Anda di halaman 1dari 11

Nama: Dwiky Bayu Saputra

NIM: M1B114022
Kelompok: 2 (Dua)
Shift: II (Dua)
Pembuatan Metil Ester Dari Biji Karet
Proses produksi biodiesel dari biji karet (Hevea brasiliensis) yang dilaksanakan di
Indonesia pada umumnya memakai metode katalis (asam atau alkil) dan metode pencucian
basah atau metode pencucian kering. Metode katalis membawa banyak kerugian antara
lain: waktu produksi lama, biaya produksi tinggi karena menggunakan magnesol sebagai
absorban, terutama jika pemurniannya menggunakan air (sistem pencucian basah) karena
akan dapat merusak komponen mesin seperti misalnya: seal cepat bocor, mudah timbul
jamur, karat / korosi pada silinder head, pompa dan saringan bahan bakar sering buntu, dan
sebagainya. Proses produksi biodiesel dengan metode non-katalis dapat mengatasi
kelemahan seperti disebutkan di atas. Pada studi ini, minyak biji karet diperoleh dengan
metode pengepresan. Spesifikasi minyak adalah sebagai berikut: viskositas 5,19 cSt,
densitas 0,9209 g/ml, kandungan air 0,2%, asam lemak bebas (FFA) 6,66%, dan titik didih
305C. Metodelogi yang digunakan adalah pemrosesan biji karet menjadi biodiesel metode
non-katalis superheated methanol. Tranesterifikasi berlangsung di dalam sebuah Bubble
Column Reactor (BCR) pada temperatur reaksi 270C, 275C, 280C, 285C, dan 290C
serta pada tekanan atmosfir. Rasio molar antara methanol dan minyak biji karet adalah:
140, 150, dan 160. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses pembuatan biodiesel
dari minyak nabati metode katalis biasanya melalui berbagai tahapan proses yaitu: proses
degumming untuk melepaskan getah atau lendir yang dikandungnya, esterifikasi untuk
menurunkan kadar FFA sampai di bawah 2,5% untuk mencegah penyabunan, dan
tranesterifikasi untuk memperoleh metil ester atau biodiesel dan kemudian pencucian.
Tetapi dalam pengembangannya menggunakan metode non-katalis ternyata bahwa minyak
biji karet yang memiliki kadar FFA tinggi (di atas 2,5%) dapat secara langsung diproses
tranesterifikasi tanpa terjadi penyabunan dan dapat menghasilkan biodiesel tanpa harus
mengalami proses pendahuluan degumming, esterifikasi, maupun pencucian. Densitas,
angka setana, titik tuang, titik nyala, dan angka asam metode non-katalis lebih baik dari
pada metode katalis. Kelemahannya adalah bahwa residu karbon mikro yang dikandung
oleh biodiesel minyak biji karet (B-100) masih cukup tinggi di atas standar yang diijinkan.
Kadar metil ester optimum diperoleh pada rasio molar 160 dan temperatur reaksi 290C
karena menghasilkan biodiesel terbesar dan gliserol terkecil.
Pembuatan biodiesel (metil ester) menggunakanminyak yang diekstraksi dari biji
karet. Biji karet yang digunakan adalah klon PB 280. Serangkaianpengujian telah
dilakukan untuk melihat sifat fisiko-kimia dari minyak biji karet maupun kualitas dari
biodiesel yang yang dihasilkan. Minyak yang dapat diekstrak dari biji karet klon PB 280
adalah sekitar 49,03 % dari berat serbuk kering. Komposisi asam lemak penyusun
trigliserida minyak biji karet tersebut terdiri dari; asam palmitat (9,39%), asam stearat
(12,07%), asam oleat (18,03%), dan asam linoleat (60,51%). Metil ester dibuat dengan
menambahkan 64 g minyak ke dalam 27 mL metanol-KOH 1,5% berat, dicampurkan
hingga larut dalam Erlenmeyer tertutup. Setelah larut, campuran diaduk dengan pengaduk
magnetik dengan suhu sekitar 50C selama 30 menit dalam keadaan tertutup. Metil ester
yang dihasilkan memiliki berat sekitar 96,18% dari berat awal minyak. Hasil pengujian
pada biodiesel dari minyak biji karet ini membuktikan bahwa biodiesel tersebut cukup
untuk memenuhi standar internasional. Biodiesel yang dihasilkan dari minyak biji karet
hasil ekstraksi ini dapat diperkirakan termasuk dalam kategori bahan bakar minyak diesel
no. 2-D. Kata kunci : Biodiesel, metil ester, minyak biji karet, hevea brasiliensis, klon PB
280.
Proses produksi biodiesel dari biji karet (Heveabrasiliensis) yang dilaksanakan di
Indonesia pada umumnya memakai metode katalis (asam atau alkil) dan metode pencucian
basah atau metode pencucian kering. Metode katalis membawa banyak kerugian antara
lain: waktu produksi lama, biaya produksi tinggi karena menggunakan magnesol sebagai
absorban, terutama jika pemurniannya menggunakan air (sistem pencucian basah) karena
akan dapat merusak komponen mesin seperti misalnya: seal cepat bocor, mudah timbul
jamur, karat / korosi pada silinder head, pompa dan saringan bahan bakar sering buntu, dan
sebagainya. Proses produksi biodiesel dengan metode non-katalis dapat mengatasi
kelemahan seperti disebutkan di atas.Pada studi ini,minyak biji karet diperoleh dengan
metode pengepresan. Spesifikasi minyak adalah sebagai berikut: viskositas 5,19 cSt,
densitas 0,9209 g/ml, kandungan air 0,2%, asam lemak bebas (FFA) 6,66%, dan titik didih
305C. Metodelogi yang digunakan adalah pemrosesan biji karet menjadi biodiesel metode
non-katalis superheated methanol. Tranesterifikasi berlangsung di dalam sebuah Bubble
Column Reactor (BCR) pada temperatur reaksi 270C, 275C,280C, 285C, dan 290C
serta pada tekanan atmosfir. Rasio molar antara methanol dan minyak biji karet adalah:
140, 150, dan 160. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses pembuatan biodiesel
dari minyak nabati metodekatalis biasanya melalui berbagai tahapan proses yaitu: proses
degumming untuk melepaskan getah atau lendir yang dikandungnya, esterifikasi untuk
menurunkan kadar FFA sampaidi bawah 2,5% untuk mencegah penyabunan, dan
tranesterifikasi untuk memperoleh metil ester atau biodiesel dan kemudian
pencucian.Tetapi dalam pengembangannya menggunakan metode non-katalis ternyata
bahwa minyak biji karet yang memiliki kadar FFA tinggi (di atas 2,5%) dapat secara
langsung diproses tranesterifikasi tanpa terjadi penyabunan dan dapat menghasilkan
biodiesel tanpa harus mengalami proses pendahuluan degumming, esterifikasi, maupun
pencucian. Densitas, angka setana, titik tuang, titik nyala, dan angka asam metode non-
katalis lebih baik dari pada metode katalis. Kelemahannya adalah bahwa residu karbon
mikro yang dikandung oleh biodiesel minyak biji karet (B-100) masih cukup tinggi di atas
standar yang diijinkan. Kadar metil ester optimum diperoleh pada rasio molar 160 dan
temperatur reaksi 290C karena menghasilkan biodiesel terbesar dan gliserol terkecil.
Biji karet, hingga saat ini, belum banyak dimanfaatkan keberadaannya. Biji
karet memiliki kandungan minyak 40-50%-berat yang berpotensi sebagai bahan baku
dalam pembuatan biodiesel. Pemanfaatan bahan baku minyak nonedibelberharga
murah akan meminimalkan biaya produksi biodiesel sehingga diharapkan dapat
dihasilkan biodiesel dengan yang harga bersaing terhadap petrodiesel. Biodiesel
berbahan baku minyak biji karet dengan kandungan asam lemak tinggi perlu direaksikan
terlebih dahulu guna menurunkan kadar asam lemak hingga 2% melalui reaksi esterifikasi.
Selanjutnya,minyak tersebut dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi. Penelitian ini
meneliti pengaruh katalis asam (H2SO4) dan suhu reaksi pada reaksi esterifikasi
minyak biji karet (Hevea Brasiliensis) menjadi Biodiesel. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semakin tinggi suhu reaksi esterifikasi prosentase penurunan asam lemak semakin
besar. Berat katalis H2SO4 sebesar 0,5%-berat memberikan prosentasi penurunan paling
cepat (berturut-turut mencapai 1,57 dan 1,33%FFA dalam 120 menit reaksi pada 55oC dan
60oC). Sedangkan untuk berat katalis H2SO40,25%, 1% dan 2% prosentase penurunan
asam lemak cenderung berjalan Lambat (pada waktu reaksi yang sama dan suhu reaksi
55oC berturut-turut mencapai 3,91; 3,16; dan 2,62%FFA (Free Fatty Acid) untuk
0,25%, 1% dan 2%-berat katalis). Kondisi operasi yang memberikan yield crude
FAME(Fatty Acid Methyl Ester) terbesar adalah suhu reaksi esterifikasi 60oC dan 0,5%-
berat katalis H2SO4. Tanaman karet berasal dari bahasa latin bernama Havea
brasiliensisyang berasal dari negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan
tanaman karet alam dunia. Indonesia merupakan negara penghasil karet kedua terbesar di
dunia, dengan areal perkebunan karet yaitu sekitar 3,4 juta ha pada tahun 2008 dengan
produksi mencapai 2,76 juta ton (DirjenPerkebunan, 2008). Pada industri karet, hasil
utama yang diambil dari tanaman karet adalah lateks. Sementara itu bii karet masih belum
dimanfaatkan dan dibuang sebagai limbah. Padahal biji karet tersedia dalam jumlah yang
banyak. Setiap pohon tanaman karet dapat menghasilkan 800 biji karet pertahun. Jika lahan
seluas 1 hektar, dapat ditanamisebanyak 400 pohon karet. Maka untuk lahan seluas 1
hektar diperkirakan dapat menghasilkan 5.050 kg biji karet per tahunnya (Siahaan,et al.,
2011).
Biji karet masak terdiri dari 70% kulit buah dan 30% biji karet. Biji karet terdiri
dari 40% tempurung dan 60% tempurung daging biji, dimana variasi proporsi kulit dan
daging buah tergantung pada kesegaran biji. Biji karet yang segar memiliki kadar minyak
yang tinggi dan kandungan air yang rendah. Akan tetapi biji karet yang terlalu lama
disimpan akan mengandung kadar air yang tinggi sehingga menghasilkan minyak dengan
mutu yang kurang baik. Biji segar terdiri dari 34,1% kulit, 41,2% isi dan 24,4% air,
sedangkan pada biji karet yang telah dijemur selama dua hari terdiri dari 41,6% kulit, 8%
air, 15,3% minyak da 35,1% bahan kering (Swem, 1964). Biji karet mengandung sekitar 40
50%-b minyak nabati dengan komposisi asam lemak yang dominan adalah asam oleat
dan asam linoleat, sementara sisanya berupa asam palmitat, asam stearat, asam arachidat
dan asam lemak lainnya. Ada banyak sekali manfaat yang dapat diambil dengan
memanfaatkan biji karet yang tidak pernah diolah dan dikembangkan secara khusus, yang
diketahui oleh masyarakat hanyalah pengambilan getah dari batang karet atau yang sering
disebut dengan menyadap. Bahkan, hal-hal yang perlu diketahui dalam proses penyadapan
kurang diketahui oleh masyarakat, sehingga kualitas karet yang dihasilkan kurang bagus.
Jika kita melihat kompisisi biji karet yang begitu banyak mengandung minyak, seharusnya
ada suatu pemanfaatan lebih dalam pengolahan biji karet tersebut, adapun beberapa energi
alternatif yang dihasilkan dari bahan dasar biji karet adalah sebagai berikut:
a) Briket
b) Biokerosin
c) Biopelet
d) Biodiesel
Minyak ini diperoleh dari biji karet dengan pengepresan atau ekstraksi pelarut.
Minyak biji karet termasuk semi drying oil dan mudah teroksidasi. Minyak dari biji karet
cenderung tidak ekonomis apabila dijadikan sebagai bahanpangan dan sangat baik
digunakan sebagai bahan industri, seperti alkil, resin, linoleum vernis, tinta cetak,cutting
oils,dan minyak lumas (Swern dalam Maali,1982). Indonesia merupakan salah satu
produsen karet terbesar di dunia. Selama ini hasil utama yang diambil dari tanaman karet
adalah latex. Sementara itu, biji karetmasih belum dimanfaatkan dan dibuang sebagai
limbah. Biji karet mengadung sekitar 40-50%-b minyak nabati yang dapat diolah menjadi
biodiesel. Akan tetapi, minyak biji karet memiliki kandungan asam lemak bebas yang
tinggi. Minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi kurang ekonomis untuk
diolah menjadi biodiesel menggunakan proses konvensional berkatalis basa karena adanya
reaksi samping penyabunan. Untuk mengatasi hal ini, pembuatan biodiesel dari minyak biji
karet dapat dilakukan dengan menggunakan katalis asam. Akan tetapi, penggunaan katalis
asam homogen seperti asam sulfat menimbulkan masalah korosi, sedangkan penggunaan
katalis asam heterogen cenderung sangat mahal.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengembangkan proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan menggunakan
katalis asam heterogen berbahan dasar gula. Secara khusus, hal ini meliputi:
1) mempelajari dan mengoptimasi proses pengambilan minyak biji karet baik dengan
menggunakan teknik ekstraksi maupun pengempaan.
2) mempelajari dan mengoptimasi proses pembuatan katalis asam heterogen berbahan
dasar gula dengan menggunakan proses pirolisis yang dilanjutkan dengan proses
sulfonasi; dan
3) mempelajari dan mengoptimasi proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet
menggunakan katalis berbahan dasar gula dengan menggunakan proses satu tahap
maupun dua tahap.
Target akhir penelitian ini adalah diperolehnya pemahaman yang mendalam
mengenai proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dengan menggunakan katalis
berbahan dasar gula. Hal ini sangat berguna dalam perancangan dan pengembangan proses
pembuatan biodiesel dari minyak biji karet maupun dari berbagai minyak nabati non
pangan lainnya yang ada di Indonesia yang memiliki permasalahan serupa. Fokus utama
penelitian pada tahun pertama dari rencana tiga tahun penelitian ini adalah untuk
mempelajari cara pengambilan minyak biji karet menggunakan metode pengepresan
maupun metode ekstraksi. Beberapa informasi mengenai perolehan minyak biji karet
maupun kondisi operasi optimum proses pengambilan minyak biji karet sudah diperoleh.
Sifat fisik dan kimia minyak biji karet, meliputi kandungan asam lemak bebas, viskositas
dan densitas juga sudah didapatkan. Pada tahap selanjutnya, penelitian akan diarahkan
pada pengembangan katalis asam heterogen berbahan dasar gula dan pengembangan proses
untuk pembuatan biodiesel dari minyak biji karet.
Minyak biji karet (Heveo brasiliensis) merupakan salah satu biodiesel yang dapat
dijadikan alternatif pengganti minyak diesel dan solar. Proses pembuatan biodiesel, yang
dikenal dengan transesterifikasi, dilakukan dengan mereaksikan minyak, alkohol
(methanol) dan katalis basa (KOH). Metanolisis dilakukan dengan menggunakan reaktor
sederhana berupa beker gelas yang dilengkapi penutup, stirrer dan pipet tetes untuk
mengambil cuplikan pada tiap-tiap waktu. Lapisan atas metil ester yang terbentuk
diekstraksi dengan menggunakan aquadest dan dikeringkan. Biodiesel kemudian diuji
dengan beberapa parameter yang harus dipenuhi agar dapatfigunakan sebagai solar dan
minyak diesel. Hasil menunjukkan bahwa metanolisis minyak karet 1 tahap mencapai
konversi maksimum sebesar 80% pada perbandingan 6:1 mol eq metanol/mol eq minyak,
katalis alkalin 1.25 % dan waktu 60-75 menit. Sedangkan pada proses 2 tahap, konversi
maksimum 86,6667% dicapai pada perbandingan pereaksi 6:1 mol eq mrtanol / mol eq
minyak, katalis alkalin 1,25% dan waktu 120 menit. Dari hasil pengujian biodiesel
didapatkan angka Density, SG, Pour Point, Flash Point dan Warna yang memenuhi standar
minyak diesel dan solar. Sedangkan untuk Distilasi dan Viskositas perlu perlakuan yang
lebih lanjut.
Salah satu metode pengambilan minyak dari biji karet adalah dengan pengepresan
mekanik. Secara rendemen biji karet menghasilkan 37,5% minyak bersih. Karena besarnya
rendemen yang dapat dihasilkan maka pengepresan dipilih sebagai metoda dalam
pengambilan minyak biji karet. Biji karet perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum dipres
untuk diambil minyaknya (Ikwuagwu et. all., 2000). Faktor yang berpengaruh pada proses
pengepresan adalah ukuran bahan baku (biji karet). Ukuran bahan baku merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi proses pengepresan. Dengan semakin kecil diameter biji
karet maka rendemen yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini disebabkan ukuran
bahan yang kecil lebih memudahkan minyak keluar dari daging biji karet dengan adanya
tekanan. Kedua, pori-pori bahan baku (biji karet). Minyak yang terdapat dalam bahan
dalam hal ini adalah biji karet akan keluar melalui pori-porinya. Semakin besar lubang dari
pori-pori maka minyak yang keluar akan semakin banyak. Ketiga, tekanan, secara umum
semakin besar tekanan dalam pengepresan maka rendemen yang diperoleh akan semakin
besar pula, dan yang terakhir adalah pemanasan. Pemanasan akan merubah karakteristik
fisik dari bahan. Dalam hal ini adalah pori-pori dari bahan akan semakin besar sehingga
mempermudah untuk keluarnya minyak jika diberikan tekanan (http://www.google.co.id,
akses 11 Mei 2011).
Mengingat kernel biji karet mengandung kadar minyak tinggi (40-50%), maka
metode pengepresan mekanis paling sesuai untuk pengambilan minyak dari biji karet.
Sebelum pengepresan dilakukan pemisahan biji karet dari daun dan kotoran, pemecahan
kulit luar dan pemasakan dalam oven pada suhu 1000C hingga kadar air 1,85%.
Perlakuan tersebut memberikan kadar minyak sebesar 20% berat. Pengeringan terhadap
kernel biji karet hingga kadar 1,85% perlu dilakukan karena pada kernel biji karet segar
(fresh) kadar airnya cukup tinggi (6,79%). Kondisi tersebut menyulitkan proses
pengepresan, mengingat kernel yang dipres akan hancur dan menempel pada alat pres
sehingga kadar minyak yang diperoleh akan menurun (www.google.co.id, akses 27 Maret
2011). Proses pemurnian minyak yang perlu dilakukan untuk pembuatan biodiesel adalah
proses pemisahan gum (degumming) dan proses pemisahan asam lemak bebas (netralisasi).
Berikut penjelasannya :
- Proses pemisahan gum (degumming)

Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri
dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam
lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan dengan cara penambahan asam
posfat kedalam minyak, lalu dipanaskan sehingga akan membentuk senyawa fosfolipid
yang lebih mudah terpisah dari minyak. Kemudian, disusul dengan proses pemusingan
(sentrifusi).
- Proses pemisahan asam lemak bebas (netralisasi)

Netralisasi adalah suatu proses pemisahan asam lemak bebas dari minyak atau
lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya
sehingga membentuk sabun. Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan
cara penyulingan yang dikenal dengan istilah deasidifikasi (Tim Penebar Swadaya, 2005).
Pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dapat dilakukan melalui reaksi
esterifikasi yang kemudian dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi dengan
menggunakan katalis asam kuat. Esterifikasi dilakukan sebelum transesterifikasi untuk
menghilangkan asam lemak bebas sekaligus menambah perolehan biodiesel. Reaksi
esterifikasi dapat dilakukan dengan katalis homogen (seperti Natrium hidroksida) maupun
katalis heterogen (CaO). Esterifikasi dengan katalis homogen menghasilkan produk yang
bersifat asam sehingga sebelum reaksi transesterifikasi, kelebihan asam ini harus
dinetralkan terlebih dahulu. Penetralan dapat dilakukan dengan penambahan basa atau
menggunakan resin penukar anion. Reaksi eterifikasi menghasilkan produk samping
berupa air. Air harus dipisahkan sebelum transesterifikassi. Pemisahan ini dapat dilakukan
dengan penguapan atau dengan menggunakan adsorben. Umpan masuk reaktor
transesterifikasi berupa trigliserida, ester, dan pengotor. Reaksi transesterifikasi dapat
dilakukan dua tahap untuk mendapatkan konversi tinggi. Pada reaksi dua tahap, pemisahan
gliserin dilakukan diantara kedua reaksi. Pemisahan gliserin ini berguna untuk menggeser
kesetimbangan kekanan sehingga konversinya menjadi lebih tinggi. Reaksi
transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin. Ester dan gliserin tidak
saling larut sehingga dapat dipisahkan dengan dekantasi. Fasa ester dimurnikan lebih lanjut
untuk mendapatkan biodiesel yang sesuai dengan standar mutu yang disyaratkan. Fasa
ester masih mengandung pengotor-pengotor, seperti: sisa katalis, garam, methanol, dan
pengotor lainnya. Pemurnian fasa ester dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pencucian
dengan air atau menggunakan penukar ion (www.google.co.id, akses 21 Maret 2011).
Besarnya potensi biji karet sebagai bahan baku pembuatan biodiesel juga telah
dibuktikan dengan banyaknya percobaan-percobaan atau penelitian-penelitian yang telah
dilakukan. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh (Yuliani, F., dkk. 2009) dengan
judul penelitian Pengaruh Katalis Asam (H2SO4) dan Suhu Reaksi pada Reaksi
Esterifikasi Minyak Biji Karet (Hevea Brasiliensis) menjadi Biodiesel. Dari penelitian ini
didapatkan hasil bahwa sifat-sifat fisik biodiesel dari minyak biji karet telah memenuhi
standar Forum Biodiesel Indonesia (FBI) dengan nilai densitas (0,85), viskositas (4,06),
titik nyala/flash point (120), namun angka setana masih berada dibawah nilai yang
ditetapkan. Bahan bakar minyak (BBM) merupakan kebutuhan energi global terbesar
yang konsumsinya diperkirakan oleh Energy Information Adminisrtation(bagian dari
Departemen Energi Amerika Serikat) akan meningkat 57% dari tahun 2002 hingga 2025.
Peningkatan laju pengguanan BBM, berdampak pada ketersediaan minyak bumi sebagai
cadangan energi fosil yang keberadaannya semakin menipis. Minyak bumi merupakan
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, dan penggunaannya dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan yang semakin mengkhawatirkan, maka berdasarkan fakta tersebut,
maka terbukalah peluang bagi sumber energi terbarukan yang bertujuan untuk
penghematan energi fosil dan menciptakan lingkungan yang sehat. Salah satunya adalah
memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dalam bentuk pengolahan
minyak tumbuhan sebagai bahan bakar nabati (biofuel ) seperti biodiesel sebagai pengganti
solar. Biodiesel adalah senyawa metil ester yang yang dapat diperoleh dari trans-
esterifikasi minyak nabati maupun esterifikasi asam lemak. Secara teknis, biodiesel
memilki kinerja yang lebih baik daripada solar, karena angka cetane yang dimiliki
biodiesel lebih tinggi sehingga menghasilkan emisi gas buang yang aman terhadap
lingkungan. Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam (SDA) melimpah,
banyak menyediakan sumber minyak nabati. Salah satunya adalah biji karet. Tanaman
karet merupakan komoditi perkebunan penting bagi Indonesia. Pengolahan hasil tanaman
karet yang hanya dititik beratkan pada lateks dan batang saja mengakibatkan produk lain
seperti biji karet belum mendapat perhatian lebih. Selama ini, pemanfaatan biji karet hanya
sebagai benih generative pohon karet sehingga biji karet hampir tidak mempunyai nilai
ekonomis. Kenyataannya, biji karet mengandung minyak nabati 40-50% yang dapat
dimanfaatkan sebagai biodiesel. Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan biji
karet sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Proses pembuatan biodiesel dari minyak
nabati dilakukan melalui beberapa tahap yaitu esterifikasi dan transesterifikasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh biji karet berpotensi menjadi bahan baku
biodiesel. Biji karet sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan baik, umumnya masih
dibuang di setiap perkebunan, hanya sedikit yang dijadikan sebagai benih generatif. Biji
karet berpotensi dijadikan sebagai biodiesel, Indonesia merupakan negara dengan areal
tanaman karet terluas di dunia. Jumlah biji karet di perkebunan tanaman karet mencapai 1
kg/m2 serta kandungan minyak yang terdapat pada biji karet 40-50%-berat. Penggunaan
biji karet untuk produksi biodiesel tidak menimbulkan persaingan bahan pangan karena
biji karet merupakan sumber minyak nabati non pangan dan juga ramah lingkungan.
Tanaman karet berasal dari bahasa latin bernama Havea brasiliensis yang berasal
dari negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam
dunia. Indonesia merupakan negara penghasil karet kedua terbesar di dunia, dengan areal
perkebunan karet yaitu sekitar 3,4 juta ha pada tahun 2008 dengan produksi mencapai 2,76
juta ton (Dirjen Perkebunan, 2008). Pada industri karet, hasil utama yang diambil dari
tanaman karet adalah lateks. Sementara itu bii karet masih belum dimanfaatkan dan
dibuang sebagai limbah. Padahal biji karet tersedia dalam jumlah yang banyak. Setiap
pohon tanaman karet dapat menghasilkan 800 biji karet pertahun. Jika lahan seluas 1
hektar, dapat ditanami sebanyak 400 pohon karet. Maka untuk lahan seluas 1 hektar
diperkirakan dapat menghasilkan 5.050 kg biji karet per tahunnya (Siahaanet al ., 2011).
Biji karet masak terdiri dari 70% kulit buah dan 30% biji karet. Biji karet terdiri dari 40%
tempurung dan 60% tempurung daging biji, dimana variasi proporsi kulit dan daging buah
tergantung pada kesegaran biji. Biji karet yang segar memiliki kadar minyak yang tinggi
dan kandungan air yang rendah. Akan tetapi biji karet yang terlalu lama disimpan akan
mengandung kadar air yang tinggi sehingga menghasilkan minyak dengan mutu yang
kurang baik. Biji segar terdiri dari 34,1% kulit, 41,2% isi dan 24,4% air, sedangkan pada
biji karet yang telah dijemur selama dua hari terdiri dari 41,6% kulit, 8% air, 15,3%
minyak 35,1% bahan kering (Swem, 1964). Biji karet mengandung sekitar 40-50%-b
minyak nabati dengan komposisi asam lemak yang dominan adalah asam oleat dan asam
linoleat, sementara sisanya berupa asam palmitat, asam stearat, asam arachidat dan asam
lemak lainnya.
Biji karet merupakan alternatif bahan baku biodiesel yang sangat potensial di
Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Indonesia merupakan salah satu penghasil karet
terbesar di Asia. Di samping itu pemanfaatan biji karet sendiri masih sangat kurang.
Biodiesel adalah senyawa metil ester yang dapat diperoleh dari trans-esterifikasi minyak
nabati maupun esterifikasi asam lemak. Tingkat kejenuhan asam lemak yang tinggi
berpotensi menghasilkan biodiesel berkualitas baik. Pada penelitian ini, telah
diproduksi biodiesel dari asam lemak jenuh minyak biji karet, di mana asam lemak tak
jenuhnya telah dipisahkan untuk pemanfaatan di bidang kesehatan. Penelitian ini bertujuan
untuk memanfaatkan bahan buangan menjadi bahan bakar alternatif, sekaligus
membandingkan kualitas biodiesel dari asam lemak jenuh dengan biodiesel dari minyak
biji karet. Asam lemak jenuh diperoleh dari hidrolisis minyak biji karet. Proses hidrolisis
berlangsung beberapa tahap pada suhu didih campuran. Campuran asam lemak jenuh dan
tak jenuh yang dihasilkan dipisahkan dengan pembekuan. Asam lemak jenuh
diesterifikasi dengan metanol dan katalis HCl. Karakteristik biodiesel yang dianalisis
meliputi spesific gravity, viskositas kinematis, flash point, pour point, kadar residu
karbon, angka iod, angka asam dan angka setana. Hasil analisis menunjukkan bahwa
biodiesel dari asam lemak jenuh minyak biji karet memiliki keunggulan dari segi angka
setana, angka iod, angka asam, viskositas dan titik tuang. Penggunaan biji karet untuk
produksi biodiesel tidak menimbulkan persaingan bahan pangan karena biji karet
merupakan sumber minyak nabati non pangan dan juga ramah lingkungan. Kelemahannya
adalah bahwa residu karbon mikro yang dikandung oleh biodiesel minyak biji karet (B-
100) masih cukup tinggi di atas standar yang diijinkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ningsih,Yulia. 2015. Pemanfaatan Biji Karet Dari Biji Karet Sebagai Energy Terbarukan
Ramah Lingkungan. [online]. http://www.academia.edu/19973815/
PEMANFAATAN_BIODIESEL_DARI_BIJI_KARET_SEBAGAI_ENERGI_TER
BARUKAN_RAMAH_LINGKUNGAN. Diakses 5 Febuari 2017, Pukul 08.00 PM
Emelda. 2011. Potensi Biji Karet Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodisel. [online].
http://emelda-kimiaindonesia.blogspot.co.id/2011/05/kimia-bahan-alam.html.
Diaskes 5 Febuari 2017, Pukul 08.10 PM
Hesti. 2008. Pembuatan Biodisel Dari Minyak Biji Karet. [online].
http://repository.unand.ac.id/8651/. Diaskes 5 Febuari 2017, Pukul 08.15 PM
Santoso,Herry, et al. Pembuatan Biodisel Dari Minyak Biji Karet Menggunakan Katalis
Berbahan Dasar Gula. [online].
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=169140&val=3913&title=PEM
BUATAN%20BIODIESEL%20DARI%20MINYAK%20BIJI%20KARET%20MEN
GGUNAKAN%20KATALIS%20BERBAHAN%20DASAR%20GULA. Diaskes 5
Febuari 2017, Pukul 08.20 PM
Susila,Wayan. Pengembangan Proses Produksi Biodisel Biji Karet Non-Katalis. [online].
http://jurnalmesin.petra.ac.id/index.php/mes/article/viewFile/17958/17877. Diaskes 5
Febuari 2017, Pukul 08.30 PM

Anda mungkin juga menyukai