Anda di halaman 1dari 108

ANALISIS PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN

MINYAK DAN GAS BUMI ATAS INDUSTRI HULU MIGAS DALAM


PRODUCTION SHARING CONTRACT PADA PT XXX ENERGI (Studi Kasus
di Kalimantan Utara)

OLEH :
IKFINI HAULA HAKIKA
1211060224

INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA


(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
P E R B A N A S
JAKARTA
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

2014
ANALISIS PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN
MINYAK DAN GAS BUMI ATAS INDUSTRI HULU MIGAS DALAM
PRODUCTION SHARING CONTRACT PADA PT XXX ENERGI (Studi Kasus
di Kalimantan Utara)

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :
IKFINI HAULA HAKIKA
1211060224

INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA


(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
P E R B A N A S
JAKARTA
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
2014
INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA
(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
P E R B A N A S
JAKARTA
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul

ANALISIS PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN


MINYAK DAN GAS BUMI ATAS INDUSTRI HULU MIGAS DALAM
PRODUCTION SHARING CONTRACT PADA PT XXX ENERGI (Studi Kasus
di Kalimantan Utara)

Oleh

Nama : Ikfini Haula Hakika


NIM : 1211060224
Program Studi : S1 Akuntansi

Telah disetujui untuk diujikan

Jakarta, 19 November 2014

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Akuntansi Dosen Pembimbing Skripsi,

Atiek Djajanti, SE.,Ak.,M.Ak Kara Mustafa, S.H.,M.H.


INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA
(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
P E R B A N A S
JAKARTA
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul

ANALISIS PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN


MINYAK DAN GAS BUMI ATAS INDUSTRI HULU MIGAS DALAM
PRODUCTION SHARING CONTRACT PADA PT XXX ENERGI (Studi Kasus
di Kalimantan Utara)

Telah dipertahankan di hadapan Sidang Tim Penguji Skripsi


pada

Hari : Rabu
Tanggal : 19 November 2014
Waktu : 08.00 WIB s/d selesai

Oleh

Nama : Ikfini Haula Hakika


NIM : 1211060224

DAN YANG BERSANGKUTAN DINYATAKAN LULUS

Tim Penguji Skripsi

Ketua Sidang : ..................................................... Kara Mustafa, S.H.,M.H.

Anggota : Vincentius Agus Widodo, SST.,A.k.,M.Ak

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Akuntansi

Atiek Djajanti, SE.,Ak.,M.Ak


INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA
(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
P E R B A N A S
JAKARTA
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

PERNYATAAN

Seluruh isi dan materi skripsi ini menjadi tanggung jawab penyusun sepenuhnya.

Jakarta, 19 November 2014


Penyusun,

Ikfini Haula Hakika


1211060224
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Ikfini Haula Hakika


Nim : 1211060224
Program Studi : S1 Akuntansi
Judul Skripsi : Analisis Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Atas
Industri Hulu Migas Dalam Production Sharing
Contract Pada PT XXX Energi (Studi Kasus di
Kalimantan Utara)

Menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi yang telah saya buat ini
merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata
dikemudian hari penulisan skripi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan
terhadap karya orang lain, maka saya akan bersedia mempertanggungjawabkan
sekaligus menerima sangsi berdasarkan aturan tata tertib di ABFI Institute
Perbanas.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak ada
unsur paksaan.

Jakarta, 19 November 2014


Penulis

(Ikfini Haula Hakika)


1211060224
DAFTAR PUSTAKA

Johnston, Daniel. (1994). International Petroleum Fiscal Systems and Production


Sharing Contract. USA: Summer.

Bindemann, Kirsten. (1999). Production Sharing Agreements: An Economic Analysis


(Volume 25 from Working Papers). Oxford: Oxford Institute for Energy
Studies.

Resmi, Siti. (2009). Perpajakan: Teori dan Kasus. Buku 1, Edisi 5 (Cet.1)
Jakarta: Salemba Empat.

Jurnal

Febrianti, Nilasari (2005). Analisis Penunjukkan Kembali Kontraktor Perjanjian


Kerjasama Pengusaha Pertambangan Minyak dan Gas Bumi sebagai
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta: Program Ilmu Administrasi
Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
C. Insan, Muhammad. (2009). Kepastian Hukum Dalam Production Sharing
Contract. Yogyakarta : Program Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia.

Adolf B. Heatbun dan Robert Tambunan (2012). Analisis Kemampuan Kontribusi


Pajak Bumi dan Bangunan Di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jakarta:
Program Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tanggal 23 Nopember


2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2004 tanggal 14 Oktober 2004


Tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tangal 9 Nopember 1994


Tentang Pajak Bumi dan Bangunan

Republik Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2013


tanggal 20 Desember 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas
Bumi, dan Panas Bumi

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tanggal 20


Desember 2010 Tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan
Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 juncto


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 juncto Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03.2014 tanggal 10 Juli 2014Tentang
Klasifikasi Dan Penetapan Nilai Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2012 tanggal 1


Februari 2012 Tentang Penatausahaan dan Pemindahbukuan Pajak Bumi dan
Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas
Bumi, dan Panas Bumi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan syukur peneliti panjatkan atas berkah, rahmat, dan

karunia Allah SWT yang tak terbatas, sehingga peneliti bisa menyelesaikan penelitian ini yang

berjudul “Analisis Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Atas

Industri Hulu Migas Dalam Production Sharing Contract Pada PT XXX Energi (Studi Kasus di

Kalimantan Utara)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1 studi Akuntansi pada

Asian Banking Finance Institute (ABFI) Perbanas.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam,penyusunan penelitian ini, banyak pihak –

pihak yang telah membantu, baik secara moril maupun materil. Ucapan terima kasih khususnya

untuk Ayah dan Mama serta rasa terima kasih kepada :

1) Bapak Kara Mustafa, SH. MH sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

bimbingan, pengarahan, saran, nasihat, dan motivasi berharga, sehingga saya peneliti

dapat menyelesaikan penelitian ini.

2) Sahabat-sahabatku di kantor, Mak Ike, Windara, Wanti, Asti, Vanesa, Om Lully, Noviar,

Widhi, dan khususnya Mas Dhika yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini.

3) Semua Karyawan PT XXX Energi yang sudah membantu saya dalam pembuatan skripsi

ini khususnya Mas Anung, Mba Ces, Mba Ega, Hendi Indrawan, Kang Erick, Pak

Iskandar, Firman Kamil, Mas Mance, Audy dan Pak Fadli.

4) Sahabat-sahabatku dari jurusan S1 Akuntansi Karyawan, Gebi, Riska, Arfi, Idham, Tuluy,

Karina, Awe, Bayu, Diki, Windi.

i
Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara

dan teman – teman sekalian. Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak

yang berkepentingan dan pembaca dapat memaklumi apabila ada kesalahan - kesalahan

dalam penulisan penelitian ini.

Jakarta, 19 November 2014

Ikfini Haula Hakika


1211060224

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ............................................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... viii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 5

1.3 Batasan Masalah ......................................................................................... 6

1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7

BAB II. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Teori ............................................................................................... 8

2.1.1 Pengertian Pajak ............................................................................ 7

2.1.2 Fungsi Pajak ................................................................................... 10

2.1.3 Timbulnya Utang Pajak .................................................................. 11

2.1.4 Berakhirnya Utang Pajak ................................................................ 12

2.1.5 Landasan Teori Penyelenggaraan Pajak ......................................... 13

2.1.6 Tarif Pajak ...................................................................................... 15

iii
2.1.7 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan .......................................... 16

2.1.8 Objek PBB ...................................................................................... 17

2.1.9 Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB ...................................... 17

2.1.10 Subjek Pajak dan Wajib Pajak ....................................................... 18

2.1.11 Dasar Pengenaan PBB .................................................................... 18

2.1.12 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ...................................... 19

2.1.13 Tarif PBB dan Dasar Penghitungan PBB ....................................... 19

2.1.14 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan


Minyak dan Gas Bumi .................................................................... 20

2.2 Penelitian Sebelumnya ................................................................................... 27

2.3 Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 35

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ........................................................................................ 36

3.2 Operasionalisasi Variabel ........................................................................... 37

3.3 Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 38

3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 39

3.5 Metode Analisis Data ................................................................................. 41

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ......................................................................... 42

4.1.1 Visi, Misi, Tata Nilai, dan Strategi Usaha ...................................... 44

4.1.2 Struktur Organisasi ......................................................................... 46

iv
4.2 Analisis Data .............................................................................................. 46

4.3 Interpretasi Hasil ......................................................................................... 66

4.3.1 Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi ............................................. 66

4.3.2 Production Sharing Contract ........................................................ 70

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................................... 82

BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 88

5.2 Keterbatasan ................................................................................................ 89

5.3 Rekomendasi ............................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Migas untuk Areal
Onshore ........................................................................................................ 25

Tabel 2.2 Tabel Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Migas untuk Areal
Offshore......................................................................................................... 26

Tabel 2.3 Tabel Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Migas untuk Tubuh
Bumi .............................................................................................................. 26

Tabel 2.4 Tabel Penelitian Sebelumnya ....................................................................... 29

Tabel 4.1 Tabel Data Objek PBB Migas Tahun 2007 .................................................. 49

Tabel 4.2 Tabel Data Objek PBB Migas Tahun 2008 .................................................. 50

Tabel 4.3 Tabel Data Objek PBB Migas Tahun 2009 .................................................. 52

Tabel 4.4 Tabel Data Objek PBB Migas Tahun 2010 .................................................. 53

Tabel 4.5 Tabel Data Objek PBB Migas Tahun 2011 .................................................. 55

Tabel 4.6 Tabel Data Objek PBB Migas Tahun 2012 .................................................. 57

Tabel 4.7 Tabel Data Objek PBB Migas Tahun 2013 .................................................. 59

Tabel 4.8 Tabel Perubahan Data Objek PBB Migas (Areal) 2012 – 2013 ................... 60

Tabel 4.9 Tabel Perubahan Data Objek PBB Migas (Bangunan) 2012 – 2013 ............ 61

Tabel 4.10 Tabel Data Objek PBB Migas Tahun 2014 .................................................. 63

Tabel 4.11 Tabel Perubahan Data Objek PBB Migas 2013 – 2014................................ 64

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran ..................................................................... 35

Gambar 4.1 Struktur Organisasi ................................................................................... 46

Gambar 4.2 Skema Industri Hulu Migas ...................................................................... 66

Gambar 4.3 Skema Kegiatan Industri Hulu Migas ....................................................... 68

vii
DAFTAR LAMPIRAN

SPOP PBB Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun Pajak 2014 (Onshore)

SPOP PBB Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun Pajak 2014 (Offshore)

SPOP PBB Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun Pajak 2014 (Tubuh Bumi)

viii
ABSTRAK

Ikfini Haula Hakika. 1211060224. ”Analisis Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Atas Industri Hulu Migas Dalam
Production Sharing Contract Pada PT XXX Energi (Studi Kasus di
Kalimantan Utara)”. Skripsi. Jakarta: Asian Banking Finance Institute Perbanas.
November 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan penghitungan Pajak


Bumi dan Bangunan Migas serta perlakuan perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan
dalam Production Sharing Contract terhadap Industri Hulu Migas dalam hal ini
PT XXX Energi. Metode penelitian dilakukan dengan dengan pendekatan
kualitatif, yang didefinisikan sebagai sebuah proses penyelidikan untuk
memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan
gambaran holistic lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan
pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.
Hasil dan kesimpulannya adalah bahwa perhitungan yang dilakukan PT XXX
Energi untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Production
Sharing Contract serta perlakuan perpajakan terhadap PBB Migas, PT XXX
Energi cukup mematuhi kebijakan Pemerintah dalam hal tersebut, namun ada
beberapa issue dimasa mendatang yang akan merugikan bagi PT XXX Energi
terkait pertauran baru yang nantinya akan membebankan PT XXX Energi untuk
membayar PBB Migas terutang sendiri. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti
dapat memberi rekomendasi, sebaiknya PT XXX Energi melakukan tindak lanjut
ke Pemerintah atau mengadu ke Pengadilan Pajak atas kejelasan masa depan akan
perlakuan PBB Migas yang nantinya akan ditanggung sendiri bebannya oleh PT
XXX Energi dan seluruh Kontraktor Kontrak Kerjasama. Untuk penelitian
selanjutnya sebaiknya menyertakan wawancara, agar bisa secara langsung
mendapat informasi dari pihak-pihak terkait seperti SKKMigas dan Direktorat
Jenderal Pajak.

Kata Kunci: Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi, Production Sharing Contract, Industri Hulu Migas
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) merupakan salah

satu andalan Indonesia dalam membangun ekonomi. Begitu pentingnya

kedudukan Migas, sehingga pengaturannya pun khusus diadakan tersendiri oleh

Pemerintah. Industri ini memiliki kekhususan bukan hanya pada penguasaan

wilayah pertambangannya saja tetapi juga pengusahaannya hanya menjadi

kekuasaan Negara.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Pasal 4 ayat (1)

menyatakan bahwa “Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis

tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan

Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai Negara”.


2

Penguasaan oleh Negara tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai

pemegang kuasa pertambangan melalui suatu Badan Pelaksana. Hal itu tertuang

dalam Pasal 4 Ayat (2) dan (3) “Usaha pertambangan minyak dan gas bumi

hanya diusahakan oleh Negara semata-mata”. Alasan yang mendasari

penguasaan dan pengusahaan migas oleh Negara melalui suatu badan pelaksana

tersebut dapat dilihat pada bagian penjelasan umum Pasal 4 Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa: “Berdasarkan jiwa Pasal 33

ayat (3) Undang-undang Dasar 1945, minyak dan gas bumi sebagai sumber

daya alam strategis yang terkandung di dalam bumi Wilayah Hukum

Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan Nasional yang dikuasai Negara.

Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud di atas adalah agar kekayaan

nasional tersebut dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat

Indonesia. Dengan demikian, baik perseorangan, masyarakat maupun pelaku

usaha sekalipun memiliki hak atas sebidang tanah di permukaan, tidak

mempunyai hak menguasai ataupun memiliki minyak dan gas bumi yang

terkandung di bawahnya. ”Sebagai implementasi dari amanat undang-undang

tersebut, Negara mendirikan suatu badan pelaksanaa yang khusus untuk

mengusahakan pertambangan migas dengan nama SKK Migas1 (dahulu peran ini

dijalankan oleh PT Pertamina yang kemudian dialihkan ke BP Migas sebelum

lembaga tersebut dibubarkan melalui keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor

36/PUU-X/2012).

1
Dahulu peran ini dijalankan oleh PT Pertamina (Persero) yang kemudian dialihkan ke BP Migas sebelum
lembaga tersebut dibubarkan melalui keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012. Berdasarkan
Perpres Nomor 9 Tahun 2013, SKK Migas menjadi lembaga yang mewakili Negara dalam mengawasi
pelaksanaan industri hulu Migas melalui KKS.
3

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 juncto Peraturan

Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 kerja sama Industri Hulu Migas antara

Pemerintah (dalam hal ini diwakili oleh SKK Migas) dengan Kontraktor Kontrak

Kerja Sama (“KKKS”) dilakukan dengan berlandaskan pada Kontrak Kerja

Sama (“KKS”) yang dapat berbentuk (i) Kontrak Bagi Hasil (atau umum disebut

sebagai Production Sharing Contract/PSC) atau (ii) Kontrak Jasa Implementasi.

KKS ini dilakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip antara lain: (i)

kepemilikan sumber daya Minyak dan Gas Bumi tetap di tangan Pemerintah

sampai pada titik penyerahan (point of export); (ii) pengendalian manajemen atas

operasi yang dilaksanakan oleh KKKS berada pada Badan Pelaksana; (iii) modal

dan risiko seluruhnya ditanggung oleh KKKS.

PSC di Indonesia memiliki banyak karakteristik khusus, terutama dalam

aspek perpajakannya yang erat kaitannya dengan penerimaan Negara. Studi

Daniel Johnston (1994:245) yang tertuang dalam International Petroleum Fiscal

Systems and Production Sharing Contract menjelaskan bahwa: “Indonesia was

the first country to offer PSAs. Second, they have been one of the most active

countries with regard to this contract form not only in Asia but worldwide. Third,

a large number of FOCs have at one stage or other been involved in oil

operations in Indonesia. Finally, individual Indonesian PSAs are based on model

contracts. The three generations of contracts so far enable us to analyse how the

contracts have adapted to changing circumstances.“

Selain itu, Johnston menjabarkan berbagai macam metode dan cara yang

dapat digunakan oleh suatu Negara dalam pengelolaan migas yang dimilikinya
4

serta dampaknya terhadap penerimaan Negara. Johnston juga memberikan ciri-

ciri karakteristik finansial dalam sebuah kontrak dalam industri migas.

Pembahasan tersebut banyak menyinggung mengenai tingkat kepentingan sebuah

Negara dalam kontrak Migasnya terutama aspek perpajakannya. Namun,

penelitian tersebut hanya menyinggung secara umum mengenai aspek perpajakan

dalam Industri Migas, padahal untuk setiap Negara memiliki karakteristik yang

berbeda-beda. Sebelumnya, terdapat juga dalam studi tentang ekonomi migas

yang dilakukan Kirsten Bindemann (1999) dengan judul Production-Sharing

Agreements: An Economic Analysis. Bindemann menelaah secara lebih luas lagi

mengenai PSC tetapi hanya dalam tataran analisis ekonomi secara keseluruhan.

Kesimpulan yang dipaparkan pada kedua penelitian tersebut dapat dijadikan

bahan yang sangat berguna dan acuan dalam analisis terhadap aspek perpajakan

PSC di Indonesia.

Untuk dapat mengetahui bagaimana penerapan PSC di Indonesia, peneliti

terlibat langsung dalam suatu perusahaan yang melakukan PSC dengan SKK

MIGAS yaitu PT XXX Energi. PT XXX Energi merupakan Bentuk Usaha Tetap

(BUT) yang bergerak untuk Kegiatan Usaha Hulu Migas dengan melakukan

kontrak kerja sama dengan SKK Migas dalam pengelolaan salah satu fencing

area yaitu Blok X. Blok X terletak di daratan Kalimantan Utara sekitar xxx km

dari Kota A dengan luas wilayah kerja 180.000.000 m2. Kerjasama tersebut

tercermin dalam Production Sharing Contract (PSC) antara Pertamina dan PT

XXX Energi tanggal 7 Desember 2001, di mana Pertamina dengan PT XXX

Energi sepakat untuk melakukan kerjasama dalam eksplorasi dan eksploitasi


5

migas dengan jangka waktu kontrak selama 20 (dua puluh) tahun termasuk 6

(enam) hingga 10 (sepuluh) tahun untuk tahap eksplorasi. Diharapkan dengan

terlibat langsung pada objek penelitian, peneliti dapat memahami lebih jauh

terkait dengan kegiatan perusahaan yang bergerak dalam Industri Hulu Migas

serta aspek-aspek perpajakan dalam PSC khusunya Pajak Bumi dan Bangunan

pada sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak dan Gas Bumi .

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijabarkan di atas, peneliti tertarik

untuk dapat membahas Pajak Bumi dan Bangunan dalam bentuk kerjasama PSC

pada industri migas dengan PT XXX Energi sebagai objek penelitian.

Pembahasan mengenai permasalahan tersebut akan dituangkan melalui skripsi

dengan judul “ANALISIS PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR

PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI ATAS INDUSTRI HULU

MIGAS DALAM PRODUCTION SHARING CONTRACT PADA PT XXX

ENERGI (Studi Kasus di Kalimantan Utara).

1.2 Rumusan Masalah

Mengingat pajak yang dikenakan pada industri migas sesuai dengan

ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku dan ketentuan kontrak

kerjasama ditandatangani, maka peneliti mengidentifikasikan permasalahan yang

timbul dari latar belakang masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Migas di PT XXX

Energi?
6

b. Bagaimanakah perlakuan Pajak Bumi dan Bangunan Migas terhadap PT

XXX Energi?

1.3 Batasan Masalah

Peneliti dalam melakukan penelitian menyadari kompleksitas dalam

manajemen perusahaan terkait dengan perpajakan. Perusahaan memiliki hak

untuk melindungi kerahasiaannya sebagai rahasia jabatan sesuai dengan Pasal 34

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (UU KUP). Berdasarkan ketentuan tersebut, peneliti membatasi

penelitian dalam ruang lingkup Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan

untuk Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, karakteristik pajak dan

penghitungan pajak Production Sharing Contract pada PT XXX Energi dengan

tetap menjaga kerahasiaan manajemen perusahaan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Menganalisis dan mengevaluasi kesesuaian perhitungan Pajak Bumi dan

Bangunan Sektor Pertambangan Migas pada PT XXX Energi terhadap

peraturan perundangan-undangan Pajak Bumi dan Bangunan Migas serta

production sharing contract.

2. Menganalisis kesesuaian perlakuan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor

Pertambangan Migas terhadap PT XXX Energi dengan peraturan

perundang-undangan dan production sharing contract.


7

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti berharap dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan studi perpajakan pada

khususnya.

2. Sebagai informasi mengenai aspek perpajakan dalam industri migas

terutama aspek Pajak Bumi dan Bangunan dalam bentuk kerjasama

Production Sharing Contract.

3. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi perusahaan, peneliti dan

pembaca dalam rangka menambah wawasan dalam studi perpajakan.


8

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Pajak

Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H

menyatakan Pajak ialah iuran rakyat kepada kas Negara yang dipungut

berdasarkan Undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa

timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian

disempurnakan kembali menjadi “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak

rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ‘surplus’-nya
9

digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai

public investment.”

Ciri-ciri yang melekat pada definisi pajak lalu ditarik kesimpulannya,

yaitu:

1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-undang

serta aturan pelaksanaannya.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang

bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, maka surplus

tersebut akan digunakan untuk membiayai public investment.

Definisi dari Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan

terhadap Subjek Pajak atau penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam

suatu tahun pajak. Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang

mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk

dikenakan Pajak Penghasilan. 1

1
Siti Resmi “Perpajakan: Teori dan Kasus”, Buku 1, Edisi 5 (Cet.1;Jakarta:Salemba
Empat,2009) h.1-14
10

2.1.2 Fungsi Pajak

Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernergara,

khususnya didalam pembangunan. Pajak merupakan sumber pendapatan Negara

untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

Berdasarkan hal di atas, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a. Fungsi Anggaran (budgetair)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, yang artinya pajak merupakan salah satu

sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin

maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah

berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya

tersebut ditempuh dengan cara esktensifikasi maupun intensifikasi

pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak

seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

dst.

b. Fungsi mengatur (regulerend)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur

atau melaksanakan kenijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi,

serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.2

2
Siti Resmi “Perpajakan: Teori dan Kasus”, Buku 1, Edisi 5 (Cet.1;Jakarta:Salemba
Empat,2009) h.3
11

2.1.3 Timbulnya Utang Pajak

Saat timbulnya utang pajak mempunyai peranan yang sangat penting

karena berkaitan dengan:

1. pembayaran pajak;

2. memasukkan surat keberatan;

3. menentukan saat dimulai dan berakhirnya jangka waktu daluwarsa;

4. menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan

Kurang Bayar Tambahan, dll; dan

5. menentukan besarnya denda maupun sanksi administrasi lainnya.

Ada dua yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya

utang pajak), yaitu ajaran materiil dan ajaran formil.

i. Ajaran Materil

Ajaran materiil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini seseorang

akan secara aktif menemukan apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak

sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Ajaran ini konsisten

dengan penerapan self assessment system.

ii. Ajaran formil

Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

dikeluarkannya surat ketetaoan pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk

menentukan apakah seseorang dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah


12

pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayarannya dapat

diketahui dalam surat ketetapan pajak tersebut. Ajaran ini konsisten

dengan penerapan official assessment system.

2.1.4 Berakhirnya Utang Pajak

Utang pajak akan berakhir atau terhapuskan jika terjadi hal-hal sebagai

berikut:

1. Pembayaran/Pelunasan

Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan pemotongan/pemungutan oleh

pihak lain, pengkreditan pajak luar negeri, maupun pembayaran sendiri

oleh Wajib Pajak ke kantor penerima pajak (bank-bank persepsi dan

kantor pos)

2. Kompensasi

Kompensasi dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian maupun

kompensasi karena kelebihan pembayaran pajak.

3. Daluwarsa

Daluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. Jika dalam tertentu,

suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya maka utang pajak

dianggap telah lunas dan berakhir/dihapus dan tidak dapat ditagih lagi.

4. Pembebasan

Kewajiban pajak oleh Wajib Pajak tertentu dinyatakan dihapus oleh fiskus

karena setelah dilakukan penyidikan ternyata Wajib Pajak tidak mampu


13

lagi memenuhi kewajibannya. Hal ini biasanya terjadi karena Wajib Pajak

mengalami kebangkrutan maupun mengalami kesulitan likuiditas.3

2.1.5 Landasan Teori Penyelenggaraan Pajak

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara didasarkan pada beberapa

pemikiran teoritis. Ada setidaknya lima landasan teoritis yang dijadikan dasar

penyelenggaraan pemungutan pajak. Kelima landasasan teoritis tersebut antara

lain:

1. Teori Asuransi. Logika dari teori ini mirip logika dalam pembayaran premi

asuransi. Teori ini menyatakan bahwa negara memiliki kewajiban

melindungi jiwa, raga, harta dan hak-hak rakyat. Oleh karenanya, rakyat

harus membayar iuran atau kontribusi dalam bentuk pajak yang

diibaratkan premi asuransi atas jaminan perlindungan yang diberikan oleh

negara.

2. Teori Kepentingan. Teori ini memberikan landasan penyelenggaraan pajak

dalam konteks besarnya beban pajak yang harus ditanggung oleh rakyat.

Dalam hal besarnya beban pajak, teori ini menyatakan bahwa besarnya

beban pajak yang ditanggung oleh masing-masing individu warga negara

bergantung pada besar kecilnya kepentingan masing-masing individu

warga terhadap negara. Makin besar kepentingan seseorang terhadap

terselenggaranya fasilitas-fasilitas yang diberikan negara, makin besar juga

3
Siti Resmi “Perpajakan: Teori dan Kasus”, Buku 1, Edisi 5 (Cet.1;Jakarta:Salemba
Empat,2009) h.12-14
14

iuran atau kontribusi dalam bentuk pajak yang harus dibayar oleh orang

tersebut.

3. Teori Daya Pikul. Teori daya pikul memberikan landasan penyelenggaraan

pemungutan pajak dalam hal pendekatan dalam menentukan beban pajak

yang harus ditanggung oleh warga negara. Teori ini menyatakan bahwa

beban pajak harus sama berat bagi semua individu sesuai daya pikulnya.

Untuk mengimplementasikan pernyataan tersebut, teori daya pikul

memberikan saran agar beban pajak sesuai daya pikul masing-masing

warga negara, pendekatan yang digunakan dalam menghitung beban pajak

harus mengandung dua unsur yaitu a) unsur obyektif dan sekaligus b)

unsur subyektif. Beban pajak yang ditanggung warga negara ditentukan

secara obyektif berdasarkan besarnya penghasilan, sekaligus juga

mempertimbangkan unsur subyektif dari masing-masing warga negara

dengan melihat besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi setiap

individu warga negara.

4. Teori Bakti. Teori ini memberikan kerangka pemikiran untuk mendorong

warga negara membayar pajak. Kerangka pemikiran yang diberikan oleh

teori ini adalah bahwa sebagai warga negara yang berbakti, maka rakyat

harus sadar bahwa pembayaran pajak adalah kewajiban setiap warga.

5. Teori Asas Daya Beli. Teori asas daya beli memberikan landasan

penyelenggaraan pemungutan pajak dari sudut daya beli dan kesejahteraan

dalam konteks pemungutan pajak. Menurut teori ini, pajak adalah

penarikan daya beli masyarakat. Artinya pemungutan pajak secara tidak


15

langsung menurunkan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, harus

dipastikan bahwa ujung dari pemungutan pajak harus merupakan

pemeliharaan kesejahteraan melalui redistribusi daya beli.4

2.1.6 Tarif Pajak

Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur,

yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dapat berupa angka atau

persentase tertentu. Jenis tarif pajak dibedakan menjadi tarif tetap, tarif

proporsional (sebanding), tarif progresif (meningkat) dan tarif degresif (menurun).

a. Tarif Tetap

Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah uang atau angka yang tetap, berapapun

besarnya dasar pengenaan pajak. Di Indonesia tarif tetap diterapkan pada bea

materai. Pembayaran dengan menggunakan cek atau bilyet giro untuk berapa

pun jumlahnya dikenakan pajak sebesar Rp6.000. Bea Materai juga dikenakan

atas dokumen-dokumen atas surat perjanjian tertentu yang di tetapkan dalam

peraturan Bea Materai.

b. Tarif Proporsional (Sebanding)

Tarif proposional adalah tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap

terhadap berapa pun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar dasar

pengenaan pajak maka makin besar pula jumlah pajak yang terutang dengan

kenaikan secara proporsional atau sebanding. Di Indonesia tarif proporsional

4
Siti Resmi “Perpajakan: Teori dan Kasus”, Buku 1, Edisi 5 (Cet.1;Jakarta:Salemba
Empat,2009) h.6-7
16

diterapkan pada PPN (tarif 10%), PPh Pasal 26 (tarif 20%), PPh Pasal 23 (tarif

15% dan untuk jasa lain 2%), PPh WP Badan dalam negeri dan BUT (tarif

Pasal 17 ayat (1) b atau 28%); dll.

c. Tarif Progresif (Meningkat)

Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat

dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif

dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Tarif Progresif-Proposional: tarif berupa persentase tertentu yang

semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak,

dan kenaikan persentase tersebut adalah tetap.

d. Tarif Degresif (Menurun): tarif berupa persentase tertentuu yang semakin

menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.5

2.1.7 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan

terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun

1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang nomor 12 Tahun 1994.

PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak

terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan.

Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

5
Siti Resmi “Perpajakan: Teori dan Kasus”, Buku 1, Edisi 5 (Cet.1;Jakarta:Salemba
Empat,2009) h.15-17
17

2.1.8 Objek PBB

Objek PBB adalah “Bumi dan/atau Bangunan”:

1. Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di

bawahnya serta laut wilayah Indonesia.

2. Bangunan : konstruksi teknik yang ditanam/diletakkan secara tetap pada

tanah dan perairan.

2.1.9 Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek pajak yang:

1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang

ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional (yang tidak

dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan);

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis

dengan itu;

3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman

nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara

yang belum dibebani suatu hak;

4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsular berdasarkan perlakuan

timbal balik;

5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan.


18

2.1.10 Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

a. Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;

b. Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;

c. Memiliki bangunan, dan atau;

d. Menguasai bangunan, dan atau;

e. Memperoleh manfaat atas bangunan.

Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

2.1.11 Dasar Pengenaan PBB

Dalam Pasal 6 UU No.12 Th 1985 jo. UU No.12 Th 1994 jo. Pasal 2 (3)

KMK-523/KMK.04/1998 juncto PMK 150/PMK.03/2010 juncto PMK

139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi Dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak

Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, yang menjadi dasar

pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per

wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar

pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan:

1. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara

wajar;

2. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya

berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;


19

3. Nilai perolehan baru;

4. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

2.1.12 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak

kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-

tingginya Rp12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu

kali dalam satu Tahun Pajak.

2. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang

mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya

terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

2.1.13 Tarif PBB dan Dasar Penghitungan PBB

Besarnya tarif PBB atas objek pajak yang dikenakan berdasarkan Pasal 5

UU No.12 Th 1985 jo. UU No.12 Th 1994 adalah 0,5%. Dalam Pasal 6 UU No.12

Th 1985 jo. UU No.12 Th 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002, yang menjadi dasar

penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) atau assessment value,

yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan

serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus

persen). Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

Secara umum besarnya pajak yang terutang sebagaimana tertuang dalam

Pasal 7 UU No.12 Th 1985 jo. UU No.12 Th 1994 adalah dihitung dengan cara
20

mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) atau lebih

lengkapnya sebagaimana akan diuraikan pada rumus dibawah ini:

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) xxx

Nilai Jual Objek PajakTidak Kena Pajak (NJOPTKP) xxx (-)

Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) xxx

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) xxx

= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Milyar) ; atau

= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Milyar atau lebih)

Besarnya PBB yang terutang = 0,5% X NJKP xxx6

2.1.14 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Pajak Bumi dan Bangunan untuk sektor Pertambangan Minyak dan Gas

Bumi yang selanjutnya disebut PBB Migas adalah PBB atas Bumi dan/atau

bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha

pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan usaha pertambangan Minyak dan

Gas Bumi yang dilakukan oleh Kontraktor adalah antara lain Eksplorasi dan

Eksploitasi.

a. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai

kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan

6
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. (2008). Jakarta: Diperbanyak
oleh PT Mitra Wacana Media.
21

Minyak dan/atau Gas Bumi, termasuk kegiatan studi kelayakan dalam

kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi, di Wilayah Kerja atau Wilayah

Sejenisnya.

b. Eksploitasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak

Bumi dan/atau Gas Bumi, dari Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya

Objek pajak yang dikenakan PBB Migas diatur berdasarkan konsep

“Kawasan” dimana ditegaskan bahwa objek pajak yang dikenakan PBB Migas

adalah bumi dan/atau bangunan yang berada dalam kawasan yang digunakan

untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Hal tersebut diatur

dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-45/PJ/2013.

a. Objek PBB Migas terdiri dari :

1. Permukaan Bumi, meliputi areal di daratan dan/atau di perairan pedalaman

(onshore) dan/atau areal di perairan lepas pantai (offshore), yang

digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Untuk areal onshore

meliputi beberapa areal seperti (i) Areal Produktif, (ii) Areal Belum

Produktif, (iii) Areal Tidak Produktif, (iv) Areal Emplasemen, dan (v)

Areal Lainnya. Sedangkan untuk areal offshore hanya terdapat satu areal

saja yaitu areal offshore. Areal yang tidak termasuk dalam areal offshore

maupun onshore adalah Areal Lainnya.

(i) Areal Produktif adalah areal tanah dan /atau perairan pedalaman di

dalam Wilayah kerja atau Wilayah Sejenisnya yang secara nyata

dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh Subjek Pajak

atau Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak dan


22

Gas Bumi yang sedang diusahakan untuk pengambilan hasil

produksi.

(ii) Areal Belum Produktif adalah areal tanah dan/atau perairan

pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang

secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh

Subjek Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak dan Gas

Bumi yang belum diusahakan untuk pengambilan hasil produksi.

(iii) Areal Tidak Produktif adalah areal tanah dan/atau perairan

pedalaman di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang

secara nyata dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh

Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan

Minyak dan Gas Bumi yang tidak dapat atau telah selesai

diusahakan untuk pengambilan hasil produksi.

(iv) Areal Emplasemen adalah areal tanah dan/atau perairan pedalaman

di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yang secara nyata

dipunyai haknya dan/atau diperoleh manfaatnya oleh Subjek Pajak

atau Wajib Pajak untuk menunjang kegiatan usaha pertambangan

Minyak dan Gas Bumi yang di atasnya berdiri bangunan dan

sarana pendukungnya, tidak termasuk Areal Produktif.

(v) Areal Lainnya adalah areal tanah, perairan pedalaman,dan/atau

perairan lepas pantai, di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah

Sejenisnya yang tidak dikenakan PBB sebagaimana diatur dalam

Pasal 3 Ayat 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang


23

Pajak Bumi dan Bangunan yang telah diubah dengan Undang-

undangan Nomor 12 Tahun 1994, dan/atau secara nyata tidak

dipunyai haknya dan diperoleh manfaatnya oleh Subjek Pajak dan

Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak dan Gas

Bumi

2. Tubuh Bumi, yang merupakan bagian bumi yang berada di bawah

permukaan bumi. Tubuh Bumi terdiri dari 2 jenis yaitu (i) Tubuh Bumi

Eksplorasi, dan (ii) Tubuh Bumi Eksploitasi.

(i) Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang berada di bawah

permukaan bumi pada Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya

yang memiliki potensi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi.

(ii) Tubuh Bumi Eksploitasi adalah tubuh bumi yang berada di bawah

permukaan bumi pada Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya

yang telah menghasilkan hasil produksi berupa Minyak Bumi

dan/atau Gas Bumi.

3. Bangunan, merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan

secara tetap baik di areal onshore dan/atau offshore dan terdiri dari (i)

Bangunan Penambang, dan (ii) Bangunan Penunjang.

4. Subjek Pajak PBB Migas adalah orang atau badan yang secara nyata

mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi

dan /atau memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat atas bangunan,

atas objek pajak PBB Migas.


24

5. SPOP PBB (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) adalah sarana bagi Wajib

Pajak untuk mendaftarkan Objek Pajak yang akan dipakai sebagai dasar

untuk menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (dalam hal ini PBB Migas)

yang terutang. Setiap SPOP yang dilaporkan harus dilampiri dengan

LSPOP (Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak). LSPOP merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP. SPOP PBB Migas terdiri dari:

a. onshore, dilampiri dengan LSPOP PBB Migas onshore, LSPOP

PBB Migas Bangunan Umum dan LSPOP PBB Migas Bangunan

Khusus.

b. Offshore, dilampiri dengan LSPOP PBB Migas offshore, LSPOP

PBB Migas Bangunan Umum dan LSPOP Bangunan Khusus.

c. Tubuh Bumi, dilampiri dengan LSPOP PBB Tubuh Bumi.

6. Dasar Pengenaan PBB Migas adalah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang

merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP Bangunan.

NJOP Bumi terdiri dari (i) Permukaan Bumi, yang merupakan hasil

perkalian antara total luas areal yang dikenakan PBB Migas dengan NJOP

bumi per meter persegi, dan (ii) Tubuh Bumi, merupakan hasil perkalian

antara luas Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya dengan NJOP bumi

per meter persegi. NJOP Bangunan adalah hasil perkalian antara total luas

bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.


25

7. Perhitungan PBB Migas

Tabel 2.1

Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Migas untuk Areal Onshore

PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR MIGAS


NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP)
NJOP BUMI NJOP BANGUNAN
NJOP PERMUKAAN BUMI NJOP TUBUH BUMI
Onshore Offshore
Areal Onshore
Objek Pajak Keterangan Formula NJOP Areal Formula NJOP Bumi/M2 Formula Nilai Bumi/M2 Formula Total Nilai Bumi

Hasil konversi Nilai


Bumi/M2 ke dalam Jumlah dari perkalian luas
Areal Tanah Luas Areal x NJOP klasifikasi NJOP Bumi. total Nilai Bumi masing-masing areal dengan
Areal Onshore
dan Perairan Bumi/M2 Lihat Lampiran 1A PMK total luas areal onshore nilai bumi per meter persegi
150 Tahun 2010 mengenai masing-masing areal
klasifikasi NJOP Bumi

Nilai Bumi Masing-masing Areal untuk Areal Onshore


Objek Pajak Keterangan Formula NJOP Bumi/M2 Formula Nilai Bumi Areal
areal yang telah diusahakan atau areal
yang telah dimanfaatkan untuk ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi
Areal Produktif Luas Areal x Nilai Bumi/M2
mengambil dan menunjang hasil per meter persegi untuk Areal Belum Produktif
produksi.
areal yang dapat diusahakan tetapi ditentukan melalui perbandingan harga pasaran tanah
Areal Belum Produktif Luas Areal x Nilai Bumi/M2
belum dimanfaatkan. di area tersebut

areal yang sama sekali tidak dapat ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi
Areal Tidak Produktif Luas Areal x Nilai Bumi/M2
diusahakan atau dimanfaatkan. per meter persegi untuk Areal Belum Produktif

areal yang di atasnya dimanfaatkan


untuk berdirinya bangunan
ditentukan melalui perbandingan harga pasaran tanah
Areal Emplasemen penambangan dan bangunan Luas Areal x Nilai Bumi/M2
di area tersebut
penunjang, tidak termasuk areal
produktif dan areal belum produktif
WP tidak memiliki hak dan tidak mendapat manfaat
Areal Lainnya Tidak termasuk Objek PBB Migas -
atas WK/WA

Sumber: Ringkasan Internal Perusahaan atas PER-45/PJ/2013


26

Tabel 2.2

Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Migas untuk Areal Offshore

AREAL OFFSHORE
Objek Pajak Keterangan Formula NJOP Areal Formula NJOP Bumi/M2 Formula Nilai Bumi/M2 Nilai Bumi/M2
2
Hasil konversi Nilai Bumi/M ke Ditetapkan oleh keputusan Menteri
KEP No.163/PJ/2012 bahwa Nilai
dalam klasifikasi NJOP Bumi. Lihat dengan mempetimbangkan rata-rata nilai
Areal Offshore Areal perairan lepas pantai Luas Areal x NJOP Bumi/M2 Bumi/M2 untuk areal offshore
Lampiran 1A PMK 150 Tahun 2010 bumi untuk areal daratan terdekat dengan
ditetapkan sebesar Rp 3.998,-
mengenai klasifikasi NJOP Bumi areal offshore di wilayah Indonesia
Areal Lainnya Tidak Termasuk objek PBB Migas - - - -

Sumber: Ringkasan Internal Perusahaan atas PER-45/PJ/2013

Tabel 2.3

Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Migas untuk Tubuh Bumi

TUBUH BUMI
Objek Pajak Keterangan Formula NJOP Areal Formula NJOP Bumi/M2 Formula Nilai Bumi/M2 Nilai Bumi/M2

Hasil konversi Nilai Bumi/M2 ke KEP No.163/PJ/2012 bahwa Nilai


Dalam permukaan bumi yang
Luas Wilayah Kerja / NJOP dalam klasifikasi NJOP Bumi. Lihat
Tubuh Bumi Eskplorasi memiliki potensi Minyak Bumi Ditetapkan oleh keputusan Menteri Bumi/M2 untuk areal Tubuh Bumi
Bumi/M2 Lampiran 1A PMK 150 Tahun 2010
dan/atau Gas Bumi ditetapkan sebesar Rp 3.218,-
mengenai klasifikasi NJOP Bumi
(i) *Angka kapitalisasi x **Hasil
Hasil konversi Nilai Bumi/M2 ke Produksi x ***Harga Minyak
Dalam permukaan bumi yang telah
Luas Wilayah Kerja / NJOP dalam klasifikasi NJOP Bumi. Lihat nilai Tubuh Bumi Eksploitasi Mentah Indonesia
Tubuh Bumi Eksploitasi menghasilkan hasil produksi berupa
Bumi/M2 Lampiran 1A PMK 150 Tahun 2010 luas Wilayah Kerja (ii) *Angka kapitalisasi x **Hasil
Minyak dan/atau Gas Bumi
mengenai klasifikasi NJOP Bumi Produksi x ***Harga produksi Gas
Bumi

Sumber: Ringkasan Internal Perusahaan atas PER-45/PJ/2013

Keterangan :

* Angka Kapitalisasi : ditetapkan sebesar 9,5 (KEP No.163/PJ/2012).

** Hasil Produksi Minyak Bumi adalah volume yang terjual (lifting) dalam satu

tahun sebelum tahun pajak.

*** Harga minyak mentah Indonesia ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan

mempertimbangkan besaran harga yang digunakan dalam APBN/APBN

Perubahan.
27

*** Hasil produksi Gas Bumi adalah volume yang terjual (lifting) dalam satu

tahun sebelum pajak.7

2.2 Penelitian Sebelumnya

Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka dari

hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang secara garis besar

memiliki karakteristik penelitian yang hampir sama. Dengan melakukan tinjauan

pustaka ini, diharapkan dapat memberi informasi mengenai topik penelitian yang

akan dilakukan.

Penelitian Pertama dilakukan oleh Nilasari Febrianti, yaitu berupa skripsi

dengan judul “Analisis Penunjukkan Kembali Kontraktor Perjanjian Kerjasama

Pengusaha Pertambangan Minyak dan Gas Bumi sebagai Pemungut Pajak

Pertambahan Nilai (periode: Agustus – Desember 2005)”. Penelitian ini dibuat

pada Tahun 2005 oleh mahasiswi program sarjana Ilmu Administrasi Fiskal,

Universitas Indonesia. Metode yang digunakan oleh Nilasari Febrianti adalah

metode kualitatif produktif. Berdasarkan tujuan penulisannya, tipe penelitiannya

adalah deskriptif analisis. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui

latar belakang penunjukkan kembali Kontraktor Perjanjian Kerjasama

Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi sebagai Pemungut PPN.

Penelitian yang Kedua ditinjau oleh Muhammad Insan C. Pratama,

Mahasiswa program Sarjana Hukum Universitas Islam Indonesia pada Tahun

7
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2013 tentang Tata Cara Pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untu Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi
dan Panas Bumi.
28

2009, yaitu berupa skripsi dengan judul “Kepastian Hukum Dalam Production

Sharing Contract”. Tujuan dari penelitian skripsi tersebut adalah untuk mengkaji

pengaturan Production Sharing Contract dalam kegiatan eksplorasi dan ekploitasi

Minyak dan Gas Bumi di Indonesia sehingga nantinya pemahaman komprehensif

dapat digunakan untuk mengamati dan mengawasi pengolahan sumber daya alam

Indonesia untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran Indonesia dan kemudian

untuk memahami akibat dari ketidakpastian hukum di dalam Production Sharing

Contract terutama dengan adanya potensi kerugian Negara.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi tersebut adalah

metode analisis data dengan teknik pengumpulan data literir atau library research

dimana teknik ini menggunakan cara mengkaji permasalahan dari segi hukumnya

kemudian diterapkan alternatif pemecahan permasalahan yang telah dikaji

tersebut.

Penlitian yang ketiga dilakukan oleh Adolf B. Heatbun dan Robert

Tambunan pada tahun 2012 dengan skripsi yang berjudul “Analisis Kemampuan

Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau”.

Tujuan dari penelitian ini adalah (i) Menganalisis kontribusi PBB terhadap

penerimaan pajak daerah, dan share PBB terhadap PAD, pengeluaran pemerintah

dan PDRD. (2) Menganalisis dampak peningkatan faktor penentu Pajak Bumi dan

Bangunan terhadap kontribusi dan masing-masing share dimaksud. Metode

analisis yang digunakan adalah terbagi 2 yaitu kuantitatif deskriptif untuk

mengetahui kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan secara langsung, sedangkan

analisis kuantitatif dilakukan dalam model regresi linear berganda untuk variabel
29

Pajak Bumi dan Bangunan yang kemudian diestimasi dengan metode OLS

(Ordinary Least Square) dan dilanjutkan dengan simulasi dampak dan kontribusi

menggunakan metode SIMNLIN. Untuk penjelasan lebih detail, dapat dilihat dari

tabel berikut ini:

Tabel 2.4
Kajian Literatur dari Tiga Peneliti, yakni Nilasari Febrianti,
Muhammad Insan C. Paratama dan Fakultas Ekonomi Universitas Kristen
Indonesia

Nama Muhammad Insan C.


Nilasari Febrianti
Peneliti Pratama

Judul Karya Analisis Penunjukkan Kepastian Hukum Dalam


Ilmiah Kemballi Kontraktor Production Sharing Contract
Perjanjian Kerjasama
Pengusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi sebagai
Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai (periode Agustus –
Desember 2005).

Tujuan 1. Untuk mengetahui latar 1. Untuk mengkaji


Penelitian belakang penunjukan pengaturan Production
kembali kontraktor Sharing Contract
perjanjian kerja sama dalam kegiatan
pengusahaan eksplorasi dan
pertambangan minyak ekploitasi minyak dan
dan gas bumi sebagai gas bumi di Indonesia
pemungut PPN. sehingga nantinya
pemahaman
2. Untuk menganalisis
komprehensif dapat
kesesuaian kebijakan
digunakan untuk
pemungut PPN dengan
mengamati dan
karakteristik atau legal
mengawasi
characters dari PPN.
pengelolaan sumber
3. Untuk menganalisis daya alam Indonesia
kesesuaian pemungut untuk sebesar-
PPN dengan asas Ease of besarnya demi
administration. kemakmuran Negara
30

Nama Muhammad Insan C.


Nilasari Febrianti
Peneliti Pratama

4. Untuk mengetahui Indonesia.


dampak penunjukan 2. Untuk memahami
kembali kontraktor akibat dari kepastian
perjanjian kerjasama hukum di dalam
perusahaan production sharing
pertambangan minyak contract terutama
dan gas bumi sebagai berkaitan dengan
pemungut PPN bagi
adanya potensi
pengusaha kena pajak kerugian Negara.
rekanan.

Metode  Pendekatan Penelitian:  Pendekatan Penelitian:


Penelitian Kualitatif. Kualitatif.

 Jenis Penelitian yang  Jenis Penelitian yang


digunakan: Deskriptif digunakan: Deskriptif
Analisis. Analisis.

 Metode Pengambilan  Metode Pengambilan


Data: Studi Kepustakaan Data: Studi Kepustakaan
dan Wawancara Mendalam. dan Wawancara
Mendalam.

Hasil 1. Alasan utama 1. Permasalahan utama


Penelitian ditunjuknya kembali adalah pertambangan
kontraktor perjanjian Minyak dan Gas Bumi
kerja sama pengusahaan di Indonesia 85-87%
pertambangan minyak dikelola oleh
dan gas bumi sebagai perusahaan asing.
pemungut PPN adalah Ketidakoptimalan ini
masalah tidak adanya disebabkan juga
SSP sebagai bukti karena pengelolaan
pembayaran untuk Migas di Indonesia
reimbursement PPN berorientasi ekspor.
masukan oleh kontraktor Yaitu lebih dari 58%
migas pada BP migas produksi gas di
Penyebab lainnya adalah eksporbaik dalam
masalah lebih bayar bentuk LNG maupun
PPN PKP rekanan yang pipa serta 40% minyak
31

Nama Muhammad Insan C.


Nilasari Febrianti
Peneliti Pratama

tetap ada didalam kas mentah yang juga


Direktorat Jendral Pajak masih di ekspor.
sampai diajukan restitusi 2. Ketidakpastian dalam
oleh PKP rekanan serta salah satu klausul
masalah definisi production sharing
pemungut PPN dalam contract yaitu cost
pasal 1 angka 27 UU no recovery, dimana
18 tahun 2000 yang
keseluruhan resiko
menyebutkan bahwa dari kegiatan tersebut
badan juga ditunjuk ditanggung oleh
sebagai pemungut PPN. kontraktor namun jika
2. Kebijakan pemungut telah dilakukan
PPN pada dasarnya penemuan dan
menyalahi karakteristik eksploitasi sumber
atau legal characters minyak dan gas bumi,
dari PPN yaitu maka biaya eksplorasi
karakteristik PPN dan ekploitasi yang
sebagai pajak tidak disebut dengan cost
langsung dan PPN recovery akan
sebagai indirect ditagihkan kepada
subtraction method/tax Pemerintah selaku
credit method/ invoice pemilik sumber daya
method. alam.
3. Kebijakan pemungut 3. Terjadi penurunan
PPN juga tidak sesuai produksi minyak
dengan asas Ease of namun terjadi
administration karena kenaikan cost rcovery
hanya menimbulkan setelah Pemerintah
beban administrasi yang menetapkan
berlebihan di sisi wajib perubahan batas atas
pajak, di sisi pemungut cost recovery dari 40-
PPN itu sendiri maupun 60% menjadi 100%,
PKP rekanan. bahkan 120% untuk
lapangan marginal.
4. Dampak yang paling
Insentif-insentif yang
memberatkan bagi PKP
diberikan Pemerintah
rekanan selain beban
menjadi boomerang
administrasi yang
yang melemahkan
berlebihan adalah
posisi tawar Indonesia
terjadinya lebih bayar
sebagai pemilik
terus menerus di SPT
sumber daya alam dan
PPN PKP rekanan.
kemudian berakibat
Lebih bayar PPN
32

Nama Muhammad Insan C.


Nilasari Febrianti
Peneliti Pratama

tersebut menyebabkan pada menurunnya


PKP rekanan investasi di bidang
mengajukan restitusi minyak dan gas
PPN dimana sebelumnya namun cost revcovery
harus dilalui dengan melambung naik.
pemeriksaan yang cukup 4. Permasalahan batas
merepotkan bagi PKP Negara dan persoalan
rekanan.
pajak dipicu oleh
proyek Migas yang
cenderung berskala
besar dengan modal
yang padat dan
dimiliki oleh
perusahaan asing
sehingga
menghilangkan
dorongan untuk
membangun sistem
perpajakan yang
terpisah pada minyak
dan selanjutnya
memperburuk
ketergantungan pada
minyak. Hubungan ini
melemahkan
keterkaitan antara
perpajakan,
keterwakilan dan
akuntabilitas Negara.

Nama Peneliti Adolf B. Heatbun dan Robert


Tambunan
Judul Karya Ilmiah Analisis Kemampuan Kontribusi Pajak
Bumi dan Bangunan Di Kabupaten
Kampar, Provinsi Riau
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis kontribusi PBB
terhadap penerimaan pajak
daerah dan share PBB terhadap
33

PAD, pengeluaran pemerintah,


dan PDRD.
2. Menganalisis dampak
peningkatan faktor penentu
Pajak Bumi dan Bangunan
terhadap kontribusi dan masing-
masing share dimaksud.
Metode Penelitian  Pendekatan Penelitian:
Kuantitaif
 Jenis Penelitian yang
digunakan :
Deskriptif Analisis
 Metode Pengambilan Data:
Studi Kepustkaan / Data
Sekunder
Hasil Penelitian 1. Berdasarkan data-data nilai
yang telah diperoleh dari tahun
2006-2011 menunjukkan bahwa
kontribusi dan share PBB
terhadap masing-masing total
penerimaan pajajk daerha, PAD,
pengeluaran pemerintah dan
PDRD dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan.
2. Kontribusi PBB terhadap total
penerimaan pajak daerah cukup
besar dengan rata-rata sebesar
17.67%, sedangkan share PBB
terhadap PAD rata-rata per
tahun sebesar 13.91%, share
PBB terhadap pengeluaran
pemerintah rata-rata per tahun
sebesar 0.90%, dan share PBB
terhadap Produk Domestik
Regional Bruto rata-rata per
tahun 0.31%.
3. Perkembangan kontribusi PBB
yang makin meningkat ini
mengindikasikan bahwa
penerimaan nilai PBB dari
tahun ke tahun makin
34

mengalami peningkatan.
Peningkatan ini sejalan dengan
semakin meningkatnya
pengelolaan PBB.
4. Sesuai data, jumlah Wajib
Pajak, luas bumi/bangunan yang
dikenakan pajak dan luas
bangunan juga mengalami
peningkatan. Peningkatan nilai
PBB juga berkaitan dengan
semakin meningkatnya aktivitas
ekonomi masyarakat baik dari
jumlah maupun ukurannya.

Sumber : Diolah kembali oleh peneliti

Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan dua penelitian diatas

terletak pada subjek peneilitian. Subjek pajak yang akan diteliti dalam penelitian

ini adalah Aspek Pajak Bumi dan Bangunan dalam Production Sharing Contract

di Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi pada PT XXX Energi. Peneliti akan

membahas apa saja yang menjadi issue pada Pajak Bumi dan Bangunan

khususnya pada sektor pertambangan untuk Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

Peneliti juga akan membahas upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh PT XXX

Energi dalam mengatasi permasalahan yang timbul.

2.3 Kerangka Pemikiran

Untuk memberikan gambaran yang singkat dan jelas terhadap kerangka

pemikiran penelitian ini, maka perhatikan melalui skema dari gambar 2.3 yang

akan dianalisis yaitu Industri Hulu Migas, Production Sharing Contract dan Pajak

Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak dan Gas
35

Bumi. 3 rangkaian pemikiran tersebut diperoleh berdasarkan kajian teori yang

telah diuraikan sebelumnya :

Gambar 2.3 : Skema Kerangka Pemikiran

Kegiatan Industri
Hulu Migas

Production Sharing
Contract

PBB Migas
36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif

analisis. Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang berusaha

menggambarkan atau menjelaskan secermat mungkin mengenai suatu hal dari

data yang ada. Jenis penelitian ini tidak terbatas pada pengumpulan data, tetapi

meliputi analisis dan interpretasi tentang arti dari data itu, menjadi suatu wacana

dan konklusi dalam berpikir logis, praktis, dan teoritis. (Irawan: 2004: 60).

Menurut Lexy Moleong (2011:6) penelitian kualitatif adalah penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
37

subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara

holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan Bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih jenis penelitian deskriptif

dikarenakan peneliti ingin membahas secermat mungkin mengenai skema

perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Migas dalam Production Sharing

Contract di PT XXX Energi dimana PT XXX Energi yang bergerak di bidang

Industri Hulu Migas. Selanjutnya akan dianalisis ketentuan-ketentuan perpajakan

yang mengatur dari segi sektor Migas yang mengaturnya dan dengan

memperhatikan ketentuan dalam Production Sharing Contract. Berdasarkan

uraian-uraian yang dilakukan, peneliti akan menganalisis kemungkinan upaya apa

saja yang akan dilakukan oleh Kontraktor dalam hal ini PT XXX Energi.

3.2 Operasionalisasi Variabel

Menurut Sugiyono (2009:58) “Variabel penelitian pada dasarnya adalah

segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya.” Di dalam penelitian ini peneliti hanya menggambarkan satu

variable saja yaitu Production Sharing Contract. Di mana dari ini akan diperoleh

kaitan atau hubung anantara (i) Production Sharing Contract dengan Pajak Bumi

dan Bangunan Sektor Migas, (ii) Production Sharing Contract dengan Industri

Hulu Migas, dan (iii) Pajak Bumi dan Bangunan sektor Migas dengan Industri

Hulu Migas. Industi Hulu Migas dalam hal ini adalah PT XXX Energi.
38

3.3 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini peneliti lebih utama menggunakan jenis data

sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti

dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua) seperti buku,

jurnal, laporan dan yang lain-lain yang telah dipublikasikan sehingga data tersebut

telah tersedia. Namun karena data sekunder banyak mengandung informasi yang

bersifat subyektif, maka peneliti tetap mencantumkan data primer yang diperoleh

langsung dari objek yang diteliti dalam hal ini PT XXX Energi. Peneliti

menganalisis langsung kegiatan perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan sektor

Migas dalam Industri Hulu Migas yang menggunakan Production Sharing

Contract dalam hal ini PT XXX Energi.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh

peneliti adalah antara lain:

a. Studi Kepustakaan

Dalam studi kepustakaan, peneliti memperoleh berbagai informasi,

pendapat, konsep dan ketentuan-ketentuan yang terkait dengan fenomena

yang terjadi di lapangan dengan cara membaca dari sumber bahan cetak

(buku, artikel, koran dan Undang-undang). Tujuan peneliti menggunakan

studi kepustakaan adalah sebagai acuan teori yang akan digunakan untuk

menganalisis data, serta memberikan kerangka untuk menentukan


39

signifikansi penelitian dan sebagai acuan untuk membandingkan hasil

suatu penelitian dengan temuan-temuan lainnya.

b. Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam

penelitian kualitatif. Informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah

ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau

peristiwa, waktu dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi

adalah untuk menyajikan gambaran realistik atas suatu kejadian atau

peristiwa, untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek

tertentu sebagai umpan balik terhadap pengukuran tersebut dan untuk

menjawab pertanyaan dari penelitian. Dalam penelitian ini lebih tepatnya

peneliti menggunakan observasi tidak terstruktur dimana pengamatan yang

dilakukan tidak menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti

mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi

di lapangan. (Bungin 2007: 115-117)

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan peneliti dalam menganalisis kegiatan

perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Migas dalam PT XXX Energi yang

bergerak di bidang Industri Hulu Migas, adalah analisis kualitatif. Metode analisis

deskriptif di dalam penelitian kualitatif ini menggunakan data pustaka dan

observasi. Data pustaka dan observasi adalah data utama yang menjadi bahan

analisis untuk menjawab masalah penelitian. Sesuai dengan penelitian kualitatif

yang terkait dengan fenomena sosial. Analisis data dimulai dengan memperoleh
40

informasi, data, konsep, ketentuan-ketentuan terkait dengan masalah yang akan

dianalisis. Setelah peneliti menulis dan mengumpulkan data-data yang telah

diperoleh, selanjutnya peneliti membuat reduksi data dengan cara abstraksi, yaitu

mengambil data yang sesuai dengan konteks penelitian dan mengabaikan data

yang tidak diperlukan. Adapun analisis yang peneliti lakukan adalah dengan

menganalisis penerapan penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan Migas serta

perlakuan Pajak Bumi dan Bangunan Migas dalam Production Sharing Contract

pada Industri Hulu Migas dalam hal ini PT XXX Energi. Sebelum peneliti

melakukan analisis tersebut, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan topik penelitian, peneliti memilih masalah dan menentukan

judul penelitian. Dalam hal ini peneliti memilih masalah yang timbul di

bidang Pajak Bumi dan Bangunan sektor Migas dalam Production Sharing

Contract pada Industri Hulu Migas.

b. Studi pendahuluan, peneliti mencari informasi yang diperlukan agar

masalah lebih jelas, seperti melihat dasar kebijakan Pajak Bumi dan

Bangunan sektor Pertambangan untuk Petambangan Minyak dan Gas

Bumi.

c. Merumuskan masalah, peneliti merumuskan masalah dengan tujuan untuk

mengetahui dari mana harus dimulainya penelitian tersebut. Peneliti

mengerucutkan masalah hanya berfokus pada Aspek Perpajakan Pajak

Bumi dan Bangunan sektor Migas dalam Production Sharing Contract

pada Industri Hulu Migas.


41

d. Merumuskan Anggapan Dasar, anggapan dasar adalah sesuatu yang

diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal

yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti di dalam penelitiannya.

e. Memilih pendekatan, penentuan pendekatan sangat menentukan apa

variable atau objek penelitian yang akan diambil, dan sekaligus

menentukan subjek penelitian atau sumber di mana kita akan memperoleh

data. Objek yang akan diteliti adalah Aspek Pajak Bumi dan Bangunan

dalam Production Sharing Contract di Industri Hulu Migas pada PT XXX

Energi.

f. Menentukan variable dan sumber data, untuk menjawab pertanyaaan apa

yang akan diteliti dan darimana data diperoleh.

g. Menentukan dan menyusun instrumen, menentukan data apa yang akan

dikumpulkan. Dalam hal ini peneliti menggunakan pedoman wawancara.

h. Mengumpulkan data, yaitu dengan mewawancarai pihak-pihak terkait,

seperti SKK Migas, PT XXX Energi maupun para akademisi perpajakan.

i. Analisis Data, analisis data memerlukan ketekunan dan pengertian

terhadap jenis data.

j. Menarik kesimpulan, kesimpulan ditarik berdasarkan analisis yang

dilakukan peneliti.
42

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Objek penelitian pada skripsi ini ialah PT XXX Energi yang terletak di

Jakarta Selatan. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis aspek perpajakan Pajak

Bumi dan Bangunan sektor Minyak dan Gas Bumi pada PT XXX. PT XXX

Energi merupakan perusahaan publik milik swasta Indonesia yang bergerak di

bidang Industri Hulu Migas. Sejauh ini PT XXX Energi memiliki wilayah kerja

beberapa blok di dalam maupun luar negeri. PT XXX Energi bergerak di bidang

eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi. Perusahaan ini telah memiliki
43

kapasitas produksi minyak bumi sebesar 50,000 barel per hari dan gas bumi

sebesar 110 MMSCF (satuan khusus untuk gas) per hari.

Perusahaan ini juga telah berhasil mendiverisifikasikan energi seperti

Electric Power Generation, LPG, diesel, transportasi gas, pengeboran rig dan batu

bara. PT XXX Energi berusaha untuk terus meningkatkan jumlah produksi, serta

berusaha mendapatkan kontrak pengelolaan atas blok-blok baru yang memiliki

prospek yang lebih baik. PT XXX Energi memiliki blok produksi yang beroperasi

di enam propinsi Indonesia, adalah sebagai berikut :

a. Nangroe Aceh Darussalam

b. Sumatera Selatan

c. Jawa Timur

d. Kalimantan Utara

e. Sulawesi Tengah

f. Riau

Dan juga memiliki lima wilayah kerja blok eksplorasi di Indonesia, yaitu:

a. Nangroe Aceh Darussalam

b. Jambi

c. Jawa Timur

d. Kalimantan Utara

e. Kalimantan Tengah
44

4.1.1 Visi, Misi, Tata Nilai dan Strategi Usaha

a. Visi Perusahaan

Menjadi perusahaan energi pilihan bagi investor, pemegang saham,

mitra kerja, karyawan serta masyarakat umum.

b. Misi Perusahaan

Mengembangkan sumber daya energi menjadi portofolio investasi yang

menguntungkan.

c. Tata Nilai :

1. Profesional

i. Kompeten di bidangnya

ii. Memiliki “semangat juara”

iii. Meningkatkan kemampuan diri setiap saat

iv. Memiliki kemampuan profesional dan mengetahui batas

kemampuannya

2. Etis

i. Menjalankan usaha secara energi pilihan bagi investor, pemegang

saham, mitra kerja, karyawan serta masyarakat umum

ii. Menerapkan standar etika tertinggi setiap saat

iii. Mengerti dan menaati etika perseroan dan kebijakan tata kelola

perusahaan yang baik

3. Terbuka

i. Mendorong informalitas dan keterbukaan dalam berkomunikasi di

semua tingkatan
45

ii. Membangun suasana rasa saling percaya di antara karyawan dan

manajemen

iii. Saling menghormati, berpikiran terbuka dan memiliki etika kerja

yang tinggi

4. Inovatif

i. Membangun budaya untuk selalu ingin lebih maju

ii. Senantiasa mencari terobosan demi tercapainya hasil yang lebih

baik, lebih aman, lebih murah dan lebih cepat.

d. Strategi Usaha:

1. Terus memperkuat portofolio dari aset produksi, termasuk melalui

akuisisi

2. Meningkatkan indeks jangka waktu cadangan dengan melakukan

kegiatan eksplorasi yang berkualitas tinggi

3. Menyelesaikan seluruh proyek utama sesuai rencana

4. Mempercepat pertumbuhan aset energy terkait lainnya melalui

kemitraan
46

4.1.2 Struktur Organisasi

Secara garis besar perhatikan struktur organisasi PT XXX Energi adalah

sebagai berikut:

Gambar 4.1 : Struktur Organisasi

Sumber : Data Internal Perusahaan

4.2 Analisis Data

Pajak Bumi dan Bangunan pada sektor Migas memiliki perbedaan dari

pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan secara umum. Ketika berbicara mengenai

Pajak Bumi dan Bangunan Migas di Indonesia, sudah dipastikan bahwa hal ini

berkaitan dengan Industri Hulu Migas dan Production Sharing Contract. Dalam

penelitian ini peneliti akan menganalisis kegiatan perpajakan Pajak Bumi dan
47

Bangunan Migas pada PT XXX Energi khususnya untuk Wilayah Kerja di Blok

Kalimantan Utara. Blok Kalimantan Utara yang dimiliki oleh PT XXX Energi

memiliki luas wilayah sebesar 180.000.000 m2. Blok ini disahkan dalam

Production Sharing Contract (Kontrak Kerja Sama) antara PERTAMINA (yang

pada saat itu masih memegang kendali atas kegiatan Industri Hulu Migas) dan PT

XXX Energi, yang ditandatangani pada tanggal 7 Desember 2001 dengan jangka

waktu 20 tahun dan berakhir pada 7 Desember 2021.

Dengan merujuk pada kontrak ini di mana pada Section 5.2.17 disebutkan

bahwa “severally be subject to and pay to Government Of Indonesia the income

tax including the final tax on profits after tax deduction imposed on it pursuant to

the Indonesian Income Tax Laws and its implementing regulations and comply

with the requirements of the tax law in particular with respect to filling returns,

assessments of tax, and keeping and showing of books and records”. Dalam ayat

tersebut di atas dijelaskan bahwa kewajiban Kontraktor dalam membayar pajak

adalah untuk Pajak Penghasilan dan Pajak Final dan tidak disebutkan Pajak Bumi

dan Bangunan sebagai kewajiban Kontraktor untuk memenuhi kewajibannya

sebagai Subjek Pajak. Dalam section lain yaitu Section 5.3.2 juga disebutkan

bahwa ”Except with respect to Contractor’s obligation to pay the Income Tax and

the Final Tax on profits after tax deduction as set forth in clause 5.2.17 of this

Section V, assume and discharge all other Indonesian taxes of Contractor

including value added tax, transfer tax, export and import duties on materials,

equipment and supplies brought into Indonesia by Contractor, its contractors and

subcontractors; exactions in respect of property, capital, net worth, operations,


48

remittances or transactions including any tax or levy on or in connection with

operations performed hereunder by Contractor”. Ayat ini menegaskan bahwa di

luar kewajiban Kontraktor dalam membayar pajak yang disebutkan dalam section

5.2.17, Pemerintah menanggung dan membebaskan Kontraktor dari pajak-pajak

Indonesia lainnya termasuk Pajak Pertambahan Niilai (PPN), pungutan ekspor dan

impor terhadap barang-barang, peralatan dan barang persediaan yang dibawa ke

Indonesia oleh Kontraktor. Berangkat dari 2 (dua) ayat di atas dapat dilihat bahwa

inilah skema perpajakan yang ada dalam Production Sharing Contract dan tidak

disebutkan adanya Pajak Bumi dan Bangunan yang harus dibayarkan oleh

Kontraktor. Kontraktor tidak berkewajiban untuk membayar, menghitung dan

melaporkan Pajak Bumi dan Bangunan Migas untuk setiap Wilayah Kerjanya

(dalam hal ini Kalimantan Utara).

Terhitung dari penandatanganan kontrak yaitu 7 Desember 2001 hingga 31

Desember 2006, kontraktor tidak pernah atau tidak diwajibkan atau tidak

diperintahkan untuk menghitung dan melapor Pajak Bumi dan Bangunan Migas

untuk masing-masing Wilayah Kerja nya (dalam hal ini Kalimantan Utara).

Namun dengan berjalannya waktu dan diiringi perubahan kendali atas

pelaksanaan pengawasan kegiatan sektor Migas dari Pertamina dan diteruskan ke

BPMIGAS setelah lembaga ini dibentuk pada tanggal 16 Juli 2002 melalui UU

No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta PP No.42 Tahun 2002

tentang BPMIGAS, kegiatan penghitungan dan pelaporan Pajak Bumi dan

Bangunan sektor Migas dialihkan tugas nya kepada Kontraktor (“KKKS”) dalam

hal ini PT XXX Energi. Hal ini tertuang dalam Surat BPMIGAS No.
49

438/BPC1000/2007-S-4 tanggal 1 Mei 2007 perihal “Penyampaian SPOP PBB

KKKS”. Alasan lain yang tidak tertuang dalam surat maupun peraturan

perundang-undangan adalah Kontraktor (“KKKS”) secara tidak langsung diminta

membantu Pemerintah dalam hal pembukuan perpajakan dalam hal ini Pajak

Bumi dan Bangunan sektor pertambangan Migas. Karena di sisi lain, Pemerintah

mengawasi banyak kontraktor yang mengelola banyak blok di Indonesia sehingga

alangkah baiknya penghitungan perpajakan ini diserahkan kepada masing-masing

Kontraktor sebagai pengelola langsung Wilayah Kerja dan mengetahui

perkembangan serta perubahan yang terjadi dalam Wilayah Kerja nya masing-

masing. Berangkat dari hal tertulis di atas, peneliti akan menyajikan data dari

Tahun 2007 hingga Tahun 2014 terkait penghitungan dan pelaporan Pajak Bumi

dan Bangunan Migas pada PT XXX Energi untuk Wilayah Kerja di Kalimantan

Utara.

Tabel 4.1 Data Objek PBB Migas Tahun 2007

DATA OBJEK PAJAK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI (Yang
dilaporkan dalam SPOP)
TAHUN 2007
PT XXX ENERGI BLOK KALIMANTAN UTARA
Bumi Bangunan
Luas Daratan Luas Perairan Luas
No Peruntukan Objek Unit
(Onshore)M2 (Offshore)M2 M2
1 Produktif 288,506 - -
2 Areal Belum Produktif
- Areal Penyelidikan Umum 179,711,494

Jumlah Total Areal Onshore 180,000,000


50

Mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-24/PJ.6/1999

tanggal 23 April 1999 perihal petunjuk pengenaan PBB Sektor Pertambangan

Minyak dan Gas Bumi serta Surat BPMIGAS No.438/BPC1000/2007-S-4 tanggal

10 Mei 2007 perihal Penyampaian SPOP PBB KKKS, maka dengan ini PT XXX

Energi dan untuk seluruh Kontraktor yang ada di Indonesia untuk pertama kalinya

menghitung sendiri atas objek Pajak Bumi dan Bangunan Migas pada tahun 2007

yang sebelumnya peran ini dilakukan oleh BPMIGAS (sebelum dibubarkan dan

diubah menjadi SKKMigas).

Tabel 4.2 Data Objek PBB Migas Tahun 2008

DATA OBJEK PAJAK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
(Yang dilaporkan dalam SPOP)
TAHUN 2008
PT XXX ENERGI BLOK KALIMANTAN UTARA
Onshore Offshore
Luas
No. Peruntukan Objek Luas M2 Unit Unit
M2
A. AREAL

1 Areal Produktif 139,809


2 Areal Belum Produktif
a. Areal Penyelidikan Umum 179,734,359

b. Areal Eksplorasi 21,914

c. Areal non producing plug & abandoned 9,994

3 Areal Tidak Produktif 39,984

4 Areal Emplasemen 7,792

5 Areal Pengamanan 46,148


TOTAL LUAS AREAL ONSHORE 180,000,000
B. BANGUNAN
1 Bagunan Emplasemen/Fasilitas Penunjang

a. Perkantoran 1,338 3
51

b. Gudang 200
2 Bangunan Penambangan

a. Sumur (well) 92

b. Water Treatment Plant (WTP) 8

c. Separator 676

d. scrubber 235

e. pump 359

f. compressor 7

g. power generator 24

h. tangki (tank) 1,245

i. pipa 3,269

j. suar bakar (flare) 1

k. metering 52

l. bangunan penambang lainnya 283

Setelah Tahun 2007 yang menjadi kali pertama bagi Kontraktor

menghitung PBB Migas sendiri, pada tahun berikutnya yaitu Tahun 2008

Pemerintah dan para instansi terkait berusaha untuk memutakhirkan cara

pelaporan Pajak Bumi dan Bangunan Migas ini termasuk dengan tampilan data

dan klasifikasi atau pengelompokkan areal, bangunan dan subskripsi-

sukbkripsinya. Hal ini dapat dilihat dari perubahan cara pelaporan data di tahun

2007 sebelumnya yang tidak banyak memiliki klasifikasi atau pengelompokkan

areal. Perlu dijelaskan disini adalah Luas Wilayah Kerja seluas 180.000.000 m2

tidak termasuk luas bangunan fasilitas penunjang maupun bangunan

penambangan.
52

Tabel 4.3 Data Objek PBB Migas Tahun 2009

DATA OBJEK PAJAK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
(Yang dilaporkan dalam SPOP)
TAHUN 2009
PT XXX ENERGI BLOK KALIMANTAN UTARA
Onshore Offshore
Luas
No. Peruntukan Objek Luas M2 Unit
M2 Unit
A. AREAL

1 Areal Produktif 296,296


2 Areal Belum Produktif

a. Areal Penyelidikan Umum 179,565,983

b. Areal Eksplorasi
51,589

3 Areal Tidak Produktif 39,984

4 Areal Pengamanan 46,148


TOTAL LUAS AREAL ONSHORE 180,000,000
B. BANGUNAN
1 Bagunan Emplasemen/Fasilitas Penunjang

a. Perkantoran 1,338 3
2 Bangunan Penambangan

a. Sumur (well) 92 32

b. Water Treatment Plant (WTP) 8


c. Separator 676 3
d. scrubber 235 3

e. pump 360 3

f. compressor 7 1

g. power generator 25 3

h. tangki (tank) 1,245 22


i. pipa
53

3,270

j. suar bakar (flare) 2 3

k. metering 52

l. bangunan penambang lainnya 283

Di tahun 2009 untuk blok Kalimantan Utara mengalami perubahan luasan

di Areal Eksplorasi yang berubah dari 21.914 m2 pada tahun 2008 dan menjadi

51.589 m2 pada tahun 2009. Hal ini biasa terjadi dalam suatu blok pertambangan

Minyak dan Gas Bumi ketika ada penambahan areal untuk eksplorasi atau

pengeboran. Penambahan areal eksplorasi secara teknis dilakukan dengan cara

pembebasan lahan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi minyak dan/atau

gas bumi oleh PT XXX Energi.

Tabel 4.4 Data Objek PBB Migas Tahun 2010

DATA OBJEK PAJAK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
(Yang dilaporkan dalam SPOP)
TAHUN 2010
PT XXX ENERGI BLOK KALIMANTAN UTARA
Onshore Offshore
2 Luas
No. Peruntukan Objek Luas M Unit Unit
M2
A. AREAL

1 Areal Produktif 296,296


2 Areal Belum Produktif
a. Areal Penyelidikan Umum 179,565,983

b. Areal Eksplorasi 51,589

3 Areal Tidak Produktif 39,984

4 Areal Pengamanan 46,148


TOTAL LUAS AREAL ONSHORE 180,000,000
B. BANGUNAN
1 Bagunan Emplasemen/Fasilitas Penunjang
a. Perkantoran 3
54

1,338
2 Bangunan Penambangan

a. Sumur (well) 92 32

b. Water Treatment Plant (WTP) 8

c. Separator 676 3

d. scrubber 235 3

e. pump 360 6

f. compressor 7 1

g. power generator 25 3

h. tangki (tank) 1,245 22

i. pipa 3,270

j. suar bakar (flare) 2 3

k. metering 52

l. bangunan penambang lainnya 283

Dari tahun 2009 sampai tahun 2010 tidak ada perubahan untuk luasan

wilayah areal. Terlihat dari tahun 2009 sampai 2010 sudah mulai konsisten atas

pengelompokkan klasifikasi areal di blok Kalimantan Utara. Namun terdapat

penambahan barang untuk pompa/pump. Penambahan pompa menjadi 6 unit pada

tahun 2010 yang sebelumnya hanya 3 unit pada tahun 2009. Penambahan pompa

ini memilik alasan yang sama dengan adanya penambahan luas areal eksplorasi

yaitu untuk meningkatkan produksi.

Secara teknis peneliti sebagai awam coba menjelaskan alasan ketika ada

penambahan pompa dalam kegiatan eksplorasi pertambangan Minyak dan Gas

Bumi yaitu ketika pengeboran dalam satu sumur baru saja selesai dilakukan,

minyak/gas yang berada di bawah tanah/sumur tersebut akan mudah untuk keluar.
55

Kemudian ketika minyak/gas yang berada di sumur tersebut sudah mulai terkuras,

maka pada saat itulah dibutuhkan tambahan pompa untuk memaksimalkan

minyak/gas yang berada di dalam sumur tersebut atau dipaksa keluar sampai

habis.

Tabel 4.5 Data Objek PBB Migas Tahun 2011

DATA OBJEK PAJAK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
(Yang dilaporkan dalam SPOP)
TAHUN 2011
PT XXX ENERGI BLOK KALIMANTAN UTARA
Onshore Offshore
2 Luas
No. Peruntukan Objek Luas M
Unit M2 Unit
A. AREAL

1 Areal Produktif 296,296 - -


2 Areal Belum Produktif
a. Areal Penyelidikan Umum 179,565,983

b. Areal Eksplorasi 51,589

3 Areal Tidak Produktif 39,984

4 Areal Pengamanan 46,148


TOTAL LUAS AREAL ONSHORE 180,000,000
B. BANGUNAN
1 Bagunan Emplasemen/Fasilitas Penunjang

a. Perkantoran 1,338 3
2 Bangunan Penambangan

a. Sumur (well) 92 32
b. Water Treatment Plant (WTP) 8

c. Separator 676 3

d. scrubber 235 3

e. pump 360 3

f. compressor 7 1

g. power generator 25 3
h. tangki (tank) 22
56

1,245

i. pipa 4,118

j. suar bakar (flare) 2 3

k. metering 52

l. bangunan penambang lainnya 283

Dari data di atas, dapat dilihat di tahun 2011 jumlah pipa yang digunakan

pada tahun 2010 sebanyak 6 unit, kemudian di tahun 2011 mengalami

pengurangan kembali menjadi 3 unit. Hal ini bisa terjadi atau bisa disebabkan

karena kegiatan pengeboran pada sumur di tahun 2010 sudah selesai dan di tahun

2011 PT XXX Energi mulai pengeboran di sumur lain. Pengeboran di sumur lain

di tahun 2011 ini memiliki dampak perubahan pada luasan pipa. Dapat dilihat dari

data sebelumnya bahwa luasan pipa pada tahun 2010 adalah seluas 3,270 m2 dan

bertambah di tahun 2011 menjadi 4,118 m2. Penambahan luasan atas bangunan

penambangan dalam hal ini pipa, memilki tujuan yang sama yaitu meningkatkan

hasil produksi atas minyak dan/atau gas pada PT XXX Energi.

Lagi, sebagai awam peneliti coba menjelaskan ketika luasan pipa

bertambah, hal ini bisa dikarenakan setiap sumur yang dieksplorasi memiliki jarak

antara satu sama lain. Ketika para engineer menemukan adanya potensi dari

sumber minyak/gas di setiap wilayah, maka pipa ini digunakan untuk membuka

jalur untuk menuju wilayah yang berpotensi tersebut. Jadi, luasan pipa bisa selalu

berubah ketika semakin banyak sumur yang dieksplorasi.


57

Tabel 4.6 Data Objek PBB Migas Tahun 2012

DATA OBJEK PAJAK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI (Yang
dilaporkan dalam SPOP)
TAHUN 2012
PT XXX ENERGI BLOK KALIMANTAN UTARA
Onshore Offshore
Luas
No. Peruntukan Objek Luas M2 Unit
M2 Unit
A. AREAL

1 Areal Produktif 296,296 - -

2 Areal Belum Produktif 43,652

3 Areal Tidak Produktif 39,984

4 Areal Emplasemen 7,937

5 Areal Pengamanan 46,148


B. AREAL LAINNYA (M2) 179,565,983
Total Luas Areal Onshore 180,000,000
C. BANGUNAN
1 Bagunan Emplasemen/Fasilitas Penunjang

a. Perkantoran 834 3
2 Bangunan Penambangan

a. Sumur (well) 92 32

b. Water Treatment Plant (WTP) 8

c. Separator 676 3

d. scrubber 235 3

e. pump 360 3

f. compressor 7 1

g. power generator 25 3

h. tangki (tank) 1,245 22

i. pipa 4,118

j. suar bakar (flare) 2 3

k. metering 52

l. bangunan penambang lainnya 283


58

Pada setiap tahunnya Pemerintah mencoba untuk menyamakan persepsi

dalam pengelompokkan lahan atau klasifikasi areal di setiap Wilayah Kerja di

Indonesia. Kontraktor sebagai pengelola tentunya akan mengikuti setiap

perkembangan dan perubahan dari Pemerintah terkait tata cara pembukuan,

pencatatan, pengelompokkan dan pengeklasifikasian objek Pajak Bumi dan

Bangunan sektor Minyak dan Gas Bumi. Dengan adanya sosialisasi atas

perubahan yang disebutkan di atas, pada tahun 2012 untuk “Areal Penyelidikan

Umum” berubah menjadi “Areal Lainnya” di mana defisini dari Areal Lainnya

sendiri adalah areal yang berada di dalam maupun di luar Wilayah Kerja yang

tidak termasuk Areal Produktif, Areal Belum Produktif, Areal Tidak Produktif,

Areal Emplasemen dan Areal Pengamanan. Jadi menurut pemahaman yang baru

bahwa Areal Penyelidikan Umum merupakan di luar areal-areal yang telah

disebutkan di atas.

Dalam hal yang sudah dijelaskan di atas, pengelompokkan dan

pengklasfikasian atas areal-areal lainnya tidak mengelami perubahan terkait

sosialisasi Pemerintah kepada Kontraktor. Namun PT XXX Energi mengalami

perubahan secara internal untuk pengurangan luasan bangunan Perkantoran di

Wilayah Kerja Blok Kalimantan Utara. Pada tahun 2011 luas bangunan

perkantoran adalah 1,338 m2 dan berkurang menjadi 834 m2 di tahun 2012. Hal ini

tidak selalu bisa dijelaskan secara detail mengapa PT XXX Energi melakukan

renovasi atas bangunan perkantoran di Wilayah Kerjanya. Namun menurut data

yang ada, bangunan kantor dikurangi dan sisanya akan dibangun untuk gudang

pada tahun 2013. Gudang ini nantinya akan digunakan untuk menyimpan
59

peralatan dan kebutuhan lainnya terkait dengan produksi dan eksplorasi minyak

dan gas bumi oleh PT XXX Energi.

Tabel 4.7 Data Objek PBB Migas Tahun 2013

DATA OBJEK PAJAK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI (Yang
dilaporkan dalam SPOP)
TAHUN 2013
PT XXX ENERGI BLOK KALIMANTAN UTARA
Onshore Offshore
2
No. Peruntukan Objek Luas M Unit Luas M2
Unit
A. AREAL ONSHORE

1 Areal Produktif 255,887

2 Areal Belum Produktif 152,393

3 Areal Tidak Produktif 39,984

4 Areal Emplasemen 43,106

5 Areal Pengamanan 52,992


2
B. Areal Lainnya (m ) 179,455,638
Total Luas Areal Onshore 180,000,000

C. AREAL OFFSHORE 5,878


D. BANGUNAN
1 Bagunan Emplasemen/Fasilitas Penunjang

a. Gudang 121 1

b. Bangunan penunjang lainnya 834 3

2 Bangunan offshore 5,878


3 Bangunan Penambangan

a. Sumur (well) 132 44


b. Water Treatment Plant (WTP)

c. Separator 676 4

d. scrubber 235 3

e. pump 360 3
60

f. compressor 14 2

g. power generator 25 3

h. tangki (tank) 1,245 22

i. pipa 6,132

j. suar bakar (flare) 2 3

k. metering 52

Pada tahun 2013 PT XXX Energi melaporkan Surat Pemberitahuan Objek

Pajak – Pajak Bumi dan Bangunan sektor Migas sesuai dengan yang telah

disosialisasikan oleh Pemerintah dan mengacu pada PMK No.15/PMK.03/2012

tentang Penatausahaan dan Pemindahbukuan Pajak Bumi dan Bangunan sektor

Pertambangan untuk Pertambangan Minyak dan Gas Bumi serta Peraturan

Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2012 Tentang Tata Cara Pengenaan PBB

Migas. Sesuai dengan yang disosialisasikan pada tahun 2013, belum ada

perubahan secara pengelompokkan dan klasifikasi areal dalam pelaporan SPOP-

PBB. Namun dari data yang didapat dari tahun 2013 ini banyak perubahan untuk

luasan masing-masing areal, sebagai berikut:

Tabel 4.8 Perubahan Data Objek PBB Migas (Areal) 2012-2013

Keterangan 2012 (m2) 2013 (m2) Selisih (m2)


1 Areal Produktif 296,296 255,887 (40,409)
2 Areal Belum Produktif 43,652 152,393 108,741
3 Areal Emplasemen 7,937 43,106 35,169
4 Areal Pengamanan 46,148 52,992 6,844
5 Areal Lainnya 179,565,983 179,455,638 (110,345)
61

a. Areal Produktif berkurang dari 296,296 m2 pada tahun 2012 dan menjadi

255,887 m2 pada tahun 2013.

b. Areal Belum Produktif bertambah dari 43,652 m2 pada tahun 2012 dan

menjadi 152,393 m2 pada tahun 2013.

c. Areal Emplasemen bertambah dari 7,937 m2 pada tahun 2012 dan menjadi

43,106 m2 pada tahun 2013.

d. Areal Pengamanan yang sebelumnya pada tahun 2012 memiliki luas

46,148 m2 kini bertambah menjadi 52,992 m2 pada tahun 2013.

e. Areal Lainnya juga mengalami perubahan dan berkurang dari 179,565,983

m2 pada tahun 2012 dan menjadi 179,455,638 m2 pada tahun 2013.

Perubahan yang terjadi pada Areal onshore ini dikarenakan berubahnya

pemahaman antara Pemerintah dan para Kontraktor dalam pengelompokkan dan

pengklasifikasian terhadap Areal di Wilayah Kerja masing-masing Kontraktor

dalam hal ini PT XXX Energi.

Perubahan juga terjadi pada area bangunan penunjang dan bangunan

penambangan, sebagai berikut:

Tabel 4.9 Perubahan Data Objek PBB Migas (Bangunan) 2012 - 2013

No Keterangan 2012 (m2) 2013 (m2) Selisih (m2)


1 Gudang - 121 121
2 Sumur 92 132 40
3 Compressor 7 14 7
4 Pipa 4,118 6,132 2,014

a. Gudang, seperti yang sudah dijelaskan pada data sebelumnya yaitu pada

tahun 2012 bangunan perkantoran mengalami pengurangan karena akan


62

bertambahnya bangunan lain yaitu gudang. Pada tahun 2013 gudang di

bangun di atas permukaan tanah seluas 121m2.

b. Sumur berubah luasnya dari 92 m2 pada tahun 2012 dan bertambah

menjadi 132 m2 pada tahun 2013. Unit sumur juga berubah dari 32 sumur

pada tahun 2012 dan bertambah menjadi 44 sumur pada tahun 2013.

Bertambahnya sumur ini jelas dikarenakan hasil dari pengeboran dan

eksplorasi yang diiringi dengan meningkatnya produksi pada PT XXX

Energi.

c. Selanjutnya perubahan terjadi pada Compressor. Compressor yang

sebelumnya hanya seluas 7 m2 pada tahun 2012, pada tahun 2013

bertambah hingga 14 m2 dan unitnya pun bertambah dari 1 unit menjadi 2

unit atau 2 kali lipat dari tahun sebelumnya. Salah satu fungsi compressor

adalah meningkatkan tekanan pada fluida sehingga dapat memberikan

energi transportasi kepada minyak dan/atau gas di dalam pipa menuju

lokasi pengolahan selanjutnya.

d. Dan terakhir adalah pipa, pipa berubah dari 4,118 m2 di tahun 2012 dan

bertambah menjadi 6,132 m2 pada tahun 2013.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada area bangunan fasilitas maupun bangunan

penambangan di tahun 2013 ini dikarenakan adanya peningkatan produksi dan

eksplorasi dari PT XXX Energi.


63

Tabel 4.10 Data Objek PBB Migas Tahun 2014

DATA OBJEK PAJAK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI (Yang
dilaporkan dalam SPOP)
TAHUN 2014
PT XXX ENERGI BLOK KALIMANTAN UTARA
Onshore Offshore
No. Peruntukan Objek Luas M2 Unit Luas M2
Unit
A. AREAL ONSHORE

1 Areal Produktif 255,887

2 Areal Belum Produktif 175,945

3 Areal Tidak Produktif 39,984

4 Areal Emplasemen 96,098


5 Areal Pengamanan -
B. Areal Lainnya (m2) 179,432,087
Total Luas Areal Onshore 180,000,000

C. AREAL OFFSHORE 5,878


D. BANGUNAN
1 Bagunan Emplasemen/Fasilitas Penunjang

a. Gudang 121 1
b. Bangunan penunjang lainnya

2 Bangunan offshore 5,878


3 Bangunan Penambangan

a. Sumur (well) 138 46


b. Water Treatment Plant (WTP)

c. Separator 676 4

d. scrubber 237 6

e. pump 360 1

f. compressor 14 1

g. power generator 25 1

h. tangki (tank) 1,247 3

i. pipa 4,118 3
j. suar bakar (flare) 2 1
64

k. metering 52 1
l. building compressor 739 1
m. building hydrant pump 221 2
n. building control 66 1
o. tank fire fighting 210 2

Data yang terkahir yang akan diuraikan pada sub bab ini adalah data

Tahun 2014. Pada Tahun 2014 ini bisa dikatakan mulai mendekati cara pelaporan,

pembukuan, pengelompokkan serta pengklasifikasian atas Objek/SPOP-PBB yang

sempurna dibanding tahun-tahun sebelumnya. Melalui sosialisasi yang

dilaksanakan Pemerintah pada tanggal 15-16 Januari 2014 tentang tata cara

pengisian SPOP PBB Migas, maka pada tahun 2014 ini beberapa Areal dan area

bangunan mengalami perubahan lagi seiring perubahan pemahaman dari

Pemerintah dan masing-masing Kontraktor terhadap Areal di Wilayah Kerjanya.

Untuk Areal Onshore yang berubah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.11 Perubahan Data Objek PBB Migas 2013 -2014

No Keterangan 2012 (m2) 2013 (m2) Selisih (m2)


1 Areal Belum Produktif 152,393 175,945 23,552
2 Areal Emplasemen 43,106 96,098 52,992
3 Areal Lainnya 179,455,638 179,432,087 (23,551)
4 Sumur 132 138 6
5 Srcubber 235 237 2
6 Tangki 1,245 1,247 2

a. Areal Belum Produktif mengalami penambahan luasan area dari tahun

sebelumnya yaitu152,393 m2 pada tahun 2013 dan menjadi 175,945 m2

pada tahun 2014.


65

b. Areal Emplasemen turut berubah dari 43,106 m2 pada tahun 2013 dan

bertambah menjadi 96,098 m2 pada tahun 2014.

c. Areal Lainnya mengalami perubahan juga dari tahun sebelumnya yaitu

179,455,638 m2 dan berkurang menjadi 179,432,087 m2 pada tahun 2014.

d. Sumur (well) mengalami perubahan secara luasan maupun unit. Pada

tahun 2013 luas sumur adalah 132 m2 dan bertambah menjadi 138 m2 serta

junlah sumur yang sebelumnya pada tahun 2013 adalah 44 unit, lalu pada

tahun 2014 bertambah menjadi 46 unit.

e. Scrubber adalah suatu fasilitas yang secara teknis digunakan ketika proses

pengeboran. Scrubber berfungsi untuk memisahkan antara minyak dan air

pada saat pengangkatan minyak di dalam sumur. Scrubber ini mengalami

perubahan luas dan unit pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 luas

scrubber adalah 235 m2 dan bertambah menjadi 237 m2 pada tahun 2014

serta jumlah scrubber di tahun 2013 adalah 3 unit dan bertambah menjadi

6 unit di tahun 2014.

f. Tangki (tank) memiliki fungsi untuk menampung minyak dengan jenis

liquid yang telah diangkat ke permukaan setelah proses pengeboran.

Tangki ini berubah luasannya dari tahun 2013 seluas 1,245 m2 dan menjadi

1,247 m2 di tahun 2014, serta unit yang bertambah dari 22 unit menjadi 3

unit.

Setelah PBB ini dibukukan oleh Kontraktor, maka tahap selanjutnya adalah

menyampaikan SPOP-PBB ke Direktorat Jenderal Pajak paling lambat 30 hari

setelah diterimanya SPOP dan LSPOP oleh Subjek Pajak/Wajib Pajak.


66

4.3 Interpretasi Hasil

Sebelum masuk pada interpretasi hasil analisis data, peneliti akan terlebih

dahulu menjelaskan pengertian-pengertian terkait Industri Hulu Migas dan

Production Sharing Contract.

4.3.1 Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi

Berdasarkan pemetaan end to end bisnis Industri Minyak dan Gas Bumi

yang mulai dari pencarian minyak hingga penjualan Minyak dan Gas Bumi,

terdapat 2 jenis kegiatan usaha di industri Minyak dan Gas Bumi yakni usaha inti

(core business) dan usaha penunjang (non core business). Usaha inti terdiri dari

kegiatan hulu dan hilir. (Peneliti hanya akan menjelaskan kegiatan hulu)

Gambar 4.2 : Skema Industri Hulu Migas


67

a. Kegiatan Hulu Migas

Bisnis Hulu Migas memiliki empat karakter utama (i) Pertama, pendapatan

baru diterima bertahun-tahun setelah pengeluaran direalisasikan. (ii) Kedua, bisnis

ini memiliki risiko dan ketidakpastian tinggi serta melibatkan teknologi canggih.

(iii) Ketiga, usaha hulu migas memerlukan investasi yang sangat besar. Namun,

dibalik semua risiko tersebut, industri ini memiliki karakter ke (iv) empat, yaitu

menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Idealnya kontrak yang digunakan

adalah yang mampu menyiasati tantangan dan meraih peluang dari empat karakter

tersebut.

Semua kegiatan industri hulu migas diawali oleh kegiatan eksplorasi, yaitu

kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk

menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di suatu

Wilayah Kerja yang ditentukan. Setelah selesainya kegiatan eksplorasi dimana

perkiraan cadangan migas yang ada dalam suatu Wilayah Kerja dan nilai

keekonomian dari cadangan migas tersebut telah ditentukan, kegiatan industri

hulu migas akan dilanjutkan dengan kegiatan eksploitasi, yang merupakan

rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memproduksi minyak dan gas bumi

yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana

pengangkutan, penyimpanan, dan pengelolaan untuk pemisahan dan pemurnian

Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
68

Gambar 4.3 : Skema Kegiatan Industri Hulu Migas

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 dan Peraturan

Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004, kegiatan usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

(Migas) dijalankan berdasarkan suatu Kontrak Kerja Sama dengan Badan

Pelaksana (dalam hal ini SKK Migas).

Suatu Kontrak Kerja Sama paling sedikit memuat persyaratan :

a. Kepemilikan sumber daya Minyak dan Gas Bumi tetap di tangan

Pemerintah sampai pada titik penyerahan;

b. Pengendalian manajemen atas operasi yang dilaksanakan oleh Kontraktor

berada pada Badan Pelaksana (dalam hal ini SKK Migas);

c. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh Kontraktor.

Kontrak Kerja Sama wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok

yaitu:

a. Penerimaan Negara;
69

b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya;

c. Kewajiban pengeluaran dana;

d. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi;

e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;

f. Penyelesaian perselisihan;

g. Kewajiban pemasokan Minyak dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam

negeri;

h. Berakhirnya kontrak;

i. Kewajiban pasca operasi pertambangan;

j. Keselamatan dan kesehatan kerja;

k. Pengelolaan lingkungan hidup;

l. Pengalihan hak dan kewajiban;

m. Pelaporan yang diperlukan;

n. Rencana pengembangan lapangan;

o. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;

p. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat

adat; dan

q. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35

Tahun 2004 juga menyatakan bahwa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama yang

akan diberlakukan untuk Wilayah Kerja tertentu dengan mempertimbangkan

tingkat resiko dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara serta ketentuan
70

peraturan perundang-undangan yang berlaku, setelah mendapat pertimbangan dari

Kepala Badan Pelaksana (dalam hal ini SKK Migas).

4.3.2 Production Sharing Contract

Sebagaimana ditentukan dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001

dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004, Kontrak Bagi Hasil atau

Prodcution Sharing Contract (PSC) adalah salah satu bentuk Kontrak Kerja Sama

dalam Industri Hulu Migas. Skema ini mengoptimalkan penerimaan sekaligus

melindungi dari paparan risiko tinggi terutama pada fase eksplorasi.

Skema PSC pertama kali berlaku tahun 1966 saat PERTAMINA

menandatangani kontrak bagi hasil dengan Independence Indonesian American

Oil Company (IIAPCO). Kontrak ini tercatat sebagai PSC pertama dalam sejarah

industri migas dunia. Penerapan PSC di Indonesia dilatarbelakangi oleh keinginan

supaya negara berperan lebih besar dengan mempunyai kewenangan manajemen

kegiatan usaha hulu migas.

PSC dapat diibaratkan dengan model usaha petani penggarap yang banyak

dipraktikkan di nusantara. Pemerintah adalah pemilik “sawah” yang

mengamanatkan pengelolaan lahan kepada “petani penggarap”. Dalam bisnis hulu

migas, “petani penggarap” ini adalah perusahaan migas baik nasional maupun

asing. Penggarap ini menyediakan semua modal dan alat yang dibutuhkan. Semua

pengeluaran ini tentunya harus disetujui pemilik sawah, karena modal tersebut

akan dikembalikan kelak saat panen. Penggantian ini, yang dalam dunia migas
71

dikenal dengan istilah cost recovery, hanya dilakukan jika “panen” tersebut

berhasil atau ada temuan cadangan yang komersial untuk dikembangkan.

Jika tidak, semua biaya ditanggung sepenuhnya oleh penggarap (kontraktor

migas). Saat “panen” tiba, produksi akan dikurangkan terlebih dahulu dengan

modal yang harus dikembalikan, baru kemudian dibagi antara pemilik sawah

dengan penggarap sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak.

Demikianlah PSC bekerja. Dengan pola ini, negara bisa memanfaatkan

anugrah sumber daya migas karena modal dan teknologi disediakan oleh investor.

Di sisi lain, negara tidak terpapar risiko kegagalan eksplorasi karena biaya modal

dalam kondisi tersebut tidak diganti dalam skema cost recovery. Pemerintah

sebagai perwakilan negara juga memiliki kontrol baik atas manajemen

operasional maupun kepemilikan sumber daya migas. Manajemen operasional

hulu migas dipegang oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu

Migas atau SKK Migas (dulu BPMIGAS) sebagai perwakilan Pemerintah dalam

PSC. Dengan adanya institusi ini, kendali atas bisnis hulu migas sepenuhnya di

tangan negara.

Di sisi lain, PSC juga mengatur bahwa sumber daya migas tetap milik

negara sampai titik serah. Berbeda dengan Kontrak Karya yang membagi hasil

penjualan migas, dalam sistem PSC, yang dibagi adalah produksi. Selama sumber

daya migas masih berada dalam wilayah kerja pertambangan atau belum lepas

dari titik penjualan yaitu titik penyerahan barang, maka sumber daya alam migas

tersebut masih menjadi milik Pemerintah Indonesia. PSC sampai saat ini masih
72

dipercaya sebagai model paling ideal untuk Indonesia. Sistem ini menjamin

penguasaan negara atas sumber daya migas sekaligus melindungi negara dari

tingkat risiko dan ketidakpastian yang tinggi dalam bisnis hulu migas

Secara umum ciri khas dari PSC antara lain:

1. Kontraktor menanggung semua risiko

2. Jangka waktu kontrak 30 tahun (termasuk 6 tahun untuk periode eksplorasi

pertama dan 4 tahun perpanjangan periode eksplorasi) yang dapat

diperpanjang satu (1) kali selama 20 tahun.

3. Semua biaya eksplorasi, pengembangan, dan produksi ditanggung oleh

kontraktor dan akan direcover dari produksi

4. Semua aset kontraktor menjadi milik negara

5. Adanya kewajiban DMO (domestic market obligation)

a. Ring Fencing Policy

Ring Fencing Policy adalah kebijakan yang membatasi hak dan kewajiban

suatu Kontraktor (dalam hal ini KKKS) di satu Wilayah Kerja, tidak bisa

dikonsolidasikan ke Wilayah Kerja lainnya yang dimiliki oleh Kontraktor yang

sama. Kontraktor yang memiliki lebih dari satu Wilayah Kerja tidak boleh

mengkompensasikan suatu kerugian dari Wilayah Kerja A sebagai pengurang

pendapatan di Wilayah Kerja B. Ring Fencing policy ini diatur dalam PP 35 tahun

2004 pasal 7. Tujuan dari kebijakan ini adalah agar kontraktor yang beroperasi di

beberapa wilayah kerja tidak dapat melakukan konsolidasi atau penggabungan

biaya-biaya dari beberapa wilayah kerja tersebut baik untuk tujuan cost recovery

maupun untuk tujuan perhitungan Perpajakan.


73

Sebagai konsekuensi dari ring fencing policy ini adalah adanya implikasi

pada rezim perpajakan yang berlaku, yaitu bahwa suatu entitas usaha hanya

berhak melakukan pengusahaan pada satu Wilayah Kerja/blok saja (walaupun

dimungkinkan beberapa entitas usaha yang saling terafiliasi dan memiliki

pemegang saham akhir yang melakukan pengusahaan pada beberapa Wilayah

Kerja yang berbeda). Sehingga setiap blok harus memiliki NPWP (SE-

75/PJ/1990).

b. Prinsip Uniformity

Pembayaran PPh Migas oleh kontraktor migas berbeda dengan

pembayaran pajak pada perusahaan biasa. Pembayaran pajak oleh kontraktor dan

juga pembayaran bagian negara atas bagi hasil migas disetor kepada negara (dulu

kepada pertamina), dan kemudian baru dipindahbukukan ke rekening penerimaan

pajak. Penghitungan PPh migas akan sangat terkait dengan unsur-unsur biaya

dalam PSC. Sehingga apabila terjadi perbedaan pengakuan antara yang boleh di

recovery menurut SKK Migas dengan yang deductible oleh Direktorat Jendral

Pajak maka akan menimbulkan dispute angka PPh Migas. Oleh karena itulah

dalam Surat Menteri Keuangan nomor S-443a/MK.012/1982 Tentang interpretasi

dari Kepmen 267/KMK.012/1978 diatur yang kemudian dikenal dengan prinsip

uniformity. Artinya biaya yang boleh di recovery menurut Badan Pengatur Migas

(SKK Migas) harus sama dan boleh dikurangkan menurut pajak.Dalam kontrak

PSC biasanya disebut dengan Exhibit C. Dengan demikian cost of oil harus sama

dengan cost of tax, atau biaya-biaya operasi yang boleh dibebankan (cost
74

recoverable) menurut kontrak PSC harus sama dengan biaya-biaya yang boleh

dibebankan menurut UU PPh (tax deductible).

Poin-poin yang dijelaskan di atas akan berkaitan dengan pembahasan di

bawah ini. Hasil penelitian data yang telah dijabarkan di sub bab 4.2 dari tahun

2007 sampai dengan 2014 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor

Pertambangan Migas pada PT XXX Energi memperlihatkan bahwa setiap

tahunnya luasan atas areal-areal di Wilayah Kerja mengalami perubahan. Dalam

PER-45/PJ/2013 tentang Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Pertambangan untuk

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dijelaskan bahwa Pengenaan adalah

kegiatan menetapkan subjek Pajak atau Wajib Pajak dan besarnya pajak terutang

untuk PBB Migas berdasarkan peraturan perundang-undangan PBB. Kegiatan

menetapkan ini berdampak seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 4.2

mengenai analisis data PBB Migas PT XXX Energi dari tahun 2007 sampai

dengan 2014. Seluruh kondisi yang berada di dalam kawasan yang digunakan

untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak dan Gas Bumi telah diatur dan

dijelaskan dalam PER-45/PJ/2013 serta telah dibahas dalam kajian teori pada sub

bab 2.1.3.

Seperti yang sudah dikatakan di atas bahwa kegiatan hulu migas ini

memilki beberapa tahap. Peneliti sebagai awam mencoba untuk menjelaskan

secara sederhana dan singkat apa saja kegiatan pertambangan sektor minyak dan

gas bumi ini. Kegiatan hulu migas diawali dengan :


75

a. Eksplorasi Pendahuluan (Reconnaisance Survey), dilakukan untuk mencari

daerah prospek panas bumi, yaitu daerah yang menunjukkan tanda-tanda

adanya sumber daya minyak dan gas bumi dilihat dari kenampakkan

permukaan, serta untuk mendapatkan gambaran geologi regional daerah

tersebut.

b. Eksplorasi Lanjut atau Rinci (Pre-Feasibility Study), survey ini terdiri diri

dari survey geologi, geokimia dan geofisika. Tujuan dari survey tersebut

adalah (i) Untuk mendapatkan informasi lebih baik mengenai kondisi geologi

permukaan dan bawah permukaan (ii) Mengidentifikasikan daerah yang

diduga mengandung sumber daya minyak dan gas bumi.

c. Pemboran Eksplorasi, apabila dari data geologi, geokimia dan geofisika yang

diperoleh dari hasil survey rinci menunjukkan bahwa di daerah yang diselidiki

terdapat sumber daya minyak dan/atau gas bumi yang ekonomis untuk

dikembangkan, maka tahap selanjutnya adalah pemboran sumur eksplorasi.

Tujuan dari pemboran sumur eksplorasi ini adalah untuk membuktikan bahwa

adanya sumber daya minyak/gas bumi di daerah yang diselidiki dan menguji

model sistem panas bumi yang dibuat berdasarkan data-data hasil survey rinci.

d. Pemboran Delineasi, bertujuan untuk menentukan batasan akhir dan

menentukan bentuk struktur sebuah sumur. Langkah-langkah pemboran

delineasi adalah:

i. Pembuatan rencana pemboran yaitu, pembuatan 3 atau 4 sumur yang

masing-masing disebelah utara, timur, selatan dan barat dari titik

antiklinalnya.
76

ii. Persiapan pemboran yaitu, analisis data, memperhitungkan besarnya

cadangan menggunakan metode volumetrik, perencanaan jumlah dan letak

sumur untuk mengeksploitasi lapisan yang dikehendaki.

e. Pemboran Pengembangan dan Tahapan Produksi, bertujuan untuk

memperjelas dan mempertajam hasil pemboran sebelumnya, mengetahui rate

produksi, mengetahui kumulatif produksi, tes produksi dengan Drill Steam

Test (DST) dan survey lubang bor dengan logging. Langkah-langkah

pemboran pengembangan dan tahapan produksi adalah :

a. Perencanaan dan persiapan pemboran

b. Pemboran sumur-sumur pengembangan

c. Penyelesaian sumur-sumur pengembangan

d. Perencanaan dan persiapan pemasangan fasilitas produksi

e. Kegiatan memproduksi dan transportasi

f. Studi Kelayakan, adalah tahapan kegiatan untuk menentukan kelayakan

usaha pertambangan panas bumi, termasuk penyelidikan atau studi jumlah

cadangan yang dapat dieksploitasi. Tujuan dari studi ini adalah untuk

menilai apakah sumber daya panas bumi yang terdapat di daerah tersebut

secara teknis dan ekonomis menarik untuk diproduksikan.

g. Persiapan / konstruksi, adalah kegiatan yang dilakukan untuk

mempersiapkan fasilitas penambangan sebelum operasi penambangan

dilakukan. Pekerjaan tersebut seperti pembuatan akses jalan tambang,

pelabuhan, perkantoran, bengkel, mes karyawan, fasilitas komunikasi dan


77

pembangkit listrik untuk keperluan kegiatan penambangan, serta fasilitas

pengolahan bahan galian.

h. Reklamasi, merupakan kegiatan untuk merehabilitasi kembali lingkungan

yang telah rusak baik itu akibat penambangan atau kegiatan yang lainnya.

Reklamasi ini dilakukan dengan cara penanaman kembali atau

penghijauan suatu kawasan yang rusak akibat kegiatan penambangan

tersebut. Reklamasi perlu dilakukan karena Penambangan dapat mengubah

lingkungan fisik, kimia dan biologi seperti bentuk lahan dan kondisi tanah,

kualitas dan aliran air, debu, getaran, pola vegetasi dan habitat fauna, dan

sebagainya. Perubahan-perubahan ini harus dikelola untuk menghindari

dampak lingkungan yang merugikan seperti erosi, sedimentasi, drainase

yang buruk, masuknya gulma/hama/penyakit tanaman, pencemaran air

permukaan/air tanah oleh bahan beracun dan lain-lain. Dalam kegiatan

reklamasi terdiri dari dua kegiatan yaitu Pemulihan lahan bekas tambang

untuk memperbaiki lahan yang terganggu Ekologinya, dan

Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya

untuk pemanfaatannya selanjutnya.

i. Asset Retirement & Dismantlement, tahap ini adalah tahap dimana aset-

aset yang telah dibangun pada areal Wilayah Kerja tidak lagi digunakan.

Asset Retirement and Dismantlement berarti pembongkaran dan

penghentian aset. Hal ini terjadi ketika suatu areal misalkan sumur sudah

dianggap tidak dapat berproduksi lagi, maka sumur dan bangunan

konstruksi sekitarnya harus ditutup termasuk aset-aset tersebut. Contoh


78

nya adalah pipa, ketika pipa sudah tidak lagi digunakan untuk sumur

tersebut maka pipa harus dibongkar dan dipindahkan ke areal lainnya

untuk memulai produksi yang baru.

Dari kegiatan di atas, terdapat juga resiko ketika melakukan tahap-tahap tersebut.

Resiko eksplorasi dan pengembangan lapangan panas bumi adalah sebagai

berikut:

1. Kemungkinan tidak ditemukannya sumber energi minyak/gas bumi di daerah

yang sedang di eksplorasi (risiko eksplorasi)

2. Kemungkinan jumlah sumur eksplorasi yang berhasil lebih sedikit dari yang di

perkirakan atau diharapkan

3. Kemungkinan potensi sumur, baik sumur eksplorasi lebih kecil dari yang

diperkirakan semula (risiko eksplorasi)

4. Kemungkinan jumlah sumur pengembangan yang berhasil lebih sedikit dari

yang diharapkan (risiko pengembangan)

5. Kemungkinan biaya eksplorasi dan pengembangan lapangan lebih mahal dari

yang diperkirakan semula

6. Kemungkinan terjadinya masalah teknis dan masalah lingkungan

Serangkaian kegiatan pertambangan sektor hulu migas ini yang salah satu

dari banyak menyebabkan perubahan pada luasan objek PBB Migas PT XXX

Energi. Pada tahun 2008 ke 2009 luasan areal Eksplorasi bertambah sebanyak

29,675 m2. Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di atas mengenai kegiatan

pertambangan hulu migas, dari sisi perusahaan hal ini disebabkan oleh ketika
79

dilakukannya tahap eksplorasi pendahuluan dan eksplorasi rinci ditemukannya

titik-titik baru yang berpotensi memiliki sumber daya minyak dan/atau gas bumi

di bawah permukaan. Dengan ditemukannya titik baru selama periodik satu tahun

ini, maka secara otomatis areal eksplorasi dari PT XXX Energi bertambah pada

tahun 2009. Dari sisi Pemerintah hal ini sangat dapat diterima mengingat hal ini

dapat dibuktikan secara eksplisit maupun implisit. Menurut peneliti hal ini masih

sesuai dan terkait pada serangkaian kegiatan pertambangan dan undang-undang

tentang tata cara pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan

Migas. Klasifikasi objek pajak di dalam undang-undang jelas telah disebutkan dan

pada kasus ini masih belum ditemukan kesalahan.

Sesuai dengan data yang didapat dari PT XXX Energi dari tahun 2010

sampai dengan 2014, terdapat perubahan luasan terhadap Areal Bangunan

Pertambangan seperti pipa, pompa, scrubber, tangki, compressor dan sumur yang

bertambah maupun berkurang. Secara teknis hal ini merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari kegiatan eksplorasi pertambangan minyak dan/atau gas bumi.

Bertambahnya aset-aset yang disebutkan di atas dikarenakan oleh beberapa hal.

Mulai dari saat pengeboran sumur dilakukan. Ketika sumur ditemukan dan layak

untuk diproses maka aset-aset diperlukan untuk menunjang proses kelangsungan

pertambangan minyak dan/atau gas bumi. Sebaliknya, ketika apabila sebuah

sumur selesai diproduksi dan atau sudah tidak dapat diproduksi lagi, maka kita

mengenal dengan istilah asset retirement and dismantlement. Secara otomatis

aset-aset yang tadinya ditanam di wilayah tersebut akan dibongkar dan

diberhentikan kegiatannya mengingat sumur tersebut sudah tidak dapat


80

dilanjutkan lagi kegiatannya. Dari sisi perusahaan inilah yang dapat terjadi

terhadap objek-objek PBB Migas. Peneliti melihat hal ini masih cukup adil

mengingat ketika aset-aset yang sudah tidak tertanam lagi secara konstruksi di

kawasan pertambangan tidak dimasukkan ke dalam kategori objek PBB Migas

oleh Pemerintah meskipun masih menjadi aset PT XXX Energi.

Selanjutnya peneliti akan menganalisis Areal Bangunan

Fasilitas/Penunjang. Pada tahun 2012 sampai dengan 2014 luasan dan unit

perkantoran serta gudang bertambah dan bekurang. Dari data yang disajikan

didalam penelitian ini belum menjabarkan apa saja detail dari bangunan

penunjang/fasilitas tersebut. Namun peneliti akan melampirkan secara terpisah

detil yang dimaksud. Berbicara tentang bangunan berarti erat kaitannya dengan

konstruksi. Di dalam konstruksi bangunan tersebut terdapat hal-hal atau material

penunjang seperti semen, batu bata, kaca, kayu, atap, genteng, pagar, serta

fasilitas seperti TV, pendingin ruangan, dan sebagainya.

Material dan fasilitas tersebut dikategorikan sebagai objek PBB Migas

oleh Pemerintah dan Pemerintah dalam pelaksanaannya mengkategorikan dari

kelas yang terendah hingga yang tertinggi atau murah dan mahal. Di dalam

Undang-undang tidak pernah disebutkan mengenai detil bahwa misalkan Televisi

termasuk objek PBB Migas, namun mengapa pada prakteknya fasilitas tersebut

dijadikan objek. Peneliti melihat hal ini sedikit berlebihan mengingat objek PBB

Migas adalah objek yang berkaitan langsung oleh kegiatan Eksplorasi dan

Produksi kegiatan pertambangan sektor hulu migas. Televisi, pendingin ruangan


81

dan serta jenis semen yang digunakan merupakan fasilitas yang dibuat oleh

Kontraktor sebaik dan senyaman mungkin untuk para pekerjanya. Mungkin

menurut Pemerintah hal ini layak ketika Kontraktor tidak dibebankan untuk

membayar PBB Migas karena klasifikasi material berpengaruh pada tanggung

jawab Pemerintah dalam menanggung besarnya PBB Migas yang terutang. Hal ini

berlaku untuk Production Sharing Contract yang ditandatangani sebelum PP No

79 Tahun 2010 seperti halnya Wilayah Kalimantan Utara ini yang tidak

menanggung beban PBB Migas hingga Desember 2021, namun ketika kontrak

kerjasama ini diperpanjang, artinya kontrak kerjasama yang berlaku setelah tahun

2021 ini terkena dampak dari PP No 79 Tahun 2010, di mana Kontraktor

menanggung beban PBB Migasnya dan hal ini akan merugikan bagi Kontraktor.

Peneliti bertentangan dalam hal ini mengingat kegiatan Industri Hulu Migas ini

sangat berperan dalam pendapatan Negara dan akan ada wilayah-wilayah baru

yang ditandatangani setelah berlakunya PP 79 Tahun 2010. Selain itu hal ini akan

terus berubah dari tahun ke tahun dan hal lain bisa saja terjadi di mana peraturan

Pemerintah yang sulit ditebak dan potensi memberatkan para Kontraktor.

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

Dalam sub bab ini peneliti akan membahas dan membuktikan kesesuaian

perhitungan dan perlakuan PBB Migas PT XXX Energi terhadap peraturan

perundang-undangan PBB Migas serta Production Sharing Contract. Dalam

Production Sharing Contract Kalimantan Utara antara PT XXX Energi dengan

Pertamina yang disahkan tanggal 7 Desember 2001 pada chapter 5.2.17,


82

disebutkan bahwa “severally be subject to and pay GOI the income tax including

the final tax on profits after tax deduction imposed on it pursuant to the

Indonesian Income Tax Laws and its implementing regulations and comply with

the requirements of the tax law in particular with respect to filling of returns,

assessment tax, and keeping and showing of books and records”. Serta pada

chapter 5.3.2, disebutkan juga bahwa “except with respect to Contractor’s

obligation to pay the income tax and the final tax on profits after tax deduction as

set forth in clause 5.2.17 of this Section V, assume and discharge all other

Indonesian taxes of Contractor including value added tax, transfer tax, import

and export duties on materials, equipment and supplies brought into Indonesia by

Contractor, its contractors and subcontractors; exactions in respect of property,

capital, net worth, operations, remittances or transactions including any tax or

levy on or in connection with operations performed hereunder by Contractor.

Pertamina shall not to be obliged to pay Contractor’s Income Tax including the

final tax on profit after tax deduction nor taxes on tobaccos, liquor and personnel

income tax; and income tax and other taxes not listed above of contractors and

subcontractors”. Kutipan tersebut membuktikan bahwa kontraktor tidak

dibebankan oleh Pemerintah untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, dimana hal ini berlaku untuk Kontrak

Kerjasama yang ditandatangani sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010.

Berangkat dari pemahaman atas isi Kontrak Kerjasama yang disebutkan di atas,

perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Migas yang

dilakukan oleh PT XXX Energi adalah hanya sebatas menghitung jumlah, besar
83

dan luasan objek PBB Migas. PT XXX Energi tidak dibebankan untuk

menghitung berapa nominal Rupiah yang harus dibayarkan atas objek PBB Migas

yang terutang sampai Kontrak Kerjasama ini berakhir yaitu pada bulan Desember

Tahun 2021.

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2013

tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan

Untuk Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, pada Pasal 9 ayat 1 sampai dengan

ayat 9 menyebutkan bahwa:

(1) Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat

(4) pada tahap Eksplorasi untuk:

a. Permukaan bumi onshore, merupakan hasil pembagian antara total

nilai bumi dengan total luas areal yang dikenakan PBB Migas

b. Permukaan bumi offshore, ditetapkan dengan Keputusan Direktur

Jenderal Pajak; dan

c. Tubuh Bumi Eksplorasi, ditetapkan dengan Keputusan Direktur

Jenderal Pajak

(2) Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat

(4) pada tahap Eksploitasi untuk:

a. Permukaan bumi onshore, merupakan hasil pembagian antara total

nilai bumi dengan total luas areal yang dikenakan PBB Migas
84

b. Permukaan bumi offshore, ditetapkan dengan Keputusan Direktur

Jenderal Pajak; dan

c. Tubuh Bumi Eksploitasi, dalam hal:

1) Terdapat hasil produksi yang terjual, merupakan hasil pembagian

antara nilai bumi untuk Tubuh Bumi Eksploitasi dengan luas

Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya;

2) Tidak terdapat hasil produksi yang terjual, merupakan nilai bumi

per meter persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c.

(3) Total nilai bumi untuk permukaan bumi onshore sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, merupakan jumlah dari

perkalian luas masing-masing areal yang dikenakan PBB Migas dengan

nilai bumi per meter persegi masing-masing areal dimaksud.

(4) Nilai bumi per meter persegi masing-masing areal sebagaimana dimaksud

pada ayat (3), ditentukan dengan menggunakan harga rata-rata yang

diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana

tidak terdapat transaksi jual-beli, ditentukan melalui perbandingan harga

objek lain yang sejenis.

(5) Nilai bumi untuk Tubuh Bumi Eksploitasi dalam hal terdapat hasil

produksi yang terjual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka

1, ditentukan melalui pendekatan pendapatan sebagai berikut:


85

a. Untuk PBB Migas

Nilai Bumi = Angka Kapitalisasi x hasil [(hasil produksi Minyak Bumi

yang terjual dalam satu tahun sebelum pajak x harga minyak mentah

Indonesia) + (hasil produksi Gas Bumi yang terjual dalam satu tahun

sebelum tahun pajak x harga Gas Bumi)].

(6) Angka Kapitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan

dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

(7) Nilai bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

ayat (6) merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan

total luas bangunan.

(8) Total nilai bangunan sebagaimana dimaksud ayat (7) merupakan jumlah

nilai bangunan masing-masing bangunan.

(9) Nilai bangunan masing-masing bangunan sebagaimana dimaksud pada

ayat (8) ditentukan melalui pendekatan biaya yaitu sebesar biaya

pembangunan baru dikurangi penyusutan.

Bahwa peneliti sebagai orang yang terlibat langsung dalam proses kegiatan

perpajakan PBB Migas dalam PT XXX Energi, melihat bahwa data yang

dilaporkan oleh PT XXX Energi sudah sesuai dengan apa yang telah diatur dalam

Undang-undang. Data yang disajikan dalam skripsi ini cukup mewakilkan apa

yang telah tertuang dalam PER-45/PJ/2013 pasal 9, namun peneliti masih melihat

adanya kejanggalan dalam perhitungan yang diatur untuk bangunan. Pada Pasal 9

ayat (7), (8), dan (9), pengenaan objek PBB Migas hanya disebutkan untuk total
86

luas bangunan secara keseluruhan. Tidak disebutkan di dalamnya mengenai

fasilitas-fasilitas tambahan seperti AC, Televisi, dan material-material lain yang

sebelumnya saya jelaskan dalam sub bab 4.3.

Sejauh yang sudah dipaparkan dalam paragraf di atas, PT XXX Energi

masih mematuhi apa yang telah ditetapkan dalam Undang-undang mengenai

perhitungan dan hak-haknya sebagai Kontraktor Kontrak Kerjasama. Namun hal

ini dipastikan dapat berubah ketika Pemerintah menetapkan PP 79 Tahun 2010

tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak

Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, dimana atas PBB

Migas yang terutang akan dibebankan kepada Kontraktor. Hal ini masih menjadi

issue hangat dikalangan seluruh Kontraktor Kontrak Kerjasama di Indonesia

karena potensi kerugian yang akan ditanggung oleh para Kontraktor untuk blok-

blok atau wilayah-wilayah yang baru dan yang akan diperpanjang. PT XXX

Energi adalah salah satu dari banyak Kontraktor yang mengajukan pertanyaan

bahwa kelanjutan atas perlakuan Pajak di masa mendatang akan seperti apa,

karena mengingat akan besar sekali beban yang akan ditanggung para Kontraktor

apabila Pajak yang terutang tidak lagi ditanggung oleh Pemerintah.

Pembahasan terakhir oleh Pemerintah adalah ketika dilaksanakannya

forum IPA (Indonesian Petroleum Association) tahun 2014. Sejauh ini

Pemerintah masih tetap pada keputusannya mengenai Pajak yang ditanggung

sendiri oleh Kontraktor. Pemerintah masih menampung seluruh keberatan dan


87

ajuan pertanyan dari seluruh Kontraktor Kontrak Kerjasama dan mempersilakan

para Kontraktor untuk mengadu ke Pengadilan Pajak akan hal ini.


88

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah menyelesaikan pembahasan dalam penelitian ini yang berjudul

“Analisis Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

atas Industri Hulu Migas Dalam Production Sharing Contract Pada PT XXX

Energi (Studi Kasus Kalimantan Utara)” , maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Perhitungan perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan

Migas terhadap PT XXX Energi sudah sesuai dengan apa yang tertulis di

dalam Production Sharing Contract serta peraturan perundang-undangan.


89

Hal ini dapat dibuktikan dengan lampiran SPOP PBB PT XXX Energi

mengenai perhitungan objek Pajak PBB Migas.

2. Perlakuan perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan

Migas terhadap PT XXX Energi sudah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan serta Production Sharing Contract. PT XXX Energi

cukup mematuhi kebijakan Pemerintah dalam hal Pajak Bumi dan

Bangunan Sektor Pertambangan Migas ini. Issue yang akan muncul

dikemudian hari adalah ketika kontrak atas PSC Kalimantan Utara ini

berakhir, dimana PT XXX Energi akan menanggung PBB Migas yang

terutang sendiri. Hal ini masih belum mendapatkan keputusan final dari

Pemerintah mengingat Pemerintah sedang merancang undang-undang

turunan dari PP No 79 Tahun 2010 tersebut.

5.2 Keterbatasan

Penelitian ini memiliki kekurangan selama proses pengerjaannya, adapun

kekurangan-kekurangannya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Peneliti mengolah lagi data

yang sudah tercatat dan ter-record oleh PT XXX Energi yang berada di

Jakarta sehingga peneliti tidak datang langsung ke Wilayah Kerja di

Kalimantan Utara hanya sekedar melihat dan memastikan bahwa objek

PBB Migas di Kalimantan Utara benar seperti yang tercatat dalam

dokumen.
90

2. Penelitian ini tidak melibatkan pihak untuk diwawancara secara langsung.

Karena seluruh jawaban atas penelitian ini sudah tertulis secara jelas

dalam dokumen-dokumen yang terkait.

5.3 Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya

ialah sebagai berikut:

Bagi pihak PT XXX Energi

1. Sebaiknya terus melakukan tindak lanjut atau mengadu ke Pengadilan

Pajak atas kejelasan masa depan akan perlakuan PBB Migas yang nantinya

akan ditanggung sendiri bebannya oleh PT XXX Energi dan seluruh

Kontraktor Kontrak Kerjasama

2. Sebaiknya dalam penghitungan luasan objek PBB Migas di Wilayah

Kerjanya, PT XXX Energi menyeragamkan persepsi dan pemahaman yang

sama dengan Pemerintah sehingga luasan objek Areal atas Wilayah

Kerjanya dapat konsisten setiap tahunnya.

3. Sebaiknya penelitian selanjutnya menyertakan juga wawancara, agar bisa

secara langsung mendapat informasi dari pihak-pihak terkait seperti

SKKMigas dan Direktorat Jenderal Pajak.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama Lengkap : Ikfini Haula Hakika

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Februari 1991

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl. Pondok Pinang IV no.27 Rt005/02, Kebayoran

Lama-Jakarta Selatan, 12310

No. Telepon : 085888275627

E-mail : ollazen@yahoo.com

Latar Belakang Pendidikan

1996 – 2002 : SDN 03 Pagi-Pondok Pinang

2002 – 2005 : SMP Negeri 19, Jakarta Selatan

2005 – 2008 : SMA Negeri 70, Jakarta Selatan

2008 – 2011 : Universitas Indonesia, Depok

2012 – Sekarang : ABFI Institute Perbanas Jakarta, Jakarta Selatan

Pekerjaan : General Accounting, Revenue & Tax Department,

Financial Accounting Division PT. Medco E&P

Indonesia

Anda mungkin juga menyukai