Anda di halaman 1dari 18

i

LAPORAN KASUS
Anamnesa Identitas Pribadi:

Nama : Ny. S
Umur : 26 tahun
Suku : Melayu
Alamat : Dusun Air Mungkui RT: 22/06
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Tanggal masuk : 26 Februari 2017
Nomor RM : 1017021

ANAMNESA:

Ny.S, 26 tahun, P2A0, Ibu rumah tangga, i/d Tn. F, usia 33 tahun, Wiraswasta,
datang ke IGD RSUD H. Marsidi Judono dirujuk oleh bidan dengan :
Keluhan utama : Plasenta tidak lahir
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 90 menit setelah lahirnya bayi.
Os melahirkan bayi laki-laki secara partus spontan
pervaginam, cukup bulan, BBL 2500 gram, Panjang Bayi:
44cm.
Riwayat perdarahan (+) dialami pasien sejak 90 menit
yang lalu dan dialami terus-menerus. Darah (+) mengalir,
berwarna merah segar, total kira-kira > 500cc
Riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat uri
tidak lahir pada kehamilan sebelumnya tidak ada.
BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat penyakit terdahulu : tidak jelas
Riwayat pemakaian obat : tidak jelas
ii

RIWAYAT HAID
- HPHT : ? Mei 2016
- TTP : ? Februari 2017
- Siklus Haid : teratur

ANTENATAL CARE
- Trimester I : bidan 1x
- Trimester II : bidan 1x
- Trimester III : bidan 2x

RIWAYAT PERSALINAN
1. Persalinan I: Laki-laki, aterm, PSP, bidan, 9 tahun, sehat
2. Persalinan II: Persalinan ini

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Sens : Compos mentis Anemis :-
TD : 110/60 mmHg Ikterik :-
HR : 107x/menit Sianosis :-
RR : 20x/menit Dyspnea :-
Temp : 36,80C Oedema :-
Sp02 : 98%

STATUS GENERALISATA
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-),Refleks cahaya
(+/+), isokor
Leher : Dalam batas normal
Thorax :
Inspeksi : Simetris fusiformis
iii

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri


Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi
Cor : S1 S2, Reguler, Murmur : (-), Gallop (-)
Paru : Suara Pernafasan :Vesikuler
Suara Tambahan: Rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
Ekstremitas : Akral hangat
CRT< 2 detik
Edem pretibial (-/-)

STATUS LOKALISATA
Abdomen : Membesar, soepel, peristaltik (+) N
TFU setentang pusat, kontraksi lemah, hilang timbul
Vaginal : P/V (+) mengalir
Tampak tali pusat terklem keluar dari introitus vagina

STATUS GINEKOLOGIS
Tidak dilakukan pemeriksaan

DIAGNOSIS
P2A0 Perdarahan Post Partum dengan Retensio Plasenta

TERAPI DI IGD
- IVFD RL Loading 500cc
- Cek DR, HbsAg
- Konsul dr. Hatsari M. Siahaan Sp.OG
- Dorong pasien ke ruangan VK

RENCANA
Manual Plasenta
iv

LAPORAN MANUAL PLASENTA


Tanggal : 26 Februari 2017,
: Pukul 07.40 WIB
Diagnosis Awal : P2A0 Post Partum dengan Retensio Plasenta
Tindakan : Peregangan Tali Pusar Terkendali
: Manual plasenta
- Ibu dibaringkan diatas bed ginekologi dengan infus terpasang baik dan posisi
litotomi.
- Drip Syntocinon 10 IU dalam RL 500cc 30gtt/i
- Dilakukan Manajemen aktif Kala III
- Jepit tali pusat dengan klem dan tegangkan sejajar dengan lantai, coba
dilakukan PTT Plasenta tidak lahir
- Rencana tindakan berupa manual plasenta.
- Mengenakan sarung tangan obstetri, tangan kanan dimasukkan kedalam liang
vagina hingga ke kavum uteri dengan menelusuri bagian bawah tali pusat.
- Dilakukan tindakan manual plasenta selama 15-20menit, plasenta lahir,
perdarahan (+), stoll cell (+)
- Dilakukan pemeriksaan plasenta: plasenta lahir kesan lengkap
- Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat
pada dinding uterus.
- Keadaan umum ibu post manual plasenta: stabil
TD: 100/70, HR: 100 x/i, RR: 21 x/i, Kontraksi uterus: baik

TERAPI POST MANUAL PLASENTA


- IVFD RL + syntocinon 10 IU 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (ST)
- Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
v

DAFTAR ISI
Daftar Isi ............................................................................................................................ i
Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................................. 1
Bab 2 Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 3
2.1. Definisi dan Klasifikasi ....................................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi .......................................................................................................................... 3
2.3. Etiopatogensis ........................................................................................................................ 4
2.4. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis ................................................................................... 7
2.5. Diagnosis Banding .............................................................................................................. 8
2.6. Diagnosis ................................................................................................................................ 9
2.7. Tatalaksana.......................................................................................................................... 10
2.8. Komplikasi .......................................................................................................................... 18
2.9. Prognosis ............................................................................................................................. 19
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 20
Bab 3 Laporan Kasus ....................................................................................................... 22
Bab 4 Analisa Kasus ......................................................................................................... 32
6

BAB 1
PENDAHULUAN
Perdarahan pasca persalinan atau post partum hemorrhage (PPH) adalah perdarahan
yang masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir, dan
jaringan sekitarnya. PPH merupakan salah satu penyebab kematian ibu di samping
perdarahan karena hamil ektopik dan abortus. PPH bila tidak mendapat penanganan yang
semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses penyembuhan
kembali.1,2,3
Menurut WHO (2012), Perdarahan paska persalinan adalah suatu kondisi hilangnya
darah/perdarahan sebanyak 500 ml atau lebih dalam 24 jam setelah proses persalinan. PPH
terjadi pada 2% wanita yang melahirkan, selain itu PPH juga merupakan penyebab utama
mortalitas maternal di negara-negara dengan pendapatan rendah dan merupakan penyebab
primer kematian ibu secara global. Kematian ibu kebanyakan terjadi akibat perdarahan dalam
24 jam setelah persalinan.1,4
PPH yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah
bayi lahir, 68-73% dalam 1 minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam 2 minggu setalah
bayi lahir. Penyebab dari suatu perdarahan paska persalinan harus segera ditentukan. Adapun
etiologi PPH diakibatkan gangguan tonus, sisa plasenta, trauma, serta gangguan koagulasi.2,3
Salah satu gangguan pengeluaran plasenta yang dapat menyebabkan PPH adalah
retensio plasenta. Retensio plasenta adalah suatu keadaan bila plasenta tetap tertinggal dalam
uterus setengah jam setelah anak lahir. Hal ini dapat menimbulkan perdarahan paska
persalinan. Pada proses persalinan kala III akan terjadi proses pelepasan / separasi plasenta
yang ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah
sebagain lepas tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya
tahap ekspulsi, plasenta lahir.1,2
Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan manual
plasenta, meskipun kala uri belum lewat setengah jam. Adanya sisa plasenta bisa dicurigai
bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah dilakukan manual plasenta ditemukan
adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta, dan masih
ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan
jalan lahir sudah terjahit. Apabila hal tersebut terjadi, harus dilakukan eksplorasi ke dalam
rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika.1,2
7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi dan Klasifikasi


Definisi PPH adalah jumlah perdarahan yang lebih dari 500mL setelah kelahiran dari
bayi, setiap jumlah perdarahan dari atau ke dalam traktus genital setelah kelahiran bayi
sampai masa nifas, yang mempengaruhi kondisi umum pasien dengan meningkatnya rasio
nadi (> 100x/menit) dan menurunnya tekanan darah (< 90 mmHg).1,2,5
Berdasarkan jumlah perdarahan, PPH dapat diklasifikasikan menjadi minor (<1L),
mayor (>1L) dan severe (>2L).5 Berdasarkan saat terjadinya PPH dapat dibagi menjadi PPH
primer (early postpartum hemorrhage), yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya
disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta. Dalam
kasus yang jarang, bisa karena inversion uteri. PPH sekunder (late postpartum haemorrhage)
yang terjadi setelah 24 jam persalinan,biasanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum dan
karena sisa plasenta.1,2

2.2. Epidemiologi
Menurut WHO (2012), Perdarahan paska persalinan merupakan penyebab utama
mortalitas maternal di negara-negara dengan pendapatan rendah dan merupakan penyebab
primer kematian ibu secara global. Kematian ibu kebanyakan terjadi akibat perdarahan dalam
24 jam setelah persalinan.1,4
Insiden terjadinya perdarahan paska persalinan pada negara maju sekitar 5%,
sedangkan pada negara berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan dan menjadi masalah
utama dalam kematian ibu. Adapun penyebabnya 90% akibat atonia uteri, 7% akibat robekan
jalan lahir, sisanya dikarenakan retensio plasenta dan gangguan pembekuan darah.6,7

2.3. Etiopatogenesis
Penyebab perdarahan post partum (PPH) dapat dibedakan menjadi:1,2,4,8,9
Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
o Hipotoni sampai atonia uteri
akibat anestesi
distensi berlebihan (gemelli, anak besar, hidramnion)
partus lama, partus kasep
partus presipitatus/partus terlalu cepat
8

persalinan karena induksi oksitosin


multiparitas
korioamnionitis
pernah atonia sebelumnya
o Sisa plasenta
kotiledon atau selaput ketuban tersisa
plasenta susenturiata
plasenta akreta, inkreta, perkreta
Perdarahan karena robekan
o episiotomi yang melebar
o robekan pada perineum, vagina, dan serviks
o ruptura uteri
Gangguan koagulasi
o Jarang terjadi, tetapi bisa memperburuk keadaan di atas, misalnya pada kasus
trombofilia, sindroma HELLP, preeklampsia, solusio plasenta, kematian janin
dalam kandungan, dan emboli air ketuban.
o
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perdarahan pada kehamilan dapat dikategorikan
menjadi 4T, berdasarkan mekanisme predominannya, yaitu:

Gambar 2.1. Faktor-faktor penyebab pedarahan pervaginam


Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-
sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi,
pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat
9

oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan
kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan
pasca persalinan.11,12,13

2.4. Retensio Plasenta. Patofisiologi dan Manifestasi klinis14


Sepanjang tahun 1933, Brandt mendeskripsikan pentingnya kontraksi uterine dalam
pelepasan plasenta dari desidua basalis. Pada tahun 1949, di demonstrasikan secara radiografi
bahwa pelepasan plasenta membutuhkan kontraksi uterin yang terus-menerus setelah
melahirkan. Fase lahirnya plasenta sesuai dengan penampakan pada ultrasound:11,12
1. Fase laten, dimana dengan segera diikuti oleh kelahiran bayi, semua miometrium
berkontraksi kecuali yang berada dibelakang plasenta, yang tetap dalam keadaan
relaksasi.
2. Fase kontraksi, kontraksi miometroum retro-plasenta yang akan berlanjut dengan fase
pelepasan plasenta.
3. Fase pelepasan plasenta, dimana plasenta terpisah dari desidua.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta dikeluarkan dari uterus dengan adanya kontraksi
uterin.
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebagai retensio palsenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
a. Plasenta akreta bila plasenta sampai menembus desidua basalis dan Nitabuch layer,
b. Plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan
c. Plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium.1,2,8,12,13
Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio
sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas.1,3,4,10 Bila sebagian kecil dari plasenta masih
tertinggal dalam uterus disebut rest placenta dan dapat menimbulkan PPH primer atau (lebih
sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan
ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian
lepas tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap
ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak
akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan
perdarahan cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi segera dengan
melakukan placenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.1,2,9,12
10

Penanganan retensio plasenta sebagai penyebab perdarahan postpartum primer yang


tidak tuntas, seperti tidak memeriksa kelengkapan plasenta yang dikeluarkan dapat
mengakibatkan perdarahan postpartum sekunder. Hal ini disebabkan oleh adanya sisa
plasenta di dalam uterus. Biasanya bagian plasenta yang tertinggal mengalami nekrosis tanpa
deposit fibrin dan pada akhirnya membentuk polip plasenta. Apabila serpihan polip plasenta
terlepas dari miometrium, perdarahan dapat terjadi.1,2,10,13
Sisa plasenta bisa diduga bila kala berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit.1,10,13
Adapun manifestasi klinis akibat perdarahan paska persalinan, yaitu :
Perdarahan yang persisten dapat menyebabkan gangguan sirkulasi hingga syok dan
resiko kematian akan semakin meningkat.
Anemia puerperium dan morbiditas
Gangguan suplay darah pituitari yang diikuti dengan nekrosis pituitari (Sindroma
Sheehan)
Ketakutan akan kehamilan selanjutnya. Hal ini berkaitan dengan psikis ibu dimana
perdarahan cukup menakutkan untuk dihadapi seorang ibu hamil.7

2.5. Diagnosis Banding


PPH bukanlah suatu diagnosa akan tetapi suatu kejadian yang harus dicari kausalnya.
Misalnya PPH karena atonia uteri, PPH oleh karena robekan jalan lahir, PPH oleh karena sisa
plasenta, atau oleh karena gangguan pembekuan darah.1

2.6. Diagnosis
PPH biasanya bermanifestasi dengan kecepatan seperti bahwa prosedur diagnostik
hampir seluruhnya terbatas pada pemeriksaan fisik dari struktur yang terlibat. Jika plasenta
telah dilahirkan, pemeriksaan secara inspeksi menunjukkan apakah bagian itu tertahan. Jika
itu tidak dilahirkan atau jika klot tertahan atau fragmen plasenta distensi terhadap uterus dan
perdarahan yang bertahan meskipun tatalaksana yang tepat sedang berlangsung , eksplorasi
dan pengeluaran manual harus dilakukan. Tindakan ini simultan antara terapi dengan
mengosongkan uterus dan memungkinkan kontraksi sementara dan membantu dalam
11

diagnosis plasenta akreta dan ruptur uterus. laserasi serviks dan vagina juga dapat teraba saat
ini.15
Timbulnya PPH umumnya cepat. Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan,
pencitraan dapat dilakukan. USG dapat membantu mengungkapkan gumpalan atau produk
yang retensi. Namun, pengobatan PPH termasuk eksplorasi manual jika perdarahan
berlanjut. USG antenatal sangat diperlukan untuk mendeteksi pasien berisiko tinggi dengan
faktor predisposisi untuk PPH, seperti plasenta previa, dan menjadi semakin sensitif dan
spesifik dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.15
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak dapat
menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III). Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri
berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya
kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada
perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan
jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara
manual/digital atau kuret. Rest plasenta dapat menimbulkan PPH primer atau lebih sering
sekunder. Perlu dilakukan pemeriksaan Hb dan hematokrit untuk memperkirakan jumlah
perdarahan yang terjadi saat persalinan dibandingkan dengan keadaan prapersalinan.1

2.7. Tatalaksana
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien masih
dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Pada umumnya
dilakukan secara simultan (bila pasien syok) memposisikan pasien secara trendelenburg,
melakukan resusitasi cairan via IV line, dan memberikan oksigen.1,2,3
a. Agen Uterotonik
Terdapat beberapa komponen yang dapat memicu kontraksi uterus paska persalinan .
Salah satu agen uterotonik ini sering digunakan dan diberikan untuk mencegah perdarahan
paska persalinan dengan memastikan kontraksi uterus dalam keadaan adekuat. Kebanyakan
dari agen-agen ini juga digunakan untuk mengatasi atonia uterus dengan perdarahan. Bila
atonia uterus menetap, derivat ergot dapat digunakan sebagai pengobatan lini kedua,
umumnya yang sering digunakan adalah methylergonovine yakni methergin dan ergonovine.
Pengobatan lini kedua untuk atonia uterus juga termasuk seri E- & F- prostaglandin.
Carboprost tromethamine (Hemabate) merupakan derivat 15 methyl prostaglandin F20
sebanyak 0,25 mg diberikan secara intramuskular. Golongan prostaglandin seri E telah
12

digunakan untuk mencegah atau mengobati atonia uteri. Dinoprostone diberikan sebanyak 20
mg supositoria per rektal atau per vaginal setiap 2 jam. Misoprostol merupakan analog
prostaglandin E1 sintetis yang dapat diberikan sebagai terapi pencegahan sekaligus
pengobatan perdarahan paska persalinan.1,2,3

b. Manual Plasenta
Pada keadaan retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas maka tidak akan
menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera
melakukan manual plasenta, meskipun kala uri belum lewat 30 menit.1,2,3
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan
eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian
uterotonika.1,3

c. Perdarahan menetap yang tidak respon dengan uterotonika


Meskipun telah dilakukan masase uterus dan pemberian agen uterotonik harus dicurigai
terjadinya laserasi jalan lahir. Untuk itu dapat segera dilakukan tindakan kompresi uterus
bimanual. Adapun teknik kompresi bimanual adalah dengan memasase dinding uterus
posterior dengan menggunakan satu tangan yang diletakkan di atas abdomen. Tangan lainnya
dalam posisi menggenggam masuk melalui vagina, kemudian mendorong dinding anterior
uterus. Apabila perdarahan cukup banyak, segera pertimbangkan pemberian transfusi sel
darah merah.1,2,3

d. Tampon Balon
Tindakan ini umumnya dilakukan pada keadaan atonia uteri, dimana dipasang tampon
balon atau tampon kondom dalam kavum uterus disambung dengan kateter, difiksasi dengan
karet gelang dan diisi cairan infus 200 ml yang akan mengurangi perdarahan dan
menghindari tindakan operatif.1,3
13

Gambar 2.2. Algoritma Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan 16

Prosedur Tindakan Plasenta Manual16

1. Lakukan bila plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir dan telah disertai
manajemen aktif kala III
2. Lakukan persetujuan tindakan medis (informed consent)
3. Berikan sedatif diazepam 10 mg IM/IV
4. Antibiotika dosis tunggal (profilaksis) :
- Ampisilin 2 g IV + Metronidazol 500 mg IV, atau
- Cefazolin 1 g IV + Metronidazol 500 mg IV
5. Cuci tangan dan pasang sarung tangan panjang steril.
6. Jepit tali pusat dengan klem dan tegangkan sejajar dengan lantai
7. Masukkan tangan dalam posisi obstetri dengan menelusuri bagian bawah tali pusat
seperti gambar berikut.
14

8. Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat hingga masuk ke dalam kavum uteri,
sedangkan tangan di luar menahan fundus uteri, untuk mencegah inversio uteri.
9. Menggunakan lateral jari tangan, disusuri dan dicari pinggir perlekatan (insersi)
plasenta.

Gambar 2.3. Manual plasenta. a. Satu tangan menggenggam fundus uteri, tangan lainnya masuk ke dalam
cavum uteri dan meraba plasenta kemudian mulai melepasnya perlahan-lahan. b. Ketika plasenta seluruhnya
telah terlepas, genggam keseluruhan plasenta kemudian perlahan dikeluarkan.

10. Tangan obstetri dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu jari-jari dirapatkan.
11. Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.
12. Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke arah kranial hingga
seluruh permukaan plasenta dilepaskan.
13. Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta
akreta. Siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal.
14. Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta
15. Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saat plasenta
dikeluarkan.
16. Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada
dinding uterus.
17. Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap, lakukan eksplorasi ke dalam
kavum uteri.16
Catatan :
Jika plasenta tertinggal karena cincin konstriksi atau apabila beberapa jam atau hari
telah berlalu setelah persalinan, tidak memungkinkan untuk seluruh tangan dapat masuk
15

ke dalam uterus. Keluarkan fragmen plasenta menggunakan 2 jari, forsep, ovum, atau
kuret.
Dalam hal perdarahan dan sulit menentukan batas antara desidua dan plasenta, segera
rujuk
Komplikasi : Refleks vagal, infeksi, perforasi.16

2.8. Komplikasi
Perdarahan postpartum terjadi pada sekitar 2% dari keseluruhan ibu hamil: tidak hanya
menyebabkan kematian pada hampir seperempat dari populasi ibu hamil secara global,
namun juga merupakan penyebab utama mortalitas ibu hamil di kebanyakan negara
berkembang. PPP dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi pada ibu hamil dan juga
kecacatan jangka panjang, serta kondisi-kondisi lain yang meningkatkan angka morbiditas
ibu hamil, seperti shock dan disfungsi organ.1,4,9,11,12
Perdarahan dapat mengakibatkan terjadinya syok hemoragik (hipovolemik). Syok
merupakan situasi emergensi dimana terjadi penurunan perfusi pada organ-organ tubuh dan
dapat berakibat pada kematian. Sebagai respon terhadap perdarahan yang terjadi, kompensasi
fisiologis tubuh akan teraktivasi. Kelenjar adrenal akan melepaskan katekolamin,
menyebabkan vasokonstriksi arteriol dan venula di kulit, paru-paru, GI tract, hati, dan ginjal.
Peredaran darah yang tersisa akan dialihkan ke otak dan jantung, dan berkurang pada organ-
organ lain, termasuk uterus. Jika syok berlama-lama, penurunan oksigenasi selular yang terus
berlangsung akan menyebabkan akumulasi dari asam laktat dan menyebabkan asidosis (dari
metabolisme anaerobik glukosa). Asidosis (penurunan pH serum) dapat menyebabkan
vasodilatasi arteriolar; sementara vasokonstriksi venule tetap berlangsung. Siklus yang terus
berlangsung akan menurunkan perfusi, meningkatkan anoxia jaringan dan asidosis,
pembentukan edema, dan pada akhirnya kematian sel.8,11,13
Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi disamping dapat
menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan memperbesar kemungkinan infeksi
puerperal karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan banyak, kelak bisa
menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga
terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya adalah astenia, hipotensi, anemia,
turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi
alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan
hipotensi, amenorea, dan kehilangan fungsi laktasi.1,2,13
16

2.9. Prognosis
Pada perdarahan postpartum, Mochtar R. dkk (1969) melaporkan angka kematian ibu
sekitar 7,9% dan Wiknjosastro H. (1960) 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena
banyak penderita yang dirujuk dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana
tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.1,2,4,9,12
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Perdarahan Pasca Persalinan (PPP) Dalam : Ilmu Kebidanan. Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. Edisi 4. 2011;39:523-27.
2. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Ed 3. ECG : Jakarta. 2011:210
3. Cunningham FG, Leveno KJ, et al. Obstetrical Hemorrhage In:Williams Obstetrics.
McGraw-Hill : USA. 24th ed. 2014;41:783-6.
4. WHO. WHO recommendations for the prevention dan treatment of postpartum
haemorrhage. WHO Press: Geneva. 2012:8.
5. Dutta DC. DC Duttas Textbook of Obstetrics. Jaypee Brothers Medical Publisher: India.
8th ed. 2015;474.
6. Perdana AH. Gambaran Kasus Perdarahan Postpartum di RSUP Haji Adam Malik
Medan Tahun 2009-2011. Skripsi. USU Press: Medan. 2013
7. Rahmi. Karakteristik Penderita Perdarahan Postpartum yang Datang ke RSU Dr.Pirngadi
Medan Tahun 2004-2008. Skripsi. USU Press: Medan. 2009:67.
8. Lowdermilk DL. Postpartum Complications. In: Lowdermilk DL, Perry SE, Cashion
MC, Alden KR editor, Maternity and Womens Health Care. Elsevier Health Science
Divisions: USA. 11th ed. 2015:825.
9. Pavord S, Maybury H. How I treat postpartum hemorrhage In: Blood. Journal.
2015;125(18):2764.
10. Eriza N, Defrin, Lestari Y. Hubungan Perdarahan Postpartum dengan Paritas di RSUP
Dr. M. Djamil Periode 1 Januari 2010 - 31 Desember 2012. Jurnal Kesehatan Andalas.
2015;4(3):768.
11. Endler M. Characterizing retained placenta: epidemiology and pathophysiology of a
critical obstetric disorder. Karolinska Institutet: Sweden. 2016:6.
12. Weeks AD. Retained Placenta. African Health Sciences. 2001;1(1):36.
13. Koto L. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Bidan Tentang Penanganan
Perdarahan Pasca Persalinan Di Wilayah puskesmas pantai Cermin Kecamatan Tanjung
Pura tahun 2010. USU Press: Medan. 2011:9-10.
14. Hanretty KP. Abnormalities of The Third Stage of Labour Placenta and Cord In :
Obstetrics Illustrated. Elsevier: USA. 6th ed. 2003;13:281-7.
15. Smith JR, Brennan BG. Postpartum Haemorrhage. Medscape. 2016. Accessed : [
http://emedicine.medscape.com/article/275038-overview].
18

16. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kehamilan dan Persalinan dengan Penyulit
Obstetri Dalam : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Kemenkes : Jakarta. 2013;4:101

Anda mungkin juga menyukai