Anda di halaman 1dari 13

FORMULASI INDIKATOR DAN TARGET ANGKA PENJARINGAN SUSPEKTB BTA+

UNTUK PUSKESMAS DI KABUPATEN JEMBER

(Formulation for Indicator and Target of TB Smear + Suspect Rate in Jember District
Community Health Centers)

Yunus Ariyanto *, Andrei Ramani *

Abstract

Even though for two last years the national target of rate of cases that
succeed to be found from suspects; that represented as Case Detection
Rate (CDR) has been fulfilled, performances of each forty-nine Community
Health Center in Jember, Indonesia was fluctuated. Two primary factors,
that contributing to CDR are Error Rate and Suspect Rate. Suspect rate
never been evaluated by TB+ program. This research was aimed to
produce Suspect Rate indicator and target, that applicable for Community
Health Center in Jember.This study was a part of Research and
Development (R&D), towards to four years data of forty-nine Community
Health Center in Jember.From this study concluded that applicable Suspect
Rate indicator definites as Amount of checked suspects (its phlegm)
among 10.000 residents at one particular Community Health Center
region in one year and the target that realistic is minimum 75 checked
suspects among 10.000 residents.

Keywords: TB+ supect rate, indicator formula, community health center

PENDAHULUAN

Kondisi TB di Indonesia tampak sebagai masalah yang serius, hal ini terlihat
dari data badan dunia maupun data dalam negeri. Laporan TB dunia oleh World
Health Organization (WHO) di tahun 2006, menempatkan Indonesia sebagai
penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah
kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Posisi
ini masih tetap bertahan pada tahun 2007 sehingga menjadikan wilayah Asia
sebagai wilayah dengan beban TB terbesar (55%). Data berasal dari Riset Kesehatan
Dasar tahun 2007 untuk pola penyebab kematian pada semua umur menempatkan
TB sebagai penyakit penyebab kematian urutan kedua sebesar 7,5% setelah stroke
(15,4%). Dan menjadi penyebab kematian utama (27,8%) pada kelompok kematian
yang disebabkan penyakit infeksi.

* Yunus Ariyanto dan Andrei Ramani adalah Dosen Bagian Epidemiologi dan
Biostatistika-Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember

154
155 Jurnal IKESMA Volume 8 Nomor 2 September 2012

Dengan pertimbangan efisiensi maka kebijakan penanggulangan TB di


Indonesia mengacu pada strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS).
Pada awal tahun 1990-an WHO dan International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUATLD) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang
dikenal sebagai strategi DOTS dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan
yang secara ekonomis paling efektif (cost effective). Strategi ini dikembangkan dari
berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-pengalaman terbaik (best
practices), dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari
dua dekade.Penerapan strategi DOTS secara baik, di samping secara cepat menekan
penularan, juga mencegah berkembangnya Multiple Drug Resistance Tuberculosis
(MDRTB). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas
diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan
TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan
TB1.
Salah satu variabel penting evaluasi program penanggulangan TB adalah
angka Case Detection Rate (CDR). CDR adalah prosentase jumlah pasien baru BTA
positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang
diperkirakan ada suatu wilayah. CDR menggambarkan cakupan penemuan pasien
baru BTA positif pada wilayah tersebut. Penghitungan CDR adalah sebagai berikut1:
. 07
= 100%

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan
perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah
penduduk. Target CDR Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%. Jika
target CDR tidak terpenuhi maka dapat dianggap kinerja Puskesmas kurang baik
dalam menjaring kasus TB.
Jember, merupakan wilayah di Jawa Timur dengan jumlah penderita TB
yang sangat tinggi. Di kawasan Tapal Kuda, Jember menduduki peringkat pertama.
Bahkan bila dipersentase jumlah penderita TB di RS Paru, 70-80 persen berasal dari
Jember. Persentase itu lebih tinggi dibandingkan kota-kota lainnya. Evaluasi data TB
tahun 2006 hingga tahun 2009 menunjukkan bahwa angka CDR dua tahun terakhir
telah memenuhi target CDR minimal nasional sebesar 70%. Pada tahun 2006 rata-
rata CDR sebesar 67,3%, kemudian turun pada tahun 2007 menjadi 61,9% dan
kembali meningkat pada 2008 sebesar 75,9%, dan data terakhir di tahun 2009
sebesar 71,4%.
Meskipun dua tahun terakhir CDR terpenuhi, namun distribusi capaian
masing-masing 49 Puskesmas di Kabupaten Jember selama empat tahun masih
fluktuatif. Pertumbuhan prosentase Puskesmas yang mampu memenuhi target CDR
juga lamban, rata-rata per tahun naik 1 hingga 2 Puskesmas. Tahun 2006 hanya 18
Puskesmas (36,7%) yang dapat memenuhi target CDR, pada tahun 2007 bertambah
menjadi 20 Puskesmas (40,8%), kemudian pada tahun 2008 menjadi 21 Puskesmas
(42,9%), dan terakhir 23 Puskesmas (46,9%).
Yunus Ariyanto : Formulasi Indikator Dan Target....... 156

Tabel 1. Persentase Puskesmas menurut capaian CDR dan Rata-rata CDR


Kabupaten Jember Tahun 2006-2009
Tahun
CDR
2006 2007 2008 2009
70% 18 (36,7%) 20 (40,8%) 21 (42,9%) 23 (46,9%)
<70% 31 (63,3%) 29 (59,2%) 28 (57,1%) 26 (53,1%)
Rata-rata per tahun 67,3% 61,9% 75,9% 71,4%
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Jember

Dua faktor utama CDR adalah adalah Angka Penjaringan Suspek dan Angka
Kesalahan Laboratorium (saat ini menggunakan Error Rate, sedangkan metode Lot
Sampling Quality Assessment (LSQA) masih diujicobakan di beberapa propinsi.Angka
Penjaringan Suspek berperan dalam menentukan besarnya peluang untuk
ditemukannya penderita TB, artinya semakin besar suspek yang didapat dan
diperiksa maka peluang untuk ditemukannya penderita TB juga semakin besar
sehingga angka CDR dapat naik. Sedangkan Error Rate berguna dalam menjamin
kualitas angka CDR, artinya jika Error Rate tinggi maka kualitas angka CDR menjadi
rendah dan tidak dapat dipertanggungjwabkan keakuratannya begitu juga
sebaliknya jika Error Rate rendah maka angka CDR semakin dapat
dipertanggungjawabkan keakuratannya.
Faktor pertama CDR adalah Error Rate. Error Rate atau angka kesalahan
baca adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan prosentase kesalahan
pembacaan slide/ sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama
setelah di uji silang (cross check) oleh BLK atau laboratorium rujukan lain. Angka ini
menggambarkan kualitas pembacaan slide secara mikroskopis langsung
laboratorium pemeriksa pertama. Angka kesalahan baca sediaan ini hanya bisa
ditoleransi maksimal 5%. Apabila error rate 5 % dan positif palsu serta negatif
palsu keduanya 5% berarti mutu pemeriksaan baik. Penghitungan Error Rate
adalah sebagai berikut1:

= 100%

Angka Error Rate di Kabupaten Jember berhasil dipertahankan di bawah
target 5% melalui kegiatan pelatihan, sehingga kualitas pemeriksaan mikroskopis
bukan merupakan masalah. Rata-rata dari 17 Puskesmas Rujukan Mikroskopis
didapatkan nilai Error Rate sebesar 4,20% di tahun 2007, sebesar 4,86% di tahun
2008, dan 4,86% di tahun 2009.
Faktor kedua CDR adalah Angka Penjaringan Suspek. Meskipun Angka
Penjaringan Suspek merupakan variabel utama penentu angka CDR seperti telah
dijelaskan di atas, namun Dinas Kesehatan Jember dalam evaluasi program TB,
belum pernah mengevaluasi bagaimana kinerja Puskesmas dalam menjaring suspek.
Angka Penjaringan Suspek adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara
100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan
untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan
157 Jurnal IKESMA Volume 8 Nomor 2 September 2012

memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).


Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

= 100%

Jika digunakan model alur di dalam suatu sistem untuk menyimpulkan
keterkaitan keempat indikator tersebut di atas maka Error Rate dan Suspect Rate
merupakan indikator proses untuk mendapatkan CDR yang baik dan berkualitas,
dan selanjutnya sebagai outcome di masyarakat adalah pada indikator CNR. Model
sistem tersebut tersaji dalam bagan berikut:
Gambar 1. Diagram Konsep Alur Indikator Program TB

Input Proses Output Outcome


-
Suspect Rate - CDR - CNR
- Error Rate

Permasalahan yang menyebabkan tidak pernah dievaluasinya Angka


Penjaringan Suspek di Puskesmas adalah Dinas Kesehatan tidak pernah menetapkan
target yang harus dipenuhi oleh Puskesmas. Selain itu rumus baku penghitungan
menggunakan pengali 100.000 penduduk, sementara rumus tersebut tidak dapat
digunakan di wilayah Puskesmas. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rumusan AngkaPenjaringan Suspek
yang dapat dipakai oleh Puskesmas di Kabupaten Jember dengan cara yang
sederhana, mendapatkan titik potong Angka Penjaringan Suspek yang dapat
digunakan sebagai target di wilayah Puskesmas, dan selanjutnya memprediksi
kemampuan formula dalam mempertahankan Angka Penjaringan Suspek di tahun
berikutnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini ditinjau dari tujuan untuk menghasilkan produk berupa


formula Angka Penjaringan Suspek dan targetnya, merupakan bagian dari metode
Research and Development (R&D). Penelitian terdiri dari tiga bagian, yaitu
mendapatkan Angka Penjaringan Suspek yang dapat dipakai oleh Puskesmas, dan
dilanjutkan dengan mencari titik potong Angka Penjaringan Suspek, dan terakhir
mengevaluasi capaian indikator dan target tersebut dengan capaian di tahun
berikutnya. Penelitian dilakukan di Jember dengan cara observasi data. Data adalah
data sekunder berasal dari data TB Dinas Kesehatan Kabupaten Jember Tahun 2006
hingga tahun 2009. Seluruh uji statistik pada penelitian ini menggunakan Confidence
Interval (CI) sebesar 95%.
Bagian pertama dilakukan dengan jalan menguji konsistensi Angka
Penjaringan Suspek pada data TB tahun 2006 hingga tahun 2009. Rumus Angka
Penjaringan Suspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama dengan rumus
Depkes1, namun disesuaikan dengan situasi di Puskesmas, yaitu hanya mengubah
Yunus Ariyanto : Formulasi Indikator Dan Target....... 158

pengali 100.000 penduduk menjadi pengali 10.000 penduduk. Sehingga definisi


Angka Penjaringan Suspek untuk Puskesmas adalah jumlah suspek yang diperiksa
dahaknya diantara 10.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun.
Hasil perhitungan berdasarkan rumus tersebut selanjutnya diuji korelasi
dengan angka CDR dan angka Case Notification Rate (CNR) pada tahun
bersangkutan. Angka CDR didapatkan dengan rumus yang sama yang digunakan
Depkes seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan untuk CNR,
disebabkan jumlah penduduk untuk tiap wilayah Puskesmas tidak mencapai
100.000 jiwa, maka pengali 100.000 penduduk juga disesuaikan diubah menjadi
pengali 10.000 penduduk. Sehingga definisi CNR untuk Puskesmas adalah jumlah
pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 10.000 penduduk di suatu
wilayah tertentu. Jika didapatkan berkorelasi secara konsisten antara angka
Penjaringan Suspek terhadap angka CDR dan CNR maka dapat disimpulkan bahwa
rumus dapat digunakan sebagai indikator penjaringan suspek.
Bagian selanjutnya adalah menemukan titik potong yang dapat dijadikan
target Angka Penjaringan Suspek. Terlebih dahulu dilakukan pencacahan Angka
Penjaringan Suspek dengan penghitungan interval kelas, sedangkan CDR dicacah
pada titik potong 70% sesuai dengan target Depkes. Analisis titik potong dilakukan
secara deskriptif dengan melakukan tabulasi silang antara hasil pencacahan Angka
Penjaringan Suspek sebagai baris dengan hasil pencacahan CDR sebagai kolom.
Dihitung nilai Rasio Proporsi untuk masing-masing rentang Angka Penjaringan
Suspek dengan proporsi di populasi sebagai referens. Berubahnya angka rasio dari
angka lebih dari satu menjadi angka kurang dari satu menjadi acuan titik potong
Angka Penjaringan Suspek.
Bagian terakhir adalah memprediksi kemampuan indikator dan target,
apakah dapat digunakan sebagai trigger (pengungkit) dalam mempertahankan
capaian di tahun berikutnya. Pada bagian ini dilakukan korelasi indikator Angka
Penjaringan Suspek suatu tahun dengan Angka Penjaringan Suspek tahun
berikutnya. Jika didapatkan hasil uji korelasi signifikan maka dapat disimpulkan
bahwa indikator dan target dapat digunakan sebagai trigger capaian Angka
Penjaringan Suspek tahun berikutnya. Sekaligus juga pada tahap ini dilakukan
analisis sifat indikator dan target mengikuti kriteria AKIP. Berikut adalah alur
lengkap penelitian.
Memformulasikan Angka Penjaringan
Suspek untuk Puskesmas
Tujuan: mendapatkan
formula yang tepat
Melakukan uji korelasi formula Angka
Penjaringan Suspek dengan CDR dan CNR
Tujuan: mendapatkan
target yang tepat
Menemukan target, yaitu titik potong
Angka Penjaringan Suspek Tujuan: mengevaluasi
formula dan target

Melakukan prediksi kemampuan trigger


dan evaluasi berdasarkan kriteria AKIP
159 Jurnal IKESMA Volume 8 Nomor 2 September 2012

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi data
Jumlah Puskesmas di Kabupaten Jember adalah sebanyak 49 buah. Deskripsi
hasil penghitungan Angka Penjaringan Suspek, CDR dan CNR untuk tiap tahun dan
total keseluruhan selama empat tahun tersaji dalam tabel 2 berikut:
Tabel 1 Deskripsi Angka Penjaringan Suspek, CDR, CNR untuk Tiap Tahun
dan Total Keseluruhan Selama Empat Tahun 2006 hingga 2009
Standar
Tahun Variabel N Min Maks Rerata
Deviasi
2006 - Angka Penjaringan Suspek 49 18,00 201,00 70,10 42,36
- CDR 13,79 173,95 68,17 31,37
- CNR 3,69 42,25 14,36 7,36
2007 - Angka Penjaringan Suspek 49 7,00 152,00 53,61 30,10
- CDR 7,76 154,36 62,43 32,84
- CNR 2,08 17,54 8,87 3,80
2008 - Angka Penjaringan Suspek 49 13,00 193,00 62,65 35,51
- CDR 21,00 179,60 73,66 39,13
- CNR 3,84 24,44 10,21 4,37
2009 - Angka Penjaringan Suspek 49 14,00 137,00 75,06 32,62
- CDR 22,58 159,09 69,13 32,31
- CNR 4,06 20,21 10,13 4,13
2006-2009 - Angka Penjaringan Suspek 196 7,00 201,00 65,36 36,10
- CDR 7,76 179,60 68,35 34,02
- CNR 2,08 42,25 10,89 5,49

Uji normalitas Saphiro-Wilk dipergunakan untuk melihat apakah data di atas


berdistribusi normal atau tidak. Hasil analisis menunjukkan bahwa data di atas
tidak seluruhnya berdistribusi normal, sehingga peneliti menetapkan uji korelasi
Spearmans rho sebagai uji yang digunakan untuk melihat korelasi antar variabel
untuk seluruh data di atas.

Formulasi Angka Penjaringan Suspek


Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa dalam data empat tahun tersebut,
indikator angka penjaringan suspek dapat digunakan untuk memprediksi baik nilai
CDR maupun CNR. Hasil keempat tahun adalah konsisten dengan rentang koefisien
korelasi ke arah positif berkisar antara 0,4 hingga 0,6 untuk korelasi terhadap CDR
dan rentang antara 0,3 hingga 0,5 untuk korelasi terhadap CNR. Korelasi dengan
arah positif tersebut menunjukkan bahwa kenaikan Angka Penjaringan Suspek akan
berdampak pada kenaikan CDR dan sekaligus kenaikan pada CNR. Hasil lengkap uji
korelasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Yunus Ariyanto : Formulasi Indikator Dan Target....... 160

Tabel 2 Hasil Uji Korelasi Spearmans rho Angka Penjaringan Suspek dengan
CDR dan CNR untuk Tiap Tahun dan Total Keseluruhan Selama
Empat Tahun 2006 hingga 2009
Tahun Korelasi Angka Penjaringan Suspek
N R p
terhadap Variabel
2006 - CDR 49 0,471 0,001
- CNR 0,441 0,002
2007 - CDR 49 0,542 0,001
- CNR 0,451 0,001
2008 - CDR 49 0,580 0,001
- CNR 0,391 0,005
2009 - CDR 49 0,498 0,001
- CNR 0,372 0,009
2006 - 2009 - CDR 196 0,527 0,001
- CNR 0,411 0,001

Konsistensi korelasi di atas menunjukkan bahwa indikator sudah tepat


untuk digunakan oleh Puskesmas. Ditinjau dari proses output outcome pada
model sistem sebelumnya, maka indikator angka penjaringan suspek CDR CNR
menunjukkan alur yang jelas dan mengikuti kaidah korelasi antara proses (angka
penjaringan kasus) terhadap CDR sebagai output, sekaligus terhadap CNR sebagai
outcome.

Penemuan Target
Setelah memperoleh indikator penjaringan suspek, maka selanjutnya
dilakukan penentuan target. Perkiraan target diperoleh dengan cara deskriptif, yaitu
membandingkan proporsi capaian CDR untuk tiap rentang angka penjaringan
suspek dengan kondisi secara umum / capaian angka penjaringan suspek secara
umum Kabupaten Jember. Artinya capaian umum Kabupaten Jember merupakan
referens bagi tiap rentang capaian angka penjaringan suspek. Titik potong CDR
sebesar 70% ditetapkan sesuai dengan pedoman Depkes. Perubahan nilai rasio dari
nilai di atas 1 menjadi nilai di bawah 1 menunjukkan indikator titik potong yang
tepat digunakan sebagai target bagi Puskesmas di wilayah Jember. Kondisi secara
umum Kabupaten Jember dijadikan sebagai referens dan bukan daerah lain ataupun
nasional. Hal ini mengikuti kaidah Doran bahwa target haruslah realistis dan
attainable bagi wilayah dimana target itu akan diterapkan, dalam penelitian ini
adalah Puskesmas di Kabupaten Jember. Kondisi secara umum di Jember menurut
peneliti adalah yang paling mendekati untuk dapat dicapai oleh Puskesmas yang
juga berada di Jember.
Berikut adalah penghitungan rasio antara proporsi Angka Penjaringan
Suspek pada CDR <70% di tiap rentang dengan proporsi Angka Penjaringan Suspek
pada CDR <70% secara umum di Jember pada tahun 2006. Dari tabel berikut,
menunjukkan bahwa rasio berubah di bawah 1 pada rentang Angka Penjaringan
Suspek 75 hingga 99 per 10.000 penduduk. Hal ini berarti bahwa pada capaian
161 Jurnal IKESMA Volume 8 Nomor 2 September 2012

Angka Penjaringan Suspek tersebut mulai bersifat protektif (meningkatkan CDR


70%) jika dibandingkan kondisi umum di Jember.
Tabel 3 Tabulasi Silang Angka Penjaringan Suspek dengan CDR Tahun 2006
CDR
Rentang Angka Penjaringan
< 70% 70% N (%) Rasio
Suspek (per 10.000)
(%) (%)
0 24 5 (100) 0 (0) 5 (100) 1,13
25 49 9 (69,2) 4 (30,8) 13 (100) 1,09
50 74 9 (75) 3 (25) 12 (100) 1,19
75 99 4 (44,4) 5 (55,6) 9 (100) 0,70*
100 124 3 (60) 2 (40) 5 (100) 0,95
125 149 1 (50) 1 (50 2 (100) 0,79
150 0 (0) 3 (100) 3 (100) 0
Total 31 (63,3) 18 (36,7) 49 (100) Referens
* titik potong perubahan rasio

Selanjutnya adalah penghitungan rasio antara proporsi Angka Penjaringan


Suspek pada CDR <70% di tiap rentang dengan proporsi Angka Penjaringan Suspek
pada CDR <70% secara umum di Jember pada tahun 2007. Dari tabel 5.4 berikut,
menunjukkan bahwa rasio berubah di bawah 1 pada rentang Angka Penjaringan
Suspek 100 hingga 124 per 10.000 penduduk. Hal ini berarti bahwa pada capaian
Angka Penjaringan Suspek 100 hingga 124 tersebut mulai bersifat protektif
(meningkatkan CDR 70%) jika dibandingkan kondisi umum di Jember.
Tabel 4 Tabulasi Silang Angka Penjaringan Suspek dengan CDR Tahun 2007
CDR
Rentang Angka Penjaringan
< 70% 70% N (%) Rasio
Suspek (per 10.000)
(%) (%)
0 24 7 (87,5) 1 (12,5) 8 (100) 1,48
25 49 10 (62,5) 6 (37,5) 16 (100) 1,06
50 74 10 (58,8) 7 (41,2) 17 (100) 0,99
75 99 2 (66,7) 1 (33,3) 3 (100) 1,13
100 124 0 (0) 4 (100) 4 (100) 0*
125 149 0 (0) 1 (100) 1 (100) 0
150 0 (0) 0 (0) 0 (0) -
Total 29 (59,2) 20 (40,8) 49 (100) Referens
* titik potong perubahan rasio

Analisis penghitungan rasio antara proporsi Angka Penjaringan Suspek pada


CDR <70% di tiap rentang dengan proporsi Angka Penjaringan Suspek pada CDR
<70% secara umum di Jember pada tahun 2008 menunjukkan pola yang sama
dengan tahun 2006. Dari tabel 5.5 berikut, menunjukkan bahwa rasio berubah di
bawah 1 pada rentang Angka Penjaringan Suspek 75 hingga 99 per 10.000
penduduk. Hal ini berarti bahwa pada capaian Angka Penjaringan Suspek tersebut
Yunus Ariyanto : Formulasi Indikator Dan Target....... 162

mulai bersifat protektif (meningkatkan CDR 70%) jika dibandingkan kondisi


umum di Jember.
Tabel 5 Tabulasi Silang Angka Penjaringan Suspek dengan CDR Tahun 2008
CDR
Rentang Angka Penjaringan
< 70% 70% N (%) Rasio
Suspek (per 10.000)
(%) (%)
0 24 4 (100) 0 (0) 4 (100) 1,75
25 49 12 (70,6) 5 (29,4) 17 (100) 1,24
50 74 10 (71,4) 4 (28,6) 14 (100) 1,25
75 99 2 (33,3) 4 (66,7) 6 (100) 0,58*
100 124 0 (0) 5 (100) 5 (100) 0
125 149 0 (0) 2 (100) 2 (100) 0
150 0 (0) 1 (100) 1 (100) 0
Total 28 (57,1) 21 (42,9) 49 (100) Referens
* titik potong perubahan rasio

Berlanjut pada tahun 2009. Analisis penghitungan rasio antara proporsi


Angka Penjaringan Suspek pada CDR <70% di tiap rentang dengan proporsi Angka
Penjaringan Suspek pada CDR <70% secara umum di Jember pada tahun 2009 tetap
pada pola yang sama. Melalui tabel 5.6 berikut, menunjukkan bahwa rasio berubah
di bawah 1 pada rentang Angka Penjaringan Suspek 75 hingga 99 per 10.000
penduduk. Hal ini berarti bahwa pada capaian Angka Penjaringan Suspek 75 hingga
99 tersebut mulai bersifat protektif (meningkatkan CDR 70%) jika dibandingkan
kondisi umum di Jember.
Tabel 6 Tabulasi Silang Angka Penjaringan Suspek dengan CDR Tahun 2009
CDR
Rentang Angka Penjaringan
< 70% 70% N (%) Rasio
Suspek (per 10.000)
(%) (%)
0 24 3 (100) 0 (0) 3 (100) 1,88
25 49 7 (77,8) 2 (22,2) 9 (100) 1,47
50 74 8 (66,7) 4 (33,3) 12 (100) 1,26
75 99 4 (33,3) 8 (66,7) 12 (100) 0,63*
100 124 4 (44,4) 5 (55,6) 9 (100) 0,58
125 149 0 (0) 4 (100) 4 (100) 0
150 0 (0) 0 (0) 0 (0) -
Total 26 (53,1) 23 (46,9) 49 (0) Referens
* titik potong perubahan rasio

Terakhir adalah analisis penghitungan rasio antara proporsi Angka


Penjaringan Suspek pada CDR <70% di tiap rentang dengan proporsi Angka
Penjaringan Suspek pada CDR <70% secara umum di Jember, keseluruhan mulai
tahun 2006 hingga 2009. Melalui tabel 5.7 berikut, menunjukkan bahwa rasio
berubah di bawah 1 pada rentang Angka Penjaringan Suspek 75 hingga 99 per
10.000 penduduk. Hal ini berarti bahwa pada capaian Angka Penjaringan Suspek 75
163 Jurnal IKESMA Volume 8 Nomor 2 September 2012

hingga 99 tersebut mulai bersifat protektif (meningkatkan CDR 70%) jika


dibandingkan kondisi umum di Jember.
Tabel 7 Tabulasi Silang Angka Penjaringan Suspek dengan CDR Tahun 2006
hingga 2009
CDR
Rentang Angka Penjaringan
< 70% 70% N (%) Rasio
Suspek (per 10.000)
(%) (%)
0 24 19 (95) 1 (5) 20 (100) 1,63
25 49 38 (69,1) 17 (30,9) 55 (100) 1,19
50 74 37 (67,3) 18 (32,7) 55 (100) 1,16
75 99 12 (40) 18 (60) 30 (100) 0,69*
100 124 7 (30,4) 16 (69,6) 23 (100) 0,52
125 149 1 (12,5) 7 (87,5) 8 (100) 0,21
150 0 (0) 5 (100) 5 (100) 0
Total 114 (58,2) 82 (41,8) 196 (100) Referens
* titik potong perubahan rasio

Dari keseluruhan analisis di atas, yang menunjukkan bahwa mayoritas


perubahan nilai rasio terjadi pada rentang 75 hingga 99 per 10.000 penduduk, maka
dapat disimpulkan bahwa untuk dapat meningkatkan capaian CDR minimal 70%
bagi Puskesmas, target bagi capaian Angka Penjaringan Suspek yang tepat
digunakan bagi Puskesmas di Kabupaten Jember adalah minimal sebesar 75 suspek
diperiksa untuk setiap 10.000 penduduk.
Besar risiko bagi puskesmas di Jember dengan capaian Angka Penjaringan
Suspek di bawah 75 per 10.000 penduduk adalah signifikan antara 1,82 hingga 5,2.
Yang berarti bahwa Puskesmas yang tidak dapat mencapai Angka Penjaringan
Suspek 75 per 10.000 penduduk berpeluang untuk tidak dapat memenuhi indikator
CDR Depkes sebesar 1,82 hingga 5,2 kali lebih besar jika dibandingkan dengan
Puskesmas yang dapat mencapai angka tersebut. Lebih lengkap analisis tersebut
tersaji pada tabel 8 berikut:
Tabel 8 Rasio untuk Angka Penjaringan Suspek dengan titik potong 75 dengan
CDR untuk Tiap Tahun dan Total Keseluruhan Selama Empat Tahun 2006
hingga 2009
Angka Penjaringan Suspek CDR
pada Titik Potong 75 tiap
< 70% 70% N% Rasio p
10.000 penduduk pada
Tahun (%) (%)
< 75 23 7 30 (100)
2006 1,82 0,03
75 8 11 19 (100)
< 75 27 14 41 (100)
2007 2,63 0,04
75 2 6 8 (100)
< 75 26 9 35 (100)
2008 5,20 0,001
75 2 12 14 (100)
< 75 18 6 24 (100)
2009 2,34 0,006
75 8 17 25 (100)
Yunus Ariyanto : Formulasi Indikator Dan Target....... 164

< 75 94 36 130 (100)


2006 2009 2,39 0,001
75 20 46 66 (100)
Prediksi kemampuan trigger dan evaluasi berdasarkan kriteria AKIP
Bagian terakhir penelitian ini adalah mengevaluasi formula dan target
apakah dapat dan mampu digunakan sebagai trigger dalam mempertahankan
capaian di tahun berikutnya. Pada bagian ini dilakukan korelasi indikator Angka
Penjaringan Suspek suatu tahun dengan Angka Penjaringan Suspek tahun
berikutnya. Jika didapatkan hasil uji korelasi signifikan maka dapat disimpulkan
bahwa indikator dan target dapat digunakan sebagai trigger untuk mempertahan
capaian Angka Penjaringan Suspek di tahun berikutnya.
Tabel 9 Uji Korelasi Angka Penjaringan Suspek Antar Tahun

Angka Penjaringan Suspek


R P
(dengan target 75 per 10.000 penduduk)

Tahun 2006 dengan Tahun 2007 0,673 0,001


Tahun 2007 dengan Tahun 2008 0,669 0,001
Tahun 2008 dengan Tahun 2009 0,647 0,001

Hasil korelasi Sparmans rho di atas menunjukkan bahwa secara signifikan


capaian Penjaringan Suspek oleh Puskesmas dengan target 75 per 10.000 penduduk
berkorelasi dengan capaian di tahun berikutnya dengan kekuatan korelasi cukup
kuat.Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa formulasi dan target bisa
menjadi trigger capaian di tahun berikutnya.
Evaluasi formula angka penjaringan suspek dan targetnyaberdasarkan
kriteria AKIP untuk menilai substansi indikator dan target bisa disimpulkan baik
dan tepat. Formula dan target yang dihasilkan telah memenuhi keseluruhan kriteria
AKIP. Indikator disarikan dari indikator baku Depkes yang telah ada, hanya terjadi
sedikit perubahan pada definisi populasi 100.000 menjadi 10.000 penduduk,
sedangkan target disesuaikan dengan kondisi secara umum di Jember. Evaluasi sifat
dari substansi indikator sebagai berikut:
1. Langsung; Indikator ini tetap dapat secara langsung mengukur banyaknya
suspek TB yang diperiksa oleh Puskesmas dari sejumlah populasi di
masyarakat.
2. Objektif; Definisi tunggal telah ditetapkan. Definisi tunggal yang ditetapkan
untuk Angka Penjaringan Suspek bagi Puskesmas adalah Jumlah suspek yang
diperiksa dahaknya diantara 10.000 penduduk pada suatu wilayah Puskesmas
dalam 1 tahun.
3. Cukup; Puskesmas tidak membutuhkan indikator tambahan lagi untuk menilai
kinerja penjaringan suspek tersebut.
4. Kuantitatif; Indikator Angka Penjaringan Suspek dalam penelitian ini berupa
angka rasio sehingga telah memenuhi kriteria kuantitatif.
5. Terinci; Indikator memenuhi kriteria wilayah dan populasi spesifik (suspek TB
yang diperiksa sputum, populasi dan wilayah Puskesmas).
165 Jurnal IKESMA Volume 8 Nomor 2 September 2012

6. Praktis; Indikator tidak membutuhkan tambahan dana untuk pengumpulan


data. Secara otomatis data dapat terkumpul di Puskesmas dan tidak
membutuhkan dana tambahan untuk kegiatan pengumpulan data.
7. Dapat diyakini; Data yang digunakan untuk menghitung dalam rumus Angka
Penjaringan Suspek tersebut adalah data primer (suspek TB yang diperiksa)
dan sekunder (populasi dalam wilayah Puskesmas) yang telah dimiliki sendiri
oleh Puskesmas. Sehingga sudah pasti Puskesmas akan meyakini data yang
telah dihasilkannya sendiri.

Namun demikian, meskipun melalui tahap awal penelitian R&D ini diperoleh
indikator dan target pencapaian Angka Penjaringan Suspek yang dapat dinilai
memadai bagai Puskesmas di Jember, hal ini masih dalam tataran konsep dan
teoretis. Tahapan R&D selanjutnya berupapembuktian secara faktual di lapangan
masih sangat perlu dilakukan. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya perlu
adanya ujicoba lapangan pada beberapa wilayah Puskesmas sebagai model
penerapan indikator dan target yang telah diperoleh melalui penelitian ini.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa:


1. Indikator Angka Penjaringan Suspek (Suspect Rate) bagi Puskesmas adalah
Jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 10.000 penduduk pada
suatu wilayah Puskesmas dalam 1 tahun.
2. Target minimal Angka Penjaringan Suspek (Suspect Rate) bagi Puskesmas di
Jember adalah sebesar 75 per 10.000 penduduk.
3. Indikator dan target diprediksi dapat menjadi trigger capaian tahun
berikutnya, dan telah memenuhi kriteria AKIP.

Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, disarankan untuk dilakukan penelitian


lanjutan berupa ujicoba lapangan pada beberapa wilayah Puskesmas tertentu
sebagai model penerapan indikator dan target yang telah diperoleh melalui
penelitian ini.
Yunus Ariyanto : Formulasi Indikator Dan Target....... 166

DAFTAR RUJUKAN

Depkes RI., (2007) Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Depkes RI,


Jakarta, hal 3-20.
WHO, (2009) WHO Report 2009, Global Tuberculosis Control: Epidemiology, Strategy,
Financing. WHO, Geneva.
Jawa Pos/Tinggi, Penderita TB di Jember.
http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?
Act=detail&rid=48700 (sitasi 04 Oktober 2009).
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Data TB Kabupaten Jember Tahun 2006 2009.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, Jember.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara., (2005) Modul Pelatihan:
Penyusunan penetapan kinerja. Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara, Jakarta.
Doran GT., (1981) There's a S.M.A.R.T. way to write management's goals and
objectives. Management Review, Volume 70, Issue 11(AMA FORUM), pp. 35-
36.

Anda mungkin juga menyukai