Anda di halaman 1dari 28

TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMONIA

Pembimbing :

dr. Hj Ika Rika Rohantika

Disusun oleh :

ENDAH ZAKIYAH AMINI

29.11.1184.2013

PRODI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

PUSKESMAS PATARUMAN 1

2017
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT, Shalawat dan Salam kami panjatkan bagi
Nabi Besar kita Nabi Muhammad SAW. Dalam mengikuti kegiatan Koas
Kedokteran Komunitas 1 kami sebagai mahasiswa dituntut agar bisa memahami
dan menerapkan ilmu tersebut dalam praktik kedokteran nanti setelah
menyelesaikan masa pendidikan di bangku perkuliahan. Penulisan tinjauan
pustaka ini diajukan dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas. Dalam
tinjauan pustaka ini penulis membahas mengenai Pneumonia, dalam tinjauan
pustaka ini dijelaskan dari mulai anatomi, mekanisme pertahanan paru, alur
diagnosis sampai pengobatan

Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya


kepada pembimbing dr. Ika Rika Rohantika , dr Tresna, seluruh staff puskesmas
Pataruman 1 dan juga teman-teman kelompok koas di puskesmas Pataruman 1
Banjar. Penulis berharap semoga hasil dari referat ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri khususnya serta dapat dijadikan bahan bacaan untuk menambah
ilmu pengetahuan umumnya bagi para pembaca.

Penulis menyadari referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna perbaikan
selanjutnya.

Banjar , 9 April 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2


BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
BAB II .................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
2.1 Anatomi .................................................................................................... 5
2.2 Mekanisme Pertahanan Paru .................................................................... 6
2.3 Definisi ..................................................................................................... 8
2.4 Epidemiologi ............................................................................................ 9
2.5 Etiologi ..................................................................................................... 9
2.6 Patofisiologi............................................................................................ 13
2.7 Cara Penularan ....................................................................................... 15
2.8 Klasifikasi ............................................................................................... 16
2.9 Diagnosis ................................................................................................ 17
2.10 Pengobatan ............................................................................................. 19
2.11 Manajeman Kesehatan ........................................................................... 25
2.12 Komplikasi ............................................................................................. 26
2.13 Prognosis ................................................................................................ 26
BAB III ................................................................................................................. 27
KESIMPULAN ..................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawag masih tetap merupakan masalah utama


dalam bidang kesehatan, baik di Negara yang sedang berkembang maupun yang
sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. Laporan WHO
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi skibat penyakit infeksi di dunia
adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Ameriksa adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa.

Hasil survey kesehatan rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit


infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk

kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma,

diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian

atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk

mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus,

saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus. (1)

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2

lobus. Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius,

dan lobus inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura

horizontalis; lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus

pada paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan

oleh fissura oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti
lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan

jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan.

Sejalan dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg

lebih kecil, segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen. (1)

2.2 Mekanisme Pertahanan Paru


Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam menjelaskan
terjadinya infeksi saluran napas. paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk
mencegah bakteri agar tidak masuk kedalam paru. mekanisme pembersihan
tersebut adalah (2) :
1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, meliputi :
Reepitelisasi saluran napas
Aliran lendir pada permukaan epitel
Bakteri alamiah atau "ephitelial cell binding site analog"
Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)
Komponen mikroba setempat
Sistem transpor mukosilier
Reflek bersin dan batuk
Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring) merupakan
mekanisme pertahanan melalui barier anatomi dan mekanisme terhadap
masuknya mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus mendorong
mikroorganisme keluar dengan cara dibatukkan atau ditelan. (2)
Bila terjadi disfungsi silia seperti pada Sindrome Kartagener's,
pemakaian pipa nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat
mengganggu aliran sekret yang telah terkontaminasi dengan baktri
patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi infeksi nosokomial atau
"Hospital Acquired Pneumonia". (2)
2. Mekanisme pembersihan di "Respiratory exchange airway",
meliputi :
Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan
paru (saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10
% dari total protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA memiliki resiko untuk
terjadi infeksi saluran napas atas yan berulang. Bakteri yang sering mengadakan
kolonisasi pada saluran napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik
dan merusak IgA. Bakteri gram negatif (P.aeroginosa, E.colli, Serratia spp,
Proteus spp, dan K.penumoniae) mempunyai kemampuan untuk merusak IgA.
Defisiensi dan kerusakan setiap komponen pertahan saluran napas atas
menyebabkan kolonisasi bakteri patogen sebagai fasiliti terjadinya infeksi saluran
napas bawah. (2)
3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik
Mekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik,
mekanik, humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks
batuk dari glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila
terjadi gangguan fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian
bawah yang dalam keadaan normal steril. Tindakan pemasangan pipa
Nasogastrik, alat trakeostomi memudahkan masuknya bakteri patogen secara
langsung ke saluran napas bawah. Gangguan fungsi mukosiliar dapat
memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran napas bawah, bahkan infeksi
akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus dapat merusak gerakan silia. (2)
4.Mekanisme pembersihan di"respiratory gas exchange airway"
Bronkiolus dan alveol mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut (2) :
Cairan yang melapisi alveol : a. Surfaktan
Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen SP-
A, SP-B, SP-C, SP-D
yang berfungsi memperkuat fagositosis dan killing terhadap bakteri oleh
makrofag. b.Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding
protein.
IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai
opsonin)
Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme
pertahanan pertama
Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada
infeksi GNB, P. aeruginosa)
Mediator biologi
Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas termasuk C5a,
produksi dari makrofag alveolar,
sitokin, leukotrien

2.3 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa). (3)

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru


(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh
gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksaaan Pemberantasan Penyakit
ISPA (P2ISPA) semua batuk pneumonia baik pneumonia maupun
bronchopneumonia disebut pneumonia. (4)

2.4 Epidemiologi
Infeksi M.Pneumonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat
endemic. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim
panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua
tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang yang lainnya dengan percikan
air liur (droplet) sesaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan menyebar lebih
mudah antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama,
oemukiman yang padat dan camp militer.
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan (
morbiditas ) pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas
) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%. (2)
2.5 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, Streptococcus
pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan
distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi. (5)
Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus
(RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri
yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta
kuman atipik klamidia dan mikoplasma. (5)
Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes
merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab
terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan
bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab
paling utama pada pneumonia bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada
anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan
oleh streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada Community-
acquired atypical pneumonia penyebab umumnya adalah Mycopalsma
pneumonia. Staphylokokkus aureus dan batang gram negatif seperti
Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering ditemukan
pada Hospital-acquired pneumonia. (5)
2.5.1 Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau
Gram Negatif seperti : Streptococcus pneumonia (Pneumokokus), Streptococcus
piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia, Legionella,
Haemophillus influenza.
2.5.2 Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncital adenovirus, chicken-pox
(cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus.
2.5.3 Jamur
Aspergillus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma
kapsulatum
2.5.4 Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing

Tabel 1 Penyebab Pneumonia dan Kenapa Bisa Terjadi (6)

Bakteri Pneumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu,


demam, atau ISPA yang menurunkan system imunitas tubuh.
System imunitas yang lemah menjadi keadaan yang baik
untuk bakteri berkembang biak di paru, dan menimbulkan
penyakit. Bermacam-macam bakteri dapat menyebabkan
pneumonia yang tersering adalah Streptococcus pneumonia
(pneumococcus) dapat disebarkan apabila orang yang
terinfeksi batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan
tangan yang terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini
dapat menjadi lebih serius bila dibandingkan dengan
pneumonia akibat virus
Virus Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia.
Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex,
and respiratory syncital virus (RSV). Virus dapat ditularkan
antar manusia ke manusia lain melalui batuk, bersin atau
menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi yang
berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi
Jamur Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia.
Yang paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara
luar atau lingkungan
Aspirasi Pneumonia aspirasi terjadi apabila mater atau bahan-bahan
dalam lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran
pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor resiko yang lebih tinggi


untuk terkena pneumonia, yaitu antara :
1. Usia lebih dari 65 tahun
2. Merokok
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
penyakit kronis lain
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK,
dan emfisema
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes da
penyakit jantung
6. Kelompok dengan system imunitas dikarenakan HIV, transplantasi
organ, kemoterapi atau penggunaan steroid lama
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-
obatan sedative atau alcohol, atau mobilitas yang terbatas
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorus atau oleh
virus

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur secret bronkus


merupakan tindakan yang sangat invasive sehingga tidak dilakukan. Hasil
penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%
diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia
bervariasi tergantung:
1. Usia
2. Status Lingkungan
3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polisi udara)
4. Status imunisasi
5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Ada beberapa faktor utama patogen tertentu pada pneumonia selain
diatas, adalah

Tabel 2 Faktor Resiko Utama untuk Patogen Tertentu pada Pneumonia

Patogen Faktor Resiko


Staphylococcus aureus, Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian
Methicillin resisten S.aureus obat IV, DM, gagal ginjal.
Ps.aeruginosa Pernah dapat antibiotic, ventilator > 2 hari
Lama dirawat di ICU, terapi steroid,
Antibiotik
Kelainan struktur paru (bronkiektasis, kistik
fibrosis), malnutrisi
Anaerob Aspirasi, selesai operasi abdomen
Acinobachter spp. Antibiotik sebelum onset pneumonia dan
ventilasi mekanik

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus,


Etiologi menurut umur dibagi menjadi :
1. Bayi baru lahir (neonates 2 bulan)
Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan
kuman gram negative lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis:
tersering, Sifilis congenital (pneumonia alba)
2. Usia >2-12 bulan
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi fatal.
Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis.
3. Usia 1-5 tahun
Streptococcus pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma
pneumonia (pneumonia atipikal) terbanyak. Ada beberapa faktor lain yang dapat
meningkatan resiko infeksi oleh patogen tertentu pada pneumonia komunitas
seperti dibawah ini :
Tabel 3 Faktor Perubah Yang Meningkatkan Risiko Infeksi oleh Patogen
Tertentu pada Pneumonia Komunitas

Pneumokokkus yang resisten penisilin dan obat lain


Usia > 65 tahun
Pengobatan B-lactam dalam 3 bulan terakhir
Alkoholisme
Penyakit imunosupresif (termasuk terapi menggunakan kortikosteroid)
Penyakit penyerta yang multiple
Kontak pada klinik lansia
Patogen gram negative
Tinggal di rumah jompo
Penyakit kardiopulmonal penyerta
Penyakit penyerta yang jamak
Baru selesai mendapatkan terapi antibiotika
Pseudomonas aeruginoasa
Penyakit paru structural (bronchiektasis)
Terapi kortikosteroid (>10mg prednisone/hari)
Terapi antibiotik spectrum luas > 7 hari pada bulan sebelumnya
Malnutrisi

2.6 Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. (2)
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk samoai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada
beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan (2) :
1. Infeksi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara


kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 m melalui
udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses
infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)
kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan oermulaan infeksi dan sebagian besar infeksi
paru. Aspirasi dari sebagian kecil secret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, oeminum alcohol dan
pemakai obat. (2)
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atau
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama (2)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorgnanisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium yaitu :
1. Stadium 1 (4-12) jam pertama/kongesti
Disebut hipereia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel mast setalah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringam. Mediator tersebut mencakup histamine dan prostaglanding.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamine dan prostaglanding
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan
cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan
penurunan saturasi oksigen haemoglobin.
2. Stadium II (45 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibris yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam
3. Stadium III (3-8 hari)
Disebut hipertensi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibril dan leukosit,
warrna merah menjadi pucat kelabu dan kepiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respo imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
2.7 Cara Penularan
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet.
Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia
kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, disamping itu
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalu percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang disekitar
penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang disekitar penderita,
transmisi langsung daoat juga melalui ciuman, memegdang dan menggunakan
benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita. (3)
2.8 Klasifikasi
- Berdasarkan klinis dan epideologis (7) :
a Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d.Pneumonia pada penderita Immunocompromised
pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
- Berdasarkan bakteri penyebab (7)

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.


Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang
peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
- Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi
bronkus
c. Pneumonia interstisial
2.9 Diagnosis
1. Gambaran klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya
meliputi:

Gejala Mayor: 1.Batuk


2.Sputum produktif
3.Demam (suhu>38 0c)

Gejala Minor: 1. sesak napas


2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu

tubuh kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.

Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang

berdarah. (2)

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-
kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi. (2)
2. Pemeriksaan penunjang
a.Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkanKlebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.
b.Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan
pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif
pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik.
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum
disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi.
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur
dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.
Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi
kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria
dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan
yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. (2)
2.10 Pengobatan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara
umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat
sebagai berikut (8) (2) :
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin TMP-SMZ
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan) Sefotaksim, Seftriakson dosis
tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin Teikoplanin Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3 Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin Makrolid
Fluorokuinolon
a. Pneumoni Komunitas
Kelompok I : pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung paru dan
tanpa adanya faktor peubah (resiko pneumokokkus resisten, infeksi gram
negatif, resiko
infeksi P. Aeruginosa-RPA.
Kelompok II : pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit jantung paru
dengan atau tanpa adanya faktor peubah.
Kelompok III a. : pasien dirawat di RS diluar ICU.
Kelompok III b. : pasien tidak disertai tidak disertai penyakit jantung paru
dan tidak ada faktor pengubah.
Kelompok IV : pasien dirawat di ICU ( a. Tanpa resiko persisten P.
Aeruginosa-RPA dan b. Dengan resiko).
b. Pneumoni Nosokomial
Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial yang
tidak disertai faktor resiko untuk patogen resisten jamak, dengan onset dini
pada semua tingkat berat sakit adalah dengan antibiotic spektrum terbatas :
Atau dengan menggunakan antibiotik spektrum luas :

Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin. Jika ada faktor


resiko resistensi maka antibiotik diberikan secara kombinasi, jika tidak ada
resiko maka diberikan monoterapi. Modifikasi antibiotik biasanya
diberikan setelah didapat hasil bakteriologik dari bahan sputum atau darah.
Respon terhadap antibiotic dievaluasi dalam 72 jam.
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001)
Kategori Keterangan Kuman Obat Pilihan I Obat Pilihan II
Penyebab
Kategori Usia - - Klaritromisin - Siprofloksasin
I penderita S.pneumon 2x250 mg 2x500mg atau
< 65 tahun ia - -Azitromisin Ofloksasin 2x400mg
-Penyakit - 1x500mg - Levofloksasin
Penyerta (-) M.pneumo - Rositromisin 1x500mg atau
-Dapat nia 2x150 mg atau Moxifloxacin
berobat jalan - 1x300 mg 1x400mg
C.pneumon - Doksisiklin 2x100mg
ia
-
H.influenza
e
-Legionale
sp
-S.aureus
-
M,tubercul
osis
-Batang
Gram (-)
Kategori -Usia - -Sepalospporin -Makrolid
II penderita > S.pneumon generasi 2 -Levofloksasin
65 tahun ia -Trimetroprim -Gatifloksasin
- Peny. H.influenza +Kotrimoksazol -Moxyfloksasin
Penyerta (+) e Batang -Betalaktam
-Dapat gram(-)
berobat jalan Aerob
S.aures
M.catarrhal
is
Legionalle
sp

Kategori -Pneumonia - - Sefalosporin -Piperasilin +


III berat. S.pneumon Generasi 2 atau tazobaktam
- Perlu iae 3 -Sulferason
dirawat di - - Betalaktam +
RS,tapi tidak H.influenza Penghambat
perlu di ICU e Betalaktamase
- +makrolid
Polimikrob
a termasuk
Aerob
-Batang
Gram (-)
-Legionalla
sp
-S.aureus
M.pneumo
niae
Kategori -Pneumonia - - Sefalosporin -Carbapenem/
IV berat S.pneumon generasi 3 meropenem
-Perlu ia (anti -Vankomicin
dirawat di -Legionella pseudomonas) -Linesolid
ICU sp + makrolid -Teikoplanin
-Batang - Sefalosporin
Gram (-) generasi 4
aerob - Sefalosporin
- generasi 3 +
M.pneumo kuinolon
nia
-Virus
-
H.influenza
e
-
M.tubercul
osis
-Jamur
endemic

2.11 Manajeman Kesehatan


a. Promotif (2)
1. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah penyakit infeksi diparu-paru yang dapat menimbulkan kematian bila tidak
ditatalaksana dengan cepat dan tepat.
2. Memberikan edukasi pada orangtua pasien tentang pentingnya menjaga nutrisi
yang cukup sehingga anak memiliki daya tahan tubuh serta pertumbuhan dan
perkembangan anak tidak terganggu.
3. Memberikan edukasi pada keluarga pasien bahwa pentingnya menjaga
kebersihan diri pasien sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh pasien.
4. Memberikan edukasi pada keluarga pasien tentang pentingnya menjaga
kebersihan lingkungan, tidak merokok di dalam rumah, menjaga sirkulasi udara
yang lancar, membuka pintu dan jendela saat pagi hari, mengurangi penggunaan
air sumur sebagai sumber air minum dan memasak, menghindari melakukan
pencemaran limbah dapur disekitar rumah.
5. Memberikan edukasi pada keluarga pasien tentang pentingnya mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan serta kesehatan pasien dengan rajin mengikuti
posyandu yang diadakan oleh petugas kesehatan
b. Preventif (2)
1. Hindari kontak dengan orang-orang yang berpotensi untuk terkena infeksi
2. Mengkonsumsi makanan dengan nutrisi yang cukup
3. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar
4. Istirahat yang cukup
5. Hindari paparan asap rokok dan polusi udara lainnya
6. Rajin memeriksa kesehatan anak ke tenaga kesehatan seperti posyandu ataupun
puskesmas.
2.12 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri
dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema, dan perikarditis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologic. Meningitis, arthritis supuratif, dan
osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.
Pneumonia biasanya dapat diobatui dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien
terutama penderita yang termasuk kedalam kelompok resiko tinggi (faktor resiko).
Akumulasi cairan, cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian
bawah dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empiema. Chest
tube (atau drainage bedah) mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan.
Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia
disebut dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotic, namun
meskipun jarang terkadang membutuhkan tindakan bedah untuk membuangnya
Bakteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru masuk ke
peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi dapat
menyebar dengan cepat melalui peredaran darah ke organ-organ lain (2)
2.13 Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman
penyebab dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang
baik serta intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang
(6)
dirawat
BAB III
KESIMPULAN
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan (
morbiditas ) pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas
) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%.
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, Streptococcus
pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan
distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi.
Berdasarkan klasifikasinya dapat dibagi menjadi pneumonia komuniti,
pneumonia nosokomial, pneumonia aspirasi dan pneumonia pada penderita
immunocompromised.
Diagnosis dapat ditegakka berdasarkan anamnesis ditandai dengan

demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan
dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri
dada., pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang radiologi dan
pemeriksaan laboratorium.
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme
dan hasil uji kepekaannya
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman
penyebab dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat
DAFTAR PUSTAKA
1. Price S, Wilson L. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. JAkarta:
EGC; 2005.

2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis &


Penatalaksanaan di Indonesia. 2003;: p. 2-3.

3. Soedarsono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR ; 2004.

4. DepKes RI. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut untuk
Penanggulangan Pneumonia Balita dalam Pelita VI. , Dirjen PPM & PLP; 2002.

5. Aru W, Bambang , Idrus A, Marcellus , Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.

6. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta: FK UI; 2005.

7. WHO. 2008. Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. .

8. Barlett J, Dowell S, LA M. Practice Guidelines for Management Community-acquired


pneumonia in adults: Clin infect Dis; 2000.

Anda mungkin juga menyukai