Anda di halaman 1dari 10

Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen

pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf
eferen serta termoregulasi (Swenson, 1997). Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi
menjadi dua golongan, yaitu poikiloterm dan homoiterm. Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi
oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar.
Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Dan hewan homoiterm sering disebut
hewan berdarah panas (Dukes, 1985).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan suhu


Setiap saat suhu tubuh manusia berubah secara fluktuatif. Hal tersebut dapat dipengaruhi
oleh berbagai factor yaitu :
1. Exercise: semakin beratnya exercise maka suhunya akan meningkat 15 x, sedangkan pada
atlet dapat meningkat menjadi 20 x dari basal ratenya.
2. Hormon: Thyroid (Thyroxine dan Triiodothyronine) adalah pengatur pengatur utama
basal metabolisme rate. Hormon lain adalah testoteron, insulin, dan hormon pertumbuhan
dapat meningkatkan metabolisme rate 5-15%.
3. Sistem syaraf: selama exercise atau situasi penuh stress, bagian simpatis dari system
syaraf otonom terstimulasi. Neuron-neuron postganglionik melepaskan norepinephrine
(NE) dan juga merangsang pelepasan hormon epinephrine dan norephinephrine (NE) oleh
medulla adrenal sehingga meningkatkan metabolisme rate dari sel tubuh.
4. Suhu tubuh: meningkatnya suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme rate, setiap
peningkatan 1 % suhu tubuh inti akan meningkatkan kecepatan reaksi biokimia 10 %.
5. Asupan makanan: makanan dapat meningkatkan 10 20% metabolisme rate terutama
intake tinggi protein.
6. Berbagai macam factor seperti: gender, iklim dan status malnutrisi.
(Guyton, A.C. 1986)
Walaupun terjadi perubahan suhu tubuh, tetapi tubuh mempunyai mekanisme
homeostasis yang dapat dipertahankan dalam rentang normal. Suhu tubuh yang normal adalah
mendekati suhu tubuh inti yaitu sekitar 370C. Suhu tubuh manusia mengalami fluktuasi sebesar
0,5 0,70C, suhu terendah pada malam hari dan suhu tertinggi pada siang hari. Panas yang
diproduksikan harus sesuai dengan panas yang hilang (Bima, 2006).

Mekanisme pengaturan suhu tubuh


Pusat pengaturan suhu tubuh yang berfungsi sebagai termostat tubuh adalah suatu
kumpulan neuron-neuron di bagian anterior hypothalamus yaitu: Preoptic area. Area ini
menerima impuls-impuls syaraf dari termoreseptor dari kulit dan membran mukosa serta
dalam hipotalamus. Neuron-neuron pada area peroptic membangkitkan impuls syaraf pada
frekwensi tinggi ketika suhu darah meningkat dan frekwensi berkurang jika suhu tubuh menurun.
Impuls-impuls syaraf dari area preoptic menyebar menjadi 2 bagian dari hipotalamus diketahui
sebagai pusat hilang panas dan pusat peningkatan panas, dimana ketika distimulasi oleh area
preoptic, mengatur kedalam serangkaian respon operasional yang meningkatkan dan
menurunkan suhu tubuh secara berturut-turut (Ikhwan, 2009).
Termoregulasi adalah proses fisiologis yang merupakan kegiatan integrasi dan
koordinasi yang digunakan secara aktif untuk mempertahankan suhu inti tubuh melawan
perubahan suhu dingin atau hangat (Myers, 1984). Pusat pengaturan tubuh manusia ada di
Hipotalamus, oleh karena itu jika hipotalamus terganggu maka mekanisme pengaturan suhu
tubuh juga akan terganggu dan mempengaruhi thermostat tubuh manusia. Mekanisme pengaturan
suhu tubuh manusia erat kaitannya antara kerja sama system syaraf baik otonom, somatic dan
endokrin. Sehingga ketika membahas mengenai pengaturan suhu oleh system persyarafan maka
tidak lepas pula kaitannya dengan kerja system endokrin terhadap mekanisme pengaturan suhu
tubuh seperti TSH dan TRH.
Bagian otak yang berpengaruh terhadap pengaturan suhu tubuh adalah hipotalamus
anterior dan hipotalamus posterior. Hipotalamus anterior (AH/POA) berperanan
meningkatkan hilangnya panas, vasodilatasi dan menimbulkan keringat. Hipotalamus
posterior (PH/ POA) berfungsi meningkatkan penyimpanan panas, menurunkan aliran
darah, piloerektil, menggigil, meningkatnya produksi panas, meningkatkan sekresi
hormon tiroid dan mensekresi epinephrine dan norepinephrine serta meningkatkan basal
metabolisme rate. (Hasan, R., 1997).
Jika terjadi penurunan suhu tubuh inti, maka akan terjadi mekanisme homeostasis
yang membantu memproduksi panas melalui mekanisme feed back negatif untuk dapat
meningkatkan suhu tubuh ke arah normal (Tortora, 2000). Thermoreseptor di kulit dan
hipotalamus mengirimkan impuls syaraf ke area preoptic dan pusat peningkatan panas di
hipotalamus, serta sel neurosekretory hipotalamus yang menghasilkan hormon TRH
(Thyrotropin releasing hormon) sebagai tanggapan. Hipotalamus menyalurkan impuls
syaraf dan mensekresi TRH, yang sebaliknya merangsang Thyrotroph di kelenjar pituitary
anterior untuk melepaskan TSH (Thyroid stimulating hormon). Impuls syaraf dihipotalamus
dan TSH kemudian mengaktifkan beberapa organ efektor.
Menurut Myers, 2006, mengatakan keseimbangan termoregulasi dicapai dengan diikuti
oleh mekanisme di dalam regio anterior hipotalamus/ preoptic area yang termosensitif. Neuron-
neuron yang sensitive terhadap dingin terlebih dahulu mengintegrasikan input sensori dan
kemudian memicu efektor untuk memproduksi metabolisme panas, vasokonstriksi,
menggigil dan respon lainnya. Di sisi lain, untuk mengaktifkan kehilangan panas, neuron-
neuron yang sensitif terhadap panas merangsang efektor untuk mengalami dilatasi,
bernapas pendek dan cepat, berkurangnya metabolisme rate, dan mengambat efektor
untuk penghasil panas. Walaupun temperature sirkulasi darah dalam hipotalamus berpartisipasi
dalam mekanisme control umpan balik terhadap system sensor-efektor, reseptor di kulit
memberikan tanda kritis termal melalui serabut afferent ke AP/POA (Ronald, B. 2009).

Daftar Pustaka

Bima, 2006. Pengaturan Suhu Tubuh. http://bima.ipb.ac.id/~tpb/materi/bio100/Materi/suhu_tubuh.html.


Diakses tanggal 22 April 2010.
Benzinger, T.H. 1969. Heat Regulation: Homeostatis of Central Temperature in Man. Physiol.
Rev.49:671.
Fuller, H.L. dan M. Rendon. 1977. Energetic Efficiency of Different Dietary Fats for Growth of Young
Chicks. Poultry Sci. 56: 549
Glaser Joel S. Thermoregulation Body, in neuroophthalmology, Maryland ;neuroophthalmology,
Maryland ;Herper & Row, 1978:35, 36, 174-179.
Guyton, A.C. 1986. Text Book of Medical Physiology. W. B. Saunders Co. New York.
Hasan, R., 1997, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1,2,3, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Hugenholtz H, Cass DE, Dvorak MF et al. High Dose Methylprednisolone for Acute Closed Spinal Cord
Injury: Only A Treatment Options. Can J Neurol Sci. 2002;29: 227-35.
Hyperphysics. 2006. TemperatureRegulation of Human Body.
http://www.hyperphysics.phyastr.gsu.edu/hbase/thermo/heatreg.html. Diakses tanggal 22 April
2010.
Ikhwan, 2009. http://ikhwan.nanggroe.com/2009/08/09/macam-macam-termometer/. Diakses pada
tanggal 22 april 2010
Morton, P.G. 2005. Critical care nursing : a holistic approach. 8thedition. Lippincott William & Wilkins.
Philadelphia.
Pearce, E. C. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Ronald, B. 2009. Http://slimsystemsecrets.com/. Diakses pada tanggal 22 april 2010
Sherwood, L. 1996. Fisiologi manusia; dari sel ke system 2nd edition. Alih bahasa : Brahm U.Pendit.
EGC. Jakarta.
Swenson, GM. 1997. Dules Physiology or Domestic Animals. Publishing Co. Inc : USA.
Tanyuri, 2009. http://tanyuri.wordpress.com/2009/07/29/mengetahui-waktu-ovulasi-agar-terjadi-
pembuahan/. Diakses pada tanggal 22 April 2010.

Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen


pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan
saraf eferen serta termoregulasi dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang
konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya (firebiologi, 2007)

Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ


tubuh yang saling berhubungan. Didalam pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis
sensor pengatur suhu, yautu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada
jaringan sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh. Dari
kedua jenis sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke sistem saraf pusat
dan kemudian dikirim ke syaraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi
panas untuk dilanjutkan ke jantung, paru-paru dan seluruh tubuh. Setelah itu terjadi umpan
balik, dimana isyarat, diterima kembali oleh sensor panas dan sensor dingin melalui
peredaran darah. Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan
badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. dan modifikasi
sistim sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat
exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh (firebiologi, 2007).
Gambar 1. Mekanisme Termoregulasi (firebiologi, 2007).

Termoregulasi merupakan respon refleks dan semirefleks yang mencakup perubahan


autonom, somatik, endokrin, dan tingkah laku. Penyesuaian termoregulatoris menyakut respon
local dan respon refleks yang lebih umum. Respon refleks yang diaktifkan oleh dingin diatur
dari hipotalamus posterior, sedangkan yang panas diatur dari hipotalamus anterior.
Perangsangan hipotalamus anterior akan menyebabkan vasodilatasi pada kulit dan
berkeringat, lesi pada daerah ini akan menyebabkan hipertermia, dengan suhu rectum mencapai
43C. Perangsangan pada hipotalamus posterior akan menyebabkan menggigil, dan suhu
tubuh turun mencapai suhu lingkunganya (Ganong, 1983).
Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi atau
diabsorbsi dengan panas yang hilang. Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi,
konveksi, konduksi dan evaporasi. Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak
memerlukan medium untuk merambat dengan kecepatan cahaya. Konduksi merupakan transfer
panas secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan lansung tanpa ada transfer
panas molekul. Panas menjalar dari yang suhunya tinggi kebagian yang memiliki suhu yang
lebih rendah. Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya
konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu. Evaporasi merupakan konveksi dari
zat cair menjadi uap air, besarnya laju konveksi kehilangan panas karena evaporasi (Martini,
1998).

Kelainan pada termoregulasi adalah demam dan hipotermia. Demam merupakan


early warning system pada tubuh terhadap penyakit. Apabila terjadi pelepasan toksin oleh
mikroorganisme patogen maka sel fagositosis pada sumsum tulang, leukosit polimorfonukleus,
monosit, makrofag, dan sel Kupffer akan membentuk pirogen endogen (EP), yakni suatu protein
dengan berat molekul 13.000-15.000. pembentukannya pada darah perifer memerlukan
energidan dihambat oleh inhibitor-inhibitor sintesis protein. EP selanjutnya akan memasuki
daerah preoptik hipotalamus pada otak. Masuknya EP akan menyebabkan pelepasan
prostaglandin lokal. Prostaglandin akan meningkatkan set point termoregulasi di hipotalamus
sehingga suhu tubuh naik dan menyebabkan demam. Suhu tubuh yang terlalu tinggi dapt
membahayakan dan dapat menimbulkan heat stroke yang dapat menyebabkan kematian. Salah
satu sifat demam adalah menggigil. Menggigil terjadikarena penempatan set point termoregulasi
mendadak berubah dari titik normal ke tinggi. Karena suhu daarh lebih rendah daripada set poin
yang terdapat pada hipotalamus maka terjadi respon autonom dengan peningkatan suhu tubuh.
Pada kasus ini, orang tersebut akan merasa kedinginan walaupun suhu tubuh tinggi (Ganong,
1983).

Hipertermia merupakan peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan


tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah
hipertermia. Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme
pengeluaran panas. Hipertermia malignan adalah kondisi bawaan tidak dapat mengontrol
produksi panas, yang terjadi ketika orang yang rentan menggunakan obat-obatan anastetik
tertentu. Kemudian terdapat hipotermia, yang merupakan pengeluaran panas akibat paparan
terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas,
mengakibatakan hipotermia. Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak
diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35C, klien mengalami gemetar
yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menilai. Jika suhu tubuh turun
dibawah 34,4c, frekuensi jantung, pernapasan, dan tekanan darah turun. Kulit menjadi sianotik.
Jika hipotermia terus berlangsung, klien akan mengalami disritmia jantung, kehilangan
kesadaran dan tidak responsif terhadap stimulus nyeri. Dalam kasus hipotermia berat, klien dapat
menunjukkan tanda klinis yang mirip dengan orang mati (misalnya tidak ada respons terhadap
stimulus dan nadi serta pernapasan sangat lemah). Termometer dengan bacaan khusus rendah
mungkin dibutuhkan karena termometer standar tidak ada angka di bawah 35C. Radang beku
(frosbite) terjadi bila tubuh terpapar pada suhu dibawah normal. Daerah yang terutama rentan
terhadap radang dingin adalah lobus telinga, ujung hidung, jari, dan jari kaki. Daerah yang
cedera berwarna putih berlilin, dan kers jika disentuh Klien hilang sensasi pada daerah yang
terkena. Intervensi termasuk tindakan memanaskan secara bertahap, analgesik dan perlindungan
area yang terkena (Nursingbegin, 2008).

Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat
mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke, kedaruratan yang
berbahaya panas dengan angka mortalitas yang tinggi. Klien beresiko termasuk yang masih
sangat muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes
atau alkoholik. Yang termasuk beresiko adalah orang yang mengkonsumsi obat yang
menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas (mis. fenotiazin, antikolinergik,
diuretik, amfetamin, dan antagonis reseptor beta-adrenergik) dan mereka yang menjalani latihan
olahraga atau kerja yang berat (mis. atlet, pekerja konstruksi dan petani). Tanda dan gejala
heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot, gangguan visual,
dan bahkan inkontinensia. Tanda lain yang paling penting adalah kulit yang hangat dan kering
(Guyton, 1988).

Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan
malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu yang lebih besar dari 40,5C mengakibatkan
kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh kadang-
kadang setinggi 45C, takikardia dan hipotensi. Otak mungkin merupakan organ yang terlebih
dahulu terkena karena sensitivitasnya terhadap keseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus
berlanjut, klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjai kerusakan neurologis yang
permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera dimulai (Bowen, 2006)
DAFTAR PUSTAKA

Bullock, J. 2001. Physiology 4th Edition. Lippincott Williams and Wilkins.USA.

Firebiologi. 2007. Termoregulasi (Pengaturan Suhu Tubuh). www.wordpress.com. Diakses pada


tanggal 26 April 2010

Ganong, W.F. 1983. Review of Medical Physiology. Lange Medical Publications. California.

Guyton, A.C. 1988. Fisiologi Kedokteran. EGC: Penerbit Buku Kedokteran . Jakarta

Marieb, E.N., K.Hoehn. 2007. Human Anatomy and Physiology 7 th Edition. Pearson Education,
Inc: San Francisco.

Martini. 1998. Fundamental of Anatomy and Physiology 4th ed.. Prentice Hall International Inc.,
New Jersey

Gunstream,S.E.2000.Anatomy and Phisiology with Integrated Study Guide 2nd Edition.McGraw


Hill Company.USA

Nursingbegin.2008.Regulasi Suhu Tubuh. http://www.NursingBegin.com/. html. Diakses pada


tanggal 26 April 2010

Bowen,R.2006.Human Physiology. http://www.humannervoussystem.info/. html. Diakses pada


tanggal 26 April 2010

Anda mungkin juga menyukai