Askep Krisis Hipertensi
Askep Krisis Hipertensi
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
Pendarahan intra cranial, emboli CVA atau pendarahan subarakhnoid.
Hipertensi ensefalopati.
Aorta diseksi akut.
Oedema paru akut.
Eklampsi.
Feokhromositoma.
Funduskopi KW III atau IV.
Insufisiensi ginjal akut.
Infark miokard akut, angina unstable.
Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
- Cedera kepala.
- Luka bakar.
- Interaksi obat.
III. PATOFISIOLOGI
Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi
ensefalopati yaitu :
1. Teori Over Autoregulation
Dengan kenaikan TD menyebabkan spasme yang berat pada arteriole
mengurangi aliran darah ke otak (CBF) dan iskemi. Meningginya
permeabilitas kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding kapiler, udema di
otak, petekhie, pendarahan dan mikro infark.
2. Teori Breakthrough of Cerebral Autoregulation bila TD mencapai threshold
(ambang )tertentu dapat mengakibtakan transudasi, mikroinfark dan oedema
otak, petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole.
CBF
CBF Mikro
Infark
Break Through
Autoregulation Nekrosis Vaskuler
IV. DIAGNOSA
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal
kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu
dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
AUTOREGULASI
Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ
tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan
perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan
perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.
Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara
mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi
iskemi. Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan.
Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul
vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap
pada fluktuasi Mean Arterial Pressure ( MAP ) 60 70 mmHg. Bila MAP
turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen
lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang
berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak
Gbr. I : Auto regulasi Pada orang Gbr. II : Auto regulasi pada orang
normotensi. Aliran darah otak hipertensi aliran darah otak pada HT
dipertahankan pada MAP antara 60 krinis dipertahankan pada MAP tinggi
120 140 mmHg. yaitu 120 160 180 mmHg. Kurva
bergeser ke kanan.
TD = CO >< SVR
SV HR PVR RVR
Pada HT primer, CO berkurang 25% dan VR bertambah 20 25%. Pada hipertensi
maligna, SVR bertambah akibat sekunder dari perubahan struktur hipertensi kronis dan
perubahan perubahan vasekonstriksi akut.
Secara logika disukai obat anti hipertensi yang dapat memperbaiki gangguan
hemodinamik pada krisis hipertensi. Obat yang mengurangi SVR tanpa mengurangi CO
lebih disukai oleh sebagian besar penderita krisis hipertensi dengan kekcualian bagi
disecting aneurysma aorta.
Obat yang menambah SVR dan mengurangi CO seperti beta blocker tanpa intrinsic
sympathomimetic activity ( ISA ) haruslah dihindari karena akan menyebabkan
eksaserbasi gangguan hemodinanamik seperti payah jantung, kongestive dan oedem paru.
Status volume cairan
Umumnya kebanyakan penderita krisis hipertensi mempunyai intravaskuler volume
depletion, oleh karena itu jangan diberi terapi diuretika, kecuali bila secara klinis
dibuktikan adanya volume over load seperti payah jantung kongestif atau oedema paru.
Perlu diketahui bahwa pembatasan cairan dan garam ( natrium ) serta diuretika pada
Catatan : Dosis total harian dari lepas segera mungkin tidak langsung setara
dengan dosis harian lepas lambat. Dewasa IV : Hipotensi akut : Initial 5mg/jam
setiap 15 menit dengan maksimum 15 mg/jam, pertimbangan pengurangan hingga
3 mg/jam setelah respon didapatkan. Monitor dan sesuaikan ke dosis terendah
yang dibutuhkan untuk menjaga kestabilan tekanan darah .
Dosis titrasi mulai dari 0,5 g/kgBB/menit. Pelarut infus yang bisa digunakan
NaCl 0,9%, Dextrose 5 %, Potacol-R, Ringer Asetat, KN Solution.
Pelarut/cairan infus yang tidak dapat digunakan bikarbonas natrikus dan Ringer
Laktat.
Lansia : Dimulai dengan dosis rendah
2. Iso sorbid Dinitrat.
Indikasi : Profilaksis dan pengobatan angina; gagal jantung kiri
Kontra-indikasi : Hipersensitivitas terhadap nitrat, hipotensi dan hipovolemia,
kardiopati obstruktif hipertrofik, stenosis aorta, tamponade jantung, perikarditis
konstriktif, stenosis mitral, anemia berat, trauma kepala, perdarahan otak,
glaukoma sudut sempit.
Dosis dan Aturan pakai. Sublingual : 5-10 mg.
Oral : sehari dalam dosis terbagi, angina 30-120 mg
Infus Intravena : 2-10 mg/jam; dosis lebih tinggi sampai 20 mg/jam mungkin
diperlukan
3. Nifedipin
Indikasi: Pengobatan dan pencegahan insufisiensi koroner (terutama angina
pektoris setelah infark jantung) dan sebagai terapi tambahan pada hipertensi
Kontra Indikasi:
- Hipersensitivitas terhadap nifedipine.
- Karena pengalaman yang terbatas, pemberian nifedipine pada wanita hamil
hanya dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati.
Dosis:
- Dosis tunggal: 5 - 10 mg.
- Dosis rata-rata: 5 - 10 mg, 3 kali sehari.
Interval di antara 2 dosis pemberian tidak kurang dari 2 jam.
Peringan dan Perhatian:
Pemberian nifedipine pada pasien dengan stenosis aorta atau pasien yang sedang
diberikan betha-bloker atau obat depresan miokardium lainnya dapat
menyebabkan resiko gagal jantung.
Efek Samping:
- Dose dependent disebabkan oleh dilatasi vaskular seperti: sakit kepala atau
perasaan tertekan di kepala,flushing, pusing, gangguan lambung, mual, lemas,
palpitasi, hipotensi, hipertensi ortostatik, edema tungkai, tremor, kram pada
tungkai, kongesti nasal, takikardia, tinitus, reaksi dermatologi.
- Sangat jarang terjadi, dilaporkan pada pemakaian nifedipine jangka panjang
terjadi hiperplasia gusi dan segera kembali ketika
ICU RSUD dr.Moewardi
11
jam.
Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila
dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.
sodium nitroprusside.
Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist
8. Renal insufisiensi akut : anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-
antagonist Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan
9. KW III-IV : Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca antagonist.
Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.
10. Mikroaangiopati hemolitik anemia :
Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.
Hindarkan : B-antagonist.
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, nicardipin
merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena pemakaian
obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring ketat,
penderita harus dirawat di ICU.
Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah Labetalol, Diazoxide yang dapat
memberikan bolus intravena.Phentolamine, Nitroglycerine Hidralazine diindikasikan
pada kondisi tertentu. Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru
yang diperlukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam
jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.
Pemeriksaan penunjang :
Selain pemeriksaan fisik, data laboratorium ikut membantu diagnosis dan perencanaan.
Urin dapat menunjukkan proteinuria, hematuri dan silinder. Hal ini terjadi karena
tingginya tekanan darah juga menandakan keterlibatan ginjal apalagi bila ureum dan
kreatinin meningkat. Gangguan elektrolit bisa terjadi pada hipertensi sekunder dan
berpotensi menimbulkan aritmia.
Airway
1. yakinkan kepatenan jalan napas
2. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera
mungkin ke ICU
Breathing
1. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan
saturasi >95%.
2. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
3. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-
mask ventilation
4. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
5. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
6. Lakukan pemeriksan system pernapasan
7. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti paru
Disability
1. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
2. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan
membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.
Exposure
1. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
2. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
lainnya.
3. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan penurunan aliran darah skunder
PTIK
2. Gangguan perfusi jaringan, renal berhubungan dengan hipertensi
ICU RSUD dr.Moewardi
18
3. Pertukaran gas tidak efektif berhubungan dengan kongestif paru skunder gagal
jantung, IMA, kelebihan volume cairan
4. Kecemasan/ketakutan berhubungan perubahan status kesehatan
Intervensi
1. CEK kesadaran
2. Jaga kepatenan jalan nafas
3. Berikan Oksigen bila diperlukan
4. Pasang IV line
5. Berikan obat-obat anti hipertensi
6.. Pasang monitor jantung
7. Amati warna kulit dan kelembaban, temp, dan waktu pengisian kapiler
8. Perhatikan kalau ada odema
9. Monitor kwalitas dan frekuensi pulsasi nadi
10.Auskultasi jantung dan paru
11.Batasi aktivitas
12. Observasi dan catat respon obat anti hipertensi.
Bila Intravena:
- Periksa TD tiap 5
- Gunakan kertas beralur untuk TTV
- Titrasi dosis obat untuk stabilkan TD
- Jangan hentikan obat secara tiba-tiba
- Gunakan pompa infus
13. Tirah baring selama fase akut
14. Minimalkan aktivitas
15. Jelaskan tentang peyebab TD, perawatan dan pengobatan
Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive Crissis with
Clonidine (catapres ), Med. J. Aust. 1 :829-831.
Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti
hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang
dan berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.
Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatmenet of Hypertensive Crisis, New Engl J Med,
323 : 1177-83.
Gonzale D.G, Ram C.SV.S., 1988 : New Approaches for the treatment of Hypertensive
Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.
Houston MC ; 1989 : Pathoplysiology Clinical Aspects and tereatment Dis, 32, 99-148.
Kaplan N.M, 1986 : Clinical Hypertention, 4th Edition, William & Elkins, Baltimore,
2273-89.