Anda di halaman 1dari 19

PAPER NAMA : Tachna Shanmugam

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PAPER
ENDOPTHALMITIS

Disusun oleh:
TACHNA SHANMUGAM
120100496

Supervisor:
dr. Marina Yusnita Albar, M.Ked (oph), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2017
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Endophthalmitis merupakan suatu diagnosis klinis yang dibuat ketika inflamasi


intraokular yang disebabkan oleh mikroorganisme melibatkan bilik anterior dan posterior.
Penyakit ini merupakan masalah kompleks yang melibatkan berbagai jaringan dalam mata
dan dapat juga disertai atau sebagai komplikasi, melibatkan organ ekstraorbita.Pada
kebanyakan kasus, endopthalmitis bias menyebabkan kurangnya fungsi penglihtatan pada
bagian mata yang yang terinfeksi dan kadang bias menyebabkan buta total.1
Pada kebanyakan kasus, dapat terjadi endopthalmitis eksogen. Mirkorganisme masuk ke
struktur intraokular akibat trauma, tindakan operasi, dan penyebaran langsung dari
kornea.Endopthalmitis endogen merupakan penyebaran hematogen dari sumber infeksi
contohnya endakarditis. Namun, juga terdapat istilah endophthalmitis steril dimana dicurigai
adanya infeksi namun hasil kultur negatif.1,2
Gejala klinis yang khas dari endophthalmitis adalah nyeri, edema palpebra dan
penurunan penglihatan. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sangatlah
menentukan keberhasilan terapi serta prognosis dari penyakit. Prosedur yang penting
dilakukan adalah pemeriksaan dari bilik anterior dan posterior serta melakukan vitreous dan
aqueous tap serta biopsi. Dari bahan yang didapatkan, dilakukan pewarnaan gram, KOH,
kultur pada media blood agar, Sabaroud agar dan Thioglycolate agar.2,3
Endophthalmitis diterapi sesuai penyebab, yakni dengan pemberian antibiotik atau
antijamur, sesuai dengan penyebabnya (hasil kultur dan uji sensitivitas). Namun, dapat
dilakukan pemberian terapi empiris, yakni untuk bakterial, antibiotik rejimen gentamycin
atau amikacin dengan sefalosporin atau vancomycin dianjurkan.Sedangkan antijamur yang
direkomendasikan berupa Amphotericin B, fluconazole dan ketoconazole. Metode
pemberiannya dapat berupa pemberian oral, injeksi intravena, topikal dan injeksi intravitreal.
Pemberian kortikosteroid dapat membantu mencegah kerusakan dari jaringan intraocular.
1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Apabila diagnosis dan terapi yang tepat, hasil nya cukup memuaskan, ditandai dengan tajam
penglihatan dan visus yang meningkat. 3,4

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata


Bagian yang termasuk dalam struktur bola mata terdiri dari palpebral, konjungtiva, kornea,
iris, pupil dan lensa. Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh
kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu iris, badan siliar dan koroid. Traktus
uveal menyuplai darah ke retina.1,2

Gambar1. Anatomi Mata. Dikutip dari Vaughan & Asburys General Opthalmology. Anatomy
and Embryology of the Eye. P 16

2.1.1. Aqueous Humor


Aqueous Humor merupakan cairan jernih yang bersirkulasi dari bilik posterior (diantara iris
dan lensa) ke bilik anterior (diantara iris dan kornea) melalui pupil. Cairan ini dihasilkan
oleh prosesus siliaris dan mengalir ke bilik posterior lalu melewati iris menuju posterior
chamber dan didrainase melalui iridocorneal angle menuju Canal of Schlemm.2,5,7

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.1.2. Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai permukaan yang relatif
datar dengan celah yang berbentuk bulat di tengahnya, yang disebut pupil. Otot-otot iris
bersifat involunter dan terdiri dari serabut radial dan sirkuler yang berfungsi sebagai dilator
dan sfingter pupil secara berturut-turut.6

2.1.3. Lensa
Merupakan struktur transparan, bikonveks yang terbungkus dalam membran transparan.
Lensa dihubungan dengan korpus siliar oleh prosesus siliaris melalui ligamentum
suspensorium yang dikenal sebagai zonulla zinnia. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9
mm. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat vitreous
humor. Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protei. Kandungan air dalam lensa berkurang
seiring dengan bertambahnya usia dan lensa juga menjadi kurang elastisitas.5,6
Lensa memiliki indeks refraksi sebesar 1,4 pada bagian sentral dan 1,36 pada bagian
perifer. Pada keadaan nonakomodasi, daya bias lensa adalah sekitar15 - 20 dioptri dan pada
saat berakomodasi dapat mencapai 60 dioptri. Lensa mengalami perubahan bentuk dan
ukuran sepanjang kehidupan dimana lensa menjadi semakin tebal pada bagian korteks dan
semakin melengkung, sehingga mata menjadi semakin hiperopia. Namun, seiring masa
penuaan, lensa juga mengalami penurunan indeks bias karena terdeposisi oleh partikel
insoluble.9,10

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2. Anatomi Lensa Mata. Dikutip dari: American Association of Ophthalmology


2014-2015 Lens and Cataract. P.6

2.1.4. Vitreous Humor


Merupakan gel transparan yang mengisi 4/5 bola mata di belakang lensa. Vitreous humor
mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam
hialuronat,yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel karena kemampuannya mengikat
banyak air. Bagian luar vitreous (korteks) memiliki konsentrasi fibril kolagen terbesar. Fibril
kolagen ini bertanggung jawab untuk penempelan kuat gel vitreous ke bagian retina perifer,
plana pars dari tubuh siliaris dan optic disc. 6,10

2.1.5. Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sclera. Koroid tersusun atas tiga
lapis pembuluh darah koroid ; besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di
dalam koroid, semakin lebar lumenya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai
koroid dikenal koriokapilaris. Darah dari pembuluh darah dilarikan melalui empat vena
vorticosa, satu di tiap kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membrane
Brunh dan di sebelah luar sclera. Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi bagian luar
retian yang menyokongnya.6

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.1.6. Korpus Siliar


Berasal dari bagian anterior dari koroid, menjadi satu dengan koroid pada ora serata,
berbentuk segitiga dan terletak diantara iris dan koroid. Badan ini terdiri dari otot siliar yang
terdiri dari otot polos dan terletak longitudinal, sirkular dan radial. Dipersarafi oleh
N.Okulomotorius (N. III). 10

Gambar 3. Traktus Uveal. Dikutip dari : Grays Basic Anatomy. P.481

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.2. Endophthalmitis

2.1.1. Definisi
Endophthalmitis merupakan inflamasi struktur intraokuler yang melibatkan anterior &
posterior chamber yang disebabkan oleh infeksi dari mikroorganisme (bakteri atau jamur).
Endophthalmitis juga termasuk dalam kelompok besar uveitis karena mengenai struktur
anatomis dari traktus uveal.1,2

2.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian dari endophthalmitis beragam, dilaporkan terjadi secara akut (dalam 1 - 7
hari) pasca operasi mata, biasanya operasi katarak pada 1-3 % populasi, sedangkan
endophthalmitis postoperatif kronis bervariasi antara 0,07-0,1 %. Endophthalmitis
endogenous jarang ditemukan, terjadi 2 15 % dari seluruh kasus endophthalmitis. Insiden
rata-rata pertahun adalah 5 dari 10.000 pasien yang dirawat. Biasanyamata kanan lebih sering
terkena daripada mata kiri karena terletak lebih proximal atau lebih dekat denagn peredaran
darah arteri Inominata kanan yang juga menuju arteri karotis kanan.Sejak tahun 1980, terjadi
peningkatan infeksi candida pada pengobatan dengan yang dilakukan secara IV.12
Pada saat ini peningkatan resiko terjadinya infeksi disebabkan antara lain oleh penyakit
AIDS, peningkatan penggunaaan obat-obat imunosupresan dan prosedur operasi yanginvasif
(seperti transplantasi sumsum tulang).Sekitar 60 % kasus Exogenous endophthalmitis terjadi
setelah intraocular surgery. Pada 3 tahun terakhir ini di Amerika terjadi peningkatan
komplikasi postcataract endophthlamits.Posttraumatic endophthalimitis terjadi pada 4 13 %
dari seluruh kasus trauma tajam mata.Gangguan atau perlambatan penyembuhan pada trauma
tajam mata meningkatan resikoterjadinya endophthlamitis. Insiden endophthalmitis karena
adanya intraocular foreign body adalah 7 31 %.1,11

2.2.3 Etiologi
Endophthalmitis secara garis besar disebabkan oleh bakteri dan jamur. Bakteri yang
sering menyebabkan endophthalmitis adalah Staphylococcus, Pseudomonas, Pneumococcus,
Streptococcus, E. coli, dan lain-lain. Sedangkan jamur yang sering menjadi penyebab adalah
Aspergillus fumigatus, Candida albicans, Nocardia asteroides, Fusarium, dan lain lain.

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Mikroba ini dapat diperoleh melalui paparan langsung atau penyebaran secara hematogen.1,2
Penyebab endophthalmitis postoperatif kronik dari etiologi jamur, paling sering
disebabkan oleh spesies Candida dan Aspergillus. Sedangkan dari etiologi bakteri, yang
paling sering menimbulkan endophthalmitis adalah Propionibacterium acnes (bakteri gram
positif, anaerob, komensal dan berbentuk pleomorphic rod, merupakan flora normal pada
kulit kelopak mata atau konjungtiva), Staphylococcus epidermidis dan Corynebacterium.
Disebutkan bahwa Propionibacterium acnes mengisolasikan dirinya, tumbuh dan membentuk
koloni diantara implan lensa intraokular dan kapsul posterior, dimana lingkungan ini relatif
anaerob.1,2
Pada kasus endophthalmitis endogen, biasanya pasien memiliki faktor predisposisi berupa usia < 6 bulan, diabetes mellitus, malignansi sistemik, sickle cell

anemia, systemic lupus erythematosus, infeksi HIV, pembedahan gastrointestinal progresif, endoskopi , prosedur dental, terapi imunomodulator sistemik dan

kemoterapi. Selain itu, perlu dipertimbangkan pneumonia, infeksi saluran kemih, meningitis bakterial atau abses liver sebagai penyebab infeksi. Penyebab

Endopthalmitis Endogen;1,11

Bakteri gram postif Bakteri gram negatif Fungal

Streptococcus Neisseria meningiti Candida

Staphylococcus aureus Haemophilus influenza Aspergillus

Bacillus Eschericia coli Coccidioides

Lain-Lain Klebsiella Histoplasma capsulatum

Lain-Lain Cryptococcus neoformans

Sporothrix schenkii

Blastomyces dermatidis

2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi dari penyakit ini dapat didasarkan dari etiologi dan atau kejadian
penyebabnya, yakni :1
1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Endophthalmitis Postoperatif Kronik


a. Bakterial
b. Fungal
Endophthalmitis Endogen
a. Endophthalmitis Endogen Bakterial
b. Endophthalmitis Endogen Fungal
i. Candida Endophthalmitis
ii. Aspergillus Endophthalmitis
iii. Cryptococcosis
iv. Coccidioidomycosis

2.2.5. Gejala Klinis


Endophthalmitis Postoperatif Kronik Endophthalmitis postoperatif kronik bakterial
mempunyai gejala klinis yang khas yang membedakannya dengan yang lain, yakni berupa
inflamasi kronis yang berkembang dengan lambat, biasanya baru saja menjalani pembedahan
pada mata, secara tipikal berupa pembedahan katarak. Pasien biasanya mengeluhkan mata
kabur dan inflamasi granulomatous yang timbul biasanya 3 4 bulan setelah operasi. Infeksi
ini dapat berespon terhadap kortikosteroid topikal atau regional, namun akan memburuk jika
kortikosteroid mulai dilakukan tappering off. Sedangkan pada Endophthalmitis postoperatif
kronik fungal biasanya datang dengan keluhan yang hampir sama dengan endophthalmitis
postoperatif kronik bakterial. Inflamasi progresif akibat jamur, tidak berespon terhadap
kortikosteroid, bahkan dapat diperburuk karena pemberian kortikosteroid topikal, periokular
danintraokula.1,2,12

Endophthalmitis Endogen
Endophthalmitis Endogen Bakterial
Gejala klinis yang menggambarkan masalah ini adalah nyeri akut,
fotofobia, dan penglihatan kabur.
Endophthalmitis Endogen Fungal
Pada endophthalmitis endogen fungal, gejala klinisnya sesuai dengan
spesies yang menjadi etiologinya.
i. Endophthalmitis Candida

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Pasien datang dengan keluhan mata kabur atau penurunan tajam


penglihatan akibat keterlibatan chorioretinal atau nyeri yang
berasal dari uveitis anterior
ii. Endophthalmitis Aspergillus
Nyeri yang tiba tiba dan kehilangan penglihatan
iii. Cryptoccosis
Adanya meningitis sangat membantu dalam penegakan diagnosis
iv. Coccidioidomycosis
Tidak ada gejala yang khas pada masalah ini

2.2.6. Pemeriksaan Fisik 1,14


Pada endophthalmitis postoperatif kronik bakterial dapat dijumpai granulomatous keratic
precipitates dan plak putih pada capsular bag.

Gambar 4. Endophthalmitis Postoperatif Kronik. Dikutip dari: American Academy of


Ophthalmology 2014 2015 Intraocular Inflammation and Uveitis. p. 270

Pada endophthalmitis postoperatif kronik fungal didapati :


Infiltrat atau edema kornea
Massa pada iris atau korpus siliar
Necrotizing scleritis
Vitreous Snowballs dengan String-of-pearls pada vitreous

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Pada endophthalmitis endogen bakterial, didapati penurunan berat dari tajam


penglihatan, edema perifokal dan kelopak mata dan fibrin pada chamber anterior. Hipopion
dapat dijumpai. Roth Spot (Mikroabses kecil pada retina atau ruang subretinal dan
perdarahan pada retinal yang berwarna putih) juga dapat dijumpai.

Endophthalmitis endogen fungal berkembang secara perlahan-lahan sebagai area fokal


atau multifokal dari korioretinitis, yang dapat terlihat sebagai keratic precipitates, hipopion
dan vitritis dengan agregat seluler. Infeksi biasanya dimulai dari koroid, yang terlihat sebagai
lesi kuning-keputihan berbatas tidak tegas yang berukuran kecil sampai dengan beberapa kali
ukuran diskus. Pada kasus berat dapat dilihat adanya nodul dan rubeosis pada iris.

Gambar 5. Fungal Endophthalmitis. Dikutip dari: American Academy of Ophthalmology


2014 2015 Intraocular Inflammation and Uveitis. p. 273

Secara tipikal, lesi endophthalmitis candida bilateral, multipel, berwarna putih, berbatas
tegas, berukuran < 1 mm, terdistribusi pada fundus postequatorial, disertai dengan inflamasi
selular vitreous yang berdekatan. Lesi endophthalmitis aspergillus dapat dilihat berupa
makula, yang dimulai pada koroid dan spatium subretinal. Perdarahan retinal, oklusi
pembuluh darah retinal dan nekrosis retinal dapat ditemukan. Infeksi dapat menyebar ke
vitreous dan dapat menyebabkan sel-sel inflamatori, flare dan hipopion pada anterior

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

chamber. Aspergillus lebih sering menyebabkan perdarahan daripada jenis jamur yang lain
karena sering menginvasi pembuluh darah retina dan koroid.
Lesi paling sering dari cryptococcosis adalah korioretinitis multifokal, yang timbul
sebagai lesi kuning-keputihan tunggal atau multifokal tersebar. Dapat juga dijumpai adanya
vitritis, penebalan vaskular, exudative retinal detachment, papiledema dan inflamasi seluler
granulomatous anterior.
Coccidioidomycosis okular sangatlah jarang terjadi meskipun sudah melibatkan
sistemik. Tampilan klinisnya sering berupa blepharitis, episkleritis, skleritis dan kelemahan
nervus yang mempersarafi otot ekstraokular serta infeksi orbita. Segmen anterior dan
posterior mata sering terlibat. Manifestasi intraokulernya berupa iridocyclitis, granuloma iris
dan multifokal chorioretinitis yang dikarakteristikkan dengan lesi kuning-keputihan dengan
diameter < 1 diskus yang terletak pada fundus postequatorial.

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis pasti dari endophthalmitis postoperatif kronik adalah dengan melakukan kultur
aerob, anaerob dan fungal dari aqueous, plak kapsular (bila ada), vitreous yang tidak
diencerkan, yang diperoleh saat tindakan pars plana vitrectomy. Selain kultur, dapat dilakukan
pemeriksaan PCR (Polymerase chain reaction) pada bahan yang diperoleh. 1,12,15

. Gold standard penegakan diagnosa endophthalmitis endogen bakterial didasarkan pada


paracentesis anterior chamber dan virektomi dengan kultur aqueous dan vitreous serta
pewarnaan Gram dan Giemsa. Polymerase chain reaction (PCR) daripada cairan okular dan
darah dapat dilakukan.1,12

Diagnosis kandidiasis okular ditegakkan dengan adanya korioretinitis atau


endophthalmitis dan dikonfirmasi dengan hasil positif pada kultur darah atau vitreous.
Vitrektomi terapeutik dan diagnostik diindikasikan bila adanya snowballs vitreous &
endophthalmitis. Pada keadaan ini, diperlukan pewarnaan giemsa, Polymerase chain reaction
(PCR), kultur jamur dengan bahan cairan vitreous.
Gold standard penegakan diagnosa endophthalmitis endogen bakterial didasarkan pada
1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

paracentesis anterior chamber dan virektomi dengan kultur aqueous dan vitreous serta
pewarnaan Gram dan Giemsa. Polymerase chain reaction (PCR) daripada cairan okular dan
darah dapat dilakukan.
Diagnosis kandidiasis okular ditegakkan dengan adanya korioretinitis atau
endophthalmitis dan dikonfirmasi dengan hasil positif pada kultur darah atau vitreous.
Vitrektomi terapeutik dan diagnostik diindikasikan bila adanya snowballs vitreous &
endophthalmitis. Pada keadaan ini, diperlukan pewarnaan giemsa, Polymerase chain reaction
(PCR), kultur jamur dengan bahan cairan vitreous.

Gambar 7. Candida retinitis. Dikutip dari: American Academy of Ophthalmology


2014 2015 Intraocular Inflammation and Uveitis. p. 275.

Diagnosis endophthalmitis aspergillus endogen dapat ditegakkan berdasarkan gejala


klinis dan biopsi vitreal pars plana, kultur, pewarnaan gram dan giemsa. Adanya aspergillosis
disseminata sangat membantu dalam penegakan diagnosis kasus ini. Sedangkan pada kasus
cryptococcosis, pemeriksaan pewarnaan tinta India dan kultur carian serebrospinal berperan
penting.1,14
2.2.8. Penatalaksanaan

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Endophthalmitis Postoperatif Kronik


Pada kasus ini, pars plana vitrectomy dan injeksi vancomycin endokapsular, injeksi
intravitreal terhadap agen antifungal (Amphotericin dan Voriconazole) dapat dilakukan.
Eksplantasi Intraocular Lens (IOL) juga dapat dilakukan, namun tindakan ini harus melihat
kondisi klinis, tingkat keparahan inflamasi intraokular serta derajat hilangnya
penglihatan.1,12,15
Endophthalmitis Endogen Bakterial & Fungal
Injeksi antibiotik intravitreal dan antifungal dapat dilakukan pada saat dilakukan
vitrektomi. Antibiotik sistemik intravena dapat diberikan sampai beberapa minggu,
sedangkan pada antifungal sistemik harus diberikan 6 minggu. Apabila rekuren, maka
pemberian injeksi antibiotik dan antifungal intravitreal serta pembedahan berulang harus
dilakukan. 1,12,15
Pada kandidiasis okular diperlukan injeksi antifungal intravitreal dan intravena. Lesi
korioretinal yang belum mengenai korpus vitreal dapat diterapi dengan oral triazole
(fluconazole dan voriconazole 200 mg 2 kali per hari selama 2 4 minggu). Jika korpus
vitreal sudah terlibat, diindikasikan untuk melakukan injeksi vitreal dengan amphotericin B,
5-10 g/0,1 mL atau voriconazole 100 g/0,1 mL dengan atau tanpa dexamethasone, 0,4
mg/0,1 mL). Vitrektomi dapat dilakukan dengan tujuan terapeutik (debulking) dan diagnostik.
Antifungal dari kelas echinocandin (contoh : micafungin) dapat sebagai pilihan terapi, namun
angka kegagalannya masih tinggi. Rejimen lain yang dapat diberikan adalah oral
voriconazole, flucytosine, fluconazole atau rifampin ditambah dengan amphotericin B atau
caspofungin. 1,12
Penatalaksanaan endophthalmitis aspergillus endogen biasanya memerlukan tindakan
yang agresif berupa vitrektomi pars plana dikombinasikan dengan injeksi intravitreal
amphotericin B atau voriconazole, amphotericin B intravena atau caspofungin intravena.
Obat antigfungal sistemik lain yang dapat digunakan adalah itraconazole, miconazole,
fluconazole dan ketoconazole. Diperlukan juga kerjasama dengan spesialis penyakit infeksi
untuk menangani aspergilosis sistemik. Pada kasus cryptococcosis diberikan amphotericin B
dan flucytosine oral untuk menghentikan progresi penyakit, sedangkan pada kasus

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

coccidioidomycosis penatalaksanaannya hampir serupa dengan endophthalmitis aspergillus.

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB III

KESIMPULAN

Endophthalmitis merupakan radang pada bagian interior bola mata, yang disebabkan oleh
bakteri dan atau jamur. Mekanisme terjadinya endophthalmitis ini berupa penyebaran secara
langsung atau penyebaran secara hematogen.
Gejala klinis endophthalmitis beragam, tergantung dari etiologinya. Umumnya pasien
datang dengan keluhan nyeri yang tiba-tiba atau kehilangan penglihatannya. Prosedur
diagnostik yang dilakukan hampir serupa, diawali dari anamnesis, pemeriksaan fisik berupa
inspeksi bagian anterior dan posterior bola mata, pewarnaan gram dan giemsa serta kultur
bahkan polymerase chain reaction (PCR) dari cairan vitreous dan aqueous. Pemberian
kortikosteroid juga dapat membedakan antar etiologi. Apabila penyebabnya adalah jamur,
maka pemberian kortikosteroid tidak akan memberikan manfaat. Namun, jika penyebabnya
adalah bakteri, inflamasi akan menurun. Vitrektomi dilakukan pada beberapa kasus, dapat
bersifat diagnostik atau terapeutik.
Pengobatannya berupa pemberian antibiotik dan atau antifungal oral atau intravena atau
diberikan secara injeksi intravitreal. Antifungal yang seing diberikan adalah amphotericin B,
voriconazole, itraconazole, miconazole, fluconazole dan ketoconazole yang dapat diberikan
berupa injeksi intravitreal atau pemberian sistemik (baik injeksi maupun per oral). Lamanya
pemberian pada antifungal sistemik adalah 6 minggu. Sekarang sudah diketahui juga kelas
antifungal golongan echinocandin (contoh : micafungin), memberikan pilihan terapi. Injeksi
vitreal biasanya diberikan bila sudah terlibat vitreous humor.
Prognosis pasien endophthalmitis juga biasanya baik, bila diukur dari penglihatan yang
kembali seperti semula dan ketajaman penglihatan pasca pengobatan, bila diagnostik dan
pemberian obat dilakukan secara tepat.

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology Staff. Endophthalmitis.In: American


Academy of Ophthalmology Staff,editor. Intraocular Inflammation and
Uveitis. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2014-2015.
p. 269-280
2. Jogi, R. The Uveal Tract. In: Jogi, R., editor. Basic Ophthalmology 4th Ed
India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2009. p. 180-183.
3 American Academy of Ophthalmology Staff. Basic Anatomy.In: American Academy of
Ophthalmology Staff, editor. Retina and Vitreous. San Fransisco: American Academy
of Ophthalmology; 2014-2015. p.158-165
4. Yanoff, M., Duker, J., S., Opthalmology 4th Ed. USA: Elsevier; 2014.
p.687-699
5. Lewis, C. C., Lazarus, M. D., Jones, B. M., McBride, J. M., Hankin, M. H.,
Grays Basic Anatomy. USA: Elsevier; 2012. p. 479- 482
6. Snell, R., S., Clinical Anatomy by Regions 9th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2012 . p. 556- 562.
7. Paul, John Witcher, Vaughan & Asburrys General Ophthalmology !7th Ed. Mc Graw
Hill. 2007. P 15-24
8. American Academy of Ophthalmology Staff. Intraocular Pressure and
Aqueous Humor Dynamics.In: American Academy of Ophthalmology
Staff, editor. Glaucoma. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology; 2014-2015. p. 13-19.
9. American Academy of Ophthalmology Staff. Anatomy.In: American
Academy of Ophthalmology Staff, editor. Lens and Cataract. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2014-2015. p. 5-9.
10. Jogi, R. Embryology & Anatomy. In: Jogi, R., editor. Basic Ophthalmology
4th Ed. India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2009. p. 1-9.

11. Daniel J Egan, Robert E Conner. Endopthalmitis. 2015.Medscape. Available at :

1
PAPER NAMA : TACHNA SHANMUGAM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100496
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

http://emedicine.medscape.com/article/799431-overview#a4. Accessed on
3rd June 2017
13. Fadi Maulaf. Marwan. Chronic Postoperative Endophthalmitis. A review of Clinial
Charescteristics Microbiology,Treatment Startegies and Outcome. 2015. p. 1-6

14. Leopoldo, Arianna. Treatment of post operatie endopthalmitis. Univeristy of L Aulia,


Eye clinic. 2015. P. 149-156

15. Ahmad, N., Drew W. L., Lagunoff, M., Pottinger P., Reller L. B., Sterling, C. R.,
Candida, Aspergillus, Pneumocystis, and Other Opportunistic Fungi. In: Ryan, K. J.,
Ray, C. G., editor. Sherris Medical Microbiology 6th Ed. USA: McGraw Hill; 2014. P
729-742.

Anda mungkin juga menyukai