Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hampir setiap hari kita menemukan seseorang datang untuk
berobat dengan keluhan nyeri perut bagian atas, perih, mual yang kadang
disertai muntah, rasa panas di dada dan perut, perasaan cepat kenyang,
kembung, regurgitasi dan banyak mengeluarkan gas masam dari mulut
(ruktus). Semua keluhan tersebut disebut digolongkan ke dalam sindroma
dispepsia (Hadi, 2013).
Dalam Konsensus Roma III pada tahun 2006, dispepsia fungsional
memiliki tiga syarat yang harus terpenuhi yaitu terdapat satu atau lebih
keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri epigastrik, rasa
terbakar di epigastrium, kemudian tidak terdapat bukti kelainan struktural
(termasuk di dalamnya pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas)
yang dapat menjelaskan penyebab keluhan, dan keluhan yang dialami
terjadi selama 3 bulan dalam kurun waktu 6 bulan terakhir sebelum
diagnosis ditegakkan (Djojoningrat,2009).

Berdasarkan Kriteria Roma III, manifestasi klinis dispepsia


fungsional yang sering dikeluhkan pasien seperti nyeri ulu hati, nyeri
terlokalisasi, nyeri timbul berulang, perasaan cepat kenyang, rasa terbakar
di daerah ulu hati/epigastrium, rasa penuh yang mengganggu setelah
makan, dan nyeri tidak berkurang dengan buang air besar maupun flatus.
Dispepsia fungsional adalah diagnosis eksklusi, sehingga dokter
harus fokus pada penyakit, tanpa menghabiskan terlalu banyak waktu
untuk menyelidiki gejala. Keluhan utama yang menjadi kunci untuk
mendiagnosis dispepsia adalah nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut
bagian atas.
Gejala dari dispepsia fungsional diantaranya rasa penuh setelah
makan, kembung, cepat kenyang, nyeri di daerah epigastrium seperti rasa
terbakar tanpa ditemukan bukti adanya penyakit struktural yang
menyebabkan timbulnya gejala. Gejala-gejala ini dapat muncul
berdampingan dengan gejala gangguan pencernaan, seperti
gastroesophageal reflux disease (GERD), irritable bowel syndrome,
anxietas dan depresi (Wang, 2009).
Kejadian dispepsia di masyarakat tergolong tinggi. Di berbagai
survei yang telah dilakukan, semua subyek penelitian berusia 18 tahun ke
atas. Namun kebanyakan survei menunjukkan tidak ada kaitan kelompok
usia dengan kejadian dispepsia (Mahadeva, 2010).
Pada penelitian di Rumah Sakit Martha Friska di Medan pada
tahun 2007, kasus dispepsia fungsional sebanyak 160 dari 203 pasien
dispepsia yang diperiksa (Harahap, 2009).

1.2. Rumusan Masalah


Belum diketahuinya gambaran diagnostik dan penatalaksanaan
pasien dispepsia fungsional di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat
pada tahun 2016.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran diagnostik dan penatalaksanaan dispepsia
fungsional di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat tahun 2016.

1.3.2. Tujuan Khusus


Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia fungsional
berdasarkan karakteristik jenis kelamin, dan pekerjaan.
2. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia fungsional
berdasarkan anamnesis.
3. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia fungsional
berdasarkan pemeriksaan fisik.
4. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia fungsional
berdasarkan pemeriksaan penunjang.
5. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia fungsional
berdasarkan penatalaksanaan farmakologi.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk :
1. Menambah pengetahuan dan keterampilan penulis khususnya tentang
gambaran diagnostik dan penatalaksanaan pasien dispepsia fungsional.
2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti
gambaran diagnostik dan penatalaksanaan dispepsia fungsional.
3. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi yang benar

Anda mungkin juga menyukai