Anda di halaman 1dari 14

6

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Gizi

2. 1. 1 Definisi
Gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya13. Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan,
absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan
dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi14.

2. 1. 2 Manfaat Zat Gizi


Zat-zat gizi yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi
memiliki manfaat yang sangat penting bagi manusia untuk1,15:

1. memelihara proses pertumbuhan dan perkembangan, terutama


bagi mereka yang masih dalam masa pertumbuhan;
2. memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari.

Termasuk dalam manfaatnya memelihara pertumbuhan dan


perkembangan tubuh, zat gizi membantu proses pergantian sel-sel yang
rusak dan melindungi tubuh dengan cara menjaga keseimbangan cairan
tubuh. Proses tumbuh kembang yang terpelihara baik akan menunjukkan
baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang.

2. 1. 3 Kebutuhan Asupan Zat Gizi


Jumlah zat gizi yang diperlukan setiap orang berbeda-beda dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut3:
1. Tahap pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
2. Ukuran dan komposisi tubuh.
7

3. Jenis kelamin.
4. Keadaan kesehatan tubuh.
5. Keadaan fisiologis tubuh.
6. Kegiatan fisik.
7. Lingkungan.
8. Mutu makanan.
9. Gaya hidup.
Secara praktis kebutuhan zat gizi setiap orang dapat dilihat pada
tabel AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang membagi jumlah kebutuhan zat
gizi berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tingkat aktivitas. Tabel AKG
orang Indonesia dapat dilihat pada lampiran 1.
Setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (karbohidrat ,
protein, lemak, vitamin dan mineral) dalam jumlah cukup, tidak berlebihan
dan tidak juga kekurangan. Di samping itu, manusia memerlukan air dan
serat untuk memperlancar berbagai proses faal dalam tubuh; karena itu,
untuk mencapai masukan gizi yang lengkap dan seimbang, kita perlu
mengkonsumsi aneka ragam jenis bahan makanan. Di Indonesia terdapat
Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang mengandung 12 pesan yang
dapat membantu masyarakat menyusun diet dengan kandungan gizi yang
adekuat dan seimbang4.
Selain itu, zat gizi yang dikonsumsi manusia juga digunakan untuk
memenuhi kebutuhan kalori perhari, dan untuk memenuhi kebutuhan
kalori ini, manusia perlu mengkonsumsi karbohidrat, protein, dan lemak
dalam jumlah yang seimbang. Proporsi sumber energi harian yang
seimbang dapat dilihat di tabel 3.
Tabel 3. Proporsi Asupan Kalori Harian Berdasarkan Sumbernya
Sumber Kalori Proporsi Asupan Kalori
Karbohidrat 60-65%
Protein 15-20%
Lemak 20%
Sumber: Djoko Pekik Irianto, 200716.
2. 1. 4 Kebutuhan Gizi Anak Usia Sekolah
8

WHO memberi batasan anak usia sekolah adalah anak dengan usia
6-12 tahun. Mereka berbeda dengan orang dewasa, karena anak
mempunyai ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang, sampai
berakhirnya masa remaja17. Anak sekolah sedang mengalami pertumbuhan
dan perkembangan, selain itu, pada fase anak sekolah kebutuhan tubuh
akan energi jauh lebih besar dibandingkan usia sebelumnya, karena anak
sekolah lebih banyak melakukan aktivitas fisik seperti bermain,
berolahraga atau membantu orangtuanya. Karena itu, diperlukan asupan
makanan yang mengandung gizi seimbang, agar tidak mengganggu proses
tumbuh kembang dan aktifitas fisik anak.
Diet seimbang anak usia sekolah yang baik adalah rendah lemak,
tinggi kalsium dan adekuat tapi kalorinya tidak berlebihan. Berikut angka
kecukupan gizi anak usia sekolah berdasarkan tabel AKG:

Tabel 4. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (per orang


per hari) Anak Umur 7-12 Tahun
Golongan Berat Tinggi Energi Protein
Umur
7-9 tahun 25 kg 120 cm 1800 kkal 45 gram
10 12 tahun 35 kg 138 cm 2050 kkal 50 gram
(pria)
10 12 tahun 38 kg 145 cm 2050 kkal 50 gram
(wanita)
Sumber : Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Jakarta
2004
Adapun syarat pemberian makanan bagi anak antara lain:
1. memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi yang sesuai
dengan umurnya;
2. susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang;
3. bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima,
toleransi dan keadaan faal anak;
4. memperhatikan kebersihan perorangan/anak dan lingkungan.
9

2. 2 Status Gizi
2. 2. 1 Definisi
Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient20. Status gizi juga
bisa diartikan sebagai keadaan tubuh yang merupakan akibat dari
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi13.

2. 2. 2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


1. Penyebab Langsung
Asupan zat gizi
Didalam makanan yang dikonsumsi manusia terkandung
zat gizi yang diperlukan untuk menghasilkan energi
sehingga proses-proses fisiologis dalam tubuh manusia
dapat berjalan baik1. Zat gizi yang dikonsumsi ini harus
dalam jumlah yang adekuat dan seimbang, orang yang
keseimbangan zat gizinya tidak terpenuhi akan mengalami
malnutrisi. Secara umum kejadian gizi kurang pada anak
disebabkan karena tidak cukupnya asupan zat gizi harian,
kurangnya konsumsi makanan dan defisiensi zat gizi mikro.
Lain halnya pada gizi lebih yang dikarenakan konsumsi zat
gizi tertentu secara berlebih seperti lemak dan protein
hewani. Jumlah asupan makan dan zat gizi juga
dipengaruhi faktor-faktor lain, seperti ketersediaan bahan
makanan di suatu daerah, budaya dan kepercayaan
setempat, serta penyakit infeksi berulang yang dapat
menimbulkan penurunan nafsu makan.
Gangguan proses pencernaan, penyerapan dan utilisasi dari
zat gizi.

2. Penyebab Tidak Langsung


Status ekonomi dan ketahanan pangan keluarga
10

Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi


kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya4.
Keluarga dengan status sosial-ekonomi rendah
mengakibatkan daya beli pangan rendah.

Pelayanan kesehatan dan lingkungan


Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat
menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan
kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan4.

2. 2. 3 Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi dibedakan menurut subjeknya yaitu penilaian
status gizi masyarakat dan perorangan. Pemeriksaan status gizi masyarakat
pada prinsipnya merupakan upaya untuk mencari kasus malnutrisi dalam
masyarakat, terutama mereka yang tergolong rentan seperti wanita hamil
dan menyusui, bayi, dan anak balita12.
Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu
pemeriksaan langsung dan pemeriksaan tidak langsung16. Akan tetapi,
penilaian status gizi yang umum dilakukan adalah penilaian antropometri.

2. 2. 3. 1 Penilaian Status Gizi secara Langsung


1. Antropometri
Terdapat beberapa parameter pada penilaian status gizi
menurut antropometri diantaranya adalah umur, berat badan,
tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala dan lingkar
dada. Kemudian untuk menilai status gizi, hasil pengukuran
antropometri disajikan dalam bentuk indeks antropometri yang
merupakan kombinasi antara beberapa parameter tersebut,
misalnya, indeks masa tubuh, indeks berat badan menurut umur
11

(BB/U), indeks tinggi badan menurut umur (TB/U), indeks


berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks lingkar
lengan atas menurut umur (LLA/U).
a. Indeks Masa Tubuh
Indeks masa tubuh (IMT) merupakan indikator
penilaian status gizi yang paling umum digunakan.
Perhitungan IMT dilakukan dengan membagi berat badan

BB kg
(kg) dengan tinggi badan kuadrat (m2) =
TB 2 m

Interpretasi IMT pada anak-anak dibagi menjadi


beberapa kategori:

Tabel 5. Klasifikasi IMT Anak


Persentil IMT sesuai Umur Status Gizi
< persentil 5 Underweight
Persentil 5 - 84 Normal
Persentil 85 - 94 Overweight
persentil 95 Obese
Sumber: Center of Disease Control and Prevention (CDC)

b. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)


Penilaian ini dilakukan dengan menghitung persentase
capaian berat badan standar berdasarkan usia anak. Berat
badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.
Indeks BB/U menggambarkan status gizi seseorang saat ini
karena massa tubuh sensitif terhadap perubahan-perubahan
yang mendadak.

c. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)


Penilaian ini dilakukan dengan menghitung persentase
capaian tinggi badan standar berdasarkan usia anak. Indeks
ini menggambarkan status gizi masa lampau karena tinggi
12

badan tidak sensitif terhadap masalah kekurangan gizi


dalam waktu yang pendek. Gangguan pertumbuhan tinggi
hanya akan nampak bila anak mengalami defisiensi zat gizi
dalam waktu yang lama.

d. Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)


Penilaian ini dilakukan dengan menghitung persentase
capaian berat badan standar berdasarkan tinggi badan.
Indeks ini dapat digunakan untuk membedakan proporsi
tubuh. Akan tetapi, indeks BB/TB hanya bisa digunakan
pada anak laki-laki maksimal 145 cm dan anak perempuan
dengan tinggi maksimal 138 cm21.

e. Indeks Lingkar Lengan Atas menurut Umur (LLA/U)


Penilaian ini dilakukan dengan menghitung persentase
capaian lingkar lengan atas standar berdasarkan usia anak.
Indeks ini dapat digunakan untuk menilai KEP
(Kekurangan Energi Protein) berat.

2. Biokimia
Pemeriksaan biokimia dilakukan melalui pemeriksaan
spesimen jaringan tubuh seperti darah dan urine. Pemeriksaan
ini dapat digunakan untuk mendeteksi keadaan defisiensi
subklinis15,22.

3. Klinis
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan melihat riwayat medis
(medical record) dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda klinis dari kekurangan
salah satu atau lebih zat gizi.
4. Biofisik
13

Pemeriksaan dilakukan dengan melihat kemampuan fungsi


serta perubahan struktur jaringan. Metode yang dilakukan dapat
berupa uji radiologi, tes fungsi fisik, dan sitologi.

2. 2. 3. 2 Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung


1. Survey konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan dilakukan untuk mencari tahu
jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari.
Pengumpulan data konsumsi makanan digunakan untuk
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi pada
masyarakat, keluarga, dan individu13.

2. Statistik vital
Pemeriksaan dilakukan dengan menganalisis data kesehatan
seperti angka kematian dan angka kesakitan akibat hal-hal yang
berhubungan dengan gizi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menemukan indikator tidak langsung status gizi masyarakat13.

3. Faktor ekologi
Pengukuran didasarkan atas jumlah ketersediaan makanan
yang dipengaruhi faktor ekologi seperti iklim, tanah, dan
irigasi. Pengukuran ekologi dapat dijadikan dasar untuk
melakukan program intervensi di suatu masyarakat13.

2. 3. 4 Masalah Gizi di Indonesia


Indonesia mengalami masalah gizi ganda yaitu gizi kurang dan gizi
lebih. Masalah gizi kurang yang biasanya terjadi adalah Kurang Energi
Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA),
Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), dan gangguan kurang zat
mikro lain. Berdasarkan data dari RISKESDAS 2007, prevalensi nasional
gizi kurang dan gizi buruk (Gizi Burkur) berdasarkan indeks BB/U adalah
14

18,4% dan menurun di tahun 2010 menjadi 17,9% 23. Sedangkan untuk gizi
kurang dari data yang diperoleh RISKESDAS di tahun 2007, terdapat
12,2% anak balita dengan status gizi melebihi +2 SD. Dan ditahun 2010,
prevalensi balita yang menderita gizi lebih naik menjadi 14,0%23.
Hasil analisis riset ini menunjukkan terjadinya trend naik dan turun
untuk prevalensi balita dengan gizi kurang dan gizi lebih. Dari data yang
dikumpulkan RISKESDAS, terlihat bahwa prevalensi gizi burkur
mengalami penurunan sebanyak 0,5% dari tahun 2007, begitu pula
prevalensi balita pendek (TB/U) sebanyak 1,2% dan balita kurus (BB/U)
0,3%23. Penurunan ini terjadi terutama di daerah perkotaan, namun di
pedesaan tidak terjadi penurunan prevalensi. Berikut diagram prevalensi
gizi burkur di kota dan di desa pada tahun 2007 dan 2010:

Gambar 1. Prevalensi Balita Gizi Buruk dan Kurang Menurut Indeks


BB/U di Desa dan di Kota Tahun 2007 dan 2010
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2010
Meskipun terlihat tren penurunan kasus gizi buruk, prevalensi
penduduk yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal masih
sangat tinggi. Sebanyak 40,6%, hampir setengah penduduk Indonesia
mengkonsumsi energi (kalori) <70% dari Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan menurut tabel AKG tahun 200423. Keadaan ini banyak dijumpai
pada kelompok anak usia sekolah, remaja dan ibu hamil. Berikut distribusi
15

penduduk yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal di


tahun 2010 dan proporsi di kota dan di desa.

Tabel 6. Proporsi Penduduk yang Mengkonsumsi Energi Dibawah


Kebutuhan Minimal (<70% AKG)
Kelompok Umur Persentase
Balita 24,4%
Anak sekolah 41,2%
Remaja 54,5%
Dewasa 40,2%
Ibu hamil 44,2%
Total 40,6%
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2010

Tabel 7. Proporsi Penduduk yang Mengkonsumsi Energi Dibawah


Kebutuhan Minimal (<70% AKG) Menurut Desa dan Kota
Tempat Tinggal Persentase
Kota 39,9%
Desa 41,3%
Total 40,6%
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2010
Banyaknya penduduk dengan tingkat asupan gizi defisit menurut
AKG menyebabkan kebutuhan energi untuk yang digunakan untuk BMI
(Basal Metabolism Rate) tidak tercukupi, akibatnya proses fisiologis,
pertumbuhan, dan perkembangan terhambat. Dari data juga ditunjukkan
bahwa proporsi penduduk yang mengkonsumsi energi <70% AKG lebih
banyak di desa daripada di kota. Ini dapat kita hubungkan dengan hasil
riset yang menunjukkan prevalensi balita gizi burkur di desa tidak
mengalami penurunan dan masih lebih tinggi daripada prevalensi balita
burkur di kota, serta penelitian lain yang menunjukkan masih tingginya
kasus gizi buruk di desa.
Lain halnya dengan gizi burkur, prevalensi balita yang kegemukan
justru mengalami peningkatan di tahun 2010 dari tahun 2007 sebanyak
1,8% dengan prevalensi tertinggi di DKI Jakarta diikuti Sumatera barat.
Secara singkat, berikut perbandingan status gizi balita berdasarkan data
16

RISKESDAS di kota dan di desa dan diagram prevalensi masalah gizi


balita di Indonesia:

Gambar 2. Prevalensi Masalah Gizi Balita Menurut Kelompok Umur,


RISKESDAS 2010
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2010

Tabel 8. Prevalensi Status Gizi Balita Menurut Tempat Tinggal (BB/U)


Gizi Gizi kurang Gizi Baik Gizi Lebih
Tempat Tinggal
Buruk
Kota 3,9% 11,3% 78,2% 6,6%
Desa 5,9% 14,8% 74,2% 5,1%
Total 4,9% 13,0% 76,2% 5,8%
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2010

2. 3 Strategi Pencegahan Malnutrisi


2. 3. 1 Upaya Pencegahan Malnutrisi
17

Pencegahan Malnutrisi antara lain: mempertahankan status gizi


anak seoptimal mungkin, menurunkan resiko timbulnya penyakit infeksi
dan memperbaiki diit anak malnutrisi, meminimalkan akibat penyakit
infeksi pada anak, merehabilitasi anak-anak yang menderita KEP fase dini
(malnutrisi ringan). Operasional dari kebijaksanaan pencegahan Malnutrisi
tersebut antara lain:
1. Program promosi ASI
Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6
bulan. Setelah itu anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan
sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur lalu disapih
setelah berumur 2 tahun.
2. Program peningkatan kualitas makanan dengan bahan-bahan lokal
Ibu hamil dan ibu menyusui diharapkan untuk meningkatkan
kebutuhan zat-zat gizinya antara lain dengan : pemberian tablet besi,
pemberian dan perbaikan makanan ibu hamil, program peningkatan
makanan keluarga, misalnya: penyuluhan tentang proses pemasakan
daging yang direbus tidak terlalu lama, sebab akan menurunkan lemak
serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K).
3. Anak diberikan makanan yang bervariasi seimbang antara
kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya sesuai dengan
proporsi sumber energi harian.
4. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti
program posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai
dengan standar, jika tidak sesuai maka segera konsultasikan hal
tersebut ke dokter atau petugas kesehatan setempat.
5. Program imunisasi, perbaikan sanitasi lingkungan.
6. Deteksi dini dan pengobatan semua penyakit infeksi serta program
oral dan internal pada dehidrasi karena diare.
7. Meningkatkan hasil produksi pertanian,
18

Menkes menambahkan, pemerintah berusaha meningkatkan


aktivitas pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu melalui penambahan
anggaran penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk menjadi Rp. 600
milyar pada tahun 2007 dari yang sebelumnya 63 milyar pada tahun 2001.
Anggaran tersebut ditujukan untuk:
1. Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui
penimbangan bulanan balita di posyandu.
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di
puskesmas/RS dan rumah tangga.
3. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)
kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin.
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam
memberikan asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI)
5. Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita.

Selain itu, berikut edukasi yang perlu ditekankan dan diperhatikan


oleh Ibu atau pengasuh anak:
1. Mempunyai waktu untuk mengasuh anak
2. Memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat
(jenis, jumlah dan frekuensi)
3. Mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak
mungkin, nasihati tentang dukungan yang tersedia.
4. Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak
lanjut sampai anak sembuh:
Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik
kesehatan local untuk melakukan supervisi
dan pendampingan.
Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada
kegagalan kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu
berturut-turut atau terjadi penurunan berat badan, anak harus
dirujuk kembali ke rumah sakit.
19

2. 3. 2 Strategi Pencegahan Malnutrisi


1. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di
seluruh kabupaten/kota di Indonesia, sesuai dengan kewenangan
wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan
memperhatikan besaranmdan luasnya masalah.
2. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali
partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh
kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita
yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi
Posyandu
3. Meningkatkan kemampuan petugas, dalam manajemen dan
melakukan tatalaksana gizi buruk untuk mendukung fungsi
Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi
Puskesmas
4. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada
kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi),
seperti kapsul Vitamin A, MP-ASI dan makanan tambahan.
5. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi
dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan
pola hidup bersih dan sehat
6. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan
swasta/dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumberdaya
dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan
makanan sehat dan bergizi seimbang
7. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
(SKPG) melalui revitalisasi SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini
(SKD) Gizi Buruk, yang dievaluasi dengan kajian data SKDN
yaitu (S)emua balita mendapat (K)artu menuju sehat, (D)itimbang
setiap bulan dan berat badan (N)aik, data penyakit dan data
pendukung lainnya.

Anda mungkin juga menyukai