Anda di halaman 1dari 9

7 PAHLAWAN REVOLUSI

Oleh : Ronaldi (21/VI B)


1. Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani

Jenderal Ahmad Yani lahir di Purworejo pada tanggal 19 Juni 1922. Beliau
mendapatkan pendidikan formal di HIS (sekolah setingkat SD), MULO (Meer Uitgebreid
Lager Onderwijs/setingkat Sekolah Menengah Pertama) dan AMS (Algemne Middelberge
School/setingkat Sekolah Menengah Atas). Ahmad Yani mengawali karir militernya dengan
mengikuti wajib militer oleh pemerintahan Belanda di Malang. Ketika pendudukan Jepang,
Ahmad Yani gabung bersama PETA.

Prestasi Ahmad Yani di bidang militer cukup mengagumkan. Diawali dengan


menahan Agresi Militer pertama dan kedua Belanda, dilanjutkan dengan mengalahkan
pemberontak DI/TII, Operasi Trikora di Papua Barat dan Operasi Dwikora menghadapi
konfrontasi dengan Malaysia.

Ketika menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat, Ahmad Yani menolak


usul PKI yang menginginkan pembentukan Angkatan Kelima yaitu dipersenjatainya buruh
dan tani. Sehingga Ahmad Yani menjadi target penculikan dan pembunuhan PKI dalam
Gerakan 30 September. Tubuhnya yang penuh luka tembak, dibawa dan dibuang ke sumur di
Lubang Buaya.
2. Pahlawan Revolusi Letjen Suprapto

Lahir di Purwokerto pada tanggal 2 Juni 1920, Letnan Jenderal Suprapto


menyelesaikan pendidikan formalnya di MULO dan AMS Yogyakarta. Suprapto sering
berpindah tugas. Mulai di Semarang sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorial (T&T) IV/
Diponegoro, ditarik ke Jakarta sebagai Staff Angkatan Darat dan kembali lagi ke
Kementerian Pertahanan. Setelah pemberontakan Permesta (Perdjuangan Rakjat Semesta)
padam, Suprapto bermarkas di Medan sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Darat untuk
wilayah Sumatera.

Suprapto merupakan salah satu Perwira Tinggi yang menolak D. N. Aidit ketika
berpendapat membentuk Angkatan Kelima. Sehingga pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965,
Suprapto pun menjadi salah satu korban penculikan dan pembunuhan PKI.
3. Pahlawan Revolusi Letjen M. T. Haryono

Letnan Jenderal M. T. Haryono lahir di Surabaya pada tanggal 20 Januari 1924.


Ayahnya seorang asisten wedana di Gresik. Haryono mendapatkan pendidikan formal di ELS
(setingkat Sekolah Dasar), HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum) dan Ika Dai Gakko
(Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang) di Jakarta, namun berhenti di tengah jalan.

Ketika di Jakarta, Haryono bersama pemuda lain berjuang mempertahankan


kemerdekaan. Dilanjutkan gabung ke TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Pada peristiwa
Gerakan 30 September, Letnan Jenderal M. T. Haryono menjadi salah satu korban kebiadaban
PKI.

Jenderal bintang tiga ini sangat cerdas. Haryono seperti Bung Hatta yang fasih
beberapa bahasa asing yaitu Belanda, Inggris dan Jerman. Sehingga Haryono sering menjadi
perwira penyambung lidah dalam setiap perundingan. Termasuk ketika KMB (Konferensi
Meja Bundar), Haryono hadir sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.
4. Pahlawan Revolusi Letjen Siswondo Parman

Letnan Jenderal Siswondo Parman atau yang lebih dikenal dengan Letjen S. Parman
merupakan salah satu Pahlawan Revolusi. Parman diculik dan dibunuh PKI karena menolak
usul D. N. Aidit tentang dipersenjatainya buruh dan tani atau disebut Angkatan Kelima.
Terlebih lagi bahwa Parman merupakan tentara intelijen yang tahu tentang gerak-gerik PKI.

Parman yang lahir pada tanggal 4 Agustus 1918 di Wonosobo mendapatkan


pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Parman
pun masuk ke Sekolah Tinggi Kedokteran, namun tidak sampai mendapatkan gelar dokter
akibat Jepang telah menduduki wilayah Indonesia.
5. Pahlawan Revolusi Mayjen D. I. Pandjaitan

Mayor Jenderal D. I. Pandjaitan lahir di Balige, Sumatera Utara pada tanggal 19 Juni
1925. Pandjaitan menyelesaikan pendidikan formalnya hingga Sekolah Menengah Atas.
Ketika Jepang tiba di Indonesia, Pandjaitan mengikuti latihan Gyugun dan ditugaskan
menjadi anggota Gyugun di Pekanbaru.

Setelah kemerdekaan, Pandjaitan bersama pemuda lainnya membentuk TKR.


Karirnya di TKR terus naik, mulai dari komandan batalyon, kemudian menjadi Komandan
Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi, menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay)
Komandemen Tentara Sumatera dan menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI) dan yang terakhir adalah Asisten IV Menteri/Panglima
Angkatan Darat (sebelumnya masih banyak jabatan yang diembannya). Sebagai Perwira
Tinggi, Pandjaitan menjadi target penculikan dan pembunuhan oleh PKI.
6. Pahlawan Revolusi Mayjen Sutoyo Siswomiharjo

Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo lahir di Kebumen pada tanggal 28 Agustus


1922. Beliau menyelesaikan belajar formalnya sebelum Jepang menduduki Indonesia. Pada
tahun 1945, Sutoyo gabung militer sebagai Polisi Tentara Keamanan Rakyat yang merupakan
cikal bakal Polisi Militer. Awal karir Sutoyo di Polisi Militer yaitu sebagai ajudan Kolonel
Gatot Soebroto, Komandan Polisi Militer. Karirnya terus naik hingga dipercaya menjadi
inspektur kehakiman/jaksa militer utama.

Dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Sutoyo diculik oleh PKI dan dibawa ke markas
mereka di Lubang Buaya. Di sana Sutoyo dibunuh dan tubuhnya dibuang ke sumur tak
terpakai.
7. Pahlawan Revolusi Kapten Pierre Tendean

Kapten Pierre Tendean merupakan ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution yang lahir
pada tanggal 21 Februari 1939. Tendean mengawali karir militernya menjadi intelijen.
Ditugaskan sebagai mata-mata ke Malaysia sehubungan dengan konfrontasi antara Indonesia
dengan Malaysia.

Pada peristiwa G30S, Pierre yang disangka Jenderal A. H. Nasution ditangkap dan
dibawa oleh PKI ke Lubang Buaya. Disana Pierre dibunuh dan dimasukan ke sumur tak
terpakai bersama 6 Perwira Tinggi Angkatan Darat lainnya. Pierre pun dianugerahi Pahlawan
Revolusi.

Anda mungkin juga menyukai