LAPORAN KASUS
Anamnesa Identitas Pribadi:
Nama : Ny. S
Umur : 26 tahun
Suku : Melayu
Alamat : Dusun Air Mungkui RT: 22/06
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Tanggal masuk : 26 Februari 2017
Nomor RM : 1017021
ANAMNESA:
Ny.S, 26 tahun, P2A0, Ibu rumah tangga, i/d Tn. F, usia 33 tahun, Wiraswasta,
datang ke IGD RSUD H. Marsidi Judono dirujuk oleh bidan dengan :
Keluhan utama : Plasenta tidak lahir
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 90 menit setelah lahirnya bayi.
Os melahirkan bayi laki-laki secara partus spontan
pervaginam, cukup bulan, BBL 2500 gram, Panjang Bayi:
44cm.
Riwayat perdarahan (+) dialami pasien sejak 90 menit
yang lalu dan dialami terus-menerus. Darah (+) mengalir,
berwarna merah segar, total kira-kira > 500cc
Riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat uri
tidak lahir pada kehamilan sebelumnya tidak ada.
BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat penyakit terdahulu : tidak jelas
Riwayat pemakaian obat : tidak jelas
ii
RIWAYAT HAID
- HPHT : ? Mei 2016
- TTP : ? Februari 2017
- Siklus Haid : teratur
ANTENATAL CARE
- Trimester I : bidan 1x
- Trimester II : bidan 1x
- Trimester III : bidan 2x
RIWAYAT PERSALINAN
1. Persalinan I: Laki-laki, aterm, PSP, bidan, 9 tahun, sehat
2. Persalinan II: Persalinan ini
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Sens : Compos mentis Anemis :-
TD : 110/60 mmHg Ikterik :-
HR : 107x/menit Sianosis :-
RR : 20x/menit Dyspnea :-
Temp : 36,80C Oedema :-
Sp02 : 98%
STATUS GENERALISATA
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-),Refleks cahaya
(+/+), isokor
Leher : Dalam batas normal
Thorax :
Inspeksi : Simetris fusiformis
iii
STATUS LOKALISATA
Abdomen : Membesar, soepel, peristaltik (+) N
TFU setentang pusat, kontraksi lemah, hilang timbul
Vaginal : P/V (+) mengalir
Tampak tali pusat terklem keluar dari introitus vagina
STATUS GINEKOLOGIS
Tidak dilakukan pemeriksaan
DIAGNOSIS
P2A0 Perdarahan Post Partum dengan Retensio Plasenta
TERAPI DI IGD
- IVFD RL Loading 500cc
- Cek DR, HbsAg
- Konsul dr. Hatsari M. Siahaan Sp.OG
- Dorong pasien ke ruangan VK
RENCANA
Manual Plasenta
iv
DAFTAR ISI
Daftar Isi ............................................................................................................................ i
Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................................. 1
Bab 2 Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 3
2.1. Definisi dan Klasifikasi ....................................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi .......................................................................................................................... 3
2.3. Etiopatogensis ........................................................................................................................ 4
2.4. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis ................................................................................... 7
2.5. Diagnosis Banding .............................................................................................................. 8
2.6. Diagnosis ................................................................................................................................ 9
2.7. Tatalaksana.......................................................................................................................... 10
2.8. Komplikasi .......................................................................................................................... 18
2.9. Prognosis ............................................................................................................................. 19
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 20
Bab 3 Laporan Kasus ....................................................................................................... 22
Bab 4 Analisa Kasus ......................................................................................................... 32
6
BAB 1
PENDAHULUAN
Perdarahan pasca persalinan atau post partum hemorrhage (PPH) adalah perdarahan
yang masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir, dan
jaringan sekitarnya. PPH merupakan salah satu penyebab kematian ibu di samping
perdarahan karena hamil ektopik dan abortus. PPH bila tidak mendapat penanganan yang
semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses penyembuhan
kembali.1,2,3
Menurut WHO (2012), Perdarahan paska persalinan adalah suatu kondisi hilangnya
darah/perdarahan sebanyak 500 ml atau lebih dalam 24 jam setelah proses persalinan. PPH
terjadi pada 2% wanita yang melahirkan, selain itu PPH juga merupakan penyebab utama
mortalitas maternal di negara-negara dengan pendapatan rendah dan merupakan penyebab
primer kematian ibu secara global. Kematian ibu kebanyakan terjadi akibat perdarahan dalam
24 jam setelah persalinan.1,4
PPH yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah
bayi lahir, 68-73% dalam 1 minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam 2 minggu setalah
bayi lahir. Penyebab dari suatu perdarahan paska persalinan harus segera ditentukan. Adapun
etiologi PPH diakibatkan gangguan tonus, sisa plasenta, trauma, serta gangguan koagulasi.2,3
Salah satu gangguan pengeluaran plasenta yang dapat menyebabkan PPH adalah
retensio plasenta. Retensio plasenta adalah suatu keadaan bila plasenta tetap tertinggal dalam
uterus setengah jam setelah anak lahir. Hal ini dapat menimbulkan perdarahan paska
persalinan. Pada proses persalinan kala III akan terjadi proses pelepasan / separasi plasenta
yang ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah
sebagain lepas tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya
tahap ekspulsi, plasenta lahir.1,2
Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan manual
plasenta, meskipun kala uri belum lewat setengah jam. Adanya sisa plasenta bisa dicurigai
bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah dilakukan manual plasenta ditemukan
adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta, dan masih
ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan
jalan lahir sudah terjahit. Apabila hal tersebut terjadi, harus dilakukan eksplorasi ke dalam
rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika.1,2
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Epidemiologi
Menurut WHO (2012), Perdarahan paska persalinan merupakan penyebab utama
mortalitas maternal di negara-negara dengan pendapatan rendah dan merupakan penyebab
primer kematian ibu secara global. Kematian ibu kebanyakan terjadi akibat perdarahan dalam
24 jam setelah persalinan.1,4
Insiden terjadinya perdarahan paska persalinan pada negara maju sekitar 5%,
sedangkan pada negara berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan dan menjadi masalah
utama dalam kematian ibu. Adapun penyebabnya 90% akibat atonia uteri, 7% akibat robekan
jalan lahir, sisanya dikarenakan retensio plasenta dan gangguan pembekuan darah.6,7
2.3. Etiopatogenesis
Penyebab perdarahan post partum (PPH) dapat dibedakan menjadi:1,2,4,8,9
Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
o Hipotoni sampai atonia uteri
akibat anestesi
distensi berlebihan (gemelli, anak besar, hidramnion)
partus lama, partus kasep
partus presipitatus/partus terlalu cepat
8
oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan
kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan
pasca persalinan.11,12,13
2.6. Diagnosis
PPH biasanya bermanifestasi dengan kecepatan seperti bahwa prosedur diagnostik
hampir seluruhnya terbatas pada pemeriksaan fisik dari struktur yang terlibat. Jika plasenta
telah dilahirkan, pemeriksaan secara inspeksi menunjukkan apakah bagian itu tertahan. Jika
itu tidak dilahirkan atau jika klot tertahan atau fragmen plasenta distensi terhadap uterus dan
perdarahan yang bertahan meskipun tatalaksana yang tepat sedang berlangsung , eksplorasi
dan pengeluaran manual harus dilakukan. Tindakan ini simultan antara terapi dengan
mengosongkan uterus dan memungkinkan kontraksi sementara dan membantu dalam
11
diagnosis plasenta akreta dan ruptur uterus. laserasi serviks dan vagina juga dapat teraba saat
ini.15
Timbulnya PPH umumnya cepat. Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan,
pencitraan dapat dilakukan. USG dapat membantu mengungkapkan gumpalan atau produk
yang retensi. Namun, pengobatan PPH termasuk eksplorasi manual jika perdarahan
berlanjut. USG antenatal sangat diperlukan untuk mendeteksi pasien berisiko tinggi dengan
faktor predisposisi untuk PPH, seperti plasenta previa, dan menjadi semakin sensitif dan
spesifik dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.15
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak dapat
menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III). Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri
berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya
kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada
perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan
jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara
manual/digital atau kuret. Rest plasenta dapat menimbulkan PPH primer atau lebih sering
sekunder. Perlu dilakukan pemeriksaan Hb dan hematokrit untuk memperkirakan jumlah
perdarahan yang terjadi saat persalinan dibandingkan dengan keadaan prapersalinan.1
2.7. Tatalaksana
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien masih
dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Pada umumnya
dilakukan secara simultan (bila pasien syok) memposisikan pasien secara trendelenburg,
melakukan resusitasi cairan via IV line, dan memberikan oksigen.1,2,3
a. Agen Uterotonik
Terdapat beberapa komponen yang dapat memicu kontraksi uterus paska persalinan .
Salah satu agen uterotonik ini sering digunakan dan diberikan untuk mencegah perdarahan
paska persalinan dengan memastikan kontraksi uterus dalam keadaan adekuat. Kebanyakan
dari agen-agen ini juga digunakan untuk mengatasi atonia uterus dengan perdarahan. Bila
atonia uterus menetap, derivat ergot dapat digunakan sebagai pengobatan lini kedua,
umumnya yang sering digunakan adalah methylergonovine yakni methergin dan ergonovine.
Pengobatan lini kedua untuk atonia uterus juga termasuk seri E- & F- prostaglandin.
Carboprost tromethamine (Hemabate) merupakan derivat 15 methyl prostaglandin F20
sebanyak 0,25 mg diberikan secara intramuskular. Golongan prostaglandin seri E telah
12
digunakan untuk mencegah atau mengobati atonia uteri. Dinoprostone diberikan sebanyak 20
mg supositoria per rektal atau per vaginal setiap 2 jam. Misoprostol merupakan analog
prostaglandin E1 sintetis yang dapat diberikan sebagai terapi pencegahan sekaligus
pengobatan perdarahan paska persalinan.1,2,3
b. Manual Plasenta
Pada keadaan retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas maka tidak akan
menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera
melakukan manual plasenta, meskipun kala uri belum lewat 30 menit.1,2,3
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan
eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian
uterotonika.1,3
d. Tampon Balon
Tindakan ini umumnya dilakukan pada keadaan atonia uteri, dimana dipasang tampon
balon atau tampon kondom dalam kavum uterus disambung dengan kateter, difiksasi dengan
karet gelang dan diisi cairan infus 200 ml yang akan mengurangi perdarahan dan
menghindari tindakan operatif.1,3
13
1. Lakukan bila plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir dan telah disertai
manajemen aktif kala III
2. Lakukan persetujuan tindakan medis (informed consent)
3. Berikan sedatif diazepam 10 mg IM/IV
4. Antibiotika dosis tunggal (profilaksis) :
- Ampisilin 2 g IV + Metronidazol 500 mg IV, atau
- Cefazolin 1 g IV + Metronidazol 500 mg IV
5. Cuci tangan dan pasang sarung tangan panjang steril.
6. Jepit tali pusat dengan klem dan tegangkan sejajar dengan lantai
7. Masukkan tangan dalam posisi obstetri dengan menelusuri bagian bawah tali pusat
seperti gambar berikut.
14
8. Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat hingga masuk ke dalam kavum uteri,
sedangkan tangan di luar menahan fundus uteri, untuk mencegah inversio uteri.
9. Menggunakan lateral jari tangan, disusuri dan dicari pinggir perlekatan (insersi)
plasenta.
Gambar 2.3. Manual plasenta. a. Satu tangan menggenggam fundus uteri, tangan lainnya masuk ke dalam
cavum uteri dan meraba plasenta kemudian mulai melepasnya perlahan-lahan. b. Ketika plasenta seluruhnya
telah terlepas, genggam keseluruhan plasenta kemudian perlahan dikeluarkan.
10. Tangan obstetri dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu jari-jari dirapatkan.
11. Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.
12. Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke arah kranial hingga
seluruh permukaan plasenta dilepaskan.
13. Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta
akreta. Siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal.
14. Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta
15. Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saat plasenta
dikeluarkan.
16. Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada
dinding uterus.
17. Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap, lakukan eksplorasi ke dalam
kavum uteri.16
Catatan :
Jika plasenta tertinggal karena cincin konstriksi atau apabila beberapa jam atau hari
telah berlalu setelah persalinan, tidak memungkinkan untuk seluruh tangan dapat masuk
15
ke dalam uterus. Keluarkan fragmen plasenta menggunakan 2 jari, forsep, ovum, atau
kuret.
Dalam hal perdarahan dan sulit menentukan batas antara desidua dan plasenta, segera
rujuk
Komplikasi : Refleks vagal, infeksi, perforasi.16
2.8. Komplikasi
Perdarahan postpartum terjadi pada sekitar 2% dari keseluruhan ibu hamil: tidak hanya
menyebabkan kematian pada hampir seperempat dari populasi ibu hamil secara global,
namun juga merupakan penyebab utama mortalitas ibu hamil di kebanyakan negara
berkembang. PPP dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi pada ibu hamil dan juga
kecacatan jangka panjang, serta kondisi-kondisi lain yang meningkatkan angka morbiditas
ibu hamil, seperti shock dan disfungsi organ.1,4,9,11,12
Perdarahan dapat mengakibatkan terjadinya syok hemoragik (hipovolemik). Syok
merupakan situasi emergensi dimana terjadi penurunan perfusi pada organ-organ tubuh dan
dapat berakibat pada kematian. Sebagai respon terhadap perdarahan yang terjadi, kompensasi
fisiologis tubuh akan teraktivasi. Kelenjar adrenal akan melepaskan katekolamin,
menyebabkan vasokonstriksi arteriol dan venula di kulit, paru-paru, GI tract, hati, dan ginjal.
Peredaran darah yang tersisa akan dialihkan ke otak dan jantung, dan berkurang pada organ-
organ lain, termasuk uterus. Jika syok berlama-lama, penurunan oksigenasi selular yang terus
berlangsung akan menyebabkan akumulasi dari asam laktat dan menyebabkan asidosis (dari
metabolisme anaerobik glukosa). Asidosis (penurunan pH serum) dapat menyebabkan
vasodilatasi arteriolar; sementara vasokonstriksi venule tetap berlangsung. Siklus yang terus
berlangsung akan menurunkan perfusi, meningkatkan anoxia jaringan dan asidosis,
pembentukan edema, dan pada akhirnya kematian sel.8,11,13
Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi disamping dapat
menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan memperbesar kemungkinan infeksi
puerperal karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan banyak, kelak bisa
menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga
terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya adalah astenia, hipotensi, anemia,
turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi
alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan
hipotensi, amenorea, dan kehilangan fungsi laktasi.1,2,13
16
2.9. Prognosis
Pada perdarahan postpartum, Mochtar R. dkk (1969) melaporkan angka kematian ibu
sekitar 7,9% dan Wiknjosastro H. (1960) 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena
banyak penderita yang dirujuk dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana
tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.1,2,4,9,12
17
DAFTAR PUSTAKA
16. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kehamilan dan Persalinan dengan Penyulit
Obstetri Dalam : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Kemenkes : Jakarta. 2013;4:101