanajemen waktu pada diri seseorang untuk
mendapatkan pola kehidupan yang berkualitas manusia tidak luput dari jiwa
kewirausahaannya yang biasanya memberikan output yang kurang sesuai dengan
keinginan pada awalnya meskipun ia yakin akan input dan proses yang ia lakukan
sudah menuju gubuk kesempurnaan, inilah yang mengakibatkan manusia tidak boleh
berhenti berpikir jenius dan logis terhadap keberadaan tuhan di sekitarnya, ini jelas
menandakan bahwa meskipun usaha telah membuat tubuh menangis akan keringat
akan tetapi takdir/hasillah yang akan berkata sesungguhnya pada rasa kepuasan
tersendiri pada seseorang,di sisi lain manusia tidak pernah henti-hentinya melihat dan
memikirkan bagaimana alam bisa berbicara dan membantu ia dalam mewujudkan
kehidupan yang berkualitas dengan melihat hari demi hari manusia ini membaur otak
dan tangannya untuk tetap menghasilkan produk-produk yang tetap berkualitas bagi
kehidupannya dengan menanamkan sebuah titik kecil pada pikirannya untuk
mewujudkan keinginan akan kebutuhan teknologi dalam kehidupan manusia dan
manusia lain.
4. Kajian Tentang ABULO SIBATANG

Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 23 pemerintah daerah/kota dengan tiga corak


etnis yang mendominasi keberagaman budaya, yakni Makassar, Bugis, dan Toraja.
Adapun Pemerintah daerah Jeneponto adalah salah satu Pemerintah daerah yang
bercorak etnis Makassar, yang memiliki luas wilayah 74.979 ha. Daerah ini terdiri
atas 9 kecamatan, dan 111 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 319.302
jiwa (BPS Jeneponto, 2006). Hingga saat ini masyarakat Jeneponto masih menjunjung
nilai-nilai panutan, seperti abulo sibatang (kesetiakawanan, kekerabatan), sipakatau
(saling menghargai), sipakainga (saling menasihati), serta siri (harga diri). Selain
nilai-nilai tersebut, Jeneponto juga mengenal tingkatan kelas sosial di masyarakat.
Dan yang tertinggi adalah kelas sosial karaeng. Nampaknya kelas karaeng ini
sangat mendominasi dinamika kehidupan sosial masyarakat Jeneponto dan Sulawesi
Selatan pada umumnya, hingga sekarang. Ada 10 faktor yang mempengaruhi budaya,
yakni 1) rasa tentang diri dan ruang, 2) pakaian dan penampilan, 3) makanan dan
kebiasaan makan, 4) komunikasi dan bahasa, 5) waktu dan persepsi terhadap waktu,
6) perkawanan, 7) nilai dan norma, 8) keyakinan dan sikap, 9) motivasi kerja, serta
10) proses mental. Sedangkan Mondy (1998:552) dengan tegas mengaitkan
perkawanan dengan kelompok kerja sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada
budaya organisasi.
Nilai harga diri, saling menasihati, saling menghargai, kesetiakawanan, serta nilai
kekerabatan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap budaya organisasi
Pemerintah Daerah Jeneponto. Nilai kekerabatan dan nilai harga diri menjadi
prediktor utama yang mempengaruhi secara signifikan terhadap budaya organisasi
Pemerintah Daerah Jeneponto. Dan di antara dua prediktor utama tersebut, nilai
kekerabatan adalah nilai yang dominan berpengaruh terhadap budaya organisasi
Pemerintah Daerah Jeneponto dibanding nilai harga diri.

Anda mungkin juga menyukai