Anda di halaman 1dari 15

EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERVISI SETS (SCIENCE, ENVIRONMENT,


TECHNOLOGY AND SOCIETY) DAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN KIMIA
(CHEMOENTREPRENEURSHIP) KOMPETENSI TERKAIT HIDROKARBON
DAN MINYAK BUMI

Enggal Mursalin
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, IKIP Veteran Semarang
E-mail : enggal.mursalin@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dalam rangka menghasilkan bahan ajar bervisi
SETS dan berbasis kewirausahaan kimia (chemoentrepreneurship) kompetensi terkait hidrokarbon
dan minyak bumi yang valid dan efektif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar dan
menumbuhkan minat berwirausaha siswa kelas X SMAN 4 Semarang tahun ajaran 2011/2012.
Pengujian pengembangan bahan ajar dan pembelajaran menggunakan rancangan penelitian pretest
and posttest group design yang dilakukan pada kelas terbatas dan kelas luas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan bahan ajar bervisi SETS dan berbasis
kewirausahaan kimia (chemoentrepreneurship) dapat meningkatkan prestasi belajar kelas luas
dengan peningkatan sebesar 0,70 (tinggi) dan 78,12% siswa mempunyai minat berwirausaha
dengan kategori sangat tinggi. Sedangkan respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan
bahan ajar bervisi SETS dan berbasis kewirausahaan kimia (chemoentrepreneurship) menghasilkan
respon positif serta pembelajaran dapat dikatakan praktis dan efektif. Dengan demikian
pengembangan bahan ajar bervisi SETS dan berbasis kewirausahaan kimia
(chemoentrepreneurship) disimpulkan dapat meningkatkan prestasi belajar dan menumbuhkan
minat berwirausaha siswa.

Kata Kunci : bahan ajar, visi SETS, kewirausahaan kimia, hidrokarbon dan minyak bumi

1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, baik
sumber daya hayati maupun sumber daya non-hayatinya. Namun pemanfaatan sumber
daya tersebut masih banyak dilakukan oleh pihak investor dari Luar negeri. Hal ini lebih
disebabkan karena Indonesia memiliki sumber daya manusia yang masih berkualitas
rendah dan belum mampu mengolah sumber daya alam di Indonesia itu sendiri dengan
baik. Berbicara masalah sumber daya manusia, hal ini berarti ditujukan kepada lulusan
pendidikan dari lembaga pendidikan formal, informal, pelatihan dan lainnya. Hal ini bisa
dibuktikan dengan masih banyaknya pengangguran di Indonesia (Siskandar, 2006).
Observasi awal yang dilakukan di SMAN 4 Semarang khususnya terkait
pembelajaran kimia di kelas X semester II tahun ajaran 2011/2012, diperoleh kesimpulan
antara lain: (1) metode yang digunakan guru dalam mengajar kimia sering berpusat pada
guru bukan kepada siswa, (2) siswa masih terlihat pasif selama mengikuti pembelajaran,
(3) frekuensi bertanya siswa masih kecil, itupun pertanyaan yang diajukan siswa masih
terbatas pada rumus atau soal yang diberikan, (4) guru lebih banyak menekankan aspek
pengetahuan saja dan kurang menekankan pada keterkaitan antara ilmu kimia dengan
lingkungan, teknologi dan masyarakat (SETS) meski guru kimia sudah memahami secara

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 113


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

teori makna pembelajaran bervisi SETS, (5) belum tersedianya bahan ajar bervisi SETS
dan berbasis kewirausahaan kimia, (6) siswa belum menguasai kompetensi secara utuh
dan guru masih sering melaksanakan kegiatan remedial dalam bentuk tugas yang terkait
dengan pencapaian kompetensi, dan (7) motivasi belajar siswa rendah dan siswa belum
mempunyai gambaran pengetahuan mengenai kewirausahaan. Berdasarkan data alumni
siswa, setiap tahunnya sekitar 10% siswa lulusan SMAN 4 Semarang tidak melanjutkan ke
perguruan tinggi atau langsung mencari pekerjaan. Meskipun lulusan SMA memang tidak
disiapkan untuk memasuki dunia kerja melainkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
perguruan tinggi, kita tidak dapat menampik kenyataan bahwa banyak lulusan SMA yang
langsung mencari pekerjaan. Untuk itu sudah selayaknya siswa SMA dibekali dengan
pendidikan life skill (kecakapan vokasional).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan kewenangan kepada
setiap sekolah untuk memodifikasi kompetensi dasar yang ingin dicapai sesuai dengan
potensi sekolah itu sendiri. Sehubungan dengan upaya mencari solusi atas permasalahan
pengangguran yang disebutkan di atas, perlu adanya penekanan pembelajaran yang
berbasis kewirausahaan, salah satunya dengan penggunaan perangkat pembelajaran yang
mampu mengarahkan segala bentuk aktivitas pembelajaran demi tercapainya kompetensi
terkait dengan pembelajaran yang berbasis kewirausahaan. Ibrahim (2002) menyatakan
bahwa untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang dapat menumbuhkan jiwa
kewirausahaan diperlukan perangkat pembelajaran yang meliputi: pengembangan silabus,
RPP, bahan ajar, metode dan pendekatan pembelajaran yang sesuai. Dari gambaran
tersebut, pengajar dituntut untuk setidaknya dapat merancang bahan ajar yang sesuai
dengan kurikulum yang berbasis kewirausahaan. Hal ini disebabkan karena bahan ajar
memberikan peranan penting pada pelaksanaan proses pembelajaran, dimana bahan ajar
mampu membawa siswa pada situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk
menafsirkan, belajar mandiri dan membangun konsep yang mereka terima sesuai dengan
pengalaman belajar.
Kesimpulan sehubungan dengan permasalahan secara umum di Indonesia dan
secara khusus di SMAN 4 Semarang yakni, (1) kenyataan yang perlu disikapi adalah tidak
semua lulusan SMA dapat tertampung di perguruan tinggi sementara bekal untuk kesiapan
kerja belum dimiliki, sehingga jarang lulusan SMA yang mau dan mampu untuk memulai
berwirausaha mandiri, (2) tingkat kemandirian siswa secara menyeluruh masih rendah,
dimana makin tinggi tingkat pendidikan makin rendah kemandirian dan semangat
berwirausahanya (Azizi, 2010), (3) perlu adanya pemberian bekal kepada siswa untuk
menumbuhkan semangat berwirausaha siswa, sehingga kelak nantinya dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup siswa itu sendiri.

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 114


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

Berdasarkan data-data terkait dan hasil penelitian awal tersebut di atas, mendorong
peneliti untuk mengembangkan bahan ajar bervisi SETS dan berbasis kimia kewirausahaan
(chemoentrepreneurship). Tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) mengetahui seberapa
valid bahan ajar bervisi SETS dan berbasis kewirausahaan kimia (chemoentrepreneurship)
kompetensi terkait hidrokarbon dan minyak bumi dalam upaya meningkatkan prestasi
belajar dan menumbuhkan minat berwirausaha siswa, (2) mengetahui keefektifan dan
kepraktisan penerapan bahan ajar tersebut dalam pembelajaran, (3) mengetahui
penerapan bahan ajar tersebut dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dan (4)
mengetahui penerapan bahan ajar tersebut dalam upaya menumbuhkan minat
berwirausaha siswa.

2. LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Bahan Ajar
Suryantara (2010) dalam kaitannya mengenai bahan ajar menyatakan bahwa bahan
ajar secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus
dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Ciri-ciri
bahan ajar antara lain menimbulkan minat baca, ditulis dan dirancang untuk siswa,
menjelaskan tujuan instruksional, disusun berdasarkan pola belajar yang fleksibel, memberi
kesempatan pada siswa untuk berlatih, mengakomodasi kesulitan siswa, memberikan
rangkuman, gaya penulisan komunikatif dan semi formal, kepadatan berdasarkan
kebutuhan siswa, mempunyai mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari siswa.
Seorang guru perlu menyusun bahan ajar sebelum proses pembelajaran dengan tujuan
antara lain:
(1). Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan
mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan
karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa.
(2). Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku
teks yang terkadang sulit diperoleh.
(3). Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
2.2 Pembelajaran Bervisi SETS
Binadja (2008) dalam seminarnya terkait Green Chemistry menyatakan bahwa visi
SETS memberi kerangka pandang bahwa setiap hal yang kita ketahui sebenarnya
mengandung empat unsur, yakni sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Keempat
unsur tersebut saling terkait dan berpengaruh satu sama lain. Dalam visi SETS terkandung
harapan bahwa dalam memanfaatkan sains untuk kepentingan masyarakat diantaranya
dalam bentuk teknologi, diharapkan agar praksis dan produknya tidak merusak atau

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 115


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

merugikan lingkungan dan masyarakat itu sendiri. Konsep sains dapat berguna apabila
diterapkan dalam bentuk teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Apabila
penerapan konsep sains tersebut banyak membawa dampak negatif terhadap lingkungan
baik secara fisik maupun mental maka pendidikan SETS tidak menganjurkan penerapan
konsep sains tersebut diteruskan ke dalam bentuk teknologi begitu pula sebaliknya. Dalam
pendidikan SETS, tentunya proses pembelajaran yang paling sesuai adalah pendekatan
pembelajaran yang bervisi SETS.

2.3 Pengembangan Bahan Ajar Bervisi SETS


Binadja (2005) menegaskan bahwa dalam pembelajaran bervisi SETS, kesesuaian
bahan ajar selain dikaitkan dengan validitas isi bahan ajar tertentu, juga dikaitkan dengan
keberadaan informasi secara menyeluruh keterkaitan antara konsep pembelajaran yang
ingin diperkenalkan kepada peserta didik dalam konteks SETS. Secara akademik
kecukupan bahan ajar dikaitkan dengan seberapa dalam dan luasnya isi bahan ajar
tersebut. Indikator sebagai acuan untuk menandai kesesuaian dan kecukupan bahan ajar
terkait keperluan pembelajaran bervisi SETS antara lain:
1. Sejalan dengan rencana pembelajarannya,
2. Memberi peluang penampilan SETS,
3. Memungkinkan penampilan ciri-ciri pendekatan SETS,
Tetap memberi penekanan pada subjek pembelajarannya
Peserta didik dibawa ke situasi untuk setidaknya memahami kemanfaatan konsep
sains yang terkait dengan konsep yang dibelajarkan dalam subjek pembelajaran ke
bentuk teknologi untuk kepentingan masyarakat.
Peserta didik diminta untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang terjadi
dalam proses pentransferan sains ke bentuk teknologi tersebut.
Peserta didik diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara konsep yang
dibelajarkan dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang mempengaruhi berbagai
keterkaitan antar unsur tersebut.
Peserta didik dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian penggunaan
konsep sains, terkait dengan konsep yang dibelajarkan tersebut, bila diubah dalam
bentuk teknologi berkenaan.
4. Memberi peluang kepada pendidiknya untuk dapat melakukan evaluasi bervisi SETS
berdasarkan bahan ajar tersebut,
5. Bahan ajar tersedia dan sedapat mungkin mencukupi untuk digunakan dalam kegiatan
pembelajaran yang direncanakan (Binadja, 2005).

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 116


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

2.4 Kimia Kewirausahaan (Chemoentrepeneurship)


Supartono (2006) menarik kesimpulan terkait beberapa hal dalam konsep
pembelajaran dengan pendekatan chemoentrepreneurship (CEP) dimana konsep
pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP) adalah suatu pendekatan pembelajaran kimia
yang kontekstual yaitu pendekatan pembelajaran kimia yang dikaitkan dengan obyek nyata.
Tujuannya adalah untuk memotivasi siswa agar mempunyai semangat berwirausaha.
Dengan pendekatan ini pengajaran kimia akan lebih menyenangkan dan memberi
kesempatan pada peserta didik untuk mengoptimalkan potensinya agar menghasilkan
produk. Bila peserta didik sudah terbiasa dengan kondisi belajar yang demikian, tidak
menutup kemungkinan akan memotivasi mereka untuk berwirausaha.
Pembelajaran ini didesain berangkat dari objek atau fenomena yang ada di sekitar
kehidupan peserta didik, kemudian dikembangkan ke dalam konsep-konsep kimia yang
berkaitan dengan proses kimia yang melandasi, termasuk faktor-faktor yang
mengendalikan proses tersebut hingga sampai kepada kesimpulan yang bermakna.
Kesimpulan yang bermakna ini dapat berupa penemuan suatu produk yang bermanfaat,
terobosan teknologi yang berkaitan dengan konsep atau proses kimia yang dipelajari dan
rekomendasi-rekomendasi dampaknya terhadap kemaslahatan umat manusia dan
lingkungan. Dengan pendekatan pembelajaran yang demikian, sejumlah kompetensi dapat
dicapai, proses belajar mengajarnya menjadi lebih menarik, peserta didik lebih terfokus
perhatiannya dan termotivasi untuk mengetahui lebih jauh serta hasil belajarnya menjadi
lebih bermakna.
2.5 Minat Berwirausaha Siswa
Minat berwirausaha adalah keinginan, motivasi dan dorongan untuk berinteraksi
dan melakukan segala sesuatu dengan perasaan senang untuk mencapai tujuan dengan
bekerja keras atau berkemauan keras, untuk berdikari membuka suatu peluang dengan
keterampilan, serta keyakinan yang dimiliki tanpa merasa takut untuk mengambil risiko,
serta bisa belajar dari kegagalan dalam hal berwirausaha. Menurut Supartono (2006) minat
berwirausaha siswa dapat dilihat dari delapan indikator yaitu (1) kemauan yang keras untuk
mencapai tujuan dan kebutuhan hidup, (2) keyakinan kuat atas kekuatan sendiri, (3) sikap
jujur dan tanggung jawab, (4) ketahanan fisik dan mental, (5) ketekunan dalam bekerja dan
berusaha, (6) pemikiran yang kreatif dan konstruktif, (7) berorientasi ke masa depan, dan
(8) berani mengambil resiko.

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 117


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

3. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau Research and
Development (R&D). Pengembangan bahan ajar pada penelitian ini mengadaptasi model
penelitian pengembangan dari Plomp dalam Hobri (2009). Kelima tahap penelitian
pengembangan tersebut dapat dijelaskan dalam Gambar 3.1.

Tahap Penelitian Fase Investigasi Awal

(analisis kebutuhan pembelajaran)


Fase Desain

(penentuan model/prototipe bahan ajar)

Fase Realisasi/Konstruksi

Tahap Pengembangan (pengembangan bahan ajar)

Fase Tes, Evaluasi, dan Revisi

(validasi instrumen, ujicoba dan revisi)

Fase Implementasi

Gambar 3.1 Skema kegiatan penelitian dan pengembangan atau Research and
Development (R&D) menurut Plomp dengan modifikasi

Desain penelitian yang digunakan yakni desain one group pretest-posttest design.
Menurut Sugiyono (2010), desain ini terdapat satu kelompok yang dipilih secara acak
maupun purposive, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal kelompok.
Pola one group pretest-posttest design pada ujicoba kelas terbatas dan kelas luas
ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Pola One Group Pretest-posttest Design

O1 X O2

Keterangan :

O1 : nilai pretest kelas eksperimen (sebelum diberi perlakuan)

O2 : nilai posttest kelas eksperimen (sesudah diberi perlakuan)

X : perlakuan yang diberikan

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 118


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

3.2 Subjek Penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 4 Semarang tahun ajaran
2011/2012. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling dengan tujuan mengambil 2 kelas untuk dijadikan sampel penelitian yakni ujicoba
terbatas dan ujicoba luas. Ujicoba terbatas dilakukan pada 10 siswa kelas X-8 dengan
tujuan sebagai simulasi penelitian dalam rangka mendapatkan gambaran awal mengenai
uji hipotesis. Ujicoba luas dilaksanakan setelah diperoleh bahan ajar yang valid, efektif dan
praktis yang digunakan pada uji hipotesis kelas terbatas sebelumnya dan dilakukan pada
32 siswa kelas X-6.

3.3 Instrumen Pengumpulan Data


Keseluruhan teknik dan instrumen pengumpul data penelitian disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Subjek, Jenis, Teknik, dan Instrumen Pengumpul Data

No. Jenis Data yang Teknik Instrumen Subjek


Diukur Pengumpulan Data Pengumpul Data
1. Latar Belakang Siswa Angket Lembar Angket Siswa
2. Keterbacaan bahan Angket Lembar angket Siswa
ajar
3. Minat berwirausaha Angket Lembar angket Siswa
4. Hasil belajar kognitif Tes Lembar soal tes Siswa
5. Respon siswa Angket Lembar angket Siswa
6. Kepraktisan Bahan Observasi Lembar Observasi Observer
Ajar

3.4 Teknik Analisis Data


Variabel terikat dalam penelitian ini yakni prestasi belajar dan minat berwirausaha
siswa. Data prestasi belajar siswa dianalisis dengan uji N-Gain, sedangkan data minat
berwirausaha siswa dianalisis secara deskriptif menggunakan teknik persentase.

3.5 Indikator Keberhasilan Penelitian


Penelitian ini dikatakan berhasil jika memenuhi hal-hal berikut.
1. Bahan ajar yang dikembangkan memenuhi kriteria valid atau sangat valid dengan
validasi dari ahli (dosen pembimbing, guru kelas dan praktisi wirausahawan).
2. Bahan ajar yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria efektif yakni,
a. 80% siswa atau lebih memberi respon positif terhadap pembelajaran dengan
menggunakan bahan ajar yang dikembangkan, dan

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 119


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

b. Terdapat 80% siswa yang tuntas belajar secara klasikal yang di uji dengan soal tes
kognitif siswa.
3. Bahan ajar yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria kepraktisan dengan tingkat
praktis atau sangat praktis berdasarkan hasil observasi beberapa pengamat.
4. Bahan ajar yang dikembangkan dapat menumbuhkan minat berwirausaha siswa.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian Awal
Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan
pembelajaran di lapangan sebagai dasar menyusun silabus dan RPP bervisi SETS dan
berbasis kewirausahaan kimia untuk kemudian dijadikan acuan pembuatan bahan ajar.
Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa 42
siswa/responden (10 siswa kelas ujicoba terbatas dan 32 siswa kelas ujicoba luas) masih
belum mempunyai gambaran dan pemahaman terkait dunia wirausaha dan pembelajaran
berbasis kewirausahaan kimia (chemoentrepreneurship), sebagian besar siswa
berkeinginan untuk menekuni profesi di bidang wirausaha, siswa masih belum memiliki jiwa
wirausahawan, siswa berkeinginan agar pembelajaran berbasis kewirausahaan diterapkan
dan terintegrasi di setiap mata pelajaran termasuk dalam hal ini mata pelajaran kimia untuk
menunjang kebutuhan siswa dalam belajar, dan bahan ajar yang digunakan dalam
pembelajaran sebelumnya, kurang mencerminkan visi SETS dan kewirausahaan kimia.

4.2 Hasil Pengembangan


Bahan ajar bervisi SETS dan berbasis kewirausahaan kimia kompetensi terkait
hidrokarbon dan minyak bumi disusun dengan memperhatikan pedoman pengembangan
bahan pembelajaran bervisi SETS, sehingga indikator kesesuaian dan kecukupan bahan
pembelajaran bervisi SETS terpenuhi. Bahan ajar ini sejalan dengan RPP dan
menampilkan visi SETS dengan keberadaan keempat unsur SETS yang akan
disalingkaitkan dalam proses pembelajaran. Representasi unsur SETS dapat terwakili dari
beberapa gambar dalam bahan ajar, misalnya ditampilkan dalam Tabel 4.1.

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 120


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

Tabel 4.1 Representasi Keempat Unsur SETS dalam Bahan Ajar

Gambar Representasi Visi SETS

Elpiji merupakan bahan bakar utama dalam industri rumah tangga


dalam berbagai keperluan seperti memasak dan kebutuhan industri
rumah tangga lainnya. Propana (C3H8) adalah komponen utama gas
elpiji (90% propana, 5% etana, dan 5% butana). Prinsip penggunaan
gas elpiji adalah pembakaran gas propana dengan oksigen yang
dapat melepaskan energi kalor (reaksi eksoterm). Namun
penggunaan elpiji oleh masyarakat di Indonesia yang tidak dengan
hati-hati dalam berbagai kasus sering mengakibatkan terjadinya
ledakan dan kebakaran yang merenggut korban jiwa maupun
kerusakan bangunan yang cukup parah. Bagaimana tanggapan anda
melihat fenomena ini?

Polietena adalah polimer dari alkena etena (C2H4) dengan prinsip


penggabungan banyak molekul etena. Polietena banyak digunakan
sebagai bahan baku untuk pembuatan plastik dan peralatan plastik
lainnya sebagai penunjang kebutuhan masyarakat, namun
penggunaan plastik yang berlebihan mengakibatkan menumpuknya
sampah plastik dan menyebabkan pencemaran lingkungan tanah.
Hal ini karena plastik membutuhkan waktu hampir 500 tahun untuk
bisa diuraikan oleh bakteri pengurai di dalam tanah. Namun semakin
meningkatnya jumlah penduduk dunia, maka penggunaan peralatan
plastik semakin meningkat pula. Bagaimana tanggapan anda
terhadap hal tersebut?

Bahan ajar tersebut selain mengaitkan keempat unsur SETS juga menampilkan
mengenai keterkaitan antara produk-produk yang bernilai ekonomi berdasarkan pada
prinsip aplikasi ilmu kimia di dunia wirausaha mandiri. Representasi kewirausahaan kimia
dapat terwakili dari beberapa gambar dalam bahan ajar, misalnya ditampilkan dalam Tabel
4.2.

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 121


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

Tabel 4.2 Representasi Kewirausahaan Kimia (chemoentrepreneurship) dalam Bahan


Ajar

Gambar Representasi Kewirausahaan Kimia

Dalam usaha untuk mengatasi pencemaran lingkungan tanah oleh


sampah plastik, dapat dilakukan usaha penanganannya yakni
antara lain menyulap sampah plastik dari berbagai jenis bungkus
minuman sachet dan yang lainnya menjadi kerajinan yang dapat
digunakan sebagai wadah atau tas. Usaha tersebut selain
menyelamatkan bumi dari sampah plastik juga sekaligus bernilai
ekonomis karena bisa dijual sebagai pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Hal ini sesuai dengan kiat-kiat berwirausaha
diantaranya seorang wirausahawan harus bersikap jujur dengan
menggunakan bahan dan proses yang benar dan ramah lingkungan
serta dituntut untuk kreatif dan inovatif.

Setelah melalui tahap pengembangan, maka perangkat pembelajaran yakni silabus,


RPP, bahan ajar dan alat evaluasi hasil belajar kognitif siswa serta instrumen pengukuran
lainnya yang digunakan dalam penelitian ini untuk selanjutnya di validasi dan di revisi
sesuai masukan dari tim validator. Kemudian setelah dianggap valid, untuk selanjutnya
perangkat pembelajaran ini digunakan dalam kegiatan penelitian dalam rangka uji hipotesis
penelitian.

4.3 Pembahasan
Penelitian pengembangan ini dilakukan sebagai usaha atas penyelesaian masalah di
indonesia yakni masalah pengangguran yang setiap tahun semakin meningkat dengan
semakin bertambahnya jumlah lulusan SMA yang tidak diimbangi dengan peningkatan
lapangan kerja. Meskipun lulusan SMA memang tidak disiapkan untuk memasuki dunia
kerja, kita tidak dapat menampik kenyataan bahwa banyak lulusan SMA yang langsung
mencari pekerjaan. Oleh karena itu sudah selayaknya siswa SMA dibekali dengan
pendidikan kecakapan hidup. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wurdinger dan Rudolph
(2009) dalam penelitiannya, bahwa pembelajaran life skill dapat membantu siswa berhasil
di dalam kelas dan dalam kehidupan secara umum.

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 122


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

4.3.1 Minat Berwirausaha Siswa


Tumbuhnya minat berwirausaha siswa merupakan salah satu tujuan dari penelitian
ini. Dalam rangka pengukuran minat berwirausaha siswa, dilakukan penyebaran angket
minat berwirausaha kepada siswa yang kemudian dianalisis dengan teknik persentase.
Angket ini secara garis besar mengukur 8 indikator terkait dengan minat berwirausaha,
yakni (1) kemauan yang keras untuk mencapai tujuan dan kebutuhan hidup, (2) keyakinan
kuat atas kekuatan sendiri, (3) sikap jujur dan tanggung jawab, (4) ketahanan fisik dan
mental, (5) ketekunan dalam bekerja dan berusaha, (6) pemikiran yang kreatif dan
konstruktif, (7) berorientasi ke masa depan, dan (8) berani mengambil resiko. Hasil terkait
minat berwirausaha siswa kelas ujicoba terbatas dan luas dapat ditampilkan dalam Gambar
4.1.
Jumlah Siswa

Kelas Ujicoba Terbatas


Kelas Ujicoba Luas

Kategori

Gambar 4.1 Distribusi Minat Berwirausaha Siswa Kelas Ujicoba Terbatas dan Luas

Berdasarkan data pada Gambar 4.1 dapat disimpulkan bahwa 80% siswa kelas
ujicoba terbatas mempunyai minat berwirausaha dengan kategori sangat tinggi dan 78,12%
siswa kelas ujicoba luas mempunyai minat berwirausaha dengan kategori sangat tinggi.
Dari 8 (delapan) aspek indikator minat berwirausaha, terdapat tiga indikator yang berperan
penting dalam kaitannya dengan minat berwirausaha siswa. Ketiga indikator tersebut yakni
keyakinan kuat atas kekuatan diri, berorientasi ke masa depan dan berani mengambil
resiko. Ketiga indikator tersebut diharapkan menjadi bekal pada pribadi siswa untuk mulai
berwirausaha di masa studi sekolah atau kelak nantinya di masa depan. Hal ini dikuatkan
oleh pernyataan Hamzah (2009) bahwa keyakinan kuat dalam menjalankan wirausaha
tentunya akan membantu siswa untuk menjadi sosok wirausahawan. Keyakinan yang kuat
atas kekuatan diri akan membuat siswa mampu untuk (1) menanamkan kepercayaan
melalui kemampuan dan mandiri dalam menyelesaikan tugas, (2) mengumpulkan

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 123


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

pengetahuan dan pengalaman eksternal di luar bidang yang ditargetkan, (3) menurunkan
rasa takut terhadap kegagalan, dan (4) mampu berubah dari waktu ke waktu. Keyakinan
yang kuat berdampak pada terbentuknya jiwa tidak takut akan kegagalan dan untuk dapat
berubah dari waktu ke waktu atau dengan kata lain seorang wirausahawan harus selalu
berpikir kreatif dan inovatif. Sikap kreatif dan inovatif akan muncul dalam diri individu jika
individu tersebut memiliki sikap berorientasi ke masa depan sehingga individu tersebut
akan selalu mengungkap peluang yang ada dengan cara-cara yang kreatif dan inovatif.

Dalam prosesnya, pembelajaran dilakukan dengan mengaitkan antara materi yang


sedang diajarkan ke dalam usaha mandiri yang bisa diaplikasikan dalam masyarakat
dengan tidak menghiraukan dampaknya bagi lingkungan. Bahkan sebaliknya,
pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar tersebut justru memanfaatkan limbah
plastik bungkus makanan dan minuman serta kulit durian untuk diubah menjadi produk
yang bernilai ekonomi. Pembelajaran dilakukan tidak hanya sekadar teoritis namun juga
dengan mempraktikan pemanfaatan limbah plastik tersebut, yakni dengan membuat produk
kreatif dan inovatif antara lain membuat kerajinan berbentuk tas atau keperluan rumah
tangga lainnya dan membuat briket kulit durian sebagai alternatif bahan bakar pengganti
minyak tanah dan gas elpiji. Hal ini sesuai dengan pernyataan Binadja (1999) bahwa secara
tidak langsung pendidikan bervisi SETS mengarahkan siswa agar memiliki kepedulian
terhadap lingkungan dan sistem masyarakat. Hubungan yang tidak terpisahkan antara
sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat merupakan hubungan timbal balik yang dapat
dikaji manfaat-manfaat maupun kerugian-kerugian yang ditimbulkan.

Pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar bervisi SETS dan berbasis


kewirausahaan kimia (chemoentrepreneurship) akan membimbing siswa ke dalam
pemikiran yang bervisi SETS serta memberikan respon positif dari siswa. Hal ini dibuktikan
dengan respon positif yang diberikan oleh siswa dalam pembelajaran baik kelas ujicoba
terbatas maupun kelas ujicoba luas. Pada kelas ujicoba terbatas, 90% siswa (9 dari 10
siswa) memberikan respon positif terhadap pembelajaran menggunakan bahan ajar
tersebut. Begitu pula pada kelas ujicoba luas, 93,75% siswa (30 dari 32 siswa) juga
memberikan respon positif. Hal ini sejalan dengan kesimpulan dari penelitian Binadja dkk
(2008) bahwa pembelajaran bervisi SETS membentuk kesan positif dalam diri siswa dan
kesan positif yang timbul akibat pembelajaran bervisi SETS tersebut berpengaruh positif
terhadap hasil belajar siswa.

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 124


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

4.3.2 Hasil Belajar Siswa


Berdasarkan hasil penelitian terkait prestasi belajar siswa, disimpulkan baik kelas
ujicoba terbatas maupun kelas ujicoba luas mengalami peningkatan prestasi belajar. Hal
tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil belajar kognitif siswa kelas ujicoba terbatas dan ujicoba luas.

No. Kelas Penelitian Rata-rata Rata-rata n-gain Kriteria


Pretest Posttest (peningkatan)

1. Kelas Ujicoba 36,33 83,34 0,73 Tinggi


Terbatas

2. Kelas Ujicoba Luas 35,52 81,16 0,70 Tinggi

Dari hasil penelitian, terjadi peningkatan rata-rata prestasi belajar siswa kelas ujicoba
terbatas yakni 0,73 (kategori peningkatan tinggi) dan 0,70 (tinggi) untuk siswa kelas ujicoba
luas. Hal ini membuktikan adanya peningkatan prestasi belajar siswa yang signifikan.
Kemudian 90% siswa di kelas ujicoba terbatas tuntas KKM 75 dan 93,75% siswa kelas
ujicoba luas tuntas KKM 75. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Supartono (2006) bahwa peningkatan hasil belajar dengan pendekatan entrepreneurship
(CEP) pada pembelajaran kimia dengan kriteria tinggi yakni 97%. Sejalan dengan penelitian
tersebut, Kusuma (2010) dalam penelitannya terkait pengembangan bahan ajar
berorientasi CEP untuk meningkatkan hasil belajar dan life-skill mahasiswa menyimpulkan
bahwa hasil belajar dan life-skill mahasiswa dapat meningkat melalui penerapan bahan ajar
tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, prestasi belajar siswa kelas ujicoba terbatas
mengalami peningkatan yang lebih signifikan daripada kelas ujicoba luas. Hal ini lebih
disebabkan karena pembelajaran yang dilakukan pada kelas ujicoba terbatas lebih intensif
dan efektif terlebih karena jumlah siswa di kelas ujicoba terbatas hanya 10 siswa
dibandingkan dengan siswa kelas ujicoba luas dengan jumlah siswa 32 siswa.

5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan terkait pengembangan
Bahan Ajar Bervisi SETS (Science, Environment, Technology and Society) dan Berbasis
Kewirausahaan Kimia (chemoentrepreneurship) Kompetensi Terkait Hidrokarbon dan
Minyak Bumi yang dilaksanakan di SMAN 4 Semarang, dapat disimpulkan bahwa bahan
ajar tersebut telah memenuhi syarat bahan ajar dengan kriteria valid, serta dalam

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 125


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

penggunaannya pada pembelajaran, bahan ajar tersebut dikategorikan praktis dengan


tingkat kepraktisan praktis menurut 2 (dua) observer. Pembelajaran dengan menggunakan
bahan ajar tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dengan peningkatan 0,73
(tinggi) pada siswa kelas ujicoba terbatas dan 0,70 (tinggi) pada siswa kelas ujicoba luas.
Kemudian pembelajaran tersebut dapat membantu siswa kelas ujicoba terbatas dan kelas
ujicoba luas untuk tuntas KKM 75.

Berkaitan dengan minat berwirausaha siswa, penggunaan bahan ajar tersebut


dalam pembelajaran mampu menumbuhkan minat berwirausaha siswa, dimana 80% siswa
kelas ujicoba terbatas mempunyai minat berwirausaha tergolong dalam kriteria sangat
tinggi dan pada kelas ujicoba luas 78,12% siswa tergolong dalam kriteria sangat tinggi.
Kemudian respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan bahan ajar bervisi SETS
dan berbasis kewirausahaan kimia baik kelas ujicoba terbatas (90% siswa) maupun ujicoba
luas (93,75% siswa) berada pada kategori respon positif.

DAFTAR PUSTAKA

Azizi, B., et al. 2010. Factors Infleuncing the development of entrepreneurial education in
Irans applied scientific educational centers for agriculture. American Journal of
Agricultural and Biological Sciences. 5(1): 77-83.
Binadja, Achmad. 1999a. Hakekat dan Tujuan Pendidikan SETS (Science, Environment,
Technology and Society) Dalam Konteks Kehidupan dan Pendidikan Yang Ada.
Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Pendidikan SETS, Kerjasama antara
SEAMOE RECSAM dan UNNES, 14-15 Desember 1999.

Binadja, Achmad. 2005. Pedoman Pengembangan Bahan Pembelajaran Bervisi dan


Berpendekatan SETS (Science, Environment, Technology, Society) atau (Sains,
Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat). Semarang: Laboratorium SETS
Universitas Negeri Semarang.

Binadja, Achmad. 2008. Penerapan Lesson Study dan Green Chemistry sebagai Upaya
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Kimia. Makalah disajikan dalam Seminar
Nasional Pendidikan, UNNES, 23 Agustus 2008.

Binadja, A., Wardani S. dan Nugroho S. 2008. Keberkesanan pembelajaran kimia Materi
Ikatan Kimia Bervisi SETS Pada Hasil Belajar Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan
Kimia. 2(2):256-262.

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 126


EDISI KHUSUS, Vol : XXII, No : 2, JULI 2015

Hamzah, G.M.S and Yusof, Bt. H. 2009. Headmaster and Entrepreneurship Criteria.
European Journal of Social Sciences. 11(4): 535-543.

Ibrahim, M. 2002. Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning): Uraian,


Contoh Pelaksana dan Lembar Observasi Keterlaksanaannya. Makalah
disampaikan pada Pelatihan Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Kusuma, E. dan K. Siadi. 2010. Pengembangan Bahan Ajar Kimia Berorientasi


Chemoentrepreneurship untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Lifeskill Mahasiswa.
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 4(1): 544-551.

Siskandar, 2006. Implementasi Pendidikan MIPA Berbasis KTSP dan Pengembangan


MIPA untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Makalah Seminar
Nasional MIPA dan Pendidikan MIPA. Semarang: Program Pascasarjana UNNES.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D). Bandung: Alfabeta.

Supartono. 2006. Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan Kreativitas Siswa SMA Melalui
Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Chemo-Enterpreneurship (CEP). Makalah
yang disampaikan pada Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia Jurusan
Kimia FMIPA UNNES tanggal 11 November 2006 . Semarang: Jurusan Kimia
FMIPA UNNES.

Suryantara. 2010. Prosedur pembuatan modul. http://suryantara.wordpress.com/ (diunduh


20 desember 2011).

Wurdinger, S. dan J. Rudolph. 2009. A Different Type of Success: Teaching Important Life
Skills Through Project Based Learning. Improving Schools. 12(2): 115-129.
http://imp.sagepub.com/cgi/content/ . (diunduh 03/04/2012).

MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 127

Anda mungkin juga menyukai