KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan
yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Kejang demam dapat juga
didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam tanpa bukti adanya infeksi intrakranial,
kelainan intrakranial, kelainan metabolik, toksin atau endotoksin seperti neurotoksin Shigella.
Kejang demam pertama kali pada anak biasanya dihubungkan dengan suhu yang lebih dari
38C, usia anak kurang dari 6 tahun, tidak ada bukti infeksi SSP maupun ganguan metabolic
sistemik akut.
Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari awal mulai
demam(1). Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang dapat bersifat fokal
atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun kejang umum di mana seluruh
anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik, maupun tonik-klonik.
Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat berlangsung lebih dari 15 menit.
EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang terjadi pada 2-4 % populasi anak
berusia 6 bulan-5 tahun dan 1/3 dari populasi ini akan mengalami kejang berulang (4). Kejang
demam dua kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan.
ETIOLOGI
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang . Faktor
hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami kejang demam
memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kecilnya.
Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang
paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan,
otitis media, dan gastroenteritis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297 anak
penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang akhirnya
memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34 %. Selanjutnya adalah
otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%).
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari glukosa yang melalui proses
oksidasi oleh oksigen.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak 20%. Akibatnya terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari
ion kalium dan ion natrium melalui membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter dan menyebabkan terjadinya kejang.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada
anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi
pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga kebutuhan
oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel neuron otak yang
berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.
MANIFESTASI KLINIS
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi
tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak
dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Kontraksi dapat berlangsung
selama beberapa detik atau beberapa menit. Anak akan jatuh apabila sedang dalam keadaan
berdiri, dan dapat mengeluarkan urin tanpa dikehendakinya.
Anak dapat muntah atau menggigit lidahnya. Sebagian anak tidak bernapas dan dapat
menunjukkan gejala sianosis.
Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang singkat.
Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada kejang klonik), maupun
kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan kesadarannya dan tidak dapat
merespon terhadap lingkungan sekitarnya.
KLASIFIKASI
Kejang dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu:
Sekitar 80-90 % dari keseluruhan kasus kejang demam adalah kejang demam
sederhana
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
1. Temperature tubuh
2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi
saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
3. Pemeriksaan reflex patologis
4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningitis,
encephalitis)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (level of
evidence 2, derajat rekomendasi B). American Academy of Pediatrics, Subcommittee on
Febrile Seizure. Pediatr. 2011;127:389-94.
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang
demam sederhana dengan keadaan umum baik.
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala
meningitis.
Elektroensefalografi (EEG)
Keterangan:
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak
dengan kejang demam sederhana (level of evidence 2, derajat rekomendasi B). Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap,
misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.
Komplikasi Kejang Demam
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain :
Berdasarkan penelitian kohort prospektif yang dilakukan Bahtera, T., dkk (2009) di
RSUP dr. Kariadi Semarang, dimana subjek penelitian adalah penderita kejang demam
pertama yang berusia 2 bulan - 6 tahun, kemudian selama 18 bulan diamati. Subjek penelitian
berjumlah 148 orang. Lima puluh enam (37,84%) anak mengalami bangkitan kejang demam
berulang.30
Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari semua anak
yang menderita kejang demam akan berkembang menjadi epilepsi, 10% dari semua anak
yang menderita kejang demam yang mempunyai dua atau tiga faktor risiko di atas akan
berkembang menjadi epilepsi.
5. Hemiparesis,
Yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah pada salah
satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (kejang
demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul
spasitas.
TATALAKSANA
Pemberian Obat pada Saat Demam3
1. Antipiretik
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun para ahli di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol adalah 10-15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak boleh lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10
mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, acetylsalicylic acid dapat menyebabkan
sindrom Reye, terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko berulangnya
kejang pada 30-60% kasus, juga dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada
suhu >38,50 C. Dosis tersebut dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi cukup berat
pada 25-39% kasus. Phenobarbital, carbamazepine, dan phenytoin saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam.
Pengobatan Rumat
Phenobarbital atau valproic acid efektif menurunkan risiko berulangnya kejang. Obat
pilihan saat ini adalah valproic acid. Berdasarkan bukti ilmiah, kejang demam tidak
berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, oleh karena itu
pengobatan rumat hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Phenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 4050%
kasus. Pada sebagian kecil kasus, terutama pada usia kurang dari 2 tahun, valproic acid dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis valproic acid 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3
dosis, dan phenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.3
Edukasi pada Orang Tua
Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang tua dan tak jarang
orang tua menganggap anaknya akan meninggal. Pertama, orang tua perlu diyakinkan dan
diberi penjelasan tentang risiko rekurensi serta petunjuk dalam keadaan akut. Lembaran
tertulis dapat membantu komunikasi antara orang tua dan keluarga; penjelasan terutama pada:
Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
Memberitahukan cara penanganan kejang.
Memberi informasi mengenai risiko berulang.
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi efektif, tetapi harus diingat risiko efek
samping obat.
Diazepam rektal
Kejang (+)
Diazepam IV
Kecepatan 0,5 1mg/menit (3 5 menit)
Kemungkinan depresi napas dapat terjadi
Kejang (+)
KEJANG (-)
Fenitoin bolus IV 10 20 mg/kg Fenitoin 12 jam kemudian
Kecepatan 0,5 1 mg/kg/menit 5-7 mg/kgBB
(Pastikan ventilasi adekuat)
KEJANG (+)
ICU
Midazolam 0,2 mg/KgBB
Fenobarbital 5-10 mg/KgBB
Prognosis
Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat
terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi
melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama.
Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi
kejang lama.
Kemungkinan berulangnya kejang demam;
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya
kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang
demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.
Faktor risiko terjadinya epilepsi
Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-
6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi
10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan
pada kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA