Anda di halaman 1dari 21

Case Science Session

EPILEPSI

Disusun Oleh:

Devina Gita Lestari

Amalia Ahsani

Ridha Mustika Zaif

Zahra Humaera

Preseptor:

Dr. Paulus Anam Ong, dr., SpS(K)

BAGIAN ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2017
EPIDEMIOLOGI
- Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukan apda semua umur
dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Diduga sekitar 50 juta orag dengan
epilepsi di dunia (WHO, 2012)
- Prevalensi epilepsi di negara berkembang lebih tinggi dari pada negara maju, yaitu 5-
74/1000 orang, jika dibandingkan dengan negara maju 4-7/1000 orang
- Insidensi epilepsi pada negara berkembang lebih tinggi, sekitar 100-190/100.000
orang pertahunnya, dengan insiden SUDEP (Sudden Unexpected Death) mencapai
1,21/1000 pasien dengan wanita lebih tinggi dari laki-laki
- Angka mortalitas akibat epilepsi di negara berkembang dilaporkan lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju
DEFINISI
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan:
- Minimal 2 bangkitan tanpa provokasi/ bangkitan refleks dengan jarak bangkitan lebih
dari 24 jam
- Satu bangkitan tanpa provokasi/bankitan refleks dengan kemungkinan berulang
(dengan riwayat stroke, infeksi otak, cedera kepala, tumor,terdapat gelombang
epileptogenik pada EEG)
- Bangkitan Refleks adalah kondisi dimana bangkitan muncul akibat di induksi faktor
pencetus spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik, dll

KLASIFIKASI
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe serangan / bangkitan epilepsi
1. Serangan Parsial
1.1. Serangan parsial sederhana
1.1.1. Motorik
1.1.2. Sensorik
1.1.3. Otonom
1.1.4. Psikis
1.2. Serangan parsial kompleks
1.2.1. Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2. Gangguan kesadaran saat awal serangan
1.3. Serangan umum sekunder
1.3.1. Parsial sederhana menjadi tonik klonik
1.3.2. Parsial kompleks menjadi tonik klonik
1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik
2. Serangan Umum
2.1. Absence (lena) [ Tipikal dan Atipikal]
2.2. Mioklonik
2.3. Klonik
2.4. Tonik
2.5. Tonik klonik
2.6. Atonik
3. Tak Tergolongkan

GAMBARAN KLINIS
Bentuk Bangkitan :
o Bangkitan Umum
Ditandai oleh terserangnya kortex serebri pada kedua hemisphere pada saat awitan,
umumnya disertai gangguan kesadaran.
1. Bangkitan Umum Lena (Absence)
Gangguan kesadaran mendadak (absence) berlangsung beberapa detik
Selama serangan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi
Mungkin terdapat automatisme
Pemulihan kesadaran pasca bangkitan segera terjadi tanpa perasaan bingung
2. Bangkitan Umum Mioklonik
Kontraksi otot yang singkat pada sekelompok otot
dapat terjadi tunggal atau berulang-ulang
3. Bangkitan Umum Klonik
Ditandai dengan kontraksi otot yang ritmis atau semiritmis
Umumnya terjadi pada ekstrimitas atas, leher dan wajah
4. Bangkitan Umum Tonik
Kekakuan yang tiba-tiba pada otot-otot ekstensor
Umumnya disertai dengan kehilangan kesadaran
Pasien jatuh ke lantai
5. Bangkitan Umum Tonik Klonik (Grand Mal)
Dapat didahuli prodromal seperti jeritan
Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti
gerakan kejang kelojotan pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik) selama
30-60 detik, mulut berbusa
Selesai serangan, pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak
bingung/tidur setelah serangan kejang
Dapat disertai lidah tergigit dan ngompol
6. Bangkitan Umum Atonik
Hilangnya tonus otot yang tiba-tiba
Disertai dengan hilangnya kesadaran
Mengakibatkan cedera pada wajah atau daerah lainnya

o Bangkitan Parsial
Berasal dari satu fokus pada korteks serebri, kesaadaran dapat terganggu atau tidak
terganggu
1. Bangkitan Parsial Sederhana
Tidak terjadi perubahan kesadaran
Serangan dimulai dari tangan, kaki, atau muka (unilateral/fokal) kemudian
menyebar pada 1 hemisphere (Jacksonian March)
Kepala mungkin berpaling kearah yang terkena kejang (serangan adversif)
Dapat pula menyerang daerah sensoris dan memori sehingga menimbulkan
halusinasi, dj vu, jamais vu, panic atau euphoria
2. Bangkitan Parsial Komleks
Serangan fokal disertai kehilangan/terganggunya kesadaran
Dapat diawali dengan aura yang mendahului gangguan kesadaran
Sering diikuti dengan automatisme yang stereotip seperti mengunyah,
mengecap-ngecap dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas
Setelah bangkitan pasien tampak bingung dan mengantuk
3. Bangkitan Parsial yang menjadi Umum Sekunder
Berkembang dari serangan parsial sederhana atau parsial kompleks yang
dalam waktu singkat menjadi serangan umum
Bangkitan parsial yang dapat berupa aura
Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik klonik

Klasifikasi ILAE 1989 untuk Epilepsi dan sindroma epilepsi


1. Berkaitan dengan letak fokus
1.1. Idiopatik
1.1.1. Epilepsi Rolandik benigna (childhood epilepsi with centrotemporal spikes)
1.1.2. Epilepsi oksipital pada anak (childhood epilepsi with occipital paroxysms)
1.1.3. Epilepsi yang berhubungan dengan membaca
1.2. Simtomatik
1.2.1. Epiolepsi parsial kontinua pada anak-anak
1.2.2. Sindroma dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan yang
spesifik (kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Lobus temporalis
1.2.4. Lobus frontalis
1.2.5. Lobus parietalis
1.2.6. Lobus oksipitalis
1.3. Kriptogenik
2. Sindroma epilepsi umum
2.1. Idiopatik (berhubungan dengan usia)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4. Epilepsi absans pada anak
2.1.5. Epilepsi absans pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7. Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga dari tidur
2.1.8. Epilepsi idiopatik umum lainnya yang tidak termasuk definisi diatas
2.1.9. Epilepsi dengan bangkitan kejang yang dispresipitasi dengan aktifasi spesifik
2.2. Kriptogenik atau Simptomatik
2.2.1. Sindroma West (spasmus infantil)
2.2.2. Sindroma Lennox Gastaut
2.2.3. Epilepsi dengan bangkitan mioklonik-astatik
2.2.4. Epilepsi dengan mioklonik-absan
2.3. Simptomatik
2.3.1. Dengan etiologi yang tidak spesifik
2.3.1.1. Ensefalopati dengan miklonik dini
2.3.1.2. Epilepsi ensefalopati pada masa bayi dengan burst supresi
2.3.1.3. Epilepsi umum simptomatik lainnya yang tidak termasuk diatas
2.3.2. Sindroma yang spesifik
2.3.2.1. Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh komplikasi berbagai
penyakit, dengan bangkitan kejang sebagai gambaran utama
3. Epilepsi dan sindroma epilepsi yang tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum
3.1. Bangkitan Fokal dan umum
3.1.1. Bangkitan pada neonatus
3.1.2. Epilepsi miklonik berat pada bayi
3.1.3. Epilepsi dengan gelombang paku-ombak yang kontinu selama tidur dalam
3.1.4. Epilepsi yang berupa afasia yang didapat (Sindroma Landau-Kleffner)
3.1.5. Epilepsi lain yang tidak disebutkan diatas
3.2. Tanpa bangkitan fokal atau umum yang ekuifokal
4. Sindromaepilepsikhusus
4.1. Epilepsiberkaitandengansituasi
4.1.1. Kejangdemam
4.1.2. Bangkitan tunggal atau Status epileptikus tunggal
4.1.3. Bangkitan kejang berkaitan dengan kejadian metabolic akut atau toksik,
disebabkan oleh pemakaian alcohol, obat-obatan, Eklamsia, hiperglikemia non
keto asidosis

ETIOLOGI
1. Idiopatik : tidak terdapat penyebab lain selain kemungkinan predisposisi genetik, umunya
berhubungan usia
2. Kriptogenik : diduga terdapat penyebab (simtomatis), tetapi penyebabnya tersembunyi
dan sering tidak diketahui, contoh sindrom west, sindrom lennox gastaut.
3. Simptomatik : penyebabnya adalah suatu kelainan susunan syaraf pusat yang dapat
disebabkan oleh;
Trauma
Infeksi
Kelainan kongenital
Lesi desak ruang
Gangguan peredaran darah otak
Toksik (alkohol, obat)
Metabolik
Kelainan neurodegenerativ

Patofisiologi
DIAGNOSIS
Ada tiga langkah dalam menegakan diagnosis epilepsi, yaitu senagai berikut
1. Langkah pertama : Pastikam adanya bangkitan epilepsi
2. Langkah kedua: Tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE 1981
3. Langkah ketiga: Tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1989
:
A. Anamnesis (auto dan alo-anamnesis)
- Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan,
misalnya perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, ipotermi, mengantuk.
- Terdapat aura
- Pola/bentuk serangan (deviasi mata, gerakan kepala, gerakan tubuh, vokalisasi,
automatisasi, lidah tergigit, dll)
- Lama serangan
- Aktivitas saat terjadi bangkitan
- Gejala sebelum, selama dan pasca serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus (kelelaan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis)
- Ada/tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia pada saat terjadinya serangan pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab atau terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
- Riwayat epilepsi sebelumnya

B. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis


- Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,
seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan
neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obat terlarang (NAFSA) dan
kanker.
- Untuk mencaro tanda-tanda defisit neurologis fokal atau dofus yang dapat
berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah
bangkitan, akan tampak pascabangkitan terutama tanda fokal yang mungkin dapat
menjadi petunjuk lokalisasi, seperti
- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pascaiktal
- Afasia pascaiktal

C. Pemeriksaan penunjang
1. EEG
Indikasi :
- Membantu menegakkan diagnosis
- Membantu dalam menentukan letak fokus
- Menentukan prognosis pada kasus tertentu
- Pertimbangan dalam penghentian obat anti epilepsi
2. Pemeriksaan neuroimaging struktural dan fungsional
Indikasi :
- Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
- Terdapat perubahan dari bentuk bangkitan sebelumnya
- Terdapat defisit neurologik fokal
- Epilepsi dengan bangkitan parsial
- Bangkitan pertama diatas usia 30 tahun
- Untuk persiapan operasi epilepsi
CT scan kepala : dapat mendeteksi lesi fokal tertentu, untuk kasus
kegawatdaruratan.
MRI kepala : merupakan pemeriksaan pilihan untuk kasus epilepsi, dapat
mendeteksi lesi yang tidak terdeteksi oleh CT scan
Jika ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi struktural, maka MRI
lebih sensitif dibandingkan CT scan
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah : darah rutin, elektrolit, gula darah, fungsi hati dan lain-lain, sesuai indikasi
Pada awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan diagnosis
banding dan pemilihan OAE, juga untuk mendeteksi efek samping OAE,
memonitor kadar OAE dalam plasma, dan memonitor efek samping
Cairan serebrospinal atas indikasi
Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi

Diagnosis Pasti
Ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinis bangkitan yang ditunjang oleh
gambaran epileptiform pada EEG (Gambaran EEG Iktal yang terjadi pada saat bangkitan
dapat memastikan diagnosis).

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Berdasarkan usia dan bentuk bangkitan

1. Pada neonatus dan bayi


- Jittering
- Apneu
2. Pada anak
- Breath holding spell
- Hypercyanotic attack (pada tetralogi fallot)
- Migren
- Bangkitan psikogenik/konverrsi
- Prolonged QT syndrome
3. Pada dewasa
- Sinkop; dapat sebagai vasovagal attack, sinkop kardiogenik, sinkop hipovolumik,
sinkop hipotensi dan sinkop saat miksi (micturition syncope)
- Serangan iskemik sepintas (TIA)
- Vertigo
- Transient global amnesia
- Narkolepsi
- Serangan panik, psikogenik
- Meniere
- Tick

PENGOBATAN EPILEPSI :
Setellah membuat diagnosis yag tepat, yang perlu diperhatikan sebelum menemtukan terapi
obat anti epilepsi (OAE) adalah seberapa besar kemungkinan terjadinya bangkitan berulang,
berapa besar kemungkinan terjadinya konsekuensi psikososial, masalah pekerjaan, dan efek
samping yang ditimbulkan.
Umumnya pasien yang baru ditegakkan diagnosis epilepsi berdasarkan riwayat penyakit dan
hasil pemeriksaan EEG dapat diobati oleh dokter umum.
Bila bangkitan tidak dapat dikontrol dalam waktu 3 bulan, perlu dilakukan referal ke seorang
spesialis anak atau spesialis saraf untuk dilakukan evaluasi ulang diagnosis dan pengobatan.
Mungkin perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih canggih seperti MRI dan pemeriksaan
kadar obat dalam darah.
Bila pengobatan dengan OAE dan perubah pola hidup tidak memberikan hasil yang
memuaskan dalam periode 1 tahun, pasien mungkin mengalami epilepsi yang berat, dalam
hal ini perlu dilakukan referal ke senter epilepsi / epileptologist.

TUJUAN PENGOBATAN
Mencegah rekurensi bangkitan/mengontrol bangkitan dan
Memperbaiki kualitas hidup pasien epilepsi

PRINSIP MEMULAI PENGOBATAN


Obat anti epilepsi diberikan bila:
- Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
- Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
- Bangkitan terjadi berulang walaupun faktor pencetus sudah dihindari
Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE sesuai dengan jenis bangkitan dan
sindrom epilepsi
Pemberian obat dimulai dari dosis terendah dan dinaikan tertahap sesuai dosis efektif tercapai
atau timbul efek samping
Keputusan untuk memulai pemberian OAE sulit dan perlu pertimbangan keuntungan dan
kerugian.
Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori :
1. Definitely treat (Pengobatan harus dilakukan segera)
Terdapatnya lesi struktural : seperti meningioma, glioma, neoplsia
Tumor otak
AVM
Infeksi : seperti abses. ensefalitis herpes
Post stroke
Tanpa lesi struktural
Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
Riwayat bangkitan simptomatik
Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
Status epileptikus pada awitan kejang
2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan)
Bangkitan yang tidak dicetuskan (diprofokasi) atau bangkitan tanpa disertai faktor
resiko diatas
3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan)
Kecanduan alkohol
Ketergantungan obat-obatan
Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia)
Bangkitan segera setelah benturan di kepala
Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang dema, BECT
Bangkitan yang diprofokasi dengan kurang tidur

CARA MEMILIH JENIS OBAT ANTI EPILEPSI


Sangat tergantung pada bentuk kebangkitan dan sindroma epilepsi, selain itu juga perlu
dipikirkan kemudahan pemakaian OAE. Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal,
menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh harga OAE. Efek samping
OAE perlu juga menjadi bahan pertimbangan pada saat memilih OAE.

Protokol pengobatan kasus epliepsi yang baru terdiagnosis


- Pastikan diagnosis epilepsi
- Temukan faktor presipitasi
- Tentukan apakah diperlukan penggunaan OAE
- Bicarakan mengenai alasan dimulainya pengobatan (dengan pasien)
- Mulai pengobatan dengan OAE lini pertama, dimulai dengan dosis rendah, dititrasi
sampai dosis rumatan (maintence) terendah.
- Bila bangkitan kejang berlanjut, tirtrasi OAE sampai dosis rumatan tertinggi
(dimonitor dengan penilaian kadar OAE dalam darah bila diperlukan)
- Bila bangkitan kejang tidak teratasi setelah pemberian OAE pertama dengan dosis
yang optimal, dapat dicoba pengobatan OAE tunggal lainnya dinaikkan secara
bertahap, sambil menurunkan OAE pertama secara bertahap. OAE kedua dititrasi
secara bertahap sampai dosis rumetan terendah, bila bangkitan kejang berlanjut,
naikkan sampai dosis rumatan maksimal
- Bila bangkitan kejang terus berlanjut, lakukan asesmen ulang mengenai diagnosis,
pemeriksaan lanjutan pelu dilakukan untuk mengesampingkan kemungkinan
terdapatnya lesi struktural yang progresif, dan kepatuhan pasien dalam penggunaan
OAE perlu dinilai
- Bila bangkitan kejang terus berlangsung, OAE lini pertama lainnya perlu dititrasi
secara monoterapi (seperti diatas)
- Setelah bangkitan kehang terkontrol, teruskan OAE dengan dosis terendah yang dapat
mengontrol bangkitan, tanpa terdapatnya efek samping. Lakukan penabtayab kadar
OAE dalam serum bila perlu.

Pemilihan OAE berdasakan tipe bangkitan epilepsi


Tipe Bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua
Bangkitan parsial (sederhana Phenitoin, karbamasepin Acetazolamide, clobazam,
atau kompleks) (terutama untuk CPS), asam clonazepam, ethosuximide,
valproat felbamate, gabapentin,
lamotrigine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
phenobarbital, pirimidone
Bangkitan umum sekunder Karbamasepin, phenitoin, Idem diatas
asam valproat
Bangkitan umum tonik Karbamazepin, phenytoin, Acetazolamide, clobazam,
klonik asal valproat, phenobarbital clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin,
lamotrigine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
pirimidone
Bangkitan lena Asam valproat, etosuximide Acetazolamide, clobazam,
(tidak ada di Indonesia) ethosuzimide, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone
Bangkitan mioklonik Asam valproat Clobazam, clonazepam,
ethosuximide, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone,
piracetam

PROGNOSIS PENGOBATAN
Prognosis pengobatan pada kasus-kasus baru pada umumnya adalah baik, pada 70-80% kasus
bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Setelah bangkitan epilepsi
berhenti, kemungkinan rekurensinya rendah, dan pasien dapat menghentikan OAE.
Prognosis akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
- Terdapat lesi struktural otak
- Bangkitan epilepsi parsial
- Sindroma epilepsi berat
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
- Frekwensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan
- Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris

PENGHENTIAN OAE
- Dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang, tergantung dari
bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam, 1977).
Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.
- Bila bangkitan sulit dikontrol, dapat ditunggu sampai 5 tahun.
- Pengobatan epilepsi Rolandik, dapat diakhiri pada usia 16 tahun. Pada bentu epilepsi
simptomatik dengan lesi struktural yang jelas, pengobatan perlu dilakukan tanpa batas
waktu. Pengobatan JME juga perlu dilakukan seumur hidup.
- Pada pasien post operasi epilepsi, umumnya dilakukan penghentian OAE setelah 1.5-
5 tahun pasien bebas kejang.
STATUS EPILEPTIKUS

Status Epileptikusadalahkejang yang berlangsungselama>=30 menitatauadanya 2


bangkitanataulebihtanpadisertaipemulihankesadaran di antaranya.
1. Tipe
SE konvulsif (bangkitan>=5 menit, atau 2
bangkitanberulangtanpadisertaipemulihamkeaadaran di antaranya,
berbentukumumtonik-klonik)
SE non-konvulsif (aktivitas EEG
meningkatdenganGejalaklinisnonmotoriktermasukPerubahanperlaku,
danpenurunankesadaran)
2. Durasi
SE dini/ impending(5-30 menit)
SE menetap/established (>30 menit)
SE refrakter (SE yang menetapSetelahmendapat 2 atau 3
jenisantikonvulsanawaldengandosisadekuat)
3. Diagnosis Klinis
SE KONVULSIF
Terdapatkejangumumtonik-klonik
Kejangberlangsung 5 menitataulebih, ATAU
kejangberulangtanpapemulihankesadaran di antaranya
SE NON-KONVULSIF
Terdapatgangguankesadaranygmemanjang, berlangsung 5
menitataulebih, ATAU
TerdapatbangkitanSelainBangkitanumumtonik-klonik Yang
berlangsung 5 menitataulebih
4. TatalaksanaSebelum di RumahSakit
Pemberian benzodiazepine (diazepam) 10-20 mg perrektalatau 0,3-0,5
mg/kgBBdgnkecepatan 5 mg/menit, diulang 15 menitkemudian max. 3 kali /
midazolam buccal (belumtersedia di Indonesia)
Panggilambulansjika
Bangkitan>=5 menitSetelahpemberianobat
Pasienadariwayatseringbangkitan serial/konvulsius
Terdapatkesulitan monitoring jalamnapas, Pernapasan, sirkulasi,
atautanda vital lainnya
Lanjutkan OAE sesuai yang digunakansebelumnya, dengandosispenuh.
5. TatalaksanaEmergensi di PPK 1
Stadium I (0-10 menit, SE dini)
Pertahankanpatensijalannapasdanresusitasi
Berikanoksigen
Periksafungsikardiorespirasi
Pasanginfus
Stadium 2 (0-30 menit)
Monitor pasien
Pertimbangankemungkinankondisi non-epileptik
Terapiantiepilepsiemergensi
Pemeriksaanemergensi
Berikanglukosa (D5%) 50ml dan/atau thiamine 250mg IV
jikaadakecurigaanpenyalahgunaanAlkoholataudefisiensinutrisi
Terapiasidosisjikaterdapatasidosisberat
PemeriksaanEmergensi
Darahlengkap, gas darah, fungsi liver, fungsiginjal, kalsium, magnesium, faal
hemostasis, kadarobatantiepilepsi, toksikologijikapenyebabtidakjelas, foto thorax
utkevaluasikemungkinanaspirasi, pungsilumbaldanpencitraanotakbilaperlu
Stadium 3 (0-60 menit, SE Menetap)
Pastikanetiologi
Siapkanrujukke ICU
Identifikasidanterapikomplikasiygterjadi
Vasopressor biladiperlukan
Stadium 4 (30-90 menit, SE refrakter)
Pindahke ICU dan monitor EEG
Monitor tekananintrakranialbiladiperlukan
Berikanantiepilepsijangkapanjang
Pengawasan
Observasitanda vital, EKG, status neurologis, kimiadarah, gas darah,
pembekuandarah, kadar OAE, monitor EEG pada SE refrakter
6. Rujukan
Setelahstabilisasijalamnapas, pernapasan, sirkulasi, danpemberianterapiemergensi,
rujukkespesialissaraf di rumahsakit
Pasienharusdidampingidokteratauperaeat yang mahirresusitasi
Pertahankanpatensijalannapasdankardiorespirasi
Berikan O2 daninfus normal saline 0,9%
Monitor tanda vital
Buatcatatankronologis status epileptikusdanterapi yang telahdiberikan
7. TerapiPascaRujukanBalik
Berikanterapisesuai saran dokterspesialissaraf yang tertulis di lembarrujukanbalik
Rujukkembalikespesialissarafjika:
KeluhanTerkaitefeksampingobat
Perubahanbentukbangkitan
Rencanapernikahandankehamilan
Bangkitanbelumteratasi
Gambar1.AlurPenanganan Status EpilektikusKonvulsif
8. Penanganan Status Epileptikus Non-Konvulsif
Tipe TerapiPilihan Terapi Lain
SE Lena Benzodiazepine IV/ oral Valproate IV
SE ParsialKompleks Clobazam oral Lorazepam/ Phenytoin/
Phenobarbital IV
SE Lena atipikal Valproate oral Benzodiazepine,
lamotrigine, topiramate,
methylphenidate, steroid
oral
SE Tonik Lamotrigine oral
SE non- Phenytoin IV atau Methylphenidate,
konvulsifpadapenyandangkom phenobarbital phenobarbital,
a propofolatau midazolam
9. DosisObatpada Status Epileptikus Non-Konvulsif

Anda mungkin juga menyukai