Panca artinya lima dan daya artinya kekuatan yang dalam hal ini adalah kekuatan batin. Konsep Panca Daya pada dasarnya merupakan ajaran pengembangan diri (self development) agar sukses dalam kehidupan pribadi, dalam organisasi maupun dalam masyarakat. Lima daya yang diajarkan mencakup: a) Daya kawruh luhuring sujanma (penguasaan ilmu untuk kehidupan). b) Daya adiling pangarsa (keadilan seorang pemimpin) c) Daya katemahaning pengupa boga (kemampuan mencari nafkah) d) Daya kastyaning para panggawa lan nayaka (kesetiaan bawahan) e) Daya panembahing para kawula (kekuatan watak / moral masyarakat). Daya kawruh luhuring sujanma mengajarkan bahwa orang harus menguasai ilmu kalau mau kuat. Dalam istilah modern dikatakan bahwa orang perlu mempunyai kapasitas intelektual kalau mau sukses. Dengan cara bagaimana kapasitas intelektual dicapai itu tidak menjadi masalah. Jadi yang pokok adalah orang mempunyai kapasitas intelektual cukup meskipun dia tidak bersekolah tinggi. Di jaman sekarang istilah kapasitas intelektual ini perlu dipopulerkan atau disosialisasikan. Orang tua di Indonesia makin hari makin bingung tentang tujuan menyekolahkan anaknya. Akibatnya tujuan sekolah hanyalah untuk mendapatkan ijazah, kalau perlu ijasah palsu juga boleh. Ijasah perguruan tinggi dijadikan alat untuk mendongkrak kedudukan sosial. Apalagi kalau ijasah itu keluaran luar negeri. Daya kawruh luhuring sujanma mengajarkan bahwa dengan memiliki ilmu atau mempunyai kapasitas intelektual tinggi itu akan membentuk budi luhur pada diri manusia. Saya ingat pada waktu saya kecil, kalau ada anak yang nakal atau kurang ajar, maka tetangga akan mengatakan: Dasar anak tidak makan sekolahan. Dengan ungkapan itu ada keyakinan bahwa sekolahan tidak hanya menjadikan anak pandai tetapi juga mempunyai budi luhur. Jadi anak yang makan sekolahan adalah anak yang tidak nakal. Daya adiling pangarsa mengajarkan sikap adil sebagai seorang pemimpin. Pemimpin tidak harus diartikan pejabat, tetapi juga pemimpin rumah tangga, pemimpin masyarakat, organisasi ataupun perusahaan. Menerapkan keadilan tidaklah mudah karena seorang pemimpin harus mampu menerjemahkan arti keadilan pada setiap waktu dan dalam setiap kasus dan keadaan. Orang tua adalah pemimpin yang harus menerapkan keadilan pada anak-anaknya yang mungkin memiliki bakat, kepintaran dan kondisi fisik yang tidak sama. Daya katemahaning pengupa boga mengajarkan agar setiap orang mempunyai kemampuan mencari nafkah. Kata daya disini artinya bukan sekedar kemampuan dalam bentuk keterampilan atau keahlian, tetapi juga daya dalam bentuk keuletan, kegigihan, semangat kerja, didikasi, disiplin serta kejujuran. Daya mencari nafkah juga diperlukan agar orang tidak menjadi beban orang lain, tidak malas atau mencari nafkah dengan jalan pintas. Orang harus mempunyai daya untuk menghidupi diri dan keluarganya. Daya kastyaning para panggawa lan nayaka memberi pelajaran tentang kesetiaan atau loyalitas kepada atasan maupun kepada organisasi, masyarakat dan negara. Yang kita bicarakan di sini adalah tentang daya bukan tentang keharusan atau kewajiban. Dengan demikian daya kastyaning para panggawa lan nayaka adalah daya atau kemampuan untuk loyal dan bukan kewaijiban untuk loyal. Dengan demikian kita harus menentukan kapan daya tersebut patut dan tidak patut digunakan terhadap atasan, organisasi, masyarakat dan negara. Daya panembahing para kawula adalah daya berupa watak dan moralitas yang ada pada diri seseorang maupun pada masyarakat. Kata manembah mempunyai kata dasar sembah. Dengan demikian kata manembah dapat diartikan dengan mempunyai sesembahan atau jelasnya mempunyai keimanan atau keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Pencipta. Orang yang beriman tentu mempunyai daya atau kekuatan moral dan mental yang kuat. Itulah inti ajaran ini. Panca Daya atau lima daya tersebut di atas merupakan kesatuan atau keterpaduan yang dapat saya ringkaskan ke dalamtiga kapasitas dalam diri manusia, yaitu: kapasitas intelektual, kapasitas mental dan kapasitas moral. Tiga kapasitas tersebut masih merupakan potensi daya dalam diri manusia. Agar daya potensial ini dapat digunakan maka diperlukan keperdulian. Begitu keperdulian sesorang timbul maka ketiga kapasitas tersebut akan menjadi mesin penggerak yang luar biasa kuat dan efektif. Kapasitas intelektual pada dasarnya adalah penguasaan informasi, pengalaman dan kemampuan menggunakannya. Kapasitas mental tercermin pada sikap hidup yang menghasilkan percaya diri, keteguhan, keuletan, kegigihan, keberanian, kesabaran dan sebagainya. Kapasitas moral menjadikan orang jujur, amanah, ikhlas, empati, yang secara keselurahan tercakup dalam ajaran eling lan waspada. 2. Mengenal potensi diri dan potensi kelompok Pada dasarnya setiap individu mempunyai potensi diri yang berbeda-beda sesama manusia apa yang ada pada satu individu belum tentu dimiliki juga oleh individu lainnya. Misalnya saja potensi daya yang dimiliki oleh A tidak sama dengan potensi diri yang dimiliki oleh si B contohnya si A memiliki Daya adiling pangarsa mengajarkan sikap adil sebagai seorang pemimpin sedangkan si B tidak memiliki daya tersebut karena tidak semua orang atau individu memiliki sikap adil sebagai seorang pemimpin. Berbicara tentang potensi diri atau lebih tepatnya potensi yang ada pada diri saya mungkin saya akan sedikit bingung karena untuk saat ini saya juga belum mengerti betul bagaimana potensi diri itu, dan potensi apa-apa saja yang saya miliki. Tapi dari konsep panca daya yang telah dipaparkan di atas mungkin untuk membahas mengenai potensi diri bisalah di bahas sedikit. Di atas telah di jelaskan mengenai Lima panca daya yang diajarkan mencakup daya kawruh luhuring sujanma (penguasaan ilmu untuk kehidupan), daya adiling pangarsa (keadilan seorang pemimpin), daya katemahaning pengupa boga (kemampuan mencari nafkah), daya kastyaning para panggawalan nayaka (kesetiaan bawahan), daya panembahing para kawula (kekuatan watak / moral masyarakat). Dari kelima panca daya tersebut saya dapat mengetahui mengenai potensi diri yang telah saya miliki, mungkin dari kelima panca daya tersebut semuanya saja miliki bukan hanya saja saja tapi mungkin setiap individu, hanya saja dalam menggali lebih dalam tentang potensi tersebut mungkin saya belum bisa menggali lebih dalam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari semua panca daya tersebut. Misalnya, saya belum bisa adil dalam setiap aktivitas dalam kehidupan saya mungkin karena manusia memiliki sifat ego yang ada pada dirinya, saya belum bisa menguasai pengetahuan untuk lingkungan karena mungkin saya memiliki kapasitas intelektual yang kurang dari indivudu yang lain, begitu halnya dengan ketiga panca daya yang lainnya banyak hal yang belum saya tahu atau belum saya pahami tentang hal tersebut. Dalam hal berkelompok saya masih kurang mampu untuk mengeluarkan potensi atau apa yang ada dalam pikiran saya karena saya masih ragu atau masih malu dalam berbicara di depan umum kadang apa yang ada dalam pikiran saya tidak bisa saya keluarkan dan sosialisasikan di depan teman teman tapi kalau depan teman kelompok mungkin saya bisa tapi kadang saat presentasi saya agak susah untuk mengeluarkan pendapat. Kalau dalam hal di siplin, adil, pemahaman tentang teori, dan lain-lainnya saya rasa dalam kerja kelompok saya sudah cukup untuk itu, tapiu saya tidak tahu bagaimana pandangan teman-teman saya akan hal tersebut. 3. Makna dari Sketsa, Mana Manajemen, Teknologi dan Usaha Dalam pemaknaan sketsa pribadi diri seseorang secara umum, dikenal adanya proses meng-aku pada diri seseorang yakni, bisa menjalin suatu hubungan yang melahirkan inti kehidupan dalam mengenal dirinya sendiri, orang lain, alam serta pendekatannya terhadap tuhannya. Secara umum seseorang meng-aku dengan menempatkan dirinya ke dalam maksudnya ia bisa melihat karakteristik tertentu yang ada di sekitarnya dan memanfaatkan sesuatu yang bisa menguntungkan untuk kelangsungan hidupnya. Akan tetapi proses meng-aku dengan penempatan seperti ini bisa menimbulkan sifat egois tanpa melihat pengaruh yang dilakukannya terhadap lingkungan sekitarnya sedangkan dikenal juga adanya penempatan keluar, artinya ia keluar dari dirinya dan menjadi pribadi diri orang lain sehingga ia bisa melihat karakternya sendiri tanpa melibatkan kepentingan yang mendahului dirinya. Manusia mempunyai hubungan dengan tuhan melalui amal dan takwanya, selain itu manusia mempunyai hubungan secara horizontal kepada masyarakat dengan cara mengkita dengan melaksanakan hak dan kewajibannya secara adil, ia tidak akan menuntut haknya sebelum mengerjakan kewajiban yang harus ia lakukan untuk orang lain dan disisi lain manusia juga mempunyai hubungan secara horizontal dengan cara mengkultur alam atau lingkungan dengan mengeksploitasi dan melestarikan dengan berimbang. Pemaknaan hubungan antara manusia dengan tuhan,manusia lain serta alam dikenal adanya kemampuan untuk melakukan perencanaan waktu (manajemen waktu), yang dilihat dalam proses ini adalah dimana diri seseorang bisa merumuskan, merencanakan dan melakukan hal-hal yang berbau positif dalam setiap detik waktunya dimana ia bisa melakukan amalan ibadah yang tiada terputusnya kepada tuhannya dan bisa melihat ke dalam pada potensi yang ada pada dirinya untuk terus meningkatkan pola-pola tertentu yang bisa membawanya pada titik patokan kemajuan yang bisa memberikan pengaruh baik pada dirinya maupun pada diri orang lain, disamping itu kemampuan memanajemen waktu pada diri seseorang untuk mendapatkan pola kehidupan yang berkualitas manusia tidak luput dari jiwa kewirausahaannya yang biasanya memberikan output yang kurang sesuai dengan keinginan pada awalnya meskipun ia yakin akan input dan proses yang ia lakukan sudah menuju gubuk kesempurnaan, inilah yang mengakibatkan manusia tidak boleh berhenti berpikir jenius dan logis terhadap keberadaan tuhan di sekitarnya, ini jelas menandakan bahwa meskipun usaha telah membuat tubuh menangis akan keringat akan tetapi takdir/hasillah yang akan berkata sesungguhnya pada rasa kepuasan tersendiri pada seseorang,di sisi lain manusia tidak pernah henti-hentinya melihat dan memikirkan bagaimana alam bisa berbicara dan membantu ia dalam mewujudkan kehidupan yang berkualitas dengan melihat hari demi hari manusia ini membaur otak dan tangannya untuk tetap menghasilkan produk-produk yang tetap berkualitas bagi kehidupannya dengan menanamkan sebuah titik kecil pada pikirannya untuk mewujudkan keinginan akan kebutuhan teknologi dalam kehidupan manusia dan manusia lain. 4. Kajian Tentang ABULO SIBATANG
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 23 pemerintah daerah/kota dengan tiga corak
etnis yang mendominasi keberagaman budaya, yakni Makassar, Bugis, dan Toraja. Adapun Pemerintah daerah Jeneponto adalah salah satu Pemerintah daerah yang bercorak etnis Makassar, yang memiliki luas wilayah 74.979 ha. Daerah ini terdiri atas 9 kecamatan, dan 111 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 319.302 jiwa (BPS Jeneponto, 2006). Hingga saat ini masyarakat Jeneponto masih menjunjung nilai-nilai panutan, seperti abulo sibatang (kesetiakawanan, kekerabatan), sipakatau (saling menghargai), sipakainga (saling menasihati), serta siri (harga diri). Selain nilai-nilai tersebut, Jeneponto juga mengenal tingkatan kelas sosial di masyarakat. Dan yang tertinggi adalah kelas sosial karaeng. Nampaknya kelas karaeng ini sangat mendominasi dinamika kehidupan sosial masyarakat Jeneponto dan Sulawesi Selatan pada umumnya, hingga sekarang. Ada 10 faktor yang mempengaruhi budaya, yakni 1) rasa tentang diri dan ruang, 2) pakaian dan penampilan, 3) makanan dan kebiasaan makan, 4) komunikasi dan bahasa, 5) waktu dan persepsi terhadap waktu, 6) perkawanan, 7) nilai dan norma, 8) keyakinan dan sikap, 9) motivasi kerja, serta 10) proses mental. Sedangkan Mondy (1998:552) dengan tegas mengaitkan perkawanan dengan kelompok kerja sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada budaya organisasi. Nilai harga diri, saling menasihati, saling menghargai, kesetiakawanan, serta nilai kekerabatan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap budaya organisasi Pemerintah Daerah Jeneponto. Nilai kekerabatan dan nilai harga diri menjadi prediktor utama yang mempengaruhi secara signifikan terhadap budaya organisasi Pemerintah Daerah Jeneponto. Dan di antara dua prediktor utama tersebut, nilai kekerabatan adalah nilai yang dominan berpengaruh terhadap budaya organisasi Pemerintah Daerah Jeneponto dibanding nilai harga diri.