Anda di halaman 1dari 17

GOOD MINING PRACTICE (2)

Oleh :
RATIH HARDINI KUSUMA PUTRI 212140053
PRASODO DATU P 212140055
M. RIZKIANSYAH Z 212140056
HERU DWIRIAWAN S 212140060
DIANA IRMAWATI PRADANI 212140062

KONSENTRASI GEOMEKANIK PERTAMBANGAN


PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2015
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Konsep pada industri pertambangan umum yaitu industri pertambangan


mineral yang menghasilkan logam, bahan galian industri ( non logam ) dan
energi ( batubara ) serta panas bumi mempunyai titik berat pada isu
demokrasi, keadilan dan pemerataan yang harus melibatkan antar dan inter
generasi. Konsep ini hanya dapat terlaksana dengan baik jika melibatkan para
pemaku kepentingan (stake holder) secara optimal dalam bentuk kemitraan.
Sementara pola pikir yang mendasari adalah social justice and equity,
pendekatan holistik, komprehensif, terpadu, menghargai keaneka ragaman
atau pluralisme serta berwawasan jangka panjang.
Dari uraian diatas dapat didefinisikan paradigma praktek/ pengelolaan
usaha pertambangan yang baik dan benar/ good mining practice yang
membangun peradaban sebagai suatu kegiatan usaha pertambangan yang
memenuhi ketentuan ketentuan , kriteria, kaidah dan norma norma yang
tepat sehingga pemanfaatan sumber daya mineral memberikan hasil yang
optimal dan dampak buruk yang minimal. Hal ini meliputi perizinan , teknis
pertambangan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) , lingkungan,
keterkaitan hulu hilir/ konservasi / nilai tambah dan pengembangan
masyarakat/ wilayah disekitar lokasi kegiatan , dan mempersiapkan penutupan
dan pasca tambang, dalam bingkai peraturan perundangan dan standar yang
berlaku, sesuai dengan tahap tahap kegiatan pertambangan.
Kebutuhan logam dan mineral untuk meningkatkan mutu kehidupan
manusia tidak menunjukan adanya indikasi menurun dimasa mendatang. Lebih
lanjut tidak ada keinginan untuk kembali ke zaman lampau dalam memenuhi
kebutuhan yang terus meningkat. Untuk mempertahankan peningkatan mutu
kehidupan dan perluasannya dinegara negara berkembang, semakin banyak
bijih logam, mineral dan batubara mesti ditambang dan diolah. Isu tentang
apakah tambang merupakan kegiatan yang secara fisik berkelanjutan yang
terus bergulir. Oleh karena itu penulis membahas bagaimana metode
pertambangan yang baik dan benar / good mining practice yang meliputi :
Kewenangan pusat dan daerah dalam mengelola usaha pertambangan,
Penerapan prinsip konservasi, Standarisasi pertambangan, Nilai tambah
kegiatan usaha pertambangan, dan Tanggung jawab sosial.

1.2 RUMUSAN PENULISAN

Dari latar belakang diatas penulis menghasilkan suatu rumusan masalah ,


yaitu :

Bagaimana penerapan teknik pertambangan yang tepat ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah :

1. Mengetahui kaidah penambangan yang baik dan benar / good mine


practice ?
2. Mengetahui nilai tambah kegiatan usaha pertambangan ?
3. Mengetahui kewenangan pusat dan daerah dalam usaha pertambangan ?
4. Mengetahui penerapan prinsip konservasi areal pertambangan ?
5. Mengetahui standarisasi pertambangan ?
6. Mengetahui tanggung jawab sosial dalam usaha pertambangan ?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkup Pertambangan Umum


Mineral dan Batubara
Mineral dan batubara serta panas bumi merupakan obyek utama kegiatan
pertambangan umum. Sehubungan dengan hal tersebut maka segala kegiatan
yang terkait dengan pertambangan umum harus senantiasa melakukan
optimalisasi baik hasil kegiatan maupun pemanfaatannya.
Hakikat kegiatan pertambangan umum adalah untuk mencari dan mempelajari
kelayakannya sampai dengan pemanfaatan mineral dan batubara, baik untuk
kepentingan perusahaan, masyarakat sekitar, maupun bagi pemerintah ( daerah
dan pusat ).
Proses kegiatan pencarian sampai dengan pemnfaatan mineral dan batubara ini
dibagi dalam tujuh tahapan :
1. Penyelidikan umum
2. Eksplorasi
3. Studi kelayakan
4. Konstruksi
5. Eksploitasi/ produksi
6. Penutupan tambang
7. Pasca tambang

Uud N0.4 Tahun 2009 Ttg Pertambangan Mineral Dan Batubara


Ps. 95 (A) Mengamanatkan Bahwa, Pemegang Iup Wajib Menerapkan Kaidah
Teknik Pertambangan Yang Baik
PS. 96 Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP
wajib melaksanakan antara lain :
a. Ketentuan K3 Pertambangan
b. Keselamatan operasi pertambangan
c. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk
reklamasi dan pasca tambang
d. Upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara
e. Pengelolaan sisa tambang dari kegiatan pertambangan dalam bentuk
padat, cair atau gas sampai memenuhi baku mutu lingkungan

2.2 Aplikasi Good Mining Practice

a. Eksplorasi dengan presisi tinggi

b. Pemilihan teknologi yang tepat (recovery)

c. Efisiensi penggunaan lahan

d. Pengelolaan tanah pucuk dan batuan penutup, pengendalian erosi dan


sedimentasi, serta pengelolaan AAT
e. Pengelolaan air limbah dalam rangka perlindungan kualitas perairan umum

f. Penambangan tuntas

g. Reklamasi segera

h. Pemantauan lingkungan

2.2.1 Pengendalian Gangguan Lahan Pertambangan

Tabel 2.1 Aspek Manajemen Pengendalian Gangguan Lahan Pertambangan


Tabel 2.2 Aspek Teknis Pengendalian Gangguan Lahan Pertambangan

2.2.2 Pengelolaan Pertambangan Yang Baik Dan Benar

Pengelolaan pertambangan yang baik dan benar ( good mining practice ) perlu
terus dikaji dan dikembangkan pada kegiatan usaha pertambangan masa kini.
Melalui penerapan tata cara pertambangan yang baik ini maka dapat dihindari
terjadinya pemborosan sumber daya mineral dan batubara, tercapai optimalisasi
sumber daya , terlindunginya fungsi fungsi lingkungan serta terlindunginya
keselamatan dan kesehatan pekerja.

Gambar 2.1 Good Mining Practice

Adapun penerapan teknik pertambangan yang tepat harus berazaskan antara


lain :

1. Peduli lingkungan
2. Peduli keselamatan kesehatan kerja (K3)
3. Penerapan prinsip konservasi
4. Punya nilai tambah
5. Optimalisasi manfaat bagi masyarakat
6. Standarisasi pertambangan

2.3 PENERAPAN PRINSIP KONSERVASI

Sumber daya mineral dan batubara adalah sumber daya alam yang tak
terbarukan, maka pengelolaan, pengusahaan dan pemanfaatannya mutlak harus
optimal, baik bagi perusahaan, masyarakat , pemerintahan maupun
lingkungannya. Sehubungan dengan hal tersebut maka segala bentuk
pemborosan harus dicegah dan dihindari.
Beberapa contoh penerapan prinsip konservasi :
1. Mengoptimalkan produksi penambangan :
- Menerapkan teknik pertambangan dan peralatan yang tepat
- Memaksimalkan COG dan SR
- Mencegah ceceran dalam penggalian dan pengangkutan
- Menghindari dilusi
- Mengoptimalkan recovery
2. Mengoptimalkan pengolahan
- Menerapkan teknik pengolahan dan perlatan yang tepat
- Memaksimalkan head grade dengan cara blending
- Memproduksi beberapa macam jenis dan kualitas produlk
- Memaksimalkan recovery baik mineral utama maupun mineral pengikut
- Menempatkan dan mendata jumlah dan kualitas tailing dengan baik
3. Memperlakukan mineral dan batubara kadar marjinal dengan baik
- Menempatan dan mendata jumlah dan kualitasnya dengan baik
- Tidak mencampurnya dengan waste
- Mengupayakan agar mudah untuk dapat dimanfaatkan apabila diperlukan
4. Mengoptimalkan pemanfaatan mineral lain yang mungkin ikut tergali
5. Prinsip konservasi pada flora dan fauna pada areal penambangan

2.4 NILAI TAMBAH


Keberadaan suatu usaha pertambangan diharapkan tidak hanya memberikan
manfaat dari mineral dan batubaranya saja, namun juga dari segala kegiatan yang
dilakukan serta kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan dalam melaksanakan
kegiatan pertambangannya. Adapun strateginya :
2.4.1 Pengembangan teknologi dan inovasi
Hasil dari kegiatan studi yang dilakukan oleh pihak perusahaan diharapkan
tidak hanya dapat dipakai oleh perusahaan , namun juga berguna bagi
pengembangan teknologi terapan yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, diharapkan agar studi tersebut
dilakukan bersama dengan perguruan tinggi didalam negeri.
2.4.2 Peningkatan hubungan kerjasama dengan pihak luar negeri
Dengan beroperasinya suatu perusahaan yang bertaraf internasional,
memungkinkan adanya hubungan kerja yang lebih luas, baik khusus untuk
bidang pertambangannya sendiri maupun bidang bidang lain yang
berpotensi untuk ditingkatkan, seperti kerjasama pemasaran, penelitian,
teknologi maupun investasi.
2.4.3 Peningkatan pemakaian produk dalam negeri
Setiap usaha pertambangan selalu membutuhkan bahan dan peralatan lain
yang akan dipakai dalam kegiatan tersebut. kebutuhan tersebut diharapkan
dapat dipenuhi dengan menggunakan produk dalam negeri agar sekaligus
dapat berperan dalam peningkatan industri dalam negeri.
2.4.4 Upaya melakukan pengolahan di dalam negeri
Pengolahan didalam negeri mempunyai efek ganda ( multiplier effect) yang
besar, antara lain penciptaan lapangan kerja, alih teknologi dan perolehan
unsur unsur lainyang mungkin terdapat dalam bijih serta tumbuhnya
sektor ekonomi disekitar pengolahan.

2.4.1 PENINGKATAN NILAI TAMBAH PERTAMBANGAN


Menjelang pelaksanaan globalisasi bidang pertambangan , isu Peningkatan Nilai
Tambah (PNT) menjadi sangat penting mengingat peran Indonesia selama ini
hanya sebagai penjual bahan galian tambang yang sebagian besar tanpa diolah
terlebih dahulu sementara industri dalam negeri yang berbasis tambang masih
mengimpor bahan baku tersebut dari negara lain yang bahan bakunya berasal
dari Indonesia. Peningkatan usaha dari produsen atau penjual bahan baku
mentah meningkat menjadi produsen bahan baku setengah jadi yang bertujuan
untuk dapat menghasilkan nilai tambah dan bermanfaat secara langsung bagi
kepentingan nasional umumnya dan khususnya bagi pengembangan suatu
wilayah dimana bahan galian tersebut berada.
PNT Pertambangan sebagai action plan actual pembangunan pertambangan yang
berkelanjutan, pada dasarnya merupakan implementasi kegiatan konservasi
pertambangan, yaitu dalam hal berkelanjutan manfaat ekonomi dan lingkungan
sosial kemasyarakatan yang diperoleh semenjak perencanaan, selama
berlangsungnya kegiatan pertambangan sampai dengan pasca tambang. Dengan
demikian PNT adalah upaya optimalisasi atas pengelolaan proses hulu hilir
kegiatan pertambangan serta pengembangan wilayah dan pengembangan
masyarakat disekitar kegiatan pertambangan baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

2.5 STANDARISASI PERTAMBANGAN


Memasuki era perdagangan global, pelaku usaha dituntut untuk memiliki daya
kompetitif tinggi(kinerja,harga,mutu dan jaminan produk), dengan mengikuti
standar dan aturan negara tujuan ekspor/impor. Kecenderungan dunia menuju
satu pasar, satu standar, satu sistem penilaian kesesuaian serta transparasi dalam
pemberlakuan peraturan teknis akan mewujudkan persaingan yang sehat dan
tidak ada diskriminatif terhadap produk yang beredar di pasar.
Permasalahan yang dihadapi adalah, bahwa kondisi nasional dan beberapa
daerah masih dirasa kurang tanggap untuk menerapkan standar/pedoman/kriteria
teknis di bidang mineral dan batubara. Hal tersebut masih dipicu rendahnya
kemampuan daya saing industri serta belum meratanya kesadaran masyarakat
terhadap standar dan budaya mutu menjadi bagian dari kehidupan.
Tujuan standarisasi pertambangan :
Meningkatkan efisiensi, perlindungan konsumen, tenaga kerja dan
masyarakat lain baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun
pelestarian fungsi lingkungan hidup
Untuk merealisasikannya di bentuk Panitia Teknis Perumusan SNI dibidang
pertambangan yang terdiri dari : Sub Panitia Teknis Penambangan dan
Pengolahan, Komoditas Tambang dan Uji Mineral/Logam, Standar Istilah
Pertambangan dan Standar Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan
Hidup/Tambang.
Tersedianya SNI Pertambangan yang dibutuhkan pasar dan selaras dengan
standar internasional harus didukung dengan penyediaan sistem penilaian
kesesuaian yang dapat memberikan jaminan mutu dan keberterimaan pasar
produk nasional, memfasilitasi produk unggulan berpotensi ekspor serta
mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam pengusahaan mineral dan
batubara dengan sasaran utama untuk menjadikan SNI Pertambangan sebagai
sarana kompetisi nasional dalam perdagangan global.
Kegiatan standarisasi di lingkungan pertambangan umum berkembang sesuai
sistem standarisasi nasional yang berlaku. Hal ini terlihat dengan telah lengkapnya
komponen standarisasi yang selama ini merupakan kegiatan rutin unit teknis. Oleh
sebab itu, program yang perlakukan saat ini adalah pengembangan kegiatan yang
selaras dengan perkembangan standarisasi secara nasional serta peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang mampu sebagai bagian dari perangkat yang
dibutuhkan dalam pengelolaan dan pengembangan standarisasi dilingkungan
departemen energi dan sumber daya mineral.
Disamping itu, dalam mendukung serta memacu program penerapan standarisasi
dilingkungan pemerintah daerah, maka diperlukan perangkat kebijakan yang
mapan dan transparan sehingga mempunyai dampak positif bagi pengembangan
usaha pertambangan di Indonesia, terutama dengan kebijakan penerapan SNI
baik wajib maupun sukarela dalam setiap kegiatan usaha pertambangan. Oleh
karena itu dengan terbitnya PP No. 102/2000 yang akan segera diangkat menjadi
Undang undang maka departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Cq.
Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral terus merumuskan
kebijakan baru dibidang standarisasi pertambangan serta selaras dengan
kebijakan standarisasi secara nasional.
Dengan berlakunya UU No. 13/ 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan , maka seluruh
komponen industri dan jasa berkewajiban meningkatkan kompetensi profesi
tenaga kerjanya agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asing. Untuk itu
menjadi kewajiban dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mneral dan
Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral untuk merumuskan
kebijakan yang terkait sehingga dalam penerapannya berjalan secara optimal.
2.6 KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM PENGELOLAAN USAHA
PERTAMBANGAN

Memasuki era reformasi, berkembanglah demokratisasi dan perubahan drastis


model pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi melalui resep otonomi
daerah , peraturan perundangan yang terbit antara lain :
1. UU No.22/2000 tentang Pemerintahan Daerah (sedang direvisi)
2. UU No.25/2000 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah
3. PP No.25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi
4. PP No.75/2001 tentang Revisi Kedua PP No.32/1969 tentang Pelaksanaan
UU No.11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan

2.6.1 PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH


Penerapan otonomi daerah membuat jalur birokrasi yang berbelit-belit diharapkan
akan menjadi lebih singkat, sederhana dan cepat bagi aplikasi investasi dan
pengawasan di daerah dimana usaha pertambangan berlokasi.
Dengan sudah dikeluarkannya Kepmen ESDM No. 1453.K/29/MEM/200 tentang
pedoman teknis penyelenggaraan tugas pemerintahan dibidang pertambangan
umum (berkaitan dengan PP No. 25/2000 tentang kewenangan pemerintah dan
kewenangan provinsi sebagai daerah otonom), daerah diberi kewenangan untuk
mengatur yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat didaerahnya. Bentuk
peraturan perlu disesuaikan dengan sistem hirarki peraturan perundangan. Selain
itu, pelaksanaan otonomi daerah perlu disempurnakan melalui antara lain UU baru
pertambangan umum pengganti UU No. 11/1967 tentang ketentuan-ketentuan
pokok pertambangan umum, PP tentang sistem managemen K3 yang merupakan
amanat dari UU No. 13/2003 tentang ketenagakerjaan, serta Kepres tentang
dekonsentrasi kewenangan dibidang energi dan sumber daya mineral yang saat
ini sedang digodok di Dep Dagri.
2.6.2. Pembinaan penyelenggaraan tugas pemerintah terhadap pemerintah
daerah
1. Menerbitkan Keputusan Menteri energi dan Sumber daya mineral tentang
Pedoman Teknis Penyelenggaran Tugas Pemerintahan di bidang energi dan
sumber daya mineral
2. Melaksanakan sosialisasi atas Kepmen sebagaimana tersebut dan pelatihan
kepada aparatur daerah secara serentak di seluruh provinsi, kabupaten/kota
3. Melaksanakan sosialisasi peraturan perundang-undangan di bidang energi dan
sumber daya mineral kepada Aparatur Daerah dalam rangka penyusunan
Peraturan Daerah mengenai pengusahaan di bidang energi dan sumber daya
mineral
Membentuk Tim Gugus Tugas Penyelenggaraan otonomi daerah sektor energi
dan sumber daya mineral
2.6.3. Pengawasan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Bidang Pertambangan
Umum
Dalam rangka memfasilitasi otonomi daerah sesuai PP No. 20/2001 pemerintah
selain melakukan pembinaan melaksanakan juga pengawasan dalam rangka
pengawasan otonomi daerah di sektor energi dan sumberd daya mineral antara
lain pengawasan represif atas peraturan daerah/keputusan kepala daerah dengan
kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan
perundang-undangan lainnya. Oleh karena itu, peraturan daerah atau keputusan
kepala daerah yang diterbitkan dalam rangka pengusahaan energi dan sumber
daya mineral harus sesuai dan tidak bertentangan dengan kebijakan
pengusahaan dibidang energi dan sumber daya mineral.
Sejak ditetapkan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia (beberapa pengamat
menyebutkan telah terjadi Big Bang South East Asia, ledakan besar di Asia
Tenggara) tanggal 1 Januari 2001, banyak permasalahan yang muncul berkaitan
dengan pelaksanaan otonomi daerah, tidak terkecuali disektor energi dan sumber
daya mineral khususnya di bidang pertambangan. Salah satu permasalahan
adalah diterbitkannya peraturan daerah atau keputusan kepala daerah yang
bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi atau yang
bertentangan dengan kepentingan umum dan umumnya berkaitan dengan
penerapan pajak daerah serta retribusi daerah. Contoh Perda tersebut :
1. Perda Kabupaten Kutai No. 02/2000, di mana dalam pasal 21 ayat(6)
menetapkan Pemegang izin Usaha Pertambangan diwajibkan untuk
memberikan 5% kepada pemerintah.
2. Perda Kabupaten Tapin No.05/2000, dimana dalam pasal 5
menetapkan besarnya sumbangan pihak ketiga ditetapkan Rp2500,-
setiap ton hasil tambang batubara yang dibawa keluar daerah
pertambangan
3. Perda Kabupaten Barito Utara No.02/2000 dimana dalam pasal 5
menetapkan sumbangan pembangunan daerah dari bahan galian
batubara sebesar Rp 250,-/ton
Dari hasil kajian Perda tersebut, Departemen Energi dan Sumber daya
mineral telah menyampaikan usulan kepada Departemen Dalam Negeri
agar ditinjau kembali.

2.7 TANGGUNG JAWAB SOSIAL


Isu isu yang berkaitan dengan sosial ekonomi masih merupakan tantangan yang
belum terselesaikan. Banyak perusahaan pertambangan masih bergulat dengan
isu-isu sosial seperti :
- Kompensasi kehilangan lahan dan akses sumber daya alam
(seperti;lahan)dan juga potensi kehilangan ekonomis dan gangguan
terhadap kehidupan budaya
- Pengelolaan dampak yang berkaitan dengan operasi pertambangan seperti
: masuknya pendatang baru yang berpotensi menimbulkan ketidak
seimbangan pendapatan, konsumsi air bersih,dan terjadinya persaingan
yang disebabkan pemakaian air bersih dan sumber daya alam lain yang
dipergunakan bersama
- Tuntutan untuk melaksanakan program comdev, pengembangan
kesempatan kerja dan mekanisme untuk mendistribusikan keuntungan
sosial secara lebih luas diantara masyarakat lokal.
2.7.1 Aspek Sosial
Hubungan antara perusahaan pertambangan dengan masyarakat setempat selalu
menjadi isu sentral dalam pengusahaan pertambangan. Hubungan yang harmonis
perlu selalu dijalin berdasarkan prinsip win-win solution.
Sejak awal suatu kegiatan usaha pertambangan, baik kegiatan utama maupun
kegiatan penunjang lainnya harus disiapkan secara terarah dan benar. Beberapa
kegiatan penunjang seperti pengadaan pasokan kebutuhan pegawai, pengadaan
pasokan kebutuhan pegawai, pengadaan peralatan dan suku cadang ataupun
kebutuhan jasa lainnya selayaknya dirancang dari awal secara terpadu. Hal yang
terpenting adalah masyarakat setempat harus diberi prioritas untuk memenuhi
kebutuhan kebutuhan tesebut.
Disarankan kepada Perusahaan pertambangan agar dapat juga mendukung
usaha yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhan
kebutuhan tersebut. hal ini dapat menghasilkan suatu hubungan yang positif dan
dapat melahirkan kondisi yang saling menguntungkan untuk pihak perusahaan
dan untuk masyarakat setempat.

Transformasi Sosial :

- empowerment, mendorong masyarakat untuk dapat kesempatan dan


berperan aktif lebih besar
- Cooperation, mendorong terciptanya kerja sama di masyarakat sehingga
merasa sebagai bagian dari kelompok
- Equity, disamping masyarakat mendapatkan kesempatan financial juga
dalam mendapatkan pelayanan sosial
- Sustainability, pemenuhan kebutuhan sekarang tanpa mengabaikan
kebutuhan generasi mendatang
- Security, masyarakat merasa bebas atas ancaman ketidak pastian harapan
hidup
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas tentang bagaimana penerapan pertambangan yang


baik dan benar (good mining practice), dapat kita simpulkan :
1. Standarisai kegiatan pertambangan harus dilakukan sesuai SNI dan SKKNI
pertambangan umum yang telah berlaku. Penerapan standar yang telah
diberlakukan ini merupakan aturan bagi perusahaan untuk diterapkan dalam
operasi usaha pertambangan.
2. Optimalisasi pemanfaatan bahan galian baik pada tahap penambangan
maupun tahap pengolahan/pemurnian hingga menjadi bahan baku industri
dengan sasaran timbulnya efek ganda bagi pembangunan pertambangan
yang berkelanjutan secara lokal, regional, nasional dan pertumbuhan ekonomi
mikro maupun makro antara lain:
- Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
- Pengembangan Wilayah
- Pengembangan Tenaga Lokal
- Pengembangan Masyarakat
- Pemenuhan kebutuhan bahan baku energi dan industri dalam negeri
- Kemampuan industri pertambangan dalam negeri yang mampu bersaing
dalam penyediaan bahan baku industri hilir yang berbasis bahan tambang.
3. Pelaksanaan otonomi daerah perlu segera dibina secar lebih intensif agar
tercipta suatu pemahaman yang sama antara pemerintahan pusat dengan
pemerintahan daerah. Pembinaan ini dapat dilakukan melalui program-
program pelatihan, komunikasi yang lebih intensif maupun bantuan sarana
dan prasarana yang sangat diperlukan dalam melaksanakan pemerintahan.
4. Sumber daya mineral/batubara (dan mungkin panasbumi) umumnya
merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, maka dalam
pengelolaannya memerlukan kebijakan yang tepat dan benar sehingga dapat
mentranformasikan manfaat sumber daya mineral/batubara dan panasbumi
yang bersifat sesaat menjadi berkelanjutan dengan cara pengembangan, tidak
mesti atau hanya di bidang sumber daya alam (natural capital) tetapi bisa
diluar itu, seperti pabrik/industri pengolahan dan infrastruktur (build capital),
pendidikan dan pelatihan (human capital) dan kelembagaan (social capital).
DAFTAR PUSTAKA

1. Suyartono, dkk.2003.Good Mining Practice.Studi Nusa.Semarang


2. Slide,Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral.
3. http://umarullahsaleh.blogspot.co.id/2015/04/pengelolaan-pertambangan-
yang-baik-dan_12.html

Anda mungkin juga menyukai