EPILEPSI
Disusun Oleh:
Amalia Ahsani
Zahra Humaera
Preseptor:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
EPIDEMIOLOGI
- Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukan apda semua umur
dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Diduga sekitar 50 juta orag dengan
epilepsi di dunia (WHO, 2012)
- Prevalensi epilepsi di negara berkembang lebih tinggi dari pada negara maju, yaitu 5-
74/1000 orang, jika dibandingkan dengan negara maju 4-7/1000 orang
- Insidensi epilepsi pada negara berkembang lebih tinggi, sekitar 100-190/100.000
orang pertahunnya, dengan insiden SUDEP (Sudden Unexpected Death) mencapai
1,21/1000 pasien dengan wanita lebih tinggi dari laki-laki
- Angka mortalitas akibat epilepsi di negara berkembang dilaporkan lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju
DEFINISI
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan:
- Minimal 2 bangkitan tanpa provokasi/ bangkitan refleks dengan jarak bangkitan lebih
dari 24 jam
- Satu bangkitan tanpa provokasi/bankitan refleks dengan kemungkinan berulang
(dengan riwayat stroke, infeksi otak, cedera kepala, tumor,terdapat gelombang
epileptogenik pada EEG)
- Bangkitan Refleks adalah kondisi dimana bangkitan muncul akibat di induksi faktor
pencetus spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik, dll
KLASIFIKASI
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe serangan / bangkitan epilepsi
1. Serangan Parsial
1.1. Serangan parsial sederhana
1.1.1. Motorik
1.1.2. Sensorik
1.1.3. Otonom
1.1.4. Psikis
1.2. Serangan parsial kompleks
1.2.1. Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2. Gangguan kesadaran saat awal serangan
1.3. Serangan umum sekunder
1.3.1. Parsial sederhana menjadi tonik klonik
1.3.2. Parsial kompleks menjadi tonik klonik
1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik
2. Serangan Umum
2.1. Absence (lena) [ Tipikal dan Atipikal]
2.2. Mioklonik
2.3. Klonik
2.4. Tonik
2.5. Tonik klonik
2.6. Atonik
3. Tak Tergolongkan
GAMBARAN KLINIS
Bentuk Bangkitan :
o Bangkitan Umum
Ditandai oleh terserangnya kortex serebri pada kedua hemisphere pada saat awitan,
umumnya disertai gangguan kesadaran.
1. Bangkitan Umum Lena (Absence)
Gangguan kesadaran mendadak (absence) berlangsung beberapa detik
Selama serangan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi
Mungkin terdapat automatisme
Pemulihan kesadaran pasca bangkitan segera terjadi tanpa perasaan bingung
2. Bangkitan Umum Mioklonik
Kontraksi otot yang singkat pada sekelompok otot
dapat terjadi tunggal atau berulang-ulang
3. Bangkitan Umum Klonik
Ditandai dengan kontraksi otot yang ritmis atau semiritmis
Umumnya terjadi pada ekstrimitas atas, leher dan wajah
4. Bangkitan Umum Tonik
Kekakuan yang tiba-tiba pada otot-otot ekstensor
Umumnya disertai dengan kehilangan kesadaran
Pasien jatuh ke lantai
5. Bangkitan Umum Tonik Klonik (Grand Mal)
Dapat didahuli prodromal seperti jeritan
Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti
gerakan kejang kelojotan pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik) selama
30-60 detik, mulut berbusa
Selesai serangan, pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak
bingung/tidur setelah serangan kejang
Dapat disertai lidah tergigit dan ngompol
6. Bangkitan Umum Atonik
Hilangnya tonus otot yang tiba-tiba
Disertai dengan hilangnya kesadaran
Mengakibatkan cedera pada wajah atau daerah lainnya
o Bangkitan Parsial
Berasal dari satu fokus pada korteks serebri, kesaadaran dapat terganggu atau tidak
terganggu
1. Bangkitan Parsial Sederhana
Tidak terjadi perubahan kesadaran
Serangan dimulai dari tangan, kaki, atau muka (unilateral/fokal) kemudian
menyebar pada 1 hemisphere (Jacksonian March)
Kepala mungkin berpaling kearah yang terkena kejang (serangan adversif)
Dapat pula menyerang daerah sensoris dan memori sehingga menimbulkan
halusinasi, dj vu, jamais vu, panic atau euphoria
2. Bangkitan Parsial Komleks
Serangan fokal disertai kehilangan/terganggunya kesadaran
Dapat diawali dengan aura yang mendahului gangguan kesadaran
Sering diikuti dengan automatisme yang stereotip seperti mengunyah,
mengecap-ngecap dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas
Setelah bangkitan pasien tampak bingung dan mengantuk
3. Bangkitan Parsial yang menjadi Umum Sekunder
Berkembang dari serangan parsial sederhana atau parsial kompleks yang
dalam waktu singkat menjadi serangan umum
Bangkitan parsial yang dapat berupa aura
Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik klonik
ETIOLOGI
1. Idiopatik : tidak terdapat penyebab lain selain kemungkinan predisposisi genetik, umunya
berhubungan usia
2. Kriptogenik : diduga terdapat penyebab (simtomatis), tetapi penyebabnya tersembunyi
dan sering tidak diketahui, contoh sindrom west, sindrom lennox gastaut.
3. Simptomatik : penyebabnya adalah suatu kelainan susunan syaraf pusat yang dapat
disebabkan oleh;
Trauma
Infeksi
Kelainan kongenital
Lesi desak ruang
Gangguan peredaran darah otak
Toksik (alkohol, obat)
Metabolik
Kelainan neurodegenerativ
Patofisiologi
DIAGNOSIS
Ada tiga langkah dalam menegakan diagnosis epilepsi, yaitu senagai berikut
1. Langkah pertama : Pastikam adanya bangkitan epilepsi
2. Langkah kedua: Tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE 1981
3. Langkah ketiga: Tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1989
:
A. Anamnesis (auto dan alo-anamnesis)
- Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan,
misalnya perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, ipotermi, mengantuk.
- Terdapat aura
- Pola/bentuk serangan (deviasi mata, gerakan kepala, gerakan tubuh, vokalisasi,
automatisasi, lidah tergigit, dll)
- Lama serangan
- Aktivitas saat terjadi bangkitan
- Gejala sebelum, selama dan pasca serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus (kelelaan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis)
- Ada/tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia pada saat terjadinya serangan pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab atau terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
- Riwayat epilepsi sebelumnya
C. Pemeriksaan penunjang
1. EEG
Indikasi :
- Membantu menegakkan diagnosis
- Membantu dalam menentukan letak fokus
- Menentukan prognosis pada kasus tertentu
- Pertimbangan dalam penghentian obat anti epilepsi
2. Pemeriksaan neuroimaging struktural dan fungsional
Indikasi :
- Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
- Terdapat perubahan dari bentuk bangkitan sebelumnya
- Terdapat defisit neurologik fokal
- Epilepsi dengan bangkitan parsial
- Bangkitan pertama diatas usia 30 tahun
- Untuk persiapan operasi epilepsi
CT scan kepala : dapat mendeteksi lesi fokal tertentu, untuk kasus
kegawatdaruratan.
MRI kepala : merupakan pemeriksaan pilihan untuk kasus epilepsi, dapat
mendeteksi lesi yang tidak terdeteksi oleh CT scan
Jika ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi struktural, maka MRI
lebih sensitif dibandingkan CT scan
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah : darah rutin, elektrolit, gula darah, fungsi hati dan lain-lain, sesuai indikasi
Pada awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan diagnosis
banding dan pemilihan OAE, juga untuk mendeteksi efek samping OAE,
memonitor kadar OAE dalam plasma, dan memonitor efek samping
Cairan serebrospinal atas indikasi
Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi
Diagnosis Pasti
Ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinis bangkitan yang ditunjang oleh
gambaran epileptiform pada EEG (Gambaran EEG Iktal yang terjadi pada saat bangkitan
dapat memastikan diagnosis).
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Berdasarkan usia dan bentuk bangkitan
PENGOBATAN EPILEPSI :
Setellah membuat diagnosis yag tepat, yang perlu diperhatikan sebelum menemtukan terapi
obat anti epilepsi (OAE) adalah seberapa besar kemungkinan terjadinya bangkitan berulang,
berapa besar kemungkinan terjadinya konsekuensi psikososial, masalah pekerjaan, dan efek
samping yang ditimbulkan.
Umumnya pasien yang baru ditegakkan diagnosis epilepsi berdasarkan riwayat penyakit dan
hasil pemeriksaan EEG dapat diobati oleh dokter umum.
Bila bangkitan tidak dapat dikontrol dalam waktu 3 bulan, perlu dilakukan referal ke seorang
spesialis anak atau spesialis saraf untuk dilakukan evaluasi ulang diagnosis dan pengobatan.
Mungkin perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih canggih seperti MRI dan pemeriksaan
kadar obat dalam darah.
Bila pengobatan dengan OAE dan perubah pola hidup tidak memberikan hasil yang
memuaskan dalam periode 1 tahun, pasien mungkin mengalami epilepsi yang berat, dalam
hal ini perlu dilakukan referal ke senter epilepsi / epileptologist.
TUJUAN PENGOBATAN
Mencegah rekurensi bangkitan/mengontrol bangkitan dan
Memperbaiki kualitas hidup pasien epilepsi
PROGNOSIS PENGOBATAN
Prognosis pengobatan pada kasus-kasus baru pada umumnya adalah baik, pada 70-80% kasus
bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Setelah bangkitan epilepsi
berhenti, kemungkinan rekurensinya rendah, dan pasien dapat menghentikan OAE.
Prognosis akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
- Terdapat lesi struktural otak
- Bangkitan epilepsi parsial
- Sindroma epilepsi berat
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
- Frekwensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan
- Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris
PENGHENTIAN OAE
- Dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang, tergantung dari
bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam, 1977).
Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.
- Bila bangkitan sulit dikontrol, dapat ditunggu sampai 5 tahun.
- Pengobatan epilepsi Rolandik, dapat diakhiri pada usia 16 tahun. Pada bentu epilepsi
simptomatik dengan lesi struktural yang jelas, pengobatan perlu dilakukan tanpa batas
waktu. Pengobatan JME juga perlu dilakukan seumur hidup.
- Pada pasien post operasi epilepsi, umumnya dilakukan penghentian OAE setelah 1.5-
5 tahun pasien bebas kejang.
STATUS EPILEPTIKUS