Anda di halaman 1dari 102

Semarang, 18 Mei

2017
[PERAN TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI HIJAU]

Kementerian Perindustrian
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro 6 Semarang - Jawa Tengah
PRAKATA

Selamat datang di acara Seminar Nasional Teknologi Industri Hijau 2 yang diadakan oleh Balai Besar
Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI), Badan Penelitian dan Pengembangan Industri,
Kementerian Perindustrian RI, pada tanggal 18 Mei 2017 di Hotel Santika Premier, Semarang.

Tema yang diangkat kali ini adalah Peran teknologi ramah lingkungan untuk mendukung industri hijau.
Seminar ini akan mengulas tentang perkembangan teknologi ramah lingkungan yang diaplikasikan di
industri dalam rangka untuk mendukung perkembangan industri hijau. Perkembangan terkini tentang
teknologi ramah lingkungan baik itu penelitian dasar ataupun penelitian terapan akan disampaikan
secara lebih intensif dan menarik didalam kelas paralel dengan mengangkat sub tema: fabrikasi
material, proses dan simulasiindustri, teknologi lingkungan, energi dan desain rekayasa alat.

Seminar ini dihadiri oleh pembicara yang ahli dibidangnya yang akan berbicara dalam sesi plenary, dan
para peneliti, perekayasa, akademisi, dan praktisi industri yang tertarik terhadap industri hijau.

Buku panduan ini berisi tentang sambutan dari ketua penyelenggara, jadwal acara dan kumpulan
abstrak dari makalah ilmiah baik oral maupun poster. Ada pula beberapa tambahan informasi yang
berguna bagi peserta yang berkaitan dengan seminar.

Akhir kata, semoga peserta dapat menikmati acara seminar ini dan mendapatkan banyak ilmu yang
bermanfaat bagi perkembangan industri hijau.

Semarang, 18 Mei 2017


Ketua Panitia SNTIH 2

Rustiana Yuliasni, ST,M.Sc

ii Semarang, 18 Mei 2017


DAFTAR ISI
Halaman
Sambutan Ketua Panitia ii

Daftar Isi iii

Susunan Panitia Seminar Nasional Teknologi Industri Hijau 2 iv

Jadwal Acara Pelaksanaan Seminar Nasional Teknologi Hijau 2 vi

Jadwal Kelas A vii

Jadwal Kelas BI ix

Jadwal Kelas BII xi

Jadwal Kelas C xiii

Jadwal Kelas D xv

Jadwal Kelas Poster xvii

Layout Ruang Sidang dan Presentasi Poster xviii

Kumpulan Makalah Utama xix

Kumpulan Abstrak Kelas A 1

Kumpulan Abstrak Kelas BI 15

Kumpulan Abstrak Kelas BII 27

Kumpulan Abstrak Kelas C 40

Kumpulan Abstrak Kelas D 54

Kumpulan Abstrak Poster 68

Semarang, 18 Mei 2017 iii


SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI HIJAU 2

STEERING COMITTEE
Ketua: Kepala BBTPPI, Ir Titik Purwati Widowati, MP
Anggota:
1. Kabid. Litbang, Drs. Krus Haryanto Haryanto, M.Si
2. Kabag. TU, Tri Indah Agustin, SE, MM
3. Kasi TPL & PB, Ir. Didik Harsono
4. Kasi Biotek, Cholid Syahroni, S.Si, M.Si
ORGANIZING COMMITTEE

No Panitia Nama Personil


1 Ketua 1. Rustiana Yuliasni, ST, MSc.
2. Nur Zen, ST
2 Sekertaris 1. Farida Crisnaningtyas, ST
2. Rahayu
3 Bendahara 1. Ririn Nur Wahyuni, SE, MM
2. Nanik Karyawati, SE
3. Nanik Indah Setianingsih, S.TP
4 Seksi makalah & penyunting 1. Dr. Aris Mukimin
makalah 2. Dr. Nani Harihastuti
3. Drs. Misbachul Munir, M.Si
4. Ir. Marihati
5. Rame , S.Si, M.Si
6. Bekti Marlena, ST, M.Si
7. Ir. Nilawati
8. Dra. Muryati, Apt.
9. Hanny Vistanty., ST MT
10.Novarina Irnaning Handayani, S.Si, M.Si
11. Ikha Rasti Julia Sari, ST, M.Si
12. Silvy Djayanti, ST,M.Si
13. Rizal Awaludin Malik, S.Si
14. Ir. Sartamtomo
15. Kukuh Aryo Wicaksono, ST
16. Syarifa Arum Kusumastuti, ST, M.Si, MAIE
5 Seksi persidangan/ acara paralel 1. Dr. Nani Harihastuti
2. Rame , S.Si, M.Si
3. Drs. Misbachul Moenir MSi
4. Novarina Irnaning Handayani, S.Si, M.Si

iv Semarang, 18 Mei 2017


No Panitia Nama Personil
6 Seksi Acara Plenary 1. Budi Setiawan., ST. MM
2. Muhamad Syarifudin Edy Nugroho, ST, M.Si
3. Rochmat Dwi Karwanto, S.Kom
4. Indra Wahyudi, A.Md
5. Any Kurnia, S.Si (MC)/
6. Dyah Ahsina Fahriyati, M.Si (MC)
7. Aniek Sisworo., ST
8. Mapriti Aning
7 Seksi publikasi 1. Januar Arif Fatkhurrahman, ST
Dan dokumentasi 2. Rado Hanna Piala, ST
3. Agus Purwanto, ST
4. Agastya Aji Pranayoga, S.Kom, MM.
5. Arif Hidayat, S.Kom.
8 Seksi konsumsi 1. Erlin Ristiana, SE
2. Azizah, S.Pd
9 Seksi akomodasi dan umum 1. Hendriyanto, S.Kom
10 Seksi rekruitmen peserta 1. Kukuh Aryo Wicaksono, ST
2. Hanny Vistanty, ST, MT
3. Farida Crisnaningtyas, ST
4. Nanik Indah Setianingsih, S.TP
11 Seksi Humas dan sponsor 1. Silvy Djayanti, ST, M.Si
2. Drs. Misbachul Munir, M.Si
3. Agung Budiarto, ST

Semarang, 18 Mei 2017 v


JADWAL ACARA PELAKSANAAN SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI HIJAU 2
TANGGAL 18 MEI 2017
HOTEL SANTIKA PREMIERE, JL. PANDANARAN NO. 116 - 120, PEKUNDEN, SEMARANG

NARASUMBER/
WAKTU ACARA/ MATERI
PENGANGGUNG JAWAB
07.30 08.00 Registrasi Peserta Panitia
08.00 08.30 Opening Ceremony Any Kurnia Ssi., MSi (MC)
Dyah Ahsina Fahriyati MSi (MC)
Menyanyikan lagu Indonesia Raya Any Kurnia Ssi., MSi (MC)
Dyah Ahsina Fahriyati MSi (MC)
Doa Ir. Didik Harsono
08.30 08.45 Laporan Panitia Ka. BBTPPI Semarang Ir. Titik P Widowati., MP
08.45- 09.15 Sambutan dan PembukaanSemnas TIH 2 Dr. Haris Munandar N., MA
dan pembicara I Kepala BPPI,
Materi: Kementerian Perindustrian
Inovasi Teknologi untuk Mewujudkan
Industri Hijau
09.45 - 10.15 Pembicara II Prof. Dr. Eniya Listiani Dewi., B.eng
Materi: Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan
Energi ramah lingkungan dan strategi Bioteknologi, BPPT
Implementasinya
10.45 11.15 Pembicara III Prof. Tjandra Setiadi., Ph.D
Materi: Profesor di bidang Bioprocess Engineering,
Pengalaman Penerapan Resource Efficient ITB
and Cleaner Production (RECP)
di Indonesia
11.15-11.00 Diskusi Ir. Titik P Widowati., MP
11.00 11.15 Pemberian kenang-kenangan kepada Ir. Titik Purwati W., MP
Pembicara
11.15 -11.30 Fotobersama seluruh peserta Semnas TIH 2 Panitia
11.30 -12.30 Sesi poster Panitia
12.00-13.00 Lunch Break/ISHOMA
13.00 15.00 Sidang makalah paralel 5 kelas : Panitia
1. Fabrikasi material
2. Proses dan simulasi industri
3. Teknologi Lingkungan
4. Energi
5. Desain dan Rekayasa Alat
15.00 -15.15 Coffe break
15.15 16.45 Sidang makalah paralel 5 kelas (lanjutan) : Panitia
1. Fabrikasi material
2. Proses dan simulasi industri
3. Teknologi Lingkungan
4. Energi
5. Desain dan Rekayasa Alat

vi Semarang, 18 Mei 2017


KELAS A
TEKNOLOGI LINGKUNGAN

Sesi 1 : 13.00 15.00


Moderator : Drs. Misbachul Moenir MSi
Bekti Marlena, ST., MT
Notulen : Hanny Vistanty, ST., MT

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1. Ahmad Gusyairi Penyediaan air bersih dan air minum mandiri di A(1)
kawasan baron techno park dengan teknologi RO 2
tahap
2. Sudarno, Retno Wulan Perbandingan potensi nitrifikasi oleh inoculum alami A(2)
Septiani, dan Ganjar dan produk mikroorganisme spesifik dalam
Samudro pertumbuhan terlekat dan tersuspensi
3. Mma. Retno Teknologi fitoremediasi untuk penanganan A(3)
Rosariastuti, Supriyadi pencemaran logam berat di lahan pertanian di
Wiwin Widiastuti Kecamatan Kebak kramat, Kabupaten karanganyar
4. Rieke Yuliastuti, Optimalisasi instalasi pengolahan air limbah pada A(4)
Handaru Bowo industri saos melalui sistem wetland dengan tanaman
Cahyono, Nurul allamanda cathartica.
Mahmida A

5. Paryanto, Dan Karbon aktif dari ampas mangrove sisa hasil A(5)
WusanaAgungWibowo pembuatan zat warna alami untuk penurunan
kandungan cod limbah cair industri tahu

6. Pompy Pratisna, Analisa teknis dan ekonomis metode proteksi katodik A(6)
Muhammad Arif Fathul, di kri
Tri Agung Kritstiyono

7. Nurul Mahmida Ariani, Pembuatan asam asetat dari reject produk industri A(7)
Rieke Yuliastuti, minuman ringan
Handaru Bowo
Cahyono
8. Dian Asri Puspa Ratna, Penentuan kompos matang berdasarkan variabel A(8)
Ganjar SamudroDan Sri kadar air, ukuran bahan dan metode pengomposan
Sumiyati menggunakan skoring parameter

Semarang, 18 Mei 2017 vii


KELAS A
TEKNOLOGI LINGKUNGAN

Sesi II : 15.15 16.45


Moderator : Drs. Misbachul Moenir MSi
Bekti Marlena, ST., MT
Notulen : Hanny Vistanty, ST MT

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1. Sindi Martina Hastuti, Pengaruh ukuran bahan dan metode pengomposan A(9)
Ganjar Samudro, Sri terhadap ph, suhu dan kadar air pada pengomposan
Sumiyati sampah daun
2. Vaneza Citra Kurnia, Kajian toksisitas kompos matang berdasarkan A(10)
Ganjar Samudro Dan Sri variabilitas kadar air, ukuran bahan dan metode
Sumiyati pengomposan
3. Erwin Bahar, Status keberlanjutan instalasi pengolahan air limbah A(11)
SudarnoDan Badrus domestik komunal di kecamatan krembangan kota
Zaman surabaya
4. Arysca Wisnu Satria, Perancangan submerged biofilter untuk pengolahan A(12)
Dan Agus Prasetya limbah cair: Studi nitrifikasi dan denitrifikasi
5. Ragil Darmawan, Adolf Pengaruh alat pengendali emisi dan teknologi A(13)
Leopold, I Made Agus pembangkit terhadap emisi sox nox pada pltu sistem
Ds jawa-bali
6. Adi Mulyanto Tinjauan tentang teknologi desorpsi termal untuk A(14)
pemulihan tanah tercemar limbah Bahan berbahaya dan
beracun (B3)

viii Semarang, 18 Mei 2017


KELAS BI
PROSES SIMULASI INDUSTRI

Sesi I : 13.00 15.00


Moderator : Dr. Ir. Nani harihastuti, MSi
Silvy Djayanti, ST, MSi
Notulen : Rizal Awaludin Malik., Ssi

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1. Lilin Indrayani Penerapan prinsip industri hijau pada industri BI(1)
batik

2. Syarifuddin Idrus, Febry R. Pengaruh ketel penyulingan terhadap efektivitas, BI(2)


Torry, Rudy V. Tehubijuluw rendemen dan kualitas minyak kayu putih
3. Januar Arif Fatkhurrahman Penentuan konsentrasi logam di udara ambien BI(3)
Dan Ikha Rasti Julia Sari kawasan industri pengecoran logam
menggunakan passive sampler
4. Eka Yuli Astuti Produk septic tank treatment berbasis teknologi BI(4)
Enhanced Biological Phosphorus Removal (EBPR)
sebagai pengurai limbah
5. Helena J Kristina, Yosua Simulasi keuntungan pengolahan sampah botol BI(5)
Kurniawan, Ishak plastik dengan mempertimbangkan faktor risiko
pemulung, lapak dan pabrik daur ulang

6. Broto Widya Hartanto Pemodelan daya dukung lingkungan hidup BI(6)


menggunakan agent-based modeling simulation:
preliminary study

Semarang, 18 Mei 2017 ix


KELAS BI
PROSES SIMULASI INDUSTRI

Sesi II : 15.15 16.45


Moderator : Silvy Djayanti, ST, MSi
Dr. Ir. Nani harihastuti, MSi
Notulen : Rizal Awaludin Malik., Ssi

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1. Wahyu Susihono Penurunan kadar debu tersuspensi indoor BI(7)
perusahaan melalui penerapan model ergonomi
total
2. Elza Rizkiawalia Dan Suherman Kajian peluang dan kelayakan penerapan BI(8)
produksi bersih di laboratorium lingkungan

3. Judy R.B. Witono, Angela Penentuan kondisi optimum pada pemurnian BI(9)
Martina, Arry Miryanti, Daniel, kristal garam rakyat menjadi garam industri
Christphorus TanDan Putri secara hidroekstraksi (batch)
Lintang
4. Idi Amin Pengaruh kualitas kadar air dan kadar abu BI(10)
terhadap potensi pemanfaatan dan produksi
gelatin dari limbah ayam dan limbah ikan
5. Dewi Widiaswati, Dian Ratna Perilaku pro-lingkungan sebagai tindakan BI(11)
Sawitri pendukung pelaksanaan produksi bersih pada
industri kecil tahu di indonesia

6. Rahayu Siwi Dwi Astuti, Kajian peluang pengembangan simbiosis industri BI(12)
Arieyanti Dwi Astuti Dan perikanan berbasis UMKM pengolahan hasil
Hadiyanto perikanan

x Semarang, 18 Mei 2017


KELAS BII
PROSES SIMULASI INDUSTRI

Sesi I : 13.00 15.00


Moderator : Marihati
Novarina I.H, SSi.,MSi
Notulen : Agus Purwanto ST

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1. Arieyanti Dwi Astuti, Rahayu Penerapan metode Sustainable Consumption And BII(1)
Siwi Dwi AstutiDan Hadiyanto Production (SCP) pada industri gula
2. Dwi Suheryanto Pengaruh mordan akhir pada pencelupan kain BII(2)
batik katun dengan ekstrak kulit kayu rambutan

3. Jumrin Said, Maryono Penerapan ekowisata sebagai Green Industry BII(3)


dalam pengembangan pariwisata di taman
nasional Manusela
4. Yuli Dwi Astanti Dan Dian Analisis perilaku konsumtif rumah tangga sebagai BII(4)
Hudawan Santoso penyumbang sampah padat dengan pendekatan
system thinking

5. Citrasmara Galuh Nuansa Dan Hipotesis environmental kuznets curve:Sebuah BII(5)


Wahyu Widodo pandangan hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dengan kualitas lingkungan

6. Evy Setiawati Pemurnian asap cair dari limbah kayu ulin BII(6)
(Euxiderxylon Zwageri) pada pirolisis suhu rendah
7. Marudut Sirait Implementasi Life Cycle Assessment dan Cleaner BII(7)
Production untuk menilai dan meminimasi
dampak lingkungan pada industri
8. Rame Dan Muryati Fermentasi limbah tandan kosong kelapa sawit BII(8)
(tkks) untuk memproduksi xilitol menggunakan
omphalina sp dan candida tropicalis

Semarang, 18 Mei 2017 xi


KELAS BII
PROSES SIMULASI INDUSTRI

Sesi II : 15.15 16.45


Moderator : Novarina I.H, SSi.,MSi
Marihati
Notulen : Agus Purwanto ST

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1. Marihati Dan Nilawati Daur Ulang Limbah Cair Ikm Garam Beryodium di BII(9)
Unit Pencucian Garam Bahan Baku

2. Octianne Djamaludin, Ika Ekstrak kulit dan biji terung Belanda (Solanum BII(10)
Natalia M, Hanny Harnirat K Betaceum) Sebagai Zat Warna pada Proses
Pencelupan Sutera dan Analisa Sisa Celupnya

3. Dwi Suheryanto Pengaruh konsentrasi keringat sintetis terhadap BII(11)


hasil celupan kain batik katun dengan ekstrak
sabut kelapa
4. Ita Merni Patulak Analisis home Industry kayu olahan dari segi BII(12)
komoditas dan pemanfaatan limbah (Study kasus
pada home Industry kayu olahan di Samarinda
Seberang)
5. H. Maria Inggrid, Wilson Kinetika degradasi antosianin pada stroberi BII(13)
Tianusa

xii Semarang, 18 Mei 2017


KELAS C
ENERGI

Sesi I : 13.00 15.00


Moderator : Moeryati
Ikha Rasti Julia Sari, ST., MSi
Notulen : Agung Budiarto., ST

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1. Eko Agus Suyono Pengembangan Mikroalga Strain Lokal untu C(1)
Bioenergi berbasis Biorefinery System

2. Syafriyudin Pemanfaatan Tenaga Surya Sebagai Penyedia C(2)


DayaBagi Lampu Penerangan Bunga Krisan
3. HeriSuyanto Analisa Studi Kelayakan Teknis Pada Sistem C(3)
Smart Microgriddi Sekolah Tinggi Teknik PLN

4. Isworo Pujotomo Potensi Dan Peranan Batubara Dalam Sektor C(4)


Industri

5. Utari Ayuningtyas, Suminto Standar Metode Perhitungan Emisi Gas Rumah C(5)
Dan Novin Aliyah Kaca Pada Perkebunan Kelapa Sawit
6. Hilma Muthiah, Ganjar Kajian Volume Campuran Sampah Kantin- Daun C(6)
Samudro Dan Titik Istirokhatun Terhadap Kinerja Solid Phase Microbial Fuel Cell
(SMFC)

7. Glory Natalia Sinaga, Ganjar Kajian Variasi Volume Sampah Kantin Terhadap C(7)
SamudroDan Titik Istirokhatun Kinerja Solid Phase Microbial Fuel Cell (SMFC)
8. Rame, Nani Harihastuti, Silvy Integrasi Bioproses Sakarifikasi Fermentasi C(8)
Djayanti dalam Optimasi Capaian Produk Bioetanol
berbasis BiomassaLignoselulosa Limbah Padat
Pati Aren

Semarang, 18 Mei 2017 xiii


KELAS C
ENERGI

Sesi II : 15.15 16.45


Moderator : Ikha Rasti Julia Sari, ST., MSi
Moeryati
Notulen : Agung Budiarto., ST

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1. Nani Harihastuti Synthesis proses purifikasi bioenergi untuk C (9)
mencapai natural gas quality dengan metode
kondensasi adsorpsi
2. IrhanFebijanto Pemanfaatan bahan bakar nabati untuk bahan C(10)
bakar pada pembangkit listrik turbin gas (PLTG)

3. H Maria Inggrid, Herry Pretreatment Bonggol Jagung dengan Asam C(11)


Santoso, James Wijaya Sulfat
4. Rachman Djamal Dan Tri Pengembangan energi alternatif dari limbah C(12)
Risandewi plastik di jawa tengah
5. RinnaHariyati, Jumiati Listrik kerakyatan dengan metode bio-digester C(13)
untuk mengatasi sampah

6. Helena J Kristina, ReggyWijaya, Pemetaan aliran nilai material dan energi pada C(14)
Ishak proses produksi daur ulang botol pet denga
nmempertimbangkan analisis biaya skenario
penanganan sampah label kemasan plastik

xiv Semarang, 18 Mei 2017


KELAS D
FABRIKASI MATERIAL DAN DESAIN & REKAYASA ALAT

Sesi I : 13.00 15.00


Moderator : Dr. Aris Mukimin, SSi., MSi
Rame., SSi, MSi
Notulen : Nanik Indah Setianingsih., STP

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1. Arie Dipareza Syafei Stasiun pemantau kualitas udara dengan D(1)
mikrokontroller

2. Istihanah Nurul Eskani, Retno Karakterisasi perekat alami dari tumbuhan D(2)
Widiastuti Dan Nazula Nur untuk industri kerajinan
Lathifah

3. Adid Adep Dwiatmoko Dan Preparasi dan karakterisasi katalis asam padat D(3)
Nino Rinaldi berbasis niobia untuk produksi senyawa glukosa
4. Yuli Yetri, Sukatik Dan Ruzita Analisa sifat papan partikel kulit buah kakao dan D(4)
Sumiati ampas tebu dengan perekat urea-formaldehid
5. Mufadhol Mufadhol, Efendi Penerapan model pencahayaan dalam fisika D(5)
Efendi, Eni Endaryati bangunan dengan menggunakan aplikasi
smartphone untuk optimasi penerangan
ruangan
6. Tiny Agustini Koesmawati, Aan Impinger sebagai alat sampling cemaran udara D(6)
Gunawan Suryapranata ambien

Semarang, 18 Mei 2017 xv


KELAS D
FABRIKASI MATERIAL DAN DESAIN & REKAYASA ALAT

Sesi II : 15.15 16.45


Moderator : Rame., SSi, MSi
Dr. Aris Mukimin, SSi., MSi
Notulen : Nanik Indah Setianingsih., STP

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1. Joko Purnomo, Mahendra Modifikasi Flue Gas Desulfurization Absorber di D(7)
Andriarso, Haryono S Huboyo PLTU Terhadap Emisi dan Sebaran Hipotetik Gas
SO2

2. Yurianto Dan Padang Yanuar Pertimbangan dalam mengelas baja D(8)


3. Agung Budiarto Dan Bekti Rancang bangun instalasi pengolahan air limbah D(9)
Marlena di faskes non rawat inap dengan teknologi
integrasi UAF-aerob-wetland
4. Aswin Bimo Subandoro Prototype marcury (manufacture security D(10)
system)

5. Sucihatiningsih Dian Wisika Mekanisasi semaian bibit padi dan produksi D(11)
Prajanti, Haryo Kuncoko, Liana mulsa dari kertas bekas sebagai media
Fibrina tanamnya
6. Bekti Marlena, Misbachul Rancang bangun instalasi pengolahan air limbah D(12)
Moenir, Rustiana Yuliasni, industri pengolahan lele dengan integrasi
Sartamtomo Anaerobik UASB Wetland
7. Sri Elfina, Novesar Jamarun, Ekstrak pati bengkoang (pachyrhizus erosus) D(13)
Syukri Arief, Akmal Djamaan sebagai bahan alternatif pembuatan bioplastik
ramah lingkungan

8. Silviana, Rifaldi Maulana Hasbi, Silika alam dari limbah padatan pengeboran D(14)
Christyowati Primi Sagita, Oky geotermal di Dieng menjadi silika gel melalui
Dwi Nurhayati, Ahmad Fauzan, proses ramah lingkungan
Suhartana, Jati Utomo Dwi
Hatmoko

xvi Semarang, 18 Mei 2017


KELAS POSTER

Sesi II : 11:30 12:30

No. NAMA JUDUL MAKALAH KODE


1 Zainal Abidin Nasution Dan Karakterisasi arang cangkang kelapa sawit P1
Harry P. Limbong dibuat dengan metode torefaksi berdasarkan
spektrum x - rf, spektrogram gcms

2 Muhamad Kurniadi And The nutrition and medicine properties of some P2


Djumhawan Ratman Permana edible mushrooms in indonesia review
3 Elizarni Pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa P3
sawit untuk pembuatan batako ringan anti
gempa
4 Rustiana Yuliasni, Nanik Indah Pengaruh jenis koagulan, dosis koagulan dan pH P4
S., Novarina Irnaning H., Agung terhadap efektivitas proses koagulasi-flokulasi
Budiarto pada limbah industri batik
5 Adid Adep Dwiatmoko Peluang dan tantangan dalamproses valorisasi P5
lignin untuk produksi senyawa aromatik
6 Rahmatika Luthfiani Safitri, Pengaruh perbandingan mol CaO:ZnOb pada P6
Louis Claudia Marpaung, Dan I. katalis 5% K2O/CaO-ZnO terhadap basisitas
Istadi katalis dan pengujian kinerjanya untuk
pembuatan biodiesel

7 Suharyono A.S., Marniza Karakteristik kimia fisika dan sensoris pikel pare P7
,Rizkita Lingga (momordica charantia l.) Hasil fermentasi
Wulandari,Muhamad Kurniadi bakteri asam laktat

Semarang, 18 Mei 2017 xvii


LAYOUT PLENARY HALL & PRESENTASI POSTER (Lantai Dasar)

xviii Semarang, 18 Mei 2017


KUMPULAN MAKALAH UTAMA

A. Pembicara Utama 1 : Dr. Haris Munandar N., MA


INOVASI TEKNOLOGI UNTUK MEWUJUDKAN INDUSTRI HIJAU
B. Pembicara Utama 2 : Prof.Dr. Eniya Listiani Dewi, B.Eng
ENERGI RAMAH LINGKUNGAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA
C. Pembicara Utama 3 : Prof. Tjandra Setiadi, Ph.D
PENGALAMAN PENERAPAN RESOURCE EFFICIENT AND CLEANER PRODUCTION
(RECP) DI INDONESIA

Semarang, 18 Mei 2017 xix


INOVASI TEKNOLOGI UNTUK MEWUJUDKAN INDUSTRI HIJAU

Dr. Haris Munandar N., MA


Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri

Industri manufaktur merupakan salah satu motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Badan Pusat Statistik mencatat, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB nasional pada
tahun 2016 adalah 20,51%, dan merupakan yang terbesar dibandingkan sektor lainnya. Di sisi lain,
industri merupakan pengguna sumber daya alam yang cukup besar, dan kondisi sumber daya alam
semakin hari semakin menipis. Berdasarkan data dari Global Footprint Network, saat ini manusia
mengonsumsi hampir 1,6 bumi, artinya bumi membutuhkan satu tahun dan enam bulan untuk
menumbuhkan kembali apa yang kita gunakan dalam setahun. Di lain pihak, permintaan semakin
tumbuh akibat pertumbuhan industri. Hal ini menyebabkan kita tidak bisa lagi menerapkan praktek
konvensional.

Selain itu, saat ini sudah terdapat suatu perjanjian mengikat yang disetujui oleh negara-negara di dunia,
yaitu Perjanjian Paris yang disepakati pada Negoisasi iklim ke 21 (COP 21) dari Konvensi Kerangka Kerja
PBB untuk Perubahan iklim (UNFCCC) pada tahun 2015. Pada pertemuan tersebut, Indonesia
berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 sebesar 29% dengan upaya
sendiri atau 41% dengan bantuan asing. Target tersebut kemudian diturunkan ke masing-masing sektor
menjadi yang tercantum pada tabel berikut:

SEKTOR TARGET

Kehutanan 17,2%

Energi 11%

Agrikultur 0,3%

Industri 0,1%

Limbah 0,4%

Total 29%

xx Semarang, 18 Mei 2017


Salah satu strategi untuk mencapai target tersebut adalah dengan mengganti/merekayasa teknologi
tinggi karbon menjadi teknologi rendah karbon.

Menurut UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, Industri yang dalam proses produksinya
mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga
mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat
memberi manfaat bagi masyarakat. Strategi pengembangan industri hijau yang dilakukan Kementerian
Perindustrian adalah dengan mengembangkan industri yang sudah ada menuju industri hijau dan
membangun industri baru dengan prinsip industri hijau. Alat yang digunakan untuk menilai suatu
perusahaan sudah menerapkan industri hijau adalah dengan Standar Industri Hijau.

Penggunaan teknologi rendah karbon merupakan salah satu prinsip Industri Hijau, dan dengan didukung
oleh penerapan 4R dan SDM yang kompeten maka akan menghasilkan efisiensi bahan baku, energi, dan
air. Efisiensi sumber daya tersebut tentunya akan meminimisasi limbah dan mengurangi emisi CO2 yang
dihasilkan. Hal ini dapat berdampak pada menurunnya biaya operasional sehingga perusahaan tersebut
dapat meningkatkan daya saing dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.

Penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh Balai Besar dan Baristand diharapkan sudah
mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi tersebut, sehingga litbang yang dihasilkan dapat diterapkan
oleh perusahaan industri. Pada tahun 2014, 73% hasil litbang yang siap diterapkan telah diterapkan oleh
industri, dan pada tahun 2015 sebesar 56%. Total Litbang BPPI yang dilakukan tahun 2016 sebesar 198
penelitian, dan pada 2017 direncanakan sebesar 86 penelitian.

Melihat data di atas, masih cukup banyak hasil litbang yang belum siap diterapkan oleh industri, karena
setiap litbang yang dihasilkan memelukan uji pasar yang akan memakan waktu cukup lama dan biaya
yang tidak sedikit. Selain itu, terdapat pula beberapa litbang yang tidak terlalu berkorelasi dengan
kebutuhan pasar, sehingga sulit bagi industri untuk menerapkannya.

Pada industri PMA, kegiatan penelitian dan pengembangan umumnya dilakukan oleh mother company
di negara asal, sehingga kecil kemungkinan bagi litbang nasional untuk diterapkan di industrinya.

Semarang, 18 Mei 2017 xxi


Beberapa upaya di sektor industri dalam menerapkan teknologi teknologi hijau sudah dapat dirasakan
dampak positifnya, seperti:

Industri Semen

pemanfaatan biomass sebagai bahan bakar alternatif


pembangunan vertikal finish mill yang dapat menurunkan konsumsi energi
pemanfaatan gas panas buang cooler untuk pengeringan material di ball mill
pemanfaatan gas buang waste heat recovery power generation (whrpg)
Industri Pupuk
gasifikasi batu bara sebagai alternatif bahan baku pengganti gas alam
pemasangan unit purge gas recovery unit untuk me-recovery sumber daya gas
pemanfaatan ekses gas sebagai make-up bahan bakar
pemanfaatan biodiesel dari limbah rumah tangga untuk bbm forklift
Industri Pulp dan Kertas
pemanfaatan kulit kayu yang dihasilkan pada proses debarking untuk bahan bakar pembangkit
tenaga listrik
pemakaian black liqour yang dihasilkan pulp kraft cycle process sebagai bahan bakar
peningkatan efisiensi dalam penggunaan energi dan steam melalui penambahan air heater untuk
pemanasan awal sebelum ke drier

Keberhasilan dari pengembangan industri hijau salah satunya bergantung pada inovasi-inovasi yang
dapat dilakukan oleh lembaga penelitian. Dalam kaitan tersebut, diharapkan pelaku industri dapat
mengidentifikasi pengetahuan/teknologi yang dibutuhkan untuk mewujudkan industri yang lebih hijau
sebagai masukan bagi lembaga litbang

xxii Semarang, 18 Mei 2017


ENERGI RAMAH LINGKUNGAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA

Prof. Dr.-Eng. Eniya Listiani Dewi B.Eng., M.Eng.


Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi

Penekanan arah kebijakan dan strategi pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian
dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan perekonomian nasional, di mana pada tahapan RPJMN
III (2015-2019) pembangunan pertumbuhan ekonomi nasional diarahkan untuk mewujudkan
perekonomian yang lebih mandiri melalui penggiatan sektor-sektor strategis ekonomi domestik yang
didukung oleh pembangunan kedaulatan pangan dan energi, serta peningkatan akselerasi industri
untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan kebutuhan dalam negeri.

Cadangan energi fosil sangat terbatas dan hanya bertahan selama beberapa tahun ke depan. Dalam
kondisi seperti itu diperlukan pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) salah satunya dari
limbah dan biomassa, dimana Indonesia memiliki sumber biomassa potensial terbesar. Upaya
pengembangan teknologi fuel cell dan gas hidrogen merupakan salah satu bahan bakar yang
menjanjikan di masa depan sebagai bahan bakar alternatif terbarukan yang ramah lingkungan, efisien,
dan juga tidak memiliki ikatan karbon yang berarti tidak menghasilkan emisi yang dapat mencemari
lingkungan.

Gas hidrogen bisa dihasilkan dari berbagai cara, elektrolisa, fotosintesis, reformer dari sumber
energi primer juga dengan metode fermentasi dari limbah biomassa dengan proses biologis.
Pemanfaatan limbah biomassa untuk produksi hidrogen ini bisa dikembangkan untuk konsep tertentu.
Dimana gas hidrogen berasal dari proses biologis yang disebut biohidrogen. Biohidrogen diperoleh
dengan pesatnya proses teknologi produksi gas dengan Simultan Enzimatik & Fermentasi menggunakan
bahan baku salah satunya dari POME (Palm oil mill effluent).

Pemanfaatan teknologi fuel cell sendiri di Indonesia saat ini telah mencapai 3 MW yang tersebar ke
berbagai daerah dalam bentuk jaringan cadangan listrik. Kedepan potensi penggunaan fuel cell
diharapkan akan lebih berkembang untuk aplikasi lainnya.

Semarang, 18 Mei 2017 xxiii


PENGALAMAN PENERAPAN RESOURCE EFFICIENT AND CLEANER PRODUCTION (RECP)
DI INDONESIA

Tjandra Setiadi, Puji Lestari, M. Iqbal, Ade R.D. Hartanti, dan Hanum Vionita
Centre for Resource Efficient and Cleaner Production Indonesia (CRECPI),
Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH), ITB
Email: tjandra@che.itb.ac.id

RECP (Resource Efficient and Cleaner Production atau Efisiensi Sumber Daya dan Produksi Bersih/ESPB)
merupakan teknik pencegahan dampak lingkungan dan praktik untuk meningkatkan produktivitas bahan
baku, air, dan energi; mengurangi intensitas pembentukan limbah dan emisi; dan mendukung
pengembangan sumber daya manusia. Program RECP dilaksanakan oleh UNIDO (United Nations
Industrial Development Organization) untuk membantu negara-negara berkembang menuju industri
yang berkelanjutan dalam Inisiatif Industri Hijau UNIDO. Sejak tahun 1995 hingga sekarang, UNIDO
mendirikan 78 Pusat Produksi Bersih Nasional di 58 negara berkembang dan negara transisi, dimana
CRECPI ITB menjadi salah satu anggotanya.

CRECPI (Centre for Resource Efficient and Cleaner Production Indonesia) merupakan pusat kajian di
bawah Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) ITB yang didirikan pada tanggal 13 Juni 2014. CRECPI ITB
bertugas untuk membantu penerapan RECP pada industri di Indonesia melalui workshop/seminar untuk
peningkatan kesadaran, pemberian pelatihan, serta pendampingan ke industri. Dalam menjalankan
tugasnya, CRECPI ITB didukung oleh tenaga ahli dari ITB dan tim tenaga ahli di berbagai daerah di
Indonesia yang berasal dari kalangan akademisi, peneliti, profesional, dan pemerintah. Hingga saat ini,
CRECPI ITB telah melaksanakan berbagai bentuk kerjasama dengan pemerintah pusat, pemerintah
daerah, dan badan internasional. Selain itu, kajian RECP telah dilaksanakan di beberapa sektor industri,
yaitu pada industri gula, kelapa sawit, penggilingan padi, pariwisata (hotel, restoran, dan desa wisata),
dan kawasan industri. Manfaat dari penerapan RECP dapat dirasakan oleh industri diantaranya melalui
penghematan biaya, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, efisiensi organisasi, dan
kemudahan ijin operasional.

Kegiatan workshop/seminar dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan memperkenalkan konsep


RECP sebelum memulai rangkaian kegiatan di suatu daerah. Pelaksanaan RECP oleh industri belum
merupakan suatu kewajiban, sehingga kesadaran akan pentingnya melakukan usaha-usaha efisiensi
sumber daya dan produksi bersih harus dibangun. Hal ini merupakan salah satu tujuan dari pelaksanaan
workshop/seminar. Workshop terutama ditujukan untuk kalangan industri, dan juga dipromosikan di

xxiv Semarang, 18 Mei 2017


kalangan pemerintah, asosiasi, profesional, dan akademisi. Dengan terbangunnya kesadaran industri
akan penerapan RECP, penyeleksian industri untuk dijadikan sebagai industri percontohan RECP menjadi
lebih mudah karena adanya motivasi internal industri.

Pelatihan RECP ditujukan kepada kandidat National Expert (NE) di daerah yang telah dipilih untuk
mendampingi beberapa industri. Perwakilan dari industri juga diikutsertakan dalam pelatihan ini untuk
memberikan pemahaman mengenai langkah-langkah pelaksanaan RECP. Pada umumnya pelatihan
dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing dilaksanakan selama tiga hari di dalam kelas dan satu hari
untuk kunjungan ke industri. Pelatihan pertama menjelaskan tentang dasar dan konsep, pembentukan
tim, metodologi, indikator, dan kajian RECP. Sedangkan pada pelatihan kedua, peserta diberikan modul
tematik menyangkut material dan limbah, air dan limbah cair, serta energi dan emisi. Pelatihan dalam
kelas terdiri dari penjelasan modul dan pengerjaan soal latihan. Sedangkan kunjungan ke industri
dilakukan untuk memberikan gambaran bagaimana kajian RECP akan dilaksanakan di lapangan dan
identifikasi awal mengenai area inefisiensi.

Kegiatan CRECPI yang utama yaitu pendampingan ke industri pada sektor industri target yang telah
ditetapkan oleh komite manajemen proyek. Kegiatan ini dimulai pada tahun 2015 pada pabrik gula di
Jawa Timur, pabrik kelapa sawit di Sumatera Utara, dan kawasan industri di Makassar. Pada tahun 2016,
kajian di ketiga sektor industri tersebut dilanjutkan serta dimulai pendampingan di sektor industri
penggilingan beras di Kab. Karawang dan Kab. Subang, pariwisata di Kab. Sleman dan Kab. Magelang,
dan kawasan industri di Batam. Pendampingan ke industri dimulai dengan mendapatkan komitmen
pihak manajemen yang didahului dengan penjelasan mengenai teknis dan tujuan penerapan RECP pada
industri. Dengan berbekal komitmen manajemen, pihak industri dan karyawannya berpartisipasi aktif
dalam pelaksanaan kajian. Setelah memperoleh komitmen industri, dibentuk tim internal perusahaan
yang akan bekerja bersama dengan NE dan tim CRECPI dalam melakukan kajian RECP. Beberapa
departemen dapat dilibatkan untuk mempermudah observasi permasalahan dan mendapatkan data
untuk dianalisa, diantaranya departemen proses/produksi, pemeliharaan, kontrol kualitas, dan
keuangan/accounting. Dari tim tersebut dapat diperoleh profil data awal (baseline profile) RECP yaitu
data total produksi, data konsumsi sumber daya serta data pembentukan limbah padat, limbah cair, dan
emisi yang akan menjadi acuan tim sebagai kondisi awal sebelum penerapan RECP.

Kajian dilakukan dalam dua tahap, yaitu kajian awal dan kajian rinci. Pada tahap kajian awal, identifikasi
titik-titik pemborosan dilakukan dengan cara menganalisa baseline profile industri dan membandingkan
dengan acuan (benchmark) untuk industri sejenisnya. Sedangkan tahap kajian rinci mendalami observasi

Semarang, 18 Mei 2017 xxv


yang telah teridentifikasi pada kajian awal untuk dicari akar permasalahannya serta melakukan
observasi dari neraca massa. Setelah itu beberapa pilihan perbaikan dikembangkan untuk selanjutnya
disaring berdasarkan prioritas. Pilihan perbaikan yang disaring kemudian dievaluasi kelayakannya dari
sisi teknologi, lingkungan, dan ekonomi. Dalam tahap ini, biaya dan manfaat dianalisa untuk dapat
diterapkan di industri dan dibuat proyeksi peningkatan produktifitas atau pengurangan intensitas limbah
setelah penerapan pilihan perbaikan. Pilihan perbaikan yang dinyatakan layak dan dapat diterapkan di
industri, dipantau pelaksanaan penerapannya dan dicatat manfaat yang dihasilkannya. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan profil akhir produksi dan pembentukan limbah setelah penerapan RECP. Melihat
manfaat yang didapatkan oleh industri, konsep RECP sebaiknya diintegrasikan ke dalam sistem
manajemen supaya dapat dilakukan kajian dan perbaikan yang berkelanjutan.

Secara garis besar, jumlah tenaga ahli (national experts, associate assesors) yang telah dilatih dan
jumlah industri yang terlibat dalam kegiatan CRECPI hingga awal 2017 disajikan pada gambar berikut ini.

xxvi Semarang, 18 Mei 2017


[A1]
PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN AIR MINUM MANDIRI
DI KAWASAN BARON TECHNO PARK DENGAN TEKNOLOGI RO 2 TAHAP

Clear Water and Drinking Water Self Supply


at Baron Techno Park Region with 2 stage RO Technology

Ahmad Gusyairi
Balai Besar Teknologi Konversi Energi - BPPT
E-mail: gusyairi14@gmail.com

Abstrak

Baron Techno Park merupakan pusat R&D, pelatihan, sarana desiminasi dan edu wisata teknologi energi baru terbarukan
(EBT) yang berlokasi di desa Kanigoro kecamatan Saptosari kabupaten Gunungkidul-DIY. Untuk menunjang operasional Baron
Techno Park, suplai air bersih dan air minum menjadi sangat penting karena lokasinya berada pada area yang jauh dari sumber
air tawar. Sumber air potensial di lokasi Baron Techno Park ada beberapa sumber yaitu air laut, air hujan dan sumber air
tanah tawar yang berada di kedalaman 150 m di bawah permukaan laut. Saat ini sistem desalinasi air laut adalah teknologi
pengolahan air utama untuk suplai kebutuhan air bersih dan air minum di kawasan Baron Techno Park. Sumur intake untuk
sistem desalinasi dibuat di depan pantai Krakal Baron Techno Park yang berjarak 20m dari bibir pantai dengan kedalaman
6meter. Sumur intake dibuat dengan tujuan mendapatkan sumber air baku desalinasi yang bebas dari polutan kasar atau
sedimen karena air laut masuk ke sumur melalui saringan alami media pasir dan batu dari pantai sampai ke sumur. Sistem
desalinasi menggunakan teknologi membran reverse osmosis (RO) dua tahap, dimana RO tahap pertama memproduksi air
bersih dengan kapasitas 500 liter/jam (TDS < 1000 mg/l) dan RO tahap kedua memproduksi air minum dengan kapasitas 250
liter/jam (TDS < 200 mg/l). Produk air bersih ditampung dan disimpan dalam tandon utama pada lokasi yang tinggi dengan
kapasitas 10 m3 dan didistribusikan keseluruh kawasan dengan aliran gravitasi, sedangkan produk air minum ditampung
dalam kemasan botol kapasitas 5 galon atau sekitar 19 liter.

Kata kunci: air laut, desalinasi, air bersih, air minum, TDS.

Abstract

Baron Techno park is the central R&D, training, dissemination and educational tours of renewable energy technology where
located at village Kanigoro district of Saptosari Gunungkidul-DIY. To support the operations of Baron Techno Park, clean water
and drinking water supply becomes very important because of its location in an area far from the source of fresh water.
Potential water sources in locations Baron Techno Park there are several sources that sea water, rain water and ground water
sources bargaining was at a depth of 150 m below sea level. Currently seawater desalination system is the main water
treatment technologies to supply the needs of clean water and drinking water in the region Baron Techno Park. Intake wells
for desalination systems are made in front of the beach Krakal Baron Techno Park within 20 m from the shoreline to a depth
of 6 meters. Intake well created with the purpose of obtaining sources of raw water desalination that is free of coarse
pollutants or sediments due to rough sea water entered into the well through a natural filter media sand and stones from the
beach up to the well. Desalination system using membrane technology reverse osmosis (RO) two stages, where the first stage
RO producing clear water with a capacity of 500 liters/hour (TDS < 1000 mg/l) and the second stage RO produce drinking
water with a capacity of 250 liters/hour (TDS < 200 mg/l. Product of clear water is collected and stored in the main reservoirs
at high altitudes with a capacity of 10 m3 and distributed throughout the region by gravity flow, whereas the product of
drinking water accommodated in bottle capacity of 5 gallons or about 19 liters.

Keywords: sea water, desalination, clear water, drinking water, TDS

Semarang, 18 Mei 2017 1


[A2]
PERBANDINGAN POTENSI NITRIFIKASI OLEH INOCULUM ALAMI DAN PRODUK MIKROORGANISME SPESIFIK
DALAM PERTUMBUHAN TERLEKAT DAN TERSUSPENSI

Comparison of Nitrification Potential by Natural Inoculum and Specific Microorganisms Product in the Fixed
and Suspended Growth Systems

Sudarno1), Retno Wulan Septiani2), dan Ganjar Samudro3)


1,2,3
Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
E-mail : sudarno_utomo@yahoo.com

Abstrak

Dalam proses nitrifikasi, mikroorganisme memiliki peran yang sangat penting di dalam proses transformasi nitrogen.
Mikroorganisme yang digunakan diharapkan memiliki kemampuan serta ketahanan yang sangat baik. Penelitian ini
membandingkan potensi nitrifikasi antara inoculum yang bersumber dari alam dan produk mikroorganisme spesifik
menggunakan dua jenis reaktor yaitu fixed bed reactor (FBR) dan suspended growth reactor (SGR). Sistem dijalankan secara
batch selama penelitian dengan substrat yang mengandung 100 mg NH4+-N/L, pH dalam reaktor dijaga dengan menambahkan
NaHCO, yang juga berperan sebagai sumber karbon bagi bakteri. Inoculum alami yang digunakan berasal dari sedimen sawah.
Inoculum alami (A) dapat menyisihkan ammonium hingga 46 mg NH4+-N/L hari (FBR) dan 47 mg NH4+-N/L hari (SGR),
sementara produk mikroorganisme spesifik (MS) hanya mampu menyisihkan hingga 14 mg NH 4+-N/L hari (FBR) dan 28 mg
NH4+-N/L hari (SGR). Akumulasi nitrit terjadi pada A hingga 20 mg NO2--N/L (FBR) dan 35 mg NO2--N/L (SGR). Disisi lain, angka
akumulasi nitrit pada MS adalah 120 mg NO2--N/L (FBR) dan 8 mg NO2--N/L (SGR). Akumulasi nitrit yang terjadi dapat
membahayakan lingkungan karena bersifat toksik.

Kata Kunci : performa nitrifikasi, fixed bed reactor, suspended growth reactor, substrat, nitrit, nitrat

2 Semarang, 18 Mei 2017


[A3]
TEKNOLOGI FITOREMEDIASI UNTUK PENANGANAN PENCEMARAN LOGAM BERAT DI LAHAN PERTANIAN DI
KECAMATAN KEBAKKRAMAT KABUPATEN KARANGANYAR

Fitoremediation Technology for Heavy Metal Polluting Handling in Agricultural Land in Kebakkramat Sub-
District Karanganyar Regency

MMA. Retno Rosariastuti), Supriyadi), Wiwin Widiastuti)


Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah Prov. Jateng
E-mail: retnobs@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian penanganan pencemaran logam berat di lahan pertanian menggunakan teknologi fitoremediasi bertujuan untuk
mengetahui efektivitas penggunaan tanaman rami dan mendong dalam kombinasinya dengan isolat rhizo bakteri
Agrobakterium Sp I3 atau bahan organik untuk menurunkan kadar cemaran logam berat dalam tanah seperti kromium (Cr),
kadmium (Cd) dan timbal (Pb). Penelitian dilaksanakan di Desa Waru Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar tahun
2016. Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar, merupakan kecamatan yang wilayahnya memiliki banyak industri,
utamanya industri tekstil. Limbah cair industri di wilayah ini banyak yang digunakan untuk mengairi sawah oleh para petani,
sehingga tanah sawah tersebut telah mengalami pencemaran Cr, Cd dan Pb. Oleh karena itu diperlukan upaya penurunan
cemaran logam berat pada tanah sawah dengan pemilihan teknologi remediasi yang ramah lingkungan, biaya murah, mudah
serta berkelanjutan. Metoda remediasi yang masuk katagori tersebut adalah bioremediasi menggunakan tanaman
(fitoremediasi). Untuk itu diperlukan tanaman yang memiliki pertumbuhan cepat dan kemampuan serapan logam yang tinggi.
Sifat tersebut dimiliki oleh tanaman rami dan mendong. Berdasar penelitian sebelumnya diperoleh rhizobakteri
Agrobakterium SpI3 yang terbukti mampu meningkatkan serapan Cr oleh tanaman rami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tanaman rami dan mendong dapat menyerap logam baik Pb, Cd, maupun Cr. Berdasarkan besarnya nilai serapan logam pada
akar dan tajuk tanaman, tanaman rami dan mendong menunjukkan kemampuannya sebagai tanam hiperakumulator
(besarnya serapan 100 ppm). Penurunan kandungan Pb tanah tertinggi sebesar 39,406% dengan perlakuan tanpa
pemberian pupuk dasar, dengan inokulasi rhizobakteri Agrobakterium SpI3 dan tanaman rami. Penurunan kandungan Cd
tanah tertinggi sebesar 56,604% dengan perlakuan dengan pemberian pupuk dasar, dengan inokulasi rhizobakteri
Agrobakterium SpI3 dan tanaman mendong. Penurunan kandungan Cr tanah tertinggi sebesar 42,27%. dengan perlakuan
dengan pemberian pupuk dasar, tanpa inokulasi rhizobakteri Agrobakterium SpI3 dan tanpa tanaman.

Kata kunci: rami, mendong, fitoremediasi, tanah sawah, logam berat

Abstract

Research aim of heavy metal pollution handling in agricultural land use fitoremediation technology is to know the effectivity
of hemp and mendong plant used and its combination with rhizobacterial isolates Agrobakterium Sp I3 or organic materials
in order to decrease the levels of heavy metal contamination in the soil such as cromium (Cr), cadmium (Cd) and plumbum
(Pb). The research was conducted in Waru Village Kebakkramat Sub-District Karanganyar Regency in 2016. The location is a
subdistrict in Karanganuyar Regency whose area has many industries, mainly textile industry. Industrial wastewater in this
region is widely used to irrigate rice fields by farmers, so the paddy fields have been polluted by Cr, Cd and Pb. Therefore, it is
necessary to decrease the contamination of heavy metals in paddy fields with the selection of environmentally friendly
remediation technology, low cost, easy and sustainable. The method of remediation in that category is bioremediation using
a plant called phytoremediation. For that required plants that have rapid growth and high metal absorption capability. The
character are owned by hemp and mendong plants. Based on previous research obtained Agrobakterium SpI3 rhizobacteria
which proved able to increase the uptake of Cromium by hemp plant. The research result showed that hemp and mendong
plants can absorb metal either Pb, Cd, or Cr. Based on the amount of metal absorption value in root and plant canopy, hemp
plant and mendong shows its ability as hyperakumulator plant (the amount of uptake 100 ppm). The highest decrease of
soil Pb content was 39,406% without treatment of basic fertilizer, with rhizobacterial inoculation Agrobakterium SpI3 and
hemp plant. The highest decrease of soil Cd content was 56,604% with treatment with basic fertilizer, with inoculation of
rhizobacteria Agrobakterium SpI3 and mendong plant. The highest decrease of Cr content of soil was 42,27% with treatment
of basic fertilizer, without inoculation of Agrobakterium spi3 and without plant.

Keywords: hemp, mendong, phytoremediation, paddy field, heavy metal

Semarang, 18 Mei 2017 3


[A4]
OPTIMALISASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA INDUSTRI SAOS MELALUI SISTEM WETLAND
DENGAN TANAMAN ALLAMANDA CATHARTICA

Optimization of Wastewater Treatment in Industrial Sauce Through Wetland System With Plant Allamanda
Cathartica

Rieke Yuliastuti, Handaru Bowo Cahyono, Nurul Mahmida A


Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya
Kementrian Perindustrian
Surabaya, Indonesia
E-mail : riekeyuliastuti@yahoo.com

Abstrak

Telah dilakukan penelitian mengenai perbaikan system pengolahan limbah cair industri saos sehingga memenuhi baku mutu
yang dipersyaratkan. Teknologi pengolahan yang dilakukan adalah menggunakan sistem wetland aliran Subsurface flow (SSF)
menggunakan tanaman Allamanda catharica. Efisiensi pengolahan limbah cair menggunakan sistem SSF mencapai COD =
40,77%, BOD = 32,15 %, TSS = 31,68% sehingga konsentrasi akhir COD = 150,88 mg/l, BOD = 80,9 mg/l dan TSS = 79,6 mg/l.
Dari data tersebut, diperoleh volume unit wetland minimal untuk industri saos adalah sebesar 87,89 m3.

Kata Kunci : Wetland, SSF, Allamada catharica, industri saos

Abstract

Has done research on the wastewater system improvements of sauce industry at the final stage so that it meets the quality
standards required. The processing technology is done using wetland System Subsurface Flow (SSF) using plants allamanda
catharica. Wastewater treatment efficiency reaches COD = 40.77% = 32.15% BOD, TSS = 31.68%, so that eventually the
concentration of COD = 150.88 mg / l, BOD = 80.9 mg / l and TSS = 79, 6 mg / l. So from these data, then obtained a minimum
wetland unit volume for the sauce industry amounted to 87.89 m3

Keywords: wetland, SSF, allamanda catharica, saos industry

4 Semarang, 18 Mei 2017


[A5]
KARBON AKTIF DARI AMPAS MANGROVE SISA HASIL PEMBUATAN ZAT WARNA ALAMI UNTUK PENURUNAN
KANDUNGAN COD LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

Paryanto1), dan Wusana Agung Wibowo2)


1,2Staf Pengajar Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Jl Ir Sutami No.36 A Surakarta 57126 , Telp/fax : 0271-632112
E-mail : paryanto.uns@gmail.com

ABSTRAK

Pemanfaatan karbon aktif dari ampas mangrove untuk penurunan COD (Chemical Oxygen Demand) dalam limbah cair industri
tahu dengan proses kontinyu telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh adsorpsi dengan
karbon aktif terhadap kandungan COD dalam limbah, serta konstanta kesetimbangan Freundlich dan Langmuir dari karbon
aktif ampas mangrove menggunakan aktivator H3PO4 1M dan KOH 1M. Metode penelitian meliputi proses penyiapan bahan
arang aktif, penyerapan dan pengujian. Tahap penyerapan dilakukan dengan variasi lama waktu kontak yaitu 10 menit, 30
menit dan 60 menit serta tinggi tumpukan yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm. Pengujian daya serap karbon aktif terhadap COD
dilakukan dengan analisa titrasi permanganat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi removal yang paling optimum
adalah karbon aktif dengan aktivator KOH 1M, tinggi tumpukan 6 cm dan lama waktu kontak 60 menit. Daya serap karbon
aktif terhadap COD mencapai 44,95%. Adsorpsi COD oleh karbon dari ampas mangrove teraktivasi KOH 1M dan H 3PO4 1M
dominan mengikuti isoterm adsorpsi Freundlich dengan nilai k=0,999.

Kata Kunci : karbon aktif, ampas mangrove, aktivator, COD

ABSTRACT

Use of activated carbon from the dregs of mangrove to decrease of COD (Chemical Oxygen Demand) in tofu industry waste
water with a continuous process has been carried out. The purpose of this study was to determine the effect of activated
carbon adsorption with the content of COD in waste, as well as Freundlich and Langmuir equilibrium constant of the activated
carbon dregs mangrove use activator H3PO4 1M and KOH 1M. Research methods include the process of preparing activated
charcoal, the absorption and testing. Phase absorption was done by varying contact time of 10 minutes, 30 minutes and 60
minutes, and the stack height is 2 cm, 4 cm and 6 cm. Testing of activated carbon absorption against COD done with
permanganate titration analysis. The results showed that the most optimum removal efficiency is activated carbon with KOH
1M activator, 6 cm stack height and a contact time of 60 minutes. Activated carbon absorption capacity of the COD reached
44.95%. Adsorption COD with carbon from the gregs of mangrove activated KOH 1M and H3PO4 1M dominantly had followed
Freundlich adsorption isotherm with k value 0,999.

Keywords: activated carbon, mangrove dregs, activator, COD

Semarang, 18 Mei 2017 5


[A6]
ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS METODE PROTEKSI KATODIK DI KRI

Technical and Economic Analysis of The Effectiveness of Cathodic Protection Method in Indonesian Navy Ship

Pompy Pratisna1), Muhammad Arif Fathul 2), Tri Agung Kritstiyono 3)


1,2 Laboratorium Induk Kimia dan Material Dislitbangal TNI AL
3Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan,Universitas Hang Tuah Surabaya

E-mail: pompypratisna@gmail.com

Abstrak

Korosi merupakan proses alamiah yang tidak dapat dihentikan dan hanya dapat dihambat dengan metode-metode
perlindungan korosi. Perlindungan pelat badan kapal terhadap korosi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu perlindungan
secara aktif dan pasif. Perlindungan korosi dengan metode anoda korban (sacrificial anode) pada kapal saat ini masih banyak
yang melebihi dari kebutuhan untuk melindungi badan kapal terhadap korosi sehingga cenderung kurang ekonomis.
Pengujian electrochemical efficiency merupakan salah satu cara untuk mengetahui kebutuhan zink anoda yang tepat untuk
melindungi badan kapal. pengujian dilakukan selama 4 hari dengan dengan menggunakan zink anoda dan pipa baja sebagai
katoda. Pada akhir pengujian akan didapatkan kapasitas zink anoda yang akan digunakan sebagai landasan perhitungan .
Kebutuhan zink anoda untuk melindungi kapal KRI berdasarkan standart DNV dengan menggunakan zink anoda U.S Military
pada kategori-1 sebanyak 87 buah, kategori-2 sebanyak 39 buah, kategori-3 sebanyak 23 buah dan kategori-4 sebanyak 21
buah dengan menggunakan zink anoda lokal pada kategori-1 sebanyak 99 buah, kategori-2 sebanyak 43 buah, kategori-3
sebanyak 25 buah dan kategori-4 sebanyak 23 buah. Berdasarkan hasil pengujian dan perhitungan zink anoda spesifikasi US
Military memliki kapasitas perlindungan yang lebih besar dalam perlindungan korosi dan memiliki kebutuhan berat lebih
sedikit untuk melindungi kapal KRI dibandingkan dengan zink anoda lokal, zink berdasarkan standart perhitungan serta zink
yang telah terpasang pada badan kapal. Namun zink anoda tipe lokal memiliki kebutuhan biaya yang lebih ekonomis serta
kapasitas perlindugan masih berada diatas standart minimum perlindungan zink anoda.

Kata kunci : Electrochemical efficiency, corrosion, cathodic protection, zinc anode.

Abstract

Corrosion is a natural process that cannot be stopped and can only be inhibited by the methods of corrosion protection. hull
plate rotection against corrosion can be done in two ways: active and passive protection. Corrosion protection method
sacrificial anodes (sacrificial anode) on ships is still a lot that exceeds that of the need to protect the hull against corrosion so
it tends to be less economical. Testing electrochemical efficiency is one way to find out the needs of the zinc anode is
appropriate to protect the hull. testing was conducted for 4 days by using a zinc anode and steel pipe as the cathode. At the
end of the test will get a capacity of zinc anodes to be used as the basis for calculation. The need zinc anodes to protect the
ship KRI based standard DNV using a zinc anode US Military on the category-1 as many as 87 pieces, category-2 as many as
39 pieces, a category-3 as many as 23 pieces and category-4 as many as 21 units by using zinc anodes local category-1 as
many as 99 pieces, category-2 as much as 43 pieces, a category-3 as many as 25 pieces and category-4 as many as 23 pieces.
Based on test results and calculation of zinc anode specification US Military discount greater protection capacity in corrosion
protection and has a weight of less need to protect the ship KRI compared with local zinc anodes, zinc and zinc based on a
standard calculation that has been mounted on the hull. However, local-type zinc anodes have a need for more economical
cost and capacity perlindugan remained above the minimum standards of protection of zinc anodes

Keywords: Electrochemical efficiency, corrosion, cathodic protection, zinc anode.

6 Semarang, 18 Mei 2017


[A7]
PEMBUATAN ASAM ASETAT DARI REJECT PRODUK INDUSTRI MINUMAN RINGAN

Producing Acetic Acid from Product Reject of Light Bevereges

Nurul Mahmida Ariani, Rieke Yuliastuti, Handaru Bowo Cahyono


Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya
Kementrian Perindustrian
Surabaya, Indonesia
E-mail : ariani_nm@yahoo.com

Abstrak

Industri minuman ringan selain menghasilkan produk juga menghasilkan reject produk yang keluar sebagai air limbah sebesar
2 6 m3/hari dengan karakteristik kandungan BOD sekitar 36350 ppm, COD sekitar 108250 ppm. Menurut PerGUB
No.72/2013, limbah cair tersebut melebihi baku mutu sehingga jika tidak dikelola dengan baik maka akan merusak
lingkungan. Maksud dan tujuan penelitian ini adalah mengelola limbah cair dari Industri Minuman Ringan untuk
dimanfaatkan menjadi asam asetat. Limbah cair industri minuman ringan non karbonasi yang memiliki kadar gula 7% akan
diubah menjadi alkohol dengan bantuan ragi 4 % selama 7 hari dan selanjutnya dengan bantuan Accetobacter aceti 8%, akan
dihasilkan produk dengan kadar asam asetat sebesar 3.6 %.

Kata Kunci : industri minuman ringan, air limbah, asam asetat

Abstract

The soft drink industry in addition to providing products also produce reject products that come out as waste water for 2-6
m3/day with the characteristics of the content around 36350 ppm BOD, COD approximately 108250 ppm. According to PerGUB
72/2011, the effluent exceeds the quality standards so that if not managed properly it will damage the environment. The
intent and purpose of this research is to manage wastewater from the Soft Drink Industry to be used to acetic acid. Non-
carbonated soft drink Industrial waste water, that has a 7% sugar is converted into alcohol with the help of yeast 4% for 7
days and then with the help of Accetobacter aceti 8%, will produce 3,6 % acetic acid.

Keywords : soft drink Industrial, wastewater, acetic acid

Semarang, 18 Mei 2017 7


[A8]
PENENTUAN KOMPOS MATANG BERDASARKAN VARIABEL KADAR AIR, UKURAN BAHAN DAN METODE
PENGOMPOSAN MENGGUNAKAN SKORING PARAMETER

Determination of Mature Compost Based on Variables of Water Content, Material Size and Composting
Methods using Parameter Scoring

Dian Asri Puspa Ratna, Ganjar Samudro dan Sri Sumiyati


Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
JL. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang, Semarang, Indonesia, 50275
E-mail : dianasripuspa@gmail.com

Abstrak

Kematangan kompos adalah tingkat kesempurnaan proses pengomposan dimana C-Organik, N-Total, P-Total, K-Total dan
senyawa fitotoksinnya stabil. Penggunaan kompos yang belum matang dapat mengakibatkan efek negatif bagi tanaman,
karena dapat memperlambat pertumbuhan dan merusak tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kompos
matang menggunakan skoring parameter kompos matang berdasarkan variabel kadar air, ukuran bahan dan metode
pengomposan. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium lapangan selama 30 hari dan proses pengomposan dilakukan
dengan metode Takakura, Composing Tub dan Open Windrow. Bahan baku yang digunakan pada penelitian yaitu sampah
daun kering. Variasi kadar air yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40%, 50%, dan 60%. Variasi ukuran bahan yang
digunakan adalah 1 cm, 1,5 cm, 2 cm. Mol tetes tebu difermentasi sebelum digunakan sebagai aktivator kompos. Setelah 30
hari pengomposan, seluruh variasi kompos dianalisis karakteristik akhirnya meliputi C-organik, N-Total, Rasio C/N, P-Total
dan K-Total berdasarkan standar SNI 19-7030-2004. Germination Index (GI) dilakukan untuk mengetahui toksisitas kompos.
Skoring parameter kompos matang dilakukan setelah pengujian karakteristik kompos. Berdasarkan hasil skoring seluruh
variasi kompos, maka didapat hasil kompos matang pada metode Takakura pada variasi K1-60, metode Composting tub pada
variasi K2-50 dan metode Open Windrow pada variasi K1-60.

Kata Kunci : Sampah Organik, Kadar Air, Ukuran Bahan, Metode Pengomposan, Kompos Matang

8 Semarang, 18 Mei 2017


[A9]
PENGARUH UKURAN BAHAN DAN METODE PENGOMPOSAN TERHADAP PH, SUHU DAN KADAR AIR PADA
PENGOMPOSAN SAMPAH DAUN

Effect of Material Size and Composting Methods on pH, Temperature, and Water Content in the Leaves
Litter Composting

Sindi Martina Hastuti1) , Ganjar Samudro2) , Sri Sumiyati3)


Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
JL. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang, Semarang, Indonesia, 50275
E-mail: Sindimartina25@gmail.com

Abstrak

Beberapa parameter keberhasilan dalam suatu proses pengomposan adalah suhu, pH dan kadar air. Ukuran bahan dan
metode pengomposan mempengaruhi waktu proses pengomposan. Tetapi, terdapat perbedaan pada ukuran bahan dan
metode pengomposan yang sesuai dengan jenis sampah yang akan dikomposkan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh ukuran bahan dan metode pengomposan terhadap pH, suhu, dan kadar air pada pengomposan
sampah daun. Pengomposan dilakukan selama 30 hari dengan menggunakan 3 ukuran bahan yaitu 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm,
masing-masing ukuran bahan menggunakan 3 metode pengomposan yaitu Composting Tub, Takakura dan Open Windrow.
Pengomposan menggunakan Mol (mikroorganisme lokal) tetes tebu. Pengukuran pH, suhu dan kadar air dilakukan setiap hari
dan kadar air dipertahankan sebesar 40%, 50% dan 60%. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ukuran bahan tidak
berpengaruh pada pH, suhu dan kadar air pada pengomposan sampah daun. Sedangkan metode pengomposan berpengaruh
pada pH, suhu dan kadar air pada pengomposan sampah daun. Pengomposan dengan metode takakura memberikan hasil
pH, suhu, dan kadar air yang lebih stabil dibandingkan metode composting tub dan open windrow.

Kata Kunci : pH, suhu, kadar air, sampah daun, pengomposan

Semarang, 18 Mei 2017 9


[A10]
KAJIAN TOKSISITAS KOMPOS MATANG BERDASARKAN VARIABILITAS KADAR AIR, UKURAN BAHAN DAN
METODE PENGOMPOSAN

Study of Mature Compost Toxicity Based on Variables of Water Content, Material Size and Composting
Methods

Vaneza Citra Kurnia, Ganjar Samudro dan Sri Sumiyati


Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
JL. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang, Semarang, Indonesia, 50275
E-mail : vanezacitrakurnia@gmail.com

Abstrak

Uji toksisitas kompos digunakan untuk menentukan tingkat kematangan kompos. Toksisitas kompos dapat diuji dengan
menggunakan Uji Germination Indeks (GI), nilai GI lebih dari 80% dapat disimpulkan bahwa fitotoksisitas kompos telah hilang
dan kompos telah matang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan toksisitas kompos matang berdasarkan pengaruh
variabel kadar air, ukuran bahan dan metode pengomposan. Pengomposan ini dilakukan selama 30 hari dengan bahan dasar
pengomposan adalah daun kering dan MOL tetes tebu sebagai bioaktivator. Pengomposan ini menggunakan 3 ukuran bahan
yaitu 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm, masing-masing ukuran bahan menggunakan 3 metode pengomposan yaitu Takakura,
Composting Tub, dan Open Windrow. Pengujian toksisitas kompos dilakukan dengan menggunakan Uji Germination Indeks
(GI). Berdasarkan hasil GI yang paling tinggi terdapat pada metode pengomposan secara open windrow.

Kata Kunci : sampah organik, kadar air, ukuran bahan, metode pengomposan, gi, toksisistas kompos.

10 Semarang, 18 Mei 2017


[A11]
STATUS KEBERLANJUTAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK KOMUNAL DI KECAMATAN
KREMBANGAN KOTA SURABAYA

Sustainability Status of Domestic Communal Wastewater Treatment Plant in Krembangan


District Surabaya City

Erwin Bahar1), Sudarno2) dan Badrus Zaman3)


1 Magister Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Diponegoro
2,3 Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

E-mail : erwin.ppekal@gmail.com

Abstak

Kota Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur dan kota terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai
2.853.661 jiwa pada tahun 2014 (terbesar kedua setelah DKI Jakarta), namun penduduk yang sudah terlayani oleh sistem
prasarana sanitasi dipekirakan sebesar 176.105 KK atau sekitar 26,95% jumlah penduduk kota yang sudah menggunakan
sarana sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi Kota Surabaya Tahun 2010 dimana salah satu misi pembangunan sanitasi Kota
Surabaya adalah mewujudkan pengelolaan air limbah permukiman secara berkelanjutan dan terjangkau oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keberlanjutan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) domestik komunal di Kecamatan
Krembangan, Kota Surabaya. Metode yang dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif melalui pengamatan, wawancara
terstruktur dan uji laboratorium dari variabel-variabel yang dianalisis. Analisis dilakukan dengan menggunakan suatu tehnik
Multi-disciplinary rapid appraisal (Rapfish) untuk mengetahui tingkat keberlanjutan dari pengelolaan IPAL komunal
berdasarkan sejumlah atribut yang mudah diskoring. Atribut dari setiap aspek meliputi teknis, kualitas lingkungan,
kelembagaan, ekonomi, dan sosial. Hasil penelitian menunjukkan indeks keberlanjutan IPAL domestik komunal di Kecamatan
Krembangan, Surabaya adalah aspek kualitas lingkungan sebesar 84,32 (sangat berkelanjutan), aspek teknis sebesar 62,61
(cukup berkelanjutan), aspek sosial sebesar 57,98 (cukup berkelanjutan), aspek ekonomi sebesar 43,24 (kurang
berkelanjutan), dan aspek kelembagaan sebesar 39,67 (kurang berkelanjutan).

Kata Kunci : keberlanjutan, IPAL, domestik, komunal, Surabaya

Abstract

Surabaya city as the capital of East Java province and Indonesia's second largest city with a population of 2,853,661
inhabitants in 2014 (the second largest after Jakarta), but the people who have been served by the sanitation infrastructure
systems were expected at 176,105 families or about 26.95 % of the population of the city is already using sanitation facilities.
In the White Book Sanitation of Surabaya City in 2010, Surabaya City sanitation development mission is to realize the
wastewater management of settlements in a sustainable and affordable by the community.This study aims to assess the
sustainability of the wastewater treatment plant (WWTP) domestic communal in Krembangan District, Surabaya. The method
in this research is quantitative method through observation, structured interviews and laboratory testing of the variables
analyzed. Analyses were performed using a technique Multidisciplinary rapid appraisal (Rap-fish) to determine the level of
sustainability of the management of communal WWTP based on a number of attributes that easy scored. Attributes of each
dimension includes the technical, environmental quality, institutional, economic, and social. The results of this study are
sustainability index of environmental quality dimension at 84.32 with highly sustainable status, technical dimension at 62.61
with fairly sustainable status, social dimesnion at 57.98 with fairly sustainable status, economic dimension at 43.24 with less
sustainable status, and institutional dimension at 39.67 with less sustainable status.

Keywords : sustainability, WWTP, domestic, communal, Surabaya

Semarang, 18 Mei 2017 11


[A12]
PERANCANGAN SUBMERGED BIOFILTER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR:
STUDI NITRIFIKASI DAN DENITRIFIKASI

Designing Submerged Biofilter for Wastewater Treatment:


Nitrification and Denitrification Study

Arysca Wisnu Satria1), dan Agus Prasetya2)


1Institut Teknologi Sumatera
2Universitas Gadjah Mada

E-mail : arysca.wisnu@itera.ac.id

Abstrak

Submerged biofilter adalah suatu alat pengolah limbah secara biologi dengan memanfaatkan mikroorganisme yang
ditumbuhkan dalam media packing di dalamnya. Kelebihan penggunaan submerged biofilter adalah pengelolaannya yang
mudah dan konsumsi energi yang rendah sehingga biaya operasionalnya murah. Pada penelitian ini digunakan bioball sebagai
media packing dengan limbah cair mengandung polutan amonia nitrat, dan fosfat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
parameter operasional submerged biofilter dan mengembangkan model yang dapat mengestimasi laju penyisihan setiap
polutan menggunakan reaktor nitrifikasi dan denitrifikasi. Percobaan dilakukan dengan mengalirkan limbah pada sebuah
kolom biofilter berbentuk silinder. Pada mulanya mikroorganisme ditumbuhkan dengan mengalirkan limbah selama dua
minggu dengan waktu tinggal cairan satu hari. Selanjutnya dilakukan penyisihan limbah dengan variasi HLR sebesar 0,44;
0,74; 1,11; 1,66; 2,21 m3/m2/hari. Pengambilan sampel dilakukan pada berbagai variasi tinggi kolom, yaitu 0,15; 0,3; 0,45;
dan 0,9 m. Effluent dari setiap titik kemudian dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tinggi kolom yang menghasilkan penurunan optimum dari limbah tersebut adalah 60 cm. Parameter
operasional untuk aplikasi scale up adalah 0,74 m3/m2/hari untuk penyisihan amonia dan fosfat, dan 1,11 m3/m2/hari untuk
penyisihan nitrat. Persentase removal amonia, nitrat dan fosfat dari ketiga kondisi tersebut berturut-turut sebesar 99,27%;
84,91%; dan 71,80%. Perubahan HLR berpengaruh terhadap SRR, laju pertumbuhan mikroorganisme, konstanta kejenuhan
Monod, dan persentase substrat removal. Model yang dikembangkan berdasarkan faktor efisiensi memberikan hasil yang
cukup baik untuk merepresentasikan besarnya konsentrasi effluent amonia dan nitrat pada berbagai variasi HLR dan tinggi
kolom.

Kata Kunci : nitrikasi, denitrifikasi, HLR, submerged biofilter.

Abstract

Submerged biofilter is a biological waste treatment plant which utilizing microorganisms grown in a packing medium. The
advantages of submerged biofilter are easy to use and low energy consumption so the operational cost is cheaper. In this
study, bioball is used as packing medium with wastewater containing ammonia, nitrate and phosphat pollutant. This study
aims to determine the operational parameters of submerged biofilter and to develop a model that can be use to estimate the
rate of elimination of each pollutants using nitrification and denitrification. The experiments were conducted with draining
the wastewater in a cylindrical bio-filter column. At first, microorganism was grown for two weeks with residence time of one
day. Furthermore, the wastewater removals are conducted with HLR variation of 0.44; 0.74; 1.11; 1.66; 2.21 m3/m2/day.
Samplings are performed in various height of column, i.e. 0.15; 0.3; 0.45; and 0.9 m. Then the effluent from each point is
analyzed using UV-Vis Spectrophotometer. The results showed that the optimum all pollutants removal were obtained in
column height of 60 cm. The operational parameters for scale-up application are 0.74 m3/m2/day for ammonia and phosphat
removals, and 1.11 m3/m2/day for nitrate removal. While the removal percentage of ammonia, nitrate and phosphat from
three conditions are 99.27%, 84.91% and 71.80% respectively. The changes of HLR will give an effect on substrate reduction
rate (SRR), microorganisms growth rate, Monod saturation constant, and the percentage of substrate removal. The model
developed based on efficiency factors presented a good approach to represent the concentration of ammonia and phosphat
effluent at various HLR and the height of column.

Keywords : nitrification, denitrification, HLR, submerged biofilter

12 Semarang, 18 Mei 2017


[A13]
PENGARUH ALAT PENGENDALI EMISI DAN TEKNOLOGI PEMBANGKIT TERHADAP EMISI SOX NOX PADA PLTU
SISTEM JAWA-BALI

The Effect of Emission Control and Power Plant Technologies to SOx NOx Emission on Jawa-Bali Coal-Fired
Power Plant System

Ragil Darmawan1), Adolf Leopold2), I Made Agus DS3)


Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM
E-mail : ragil.darmawan.sac@gmail.com

Abstrak

Konsumsi energi nasional mencerminkan tingkat ekonomi suatu bangsa, dan Indonesia masih di angka 788 kWh/kapita. Untuk
menjadi negara maju, pemerintah menetapkan target pada tahun 2025 mencapai 2500 kWh/kapita. Penggunaan batubara
sebagai sumber energi masih mendominasi, di saat yang sama pemerintah berkomitmen untuk menurunkan emisi dan efek
pemanasan global. Studi ini bertujuan memberikan gambaran proyeksi emisi SOx dan NOx berdasarkan kondisi Business as
Usual (BAU) dan skenario Kebijakan Energi Nasional (KEN), serta melihat pengaruh penggunaan pengendali emisi dan
teknologi pembangkitan terhadap nilai emisi SOx dan NOx pada PLTU Batubara Sistem Jawa-Bali. Variabel yang akan dikaji
adalah pengaruh tahun COD PLTU, teknologi existing, penggunaan alat pengendali, teknologi boiler terhadap emisi SOx dan
NOx PLTU. Pemodelan energi menggunakan perangkat lunak Long-range Energy Alternatives Planning (LEAP) dengan
pendekatan Engineering Oriented Model. Tren emisi pada tahun 2015 berdasarkan tahun COD PLTU di Jawa Bali menunjukkan
bahwa seiring waktu COD, emisi SOx dan NOx mengalami penurunan, hal ini dikarenakan penggunaan teknologi yang lebih
efisien dalam mengurangi emisi. Penggunaan FGD menurunkan emisi SOx sebesar 70,83%, sedangkan metode coal blending
menurunkan emisi 24,85% dari PLTU biasa. Emisi NOx yang dihasilkan dari PLTU low NOx burner lebih kecil 34,47% dari PLTU
konvensional. Penggunaan teknologi boiler super critical dengan efisiensi yang lebih tinggi menyebabkan penggunaan bahan
bakar semakin berkurang yang pada akhirnya menurunkan emisi yang dihasilkan sebagai fungsi pemakaian batubara. Emisi
dari PLTU super critical turun 86,52% untuk SOx dan 35,94% untuk NOx dari emisi PLTU sub critical. Pemodelan LEAP
menunjukkan perbedaan yang signifikan, dimana emisi skenario KEN dengan penambahan PLTU USC rata-rata 52,27% untuk
SOx dan 48,19% untuk NOx, lebih kecil dari BAU sampai tahun 2050. Dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan alat
pengendali emisi dan teknologi pembangkit yang lebih mutakhir, emisi SOx dan NOx dapat diturunkan. Hal ini dapat dijadikan
pertimbangan dalam pemilihan teknologi untuk pembangunan pembangkit dimasa mendatang.

Kata Kunci : Emisi SOx NOx, ultra super critical, Pembangkit Jawa Bali, LEAP

Semarang, 18 Mei 2017 13


[A14]
TINJAUAN TENTANG TEKNOLOGI DESORPSI TERMAL UNTUK PEMULIHAN TANAH TERCEMAR LIMBAH
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

Adi Mulyanto
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Balai Teknologi Pengolahan Air dan Limbah (BTPAL)
Gedung 820, Laboratorium Geostech PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan 15314-Banten
Telp: (021)75791381, Fax: (021)7563116
E-mail: adimul2004@yahoo.com; adi.mulyanto@bppt.go.id

Abstrak

Pemulihan tanah tercemar limbah B3 menjadi suatu keharusan untuk dilakukan seiring dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap kasus pencemaran, dan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam. Pada saat ini muncul
kesadaran tentang pentingnya fungsi tanah sebagai komponen lingkungan, sehingga ada upaya untuk mempertahankan
bahkan meningkatkan fungsinya. Selain berfungsi untuk mengakomodasi semua bentuk kehidupan yang terjadi di permukaan
bumi, tanah mempunyai peran penting dalam melindungi air dan bertindak sebagai filter terhadap senyawa-senyawa organik
dan anorganik, serta membantu penyerapan limbah B3. Teknologi remediasi tanah tercemar yang dituangkan dalam tulisan
ini adalah desorpsi termal (thermal desorption) yang juga dikenal sebagai teknologi pemanggangan. Desorpsi termal
merupakan teknologi remediasi yang memanfaatkan panas untuk meningkatkan volatilitas kontaminan, sehingga
kontaminan tersebut dapat dipisahkan dari matriks padat yang biasanya berupa tanah, lumpur atau filter cake. Berbeda
dengan proses insinerasi yang bertujuan untuk memusnahkan kontaminan, sehingga proses desorpsi termal bukan proses
insinerasi. Kontaminan diuapkan kemudian ditangkap dengan berbagai metoda, antara lain adalah metoda spray
menggunakan media air, kondensasi, adsorpsi atau dimusnahkan secara termal menggunakan system afterburning. Dengan
demikian, sistem desorpsi termal memiliki tiga komponen utama, yaitu penyiapan bahan baku yang akan dipanggang,
desorber dan sistem pengolahan offgas.

Kata kunci: desorpsi termal, pemulihan, tanah tercemar, limbah B3

Abstract

Hazardous waste contaminated soil remediation becomes a necessity to do along with increasing public awareness of
pollution cases, and over-exploitation of natural resources. At this time the awareness of the importance of soil functions as
a component of the environment have started to rise, so there are efforts to maintain and improve its function. Besides
functioning to accommodate all forms of life that occurs on the earth, the soil has a vital role in protecting water and acts as
a filter against organic and inorganic compounds, and helps the absorption of hazardous waste. A contaminated soil
remediation technology outlined in this paper is a thermal desorption, also known as roasting technology. Thermal desorption
is a remediation technology that utilizes heat to increase the volatility of contaminants so that the contaminants can be
separated from the solid matrix that is usually in the form of soil, mud or filter cake. In contrast to the incineration process
that aims to destroy contaminants, so that the thermal desorption process is not incineration process. Contaminants
evaporated and absorbed by various methods, among others, is a method of using the media water spray, condensation,
adsorption or destroyed thermally using afterburning system. Thus, the thermal desorption system has three main
components, namely the preparation of raw materials to be baked, desorber and offgas treatment system.

Keywords: thermal desorption, remediation, contaminated soil, hazardous waste

14 Semarang, 18 Mei 2017


[BI 1]
PENERAPAN PRINSIP INDUSTRI HIJAU PADA INDUSTRI BATIK
(IMPLEMENTATION OF GREEN INDUSTRY PRINCIPLES FOR BATIK INDUSTRY)

Lilin Indrayani
Balai Besar Kerajinan dan Batik
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
E-mail: indrayanililin@gmail.com

Abstrak

Pengakuan UNESCO bahwa batik adalah warisan budaya bangsa Indonesia merupakan penghargaan dunia melalui lintasan
sejarah yang panjang. Hal itu karena bangsa Indonesia telah berupaya secara terus menerus melakukan berbagai langkah
nyata dalam rangka melindungi dan melestarikan warisan budaya tersebut. Penghargaan tersebut diikuti dengan peningkatan
kuantitas industri batik. Sektor industri batik mempunyai peranan strategis dalam pembangunan, terutama untuk
menumbuhkan tingkat penyerapan tenaga kerja serta kontribusinya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Seiring dengan perkembangan industri batik yang sudah dikenal secara global, industri batik dituntut untuk terus berbenah
guna meningkatkan standar dan peforma kinerjanya. Oleh karena itu perlunya pengembangan industri batik dengan
mengintegrasikan prinsip industri hijau ke dalam proses produksinya. Industri hijau adalah industri yang mengedepankan
prinsip berkelanjutan (sustainable industry), dimana tidak hanya berorientasi pada peningkatan sektor ekonomi tetapi juga
lebih peduli pada kelestarian lingkungan. Sehingga dampak negatif terhadap lingkungan dan penggunaan sumber daya alam
penyedia kebutuhan industri batik, tidak mengakibatkan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Pada
makalah ini akan dijelaskan implementasi dari karateristik industri hijau yang dapat diadaptasi ke dalam setiap tahap proses
produksi batik. Karateristik industri hijau tersebut antara lain adalah efisiensi penggunaan material input yaitu bahan baku
dan bahan penolong serta penggunakan alternatif material yang lebih ramah lingkungan, rendahnya intensitas energi dan air,
meminimalisasi limbah baik limbah cair dan padat serta pengurangan emisi karena penggunaan teknologi rendah karbon.
Masing-masing karateristik dilengkapi dengan nilai pembanding (bencmark) dan contoh penerapan yang baik (best practices)
pada setiap proses produksi yang dapat digunakan oleh pelaku industri batik dalam mengimplementasikan prinsip industri
hijau.

Kata Kunci : industri batik, prinsip industri hijau, industri yang berkelanjutan, kelestarian lingkungan

Abstract

UNESCO recognition that batik is a cultural heritage of Indonesia is the world appreciation through a long historical path.
That's because the people of Indonesia have attempted to continuously perform various concrete steps in order to protect and
preserve the cultural heritage. The award was accompanied by an increase in the quantity of the batik industry. Batik industry
sector has a strategic role in development, especially for the growing level of employment and its contribution to national
economic growth. Along with the development of batik industry which is already recognized globally, the batik industry is
required to continue to improve standards and standard performance. Hence the need for the development of the batik
industry by integrating the principles of green industry in the production process. Green industry is an industry that emphasizes
principles (sustainable industry), which are not only oriented on improving the economic sector but also more concerned with
the preservation of the environment. So that the negative impact on the environment and use of natural resources provider
batik industry needs, does not result in a decrease in the carrying capacity and environmental capacity. This paper describe
the implementation of the characteristics of green industries that could be adapted to each stage of the production process
of batik. The green industry characteristics include efficient use of material inputs, namely raw materials and auxiliary
materials as well as the use of alternative materials that are more environmentally friendly, low intensity of energy and water,
waste minimization both liquid and solid waste as well as reducing emissions due to the use of low carbon technologies. Each
characteristic is equipped with a comparison value (bencmark) and best practices that can be used by the batik industries in
implementing the principles of the green industry.

Keywords: batik industry; the principles of green industry; a sustainable industry; environmental sustainability

Semarang, 18 Mei 2017 15


[BI 2]
PENGARUH KETEL PENYULINGAN TERHADAP EFEKTIVITAS, RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK KAYU PUTIH
EFFECT OF REFINING KETTLE AGAINST EFFECTIVENESS, RENDEMEN AND QUALITY OF CAJUPUT OIL

Syarifuddin Idrus, Febry R. Torry, Rudy V. Tehubijuluw


Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon, Jl. Kebun Cengkeh Batu Merah Ambon
E-mail: syarif.idrus@gmail.com

Abstrak

Penyulingan minyak atsiri bergantung pada jenis ketel yang digunakan dan bahan baku untuk menghasilkan rendemen dan
kualitas terbaik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh ketel terhadap efektivitas penggunaan bahan bakar
dan waktu penyulingan, rendemen dan kualitas minyak kayu putih yang dihasilkan. Ketel yang digunakan meliputi ketel
penyulingan perajin di Pulau Buru berupa ketel kayu dibandingkan terhadap ketel produksi Baristand Ambon berbahan
stainless dan ketel berbahan stainless yang dibuat dalam penelitian ini. Metode penelitian dilakukan berdasarkan hasil
observasi langsung dan pengujian kualitas minyak kayu putih berdasarkan SNI minyak kayu putih dan GC-MS. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan bahan bakar dan waktu penyulingan. Bahan bakar ketel
bahan stainless hanya membutuhkan seperempat dari ketel kayu dan waktu penyulingan yang dibutuhkan hanya setengah
kali waktu yang dibutuhkan ketel kayu. Rendemen yang dihasilkan sangat berbeda dari ketiga ketel, ketel kayu rendemen
0,8%, ketel buatan Baristand Ambon 0,9% dan ketel yang digunakan dalam penelitian ini 1,225%. Kualitas minyak kayu putih
berdasarkan SNI minyak kayu putih dan GC-MS tidak menunjukkan perbedaan hasil dari ketiga ketel yang dibandingkan.

Kata Kunci: minyak kayu putih, penyulingan, rendemen

Abstract

Essential oil refining depends on the type of kettle used and raw materials to produce the best yield and quality. This study
aimed to compare the effect of kettle on the effectiveness of the use of fuel and distillation time, yield recovery and quality of
cajuput oil produced. Kettle used include a wood kettle from local industry on Buru Island against stainless kettle are made by
Baristand Ambon and kettle used in this study. The research method was based on direct observation and cajuput oil quality
testing by SNI cajuput oil and GC-MS. The results showed that there was a significant effect on fuel use and time of refining.
Fuel of stainless kettle requires only a quarter of the a wood kettle and time of refining which takes only half times of the wood
kettle needed. The yield are produced very different from the third kettle, wood kettle yield of 0.8%, kettle of Baristand Ambon
0.9% and kettle used in this study 1.225%. cajuput oil quality based on SNI cajuput oil and GC-MS showed no difference in the
results of the third kettle were compared.

Keywords: cajuput oil, refining, rendemen

16 Semarang, 18 Mei 2017


[BI 3]
PENENTUAN KONSENTRASI LOGAM DI UDARA AMBIEN KAWASAN INDUSTRI PENGECORAN LOGAM
MENGGUNAKAN PASSIVE SAMPLER

Januar Arif Fatkhurrahman dan Ikha Rasti Julia Sari


Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang

Abstrak

Industri pengecoran logam sebagai salah satu industri penyedia bahan baku bagi industri lain mengalami perkembangan
cukup signifikan dalam industrialisasi dari sisi teknologi, namun memberikan dampak negatif berupa pencemaran udara
seperti debu, asap dan logam berat yang keluar dari tungku. Logam ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti
gangguan pernafasan, sifatnya yang tidak dapat terdegradasi menyebabkan akumulasi dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan
untuk melakukan identifikasi sebaran cemaran logam di udara ambien kawasan industri pengecoran logam. Logam yang
dianalisa, meliputi Pb (Timbal), Fe (Besi), Cd (Cadmium), Cr (Khrom), Cu (Tembaga), Zn (Seng) dan Hg (Merkuri). Sampel logam
ini ditangkap menggunakan 2 metode yang diperbandingkan yaitu passive sampler dan active sampler. Kedua sampel
dianalisa sesuai ASTM D7439-14. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan logam menggunakan passive sampler
memberikan nilai konsentrasi yang relatif sama dibandingkan dengan metode active sampler. Korelasi penentuan passive
sampler terhadap active sampler dapat digunakan sebagai penentuan cemaran logam berbiaya murah.

Kata Kunci : logam, udara ambien, industri pengecoran logam, passive sampler

Semarang, 18 Mei 2017 17


[BI 4]
PRODUK BIO ACTIVATOR SEPTIC TANK TREATMENT BERBASIS TEKNOLOGI ENHANCED BIOLOGICAL
PHOSPHORUS REMOVAL (EBPR) SEBAGAI PENGURAI LIMBAH

Eka Yuli Astuti1, Andin Vita Amalia2 dan Lutfan Makmun3


1,2LP2M Universitas Negeri Semarang
3UPPM STPP Magelang

E-mail : ekajawaunnes@yahoo.com

Abstrak

Septic tank sebagai tempat penampungan bahan-bahan padat dan cair kotoran manusia sering cepat penuh karena jumlah
bakteri pengurai dalam septictank sangat sedikit dibandingkan dengan kecepatan penumpukan tinja. Oleh karena itu, perlu
ditambahkan bakteri pengurai dari luar yang dapat menguraikan bahan-bahan padat pada septic tank menjadi air (H2O) dan
sebagian gas (CO2). Penambahan mikroba pengurai sangat diperlukan karena lebih murah bila dibandingkan dengan biaya
penyedotan/ pegurasan WC. Inokulum yang digunakan dalam proses penguraian limbah septic tank antara lain: mikrobia
selulotik, lignolitik, proteolitik, lipolitik, pelarut fosfat dan nitrifikasi. Penurunan kadar fosfat dilakukan melalui mekanisme
Enhanced Biological Phosphorus Removal (EBPR). Proses EBPR melibatkan organisme pengakumulasi polifosfat
(Polyphosphate Accumulating Organisms/ PAO). Keterbaruan dan keunggulan inovasi produk ini antara lain : 1). Pemanfaatan
teknologi EBPR; 2). Teknologi produksi menggunakan teknologi reserve osmosis (RO) dalam pemrosesan bahan baku; 3). Hasil
Produk Teknologi memiliki rasa/ aroma. Proses pembuatan produk ini meliputi : 1). Proses hulu (Penyiapan Alat, Bahan dan
Sarana Produksi); 2). Penyiapan inokulum mikrobia unggul; 3). Penyiapan formulasi media tumbuh mikrobia; 4). Proses
Fermentasi, 5). Analisis Hasil Fermentasi (Laboratorium dan Non Laboratorium). Riset ini menghasilkan produk unggul untuk
pengelolaan limbah septic tank yang memiliki keunggulan: 1). Ekonomis, harganya murah karena biaya produksi rendah; 2)
praktis, cukup dituangkan ke kloset); 3) aman bila terkena kulit; 4). Ramah lingkungan karena 100% produk organik. Dampak
positif produk ini antara lain : berpartisipasi dalam budaya menjaga perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) terutama pada
pengelolaan septic tank dan adanya suatu keseimbangan ekologi antara manusia dan lingkungan.

Kata Kunci : septictank treatment, mikroba pengurai, Enhanced Biological Phosphorus Removal (EBPR).

18 Semarang, 18 Mei 2017


[BI 5]
SIMULASI KEUNTUNGAN PENGOLAHAN SAMPAH BOTOL PLASTIK DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR
RISIKO PEMULUNG, LAPAK DAN PABRIK DAUR ULANG

Helena J Kristina1, Yosua Kurniawan 2, Ishak3


1,2,3Program Studi Teknik Industri, Universitas Pelita Harapan
E-mail : helena.kristina@uph.edu, yosuakurniawann@gmail.com, ishak.fti@uph.edu

Abstrak

Seiring perkembangan zaman, sampah plastik botol minuman tercatat semakin meningkat. Tercatat bahwa Indonesia
menjadi negara ke-4 pengguna botol plastik terbanyak di dunia dengan jumlah mencapai 4,82 milliar. Peningkatan sampah
botol plastik ini ternyata sudah direspon positif oleh masyarakat Indonesia dengan mengambil peluang dari bisnis daur ulang
sampah botol plastik. Proses rantai pasok bisnis ini melibatkan banyak pihak seperti masyarakat, pemulung, pelapak dan
pabrik daur ulang. Permasalahan yang terjadi adalah beberapa pihak bersikap tidak bijaksana dalam mengolah sampah
tersebut serta tidak memikirkan dampak terhadap lingkungan dan pihak sekitarnya. Sehingga, tujuan dari penelitian ini adalah
memaparkan sistem value chain pengolahan sampah botol plastik, memaparkan faktor risiko yang mempengaruhi rantai
pasok tersebut, serta membuat simulasi perhitungan keuntungan berdasarkan sistem value chain yang sudah dibuat. Sistem
value chain yang sudah dipetakan akan menjelaskan peranan pihak-pihak yang bersangkutan agar sistem dapat lebih efektif
dan efisien. Faktor risiko yang mempengaruhi sistem difokuskan dalam aspek ekonomis pada lapak yaitu biaya beli dan
transportasi, dan pada pabrik daur ulang yaitu harga Dollar($), kualisi-kompetitor, jenis bentuk-warna, toleransi, agenda
tahunan imlek, panen, kualitas, dan kuantitas. Perhitungan simulasi dikelompokkan ke dalam 3 daerah utama. Total
keuntungan terbesar pada kondisi normal defect 5% dan kerugian terbesar kondisi imlek pesimis defect 10% dengan rentang
IDR 156.921.536 IDR -111.585.833 untuk lapak di luar Pulau Jawa, IDR 108.481.485 IDR -26.101.592 untuk lapak di luar
Jawa Barat, IDR 881.956.758 IDR -116.290.808 untuk lapak di dalam Jawa Barat.

Kata Kunci : sampah botol plastik, lapak sampah, pabrik daur ulang, value chain management, faktor risiko, simulasi skenario
keuntungan

Abstract

Along with times, bottle plastic wastes are rapidly increasing. Noted that Indonesia is the 4 th worlds largest plastic bottle
consumer with number reaching 4.82 billion. This plastic bottle wastes improvement is apparently already positive response
by the people of Indonesia to take advantage of plastic bottles recycling business. This business supply chain process, involves
many stakeholders such as communities, scavengers, shanties, and recycling plant. The problems that occur are several parties
be unwise in processing the waste, didnt think about their environment and surroundings. Thus, the purpose of this research
is to raise awareness and concern of each party in the value chain system to be more thoughtful in processing the waste,
mapping the value chain system of processing plastic bottle wastes, knowing the risk factors that influence the supply chain,
as well as create a simulation calculation of benefits based by value chain system that has been made.Value chain system that
already mapped will explain each role and recommendation to the parties concerned for the system to be more effective and
efficient. The risk factors that affect the system focused on the economical aspects. For the shanties is the cost of purchasing
and transportation, and for the recycling plant is the price of Dollar($), coalition-competitor, kind of shape-color, tolerance,
yearly agenda of Chinese New Year, harvest, quality, and quantity. Simulation calculations are grouped into three main areas.
The biggest total revenue is in normal condition with defect 5% and the biggest losses is in Chinese New Year pessimistic
condition with defect 10% with the range of IDR 156.921.536 IDR -111.585.833 for shanties outside Java, IDR 108.481.485
IDR -26.101.592 for shanties outside West Java, IDR 881.956.758 IDR -116.290.808 for shanties in West Java.

Keywords: plastic bottle wastes, shanties, recycling plant, value chain management, risk factors, simulation scenarios
advantages.

Semarang, 18 Mei 2017 19


[BI 6]
Pemodelan Daya Dukung Lingkungan Hidup Menggunakan
Agent-Based Modeling Simulation: Preliminary Study

Modeling Carrying Capacity Using Agent-Based Modeling Simulation


A Preliminary Study

Broto Widya Hartanto


Pascasarjana DTMI UGM
Emaail : brotohartanto@gmail.com

Abstrak

Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk
hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Daya dukung lingkungan hidup menjadi penentu pemanfaatan ruang yang
sesuai dan dijadikan sebagai acuan penyusunan rencana tata ruang wilayah. Penerapan rencana tata ruang harus
memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang, serta dalam pengelolaannya
memperhatikan kerja sama antar daerah. Daya dukung lingkungan hidup terdiri dari berbagai komponen atau agen yang
saling berinteraksi dan dapat mempengaruhi lingkungannya. Interaksi antar agen berpotensi memunculkan sifat-sifat baru
dalam dinamika system secara keseluruhan. Saat ini system dengan karakter tersebut dinamakan system kompleks dan
adaptif. Untuk mendapatkan kinerja system yang optimal dibutuhkan intervensi melalui pengambilan keputusan dan
peraturan yang didasari oleh langkah-langkah strategis. Metode yang umum digunakan dalam optimalisasi sistem komplek
dan adaptif adalah menggunakan pemodelan dan simulasi berbasis agen. Penelitian pendahuluan ini menyampaikan tinjauan
umum pada daya dukung lingkungan sebagai dasar pembangunan yang berkelanjutan dari perspektif pemodelan dan
simulasi. Secara khusus penelitian ini akan menjelaskan penggunaan pemodelan dan simulasi berbasis agen pada sistem daya
dukung lingkungan. Penelitian ini berfokus pada komponen-komponen meliputi kualitas lingkungan, pertumbuhan lapangan
kerja sebagai bagian dari kegiatan pembangunan, prespektif dan perilaku penduduk terhadap kondisi lingkungan, serta
intervensi. Identifikasi dan analisis kontekstual berfokus pada sifat-sifat yang muncul dari berbagai komponen yang memiliki
peran mendasar pada system tersebut. Hasil dari penelitian ini merupakan kerangka simulasi dari agen pada sistem daya
dukung lingkungan hidup dengan menggunakan program Netlogo 6.0.

Kata Kunci: daya dukung lingkungan, system kompleks adaptif, intervensi, sifat muncul, agent based modeling simulation.

Abstract

Carrying capacity is the ability of environment to support humans, other living beings, and the balance between them. Carrying
capacity determines the appropriate utilization of space and serves as a reference for the preparation of spatial plans. The
application of spatial planning should consider the aspects of ecological relevance, effectiveness and efficiency of space
utilization, as well as in its management attention to inter-regional cooperation. Carrying capacity consists of various
components or agents, which interact and affect the environment. Interaction between agents potentially generates emergent
properties in the dynamics of the system as a whole. Currently the system with these characters is called a complex and
adaptive system. Intervention through decisions and regulations based on the strategic measures is required in the purpose
to obtain the optimal system performance. A common method used in this optimization of complex and adaptive system is
agent-based modeling and simulation. This preliminary study provides an overview on the carrying capacity as a basis for
sustainable development from the perspective of modeling and simulation. Particularly, this study will explain the use of agent-
based modeling and simulation in the carrying capacity system. This study focuses on components such as the environment
quality, employment growth as part of the development activities, population perspectives and behavior to environmental
conditions, as well as intervention. Identification and contextual analysis are focused on the emergent properties from the
various components that have a fundamental role in the system. The result of this study is a framework simulation of agents
on carrying capacity system using Netlogo 6.0.

Keywords: carrying capacity, complex adaptive system, intervention, emergent properties, agent-based modeling simulation

20 Semarang, 18 Mei 2017


[BI 7]
PENURUNAN KADAR DEBU TERSUSPENSI INDOOR PERUSAHAAN
MELALUI PENERAPAN MODEL ERGONOMI TOTAL

Decreasing Suspended Dust Level of Compay Indoor by Applying Total Ergonomic Approach

Wahyu Susihono
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
E-mail : pmy_wahyu@yahoo.co.id

Abstrak

Model ergonomi total adalah penerapan Teknologi Tepat Guna dengan tujuh kriteria berupa teknis, ekonomis, ergonomis,
sosio-kultur, hemat energi, ramah lingkungan, trendi dan diimpementasikan melalui pendekatan SHIP (sistemik, holistik,
interdisipliner dan partisipatori). Paparan debu yang diterima oleh pekerja tergantung dari kadar debu tersuspensi yang ada
di indoor perusahaan. Debu yang terjadi di industri pengecoran logam berasal dari aktivitas di tiga stasiun kerja yakni Semen
proses, Pasir hitam dan Tapel. Tujuan dari penelitian ini adalah menjadikan manusia sebagai pertimbangan utama dalam
perbaikan kerja untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan melalui penurunan kadar debu tersuspensi indoor
perusahaan. Banyak teknologi dirancang baru mempertimbangkan fungsinya, kondisi fisiologis tubuh manusia dan keinginan
pengguna belum dijadikan sebagai pertimbangan utama desain produk. Rancangan penelitian ini berupa deskriptif kuantitatif
metode potong lintang atau cross sectional. Hasil penelitian diperoleh (a) nilai total debu tersuspensi indoor sebelum
penerapan ergonomi 6,45 4,20 mg/m3 dan setelah penerapan ergonomi 5,04 3,24 mg/m 3 rerata nilai total debu
tersuspensi indoor pada ke dua kondisi berbeda bermakna (p<0,05), (b) penurunan nilai total debu tersuspensi indoor 21,82
%, (c) nilai tertinggi kadar debu berdasarkan hari pengamatan bersumber dari stasiun semen di hari ke empat aktivitas kerja
yakni sebelum penerapan ergonomi kadar debu 10,04 mg/m3 dan setelah penerapan ergonomi kadar debu turun menjadi
7,34 mg/m3, (d) nilai tertinggi kadar debu berdasarkan jam pengamatan berada di pukul 11.30, sebelum penerapan ergonomi
sebesar 17,22 mg/m3 dan setelah penerapan ergonomi turun menjadi 12,40 mg/m3.

Kata kunci : debu tersuspensi indoor, ergonomi total, TTG, SHIP

Abstract

Total Ergonomic Approach is application of appropriate technology with seven criterias those are technical, economical,
ergonomical, socio culture, energy saving, environmental friendly, and trendy which are implemented by SHIP Approachs
(Systematic, Holistic, Interdisciplinary, and Participatory). The dust exposure inhaled by workers depends on suspended dust
exposure in indoor of company. Dust in metal casting industry come fr actvities in three stations, those are cement, black and,
and Tape. The objective of this research is placing human as the main concideration in work improvement to gain improvement
of environtment quality by decreasing suspended dust level of company indoor. Some technologies designed only consider its
function without considering physiological condition of human body and the need of users. This research used a descriptive
quantitative cross sectional method . The result shows (a) Total number of suspended dust indoor before applying total
ergonomic Approach is 6,45 4,20 mg/m3 and after applying Total Ergonomic Approachs is 5,04 3,24 mg/m3 average
suspended dust indoor number in those two dfferent condition is (p<0,05), (b) decrease of total suspended dust indoor is 21,82
%, (c) the highest number of dust level based on the day of observation from cement station in the 4 th day of work activities
before applying Total Ergonomic Approach is 10,04 mg/m3 and after applying total erconomic Approach decrease to 7,34
mg/m3, (d) the higest number of dust level based on time observation is on 11.30, before appying Total Ergonomic Approach
is 17,22 mg/m3 and after applying Total Ergonomic Approach decrease to 12,40 mg/m3.

Keywords: indoor suspended dust, total ergonomics, TTG, SHIP

Semarang, 18 Mei 2017 21


[BI 8]
KAJIAN PELUANG DAN KELAYAKAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH DI LABORATORIUM LINGKUNGAN

Opportunity and Feasibility Study Implementation of Cleaner Production in A Laboratory

Elza Rizkiawalia1 dan Suherman2


1
Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang
2
Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang
E-mail : elza.rizkiawalia@gmail.com

Abstrak

Laboratorium sebagai salah satu pendukung kegiatan industri dalam operasionalnya memiliki dampak signifikan terhadap
lingkungan yaitu penggunaan bahan kimia, sumber daya air dan energi, peralatan hingga sistem pembuangannya. Limbah
laboratorium memiliki karakteristik unik yaitu sedikit dari segi kuantitas namun mengandung berbagai jenis bahan kimia dan
bersifat toksik yang diketahui sangat sulit pengolahannya baik secara fisika, kimia atau biologi agar memenuhi baku mutu
untuk dibuang ke lingkungan dengan aman. Pergeseran pengelolaan lingkungan dari end of pipe treatment menjadi
pencegahan pencemaran membuat perlu dilakukan upaya untuk meminimalkan limbah laboratorium baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Pada tulisan ini di rangkum beberapa literatur dan penelitian-penelitian terdahulu untuk membangun
kerangka teoritis kajian peluang dan kelayakan penerapan produksi bersih pada sebuah laboratorium kimia yang melakukan
kegiatan pengujian terhadap sampel parameter kualitas lingkungan. Kajian peluang dan kelayakan penerapan produksi bersih
disusun melalui rangkaian perencanaan dan organisasi, langkah pertama berupa pra asesmen, langkah kedua yaitu asesmen
serta langkah ketiga berupa analisis kelayakan alternatif penerapan produksi bersih dengan tinjauan secara teknis, ekonomi
dan dampaknya terhadap lingkungan, selanjutnya dilakukan skala prioritas dan pembobotan sampai dengan rekomendasi
penerapan produksi bersih untuk meminimalkan limbah dan reduksi emisi CO 2 pada aktivitas laboratorium. Produksi bersih
melalui prinsip 1E4R (elimination, reduce, reuse, recycle dan recovery) dan good housekeeping dapat menjadi pilihan untuk
pengelolaan limbah laboratorium sebagai upaya preventive melindungi manusia dan lingkungan serta mendukung
pembangunan berkelanjutan.

Kata Kunci : laboratorium, produksi bersih, pengelolaan limbah

Abstract

Laboratory as one of the supporting operational activities in the industry have a significant impact on the environment is the
use of chemicals, water and energy resources, equipment until disposal system. Laboratory waste has unique characteristics,
namely a bit in terms of quantity but contains different kinds of chemicals which are toxic and are known to be very difficult
processing are either physics, chemistry or biology in order to meet the quality standards for discharge to the environment
safely. Shifting environmental management of end of pipe treatment into prevention of pollution make the necessary effort
to minimize laboratory waste both quantitatively and qualitatively. This paper has purpose to establish the theoretical
framework of the study of the opportunities and the feasibility of applying cleaner production in a chemical conducting tests
on samples of environmental quality parameters. Study opportunities and feasibility of the implementation of cleaner
production was developed through a series of planning and organization, the first step in the form of pre-assessment and the
second step is the assessment as well as the third step in the form of a feasibility analysis of alternative application of cleaner
production with a review of technical, economic and environmental impacts, then performed a priority basis and weighting
up to the implementation of cleaner production recommendations to minimize waste and CO2 emission reduction in the
activity of the laboratory. Cleaner production through 1E4R principle (elimination, reduce, reuse, recycle and recovery) and
good housekeeping can be used as option for the management of laboratory waste as preventive efforts to protect humans
and the environment and support sustainable development.

Keywords : laboratories, cleaner production, waste management

22 Semarang, 18 Mei 2017


[BI 9]
PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PADA PEMURNIAN KRISTAL GARAM RAKYAT MENJADI GARAM INDUSTRI
SECARA HIDROEKSTRAKSI (BATCH)

Determination of Optimum Condition on the Traditional Salt Purification into Industrial Salt by
Hydroextraction Batch

Judy R.B. Witono1), Angela Martina2), Arry Miryanti3), Daniel4), Christphorus Tan5) dan Putri Lintang6)
1,2,3,4,5,6Jurusan Teknik Kimia, Universitas Katolik Parahyangan

E-mail : judy@unpar.ac.id

Abstrak

Produksi garam di Indonesia saat ini dilakukan melalui proses penguapan air laut oleh petani disepanjang pantai. Namun,
kualitas garam yang dihasilkan masih belum memenuhi standar garam industri (kadar NaCl 98,5%). Sedangkan kadar NaCl
yang dihasilkan dari garam rakyat biasanya maksimum 94%. Untuk memenuhi kebutuhan industri, proses pemurnian garam
yang umum dilakukan adalah dengan cara melarutkan kembali kristal garam, filtrasi dan mereaksikan pengotor (ion Ca2+ dan
Mg2+) dengan bahan pengikat. Kemudian diikuti dengan rekristalisasi. Metoda ini membutuhkan sumber air dan energi yang
sangat banyak, sehingga sangat tidak ekonomis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan operasi ekstraksi
menggunakan pelarut air garam jenuh dalam proses pemurnian garam rakyat kualitas K1 dan K3 serta menentukan kondisi
optimumnya. Dengan cara ini tidak dibutuhkan lagi proses penguapan pelarut sehingga dapat menghemat penggunaan air
dan energi. Variabel yang dipelajari dalam penelitian ini adalah rasio umpan terhadap pelarut (F:S) dan ukuran partikel.
Metodologi dalam penelitian ini adalah mengontakkan kristal garam dengan larutan garam jenuh secara batch dalam tangki
berpengaduk dengan kecepatan pengadukan 50 rpm. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Central Composite Design
dengan variasi rasio F:S (1:40 1:70) dan ukuran partikel (-2,5+5 mesh -25+35 mesh). Analisa yang dilakukan terhadap
bahan baku dan produk adalah analisa kadar pengotornya Ca2+ dan Mg2+ menggunakan titrasi kompleksometri (ASTM E534-
98) yang kemudian divalidasi menggunakan instrumen AAS (Atomic Absorption Spectroscopy). Sedangkan kadar NaCl
ditentukan melalui perhitungan neraca massa.Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi pengotor maksimal terjadi bila
proses hidroekstraksi dilakukan pada kristal garam dengan ukuran -20+30 mesh. Sedang bagi garam kualitas K1, penurunan
maksimum kadar Ca2+ dan Mg2+ ( 50% dan 70%) dicapai pada kondisi optimum F:S 1:42,2. Dan bagi garam kualitas K3
penurunan maksimum kadar Ca2+ dan Mg2+ ( 70% dan 95%) dicapai pada kondisi optimum F:S 1:46,4.

Kata Kunci : central composite design, garam industri, garam rakyat, hidroekstraksi, NaCl

Abstract

Salt production in Indonesia is currently done through the evaporation of sea water by farmers along the coast. However, the
quality of salt produced has not met the standards of industrial salt (NaCl 98.5%) yet. The NaCl content which is produced
from traditional salt is maximum 94%. The common salt purification process consist of dissolving salt crystals, filtrating it and
reacting the impurity (Ca2 + & Mg 2+) with the binding agent, then is followed by recrystallization. This method consumes a lot
of water and energy. The goal of this research is to purify traditional salt using an extraction method by saturated brine.
Therefore, it is no longer needed solvent evaporation process, which can save water and energy. The variables studied in this
research is the ratio of the feed to the solvent (F: S) and particle size. The methodology used in this experiment was the
extraction of crude salt crystals with saturated brine in a batch stirred tank with a stirring speed of 50 rpm. The experimental
design used was Central Composite Design with 2 variables i.e. (1) the ratio F: S in the range 1:40 1:70, and (2) the particle
size in the range -2.5 + 5 mesh -25 + 35 mesh. The analysis method of raw materials and products used a complexometric
titration (ASTM E534-98) to analyze the concentration of Ca2+ and Mg2+ and were validated with AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy). The concentration of NaCl was determined by mass balance calculation. The results showed that the highest
impurities reduction was achived at the -20+30 mesh of particle size. The maximum reduction of Ca2+ and Mg2+ for the salt
quality K1 (50% and 70%) were achieved at F: S 1:42.2 and for the salt quality K3 (70% and 95%) were achieved at F:S 1:46.4.
It can be seen that the hydro extraction technology has a prospect for further development.

Keywords : central composite design, hydro extraction, industrial salt, NaCl, traditional salt

Semarang, 18 Mei 2017 23


[BI 10]
PENGARUH KUALITAS KADAR AIR DAN KADAR ABU TERHADAP POTENSI PEMANFAATAN DAN
PRODUKSI GELATIN DARI LIMBAH AYAM DAN LIMBAH IKAN

Effect of Moisture Content and Ash Content Quality to Utilization and


Production Potential of Gelatin from Chicken and Fish Waste

Idi Amin
Dosen Jurusan Teknik Kimia Mineral, Politeknik ATI Makassar
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri, Kementerian Perindustrian RI.
Jl. Sunu No. 220, Makassar 60236
E-mail: idiamin_atimmks@yahoo.co.id

Abstrak

Umat Islam di Indonesia saat ini sangat membutuhkan produk gelatin halal, disebabkan sebagian besar gelatin yang berada
di pasaran berasal dari produk impor komponen babi. Oleh karena itu diperlukan sumber gelatin halal yang berkualitas baik.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas kadar air dan kadar abu terhadap potensi pemanfaatan dan
produksi gelatin yang berasal dari tulang ayam broiler, kulit kaki ayam broiler dan tulang ikan bandeng dengan metode
ektraksi. Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar air gelatin kulit kaki ayam 12,65% lebih tinggi jika dibandingkan dengan
tulang ikan 4,1% dan tulang ayam 6,65%. Nilai kadar air ketiga bahan tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI) maksimal 16% dan Standar The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) maksimum 18%. Nilai kadar
air yang tinggi menunjukkan gelatin telah mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan. Kadar air
sangat mempengaruhi tekstur, cita rasa, dan waktu penyimpanan. Hasil penelitian berikutnya menunjukkan nilai kadar abu
gelatin tulang ayam 2,4075% lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit kaki ayam 2,8538% dan tulang ikan 3,0087%. Nilai
kadar abu ketiga gelatin tersebut memenuhi syarat SNI maksimal 3,25%, namun belum memenuhi standar JECFA maksimum
2%. Nilai kadar abu yang rendah menunjukkan gelatin telah mencapai titik terkecil dari jumlah komponen pengotor anorganik
dan mineral. Kadar abu sangat menentukan baik atau tidaknya proses pengolahan, jenis bahan dan nilai gizi. Berdasarkan
pengaruh kualitas kadar air dan kadar abu maka potensi terbaik dalam pemanfaatan dan produksi gelatin adalah limbah kulit
kaki ayam broiler sebagai sumber alternatif gelatin yang berkualitas baik.

Kata kunci: kadar air, kadar abu, gelatin, limbah ayam, limbah ikan

Abstract

Muslims in Indonesia today is in dire need kosher gelatin products, due in large part on the market gelatin derived from pork
products imported components. Therefore we need a source of good-quality kosher gelatin. This study aimed to analyze the
influence of the quality of water content and ash content of the potential use and the production of gelatine derived from
bone broiler, broiler chicken foot skin and bone fish with extraction method. The results showed the value of the water content
of chicken leg skin gelatin was 12.65% higher when compared with 4.1% of fish bones and chicken bones were 6.65%. The
third water content, these materials must meet the Indonesian National Standard (SNI) for a maximum of 16% and Standards
The Joint FAO / WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) a maximum of 18%. A high water content show gelatin has
reached a point of equilibrium with ambient air humidity. The water content greatly affect the texture, flavor, and storage
time. The results of subsequent studies showed the value of a chicken bone gelatin ash content of 2.4075% lower when
compared with the skin of chicken legs and fish bones 2.8538% 3.0087%. Third ash content value is eligible SNI gelatin
maximum of 3.25%, but it has not yet met the standards of JECFA maximum of 2%. Low ash content value indicates the gelatin
has reached the smallest point of the amount of inorganic impurities and mineral components. The ash content will determine
the good quality whether or not the processing, the type of material and nutritional value. Based on the influence of the quality
of water content and ash content of the best potential in the use and production of gelatin was broiler chicken leg leather
waste as an alternative source of good-quality gelatin.

Keywords: moisture content, ash content, gelatin, chicken waste, fish waste

24 Semarang, 18 Mei 2017


[BI 11]
PERILAKU PRO-LINGKUNGAN SEBAGAI TINDAKAN PENDUKUNG PELAKSANAAN PRODUKSI BERSIH PADA
INDUSTRI KECIL TAHU DI INDONESIA

Pro-Environmental Behavior as A Supporting Action for The Implementation of Cleaner Production on


Tofu Small Industries in Indonesia

Dewi Widiaswati1, Dian Ratna Sawitri2


1Prodi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro
2Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro

E-mail : dewiwidiaswati@gmail.com

Abstrak

Permasalahan lingkungan yang timbul tidak terlepas dari aktivitas manusia, sehingga perilaku pro-lingkungan merupakan
suatu pendekatan yang dapat diadopsi untuk menanggulangi dan atau mencegah berbagai macam permasalahan tersebut.
Perilaku pro-lingkungan secara umum merujuk pada suatu konsep yakni ramah lingkungan. Konsep ramah lingkungan ini
apabila diterapkan pada suatu proses produksi maka akan mengarah pada pendekatan produksi bersih. Tujuan dari studi ini
ialah untuk mengusulkan implementasi perilaku pro-lingkungan sebagai tindakan pendukung produksi bersih pada industri
kecil tahu yang termasuk dalam kategori usaha kecil dan menengah (UKM). Pemahaman pada proses adopsi perilaku pro-
lingkungan sebagai tindakan pendukung pelaksanaan produksi bersih merupakan hal yang penting, karena terkait langsung
dengan adanya pengembangan sumber daya manusia. Penelitian-penelitian terdahulu menjelaskan good house-keeping,
perubahan teknologi dan on-site reuse sebagai strategi-strategi pelaksanaan produksi bersih di UKM. Namun, pengembangan
sumber daya manusia terkait pelaksanaan produksi bersih di UKM melalui adopsi perilaku pro-lingkungan masih kurang
sehingga kami melakukan review literatur untuk merangkum beberapa penelitian yang terkait. Hasilnya yaitu berbagai
macam tindakan dari strategi pelaksanaan produksi bersih sesuai dengan konsep perilaku pro-lingkungan. Oleh sebab itu
diperlukan upaya promosi perilaku pro-lingkungan sebagai tindakan pendukung produksi bersih, khususnya bagi para pelaku
UKM. Hal tersebut dapat dilakukan sebagai salah satu bentuk edukasi non formal sehingga dapat mendorong tercapainya
UKM ramah lingkungan (green SMEs).

Kata Kunci : perilaku pro-lingkungan, produksi bersih, industri kecil tahu, tindakan pendukung, green SMEs

Semarang, 18 Mei 2017 25


[BI 12]
KAJIAN PELUANG PENGEMBANGAN SIMBIOSIS INDUSTRI PERIKANAN
BERBASIS UMKM PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

Rahayu Siwi Dwi Astuti1), Arieyanti Dwi Astuti2) dan Hadiyanto3)


1Program Magister Ilmu Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro
Jl. Imam Bardjo, SH No. 5 Semarang 50244
2,3Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Jl. Prof. Soedarto, SH Tembalang, Semarang 50271


siwidwiastuti@gmail.com

Abstrak

Pengembangan simbiosis industri merupakan suatu usaha mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan industri. Dalam
simbiosis industri, beberapa industri berkolaborasi membentuk suatu sistem gelung (loop) tertutup dimana terjadi
pertukaran materi ataupun energi yang saling menguntungkan. Kolaborasi dapat juga berupa kerjasama dalam pengelolaan
limbah. Sistem ini dapat memberikan keuntungan dalam hal optimasi pemanfaatan sumber daya alam, meminimasi emisi,
penghematan energi tak terbarukan, mendapatkan nilai tambah by-product dan efisiensi pengolahan limbah. Beberapa
sistem berbasis industri besar seperti industri pembangkit listrik telah berhasil mengimplementasikan sistem ini. Apakah
sistem ini juga dapat diimplementasikan pada UMKM perikanan? Beberapa hal perlu diperhatikan dalam membangun
simbiosis industri termasuk pada lingkungan industri mikro, kecil dan menengah, diantaranya analisis potensi dampak
lingkungan yang ditimbulkan, aliran materi dan energi, teknologi yang digunakan serta letak geografis industri-industri yang
hendak dilibatkan. Artikel ini bertujuan membahas bagaimana pengembangan simbiosis industri pada UMKM perikanan
dapat dilakukan berdasarkan studi pustaka terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan.

Kata kunci: simbiosis industri, UMKM perikanan, dampak lingkungan

26 Semarang, 18 Mei 2017


[BII 1]
PENERAPAN METODE SUSTAINABLE CONSUMPTION AND PRODUCTION (SCP)
PADA INDUSTRI GULA

Implementation of Sustainable Consumption and Production (SCP) Method in Cane Sugar Industry

Arieyanti Dwi Astuti1,3, Rahayu Siwi Dwi Astuti1 dan Hadiyanto1,2


1Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro
Jalan Imam Bardjo, S.H. Nomor 5 Semarang - 50241
2Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Jalan Prof. Soedharto, S.H. Tembalang, Semarang 50271


3Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pati

Jalan Raya Pati-Kudus Km.4 Pati - 59163


E-mail : ariey_antik@yahoo.com

Abstrak

Keberadaan suatu industri merupakan bentuk manifestasi upaya manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Salah
satunya adalah industri gula, yang merupakan industri dengan produk akhir berupa gula pasir. Komoditas gula sangat penting
untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia, sehingga industri gula dituntut untuk lebih kompetitif dan efisien terutama
dalam hal penggunaan sumber daya alam dan energi demi mencapai industri yang berkelanjutan. Salah satu pendekatan yang
dapat digunakan untuk mencapai tujuan itu adalah melalui Sustainable Consumption and Production (SCP). Pendekatan SCP
ini merupakan hasil pengembangan dari pendekatan Produksi Bersih (Cleaner Production) yang sudah terlebih dahulu dikenal.
Pada industri gula, SCP ini sudah diterapkan pada beberapa tahapan proses produksi. Pendekatan SCP ini menitikberatkan
pada keseimbangan konsumsi dan produksi secara berkelanjutan, yaitu meminimalisir penggunaan sumber daya alam, bahan
beracun dan emisi limbah selama siklus hidup suatu produk agar tidak membahayakan generasi mendatang. Artikel ini
bertujuan untuk mendeskripsikan unsur-unsur utama dari sustainability dan isu-isu keberlanjutan yang umumnya dihadapi
industri gula serta potensi penggunaan SCP pada industri tersebut. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari
literatur review.

Kata Kunci: industri gula, industri berkelanjutan, sustainable consumption and production

Abstract

The existence of an industry is a form of manifestation of human effort in fulfilling their needs. One of them is the sugar
industry, which is the industry with the end product in the form of sugar. Because of the importance of this commodity in the
fulfillment of human needs, the sugar industry is required to be more competitive and efficient, especially in the use of natural
resources and energy that is expected to achieve a sustainable industry. One approach that can be used to achieve that
objective is Sustainable Consumption and Production (SCP). SCP approach is a result of the development of approaches CP
(Cleaner Production) which are already known. In the sugar industry, the SCP has been applied in several stages of the
production process. SCP approach focuses on the balance of consumption and production in a sustainable manner, ie
minimizing the use of natural resources, toxic materials and waste emissions during the life cycle of a product that does not
endanger future generations. This article aims to describe the main elements of sustainability and the major sustainability
issues facing sugar industry as well as the potency of SCP application for this industry. The data used is secondary data from
the literature review.

Keywords: sugar industry, sustainable consumption and production, sustainable industry

Semarang, 18 Mei 2017 27


[BII 2]
PENGARUH MORDAN AKHIR PADA PENCELUPAN KAIN BATIK KATUN
DENGAN EKSTRAK KULIT KAYU RAMBUTAN

Dwi Suheryanto
Balai Besar Kerajinan dan Batik
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian Perindustrian RI
Jl. Kusumanegara 7 Yogyakarta 55166. Telp.(0274) 546111 Fax (0274) 543582
E-mail:pringgading04@yahoo.com

Abstrak

Ektrak kulit kayu rambutan adalah jenis zat warna alam (zwa) yang diperoleh dari hasil perebusan kulit kayu pohon rambutan.
Hasil celupan pada kain batik katun memberikan arah warna kuning kecoklatan. Faktor kelemahannya yaitu kualitas
ketahanan luntur warna dan intesitas (ketuaan) warna yang relatif kurang baik. Penggunaan larutan mordan akhir, yaitu
larutan kapur dan tunjung salah satu alternatif untuk menanggulangi masalah tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan konsentrasi larutan mordan akhir pada proses mordan akhi terhadap
kualitas kain batik katun yang dicelup dengan ekstrak kayu rambutan. Bahan yang digunakan adalah kain katun primisima
yang telah dibatik dan dicelup dengan ekstrak kayu rambutan. Kemudian dilanjutkan pengerjaan pada larutan mordan akhir
air kapur dengan ratio kosentrasi masing-masing 20 g/l, 35 g/l dan 50 g/l sebagai variabel bebas dan variabel terikat yaitu
intensitas warna dan ketahanan luntur warna terhadap pencucian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
nyata pada penggunaan konsentrasi larutan kapur 20 g/l, 35 g/l, dan 50 g/l terhadap intensitas warna kain batik katun yang
dicelup dengan ekstrak kayu rambutan. Hal ini terbukti kain batik katun yang dimordan akhi dengan larutan kapur 20 g/l, 35
g/l dan 50 g/l menghasilkan intensitas warna yang berbeda dengan kain batik katun yang tidak dimordan akhi. Tidak ada
pengaruh yang nyata pada penggunaan konsentrasi larutan kapur 20 g/l, 35 g/l dan 50 g/l terhadap ketahanan luntur warna
terhadap pencucian, Kain batik katun yang dimordan akhi dengan larutan kapur 50 g/l menghasilkan intensitas warna lebih
baik, bila dibandingkan dengan kain batik katun yang dimordan akhi dengan larutan kapur 20 g/l dan 35 g/l.

Kata kunci: ekstrak kayu rambutan, kain katun batik, mordan akhir

28 Semarang, 18 Mei 2017


[BII 3]
PENERAPAN EKOWISATA SEBAGAI GREEN INDUSTRY DALAM PENGEMBANGAN PARIWISATA
DI TAMAN NASIONAL MANUSELA

Jumrin Said1), Maryono2,3)


1Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang
2 Staf pengajar di Perecanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang
3 Staf pengajar Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang

E-mail : jumrin46@gmail.com

Abstrak

Konsep ekowisata sebagai green industry merupakan bentuk pariwisata yang mengedepankan kelestarian dan kualitas objek
dan daya tarik alam, serta dapat menggerakkan perekonomian masyarakat lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sejauhmana dukungan kebijakan penerapan ekowisata dalam pengelolaan taman nasional manusela (TNM). implementasi
konsep tersebut secara eksplisit telah diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 41 tahun 1999 dan UU Nomor 5
tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam pengelolaannya, TNM telah menyusun
dan ditetapkan Zonasi Kawasan No.134/IV-Set/2013 berpedoman pada Permenhut P.56 tahun 2006 tentang pedoman zonasi
taman nasional sebagai dasar pengelolaan ruang didalam kawasan yang terbagi dalam zona inti, zona rimba, zona
pemanfaatan, zona tradisional, zona rehabilitasi dan zona khusus. Aktifitas wisata telah diakomodir di zona pemanfaatan
yang ditentukan melalui identifkasi potensi wisata yang ada di kawasan tersebut. Untuk mendukung pengembangan usaha
ekowista baik berupa jasa dan sarana wisata alam, lembaga ini juga telah menyusun Desain Tapak pengelolaan pariwisata
alam zona pemanfaatan TNM yang berpedoman pada Permenhut P.48 tahun 2010 dan Perdirjen PHKA nomor P.3 tahun
2011. Hal ini menunjukkan dukungan kebijakan dalam implementasi kegiatan ekowisata sebagai green industry, telah
diakomodir dan dilakukan dalam pengelolaan TNM dan tentunya kegiatan pariwisata yang berkelanjutan membutuhkan
dukungan dari semua stakeholder, agar pengembangan objek daya tarik wisata selalu dilakukan dengan mempertimbangkan
aspek ekologis, sosial budaya dan ekonomi masyarakat.

Kata kunci : ekowisata, green industry, taman nasional.

Abstract

Ecoutourism Concepts considered as green industry is a form of tourism that gives priority to the sustainabilty and the quality
of nature tourism objects and attractions, and then increases the local communitys economy. The purpose of this research is
to find out how far the supporting of the ecotourism application policy on Manusela National Park management. The
implementation of the concepts has been stated explicitly on UU (Forestry Law) no.41 year 1999 and UU no.5 year 1990 about
conservation of biological matural resources and its ecosystem. In the management of its park, Manusela NP has designed
and made the regulation about Zoning Area No. 134/IV-Set/2013 based on Permenhut (Ministerial decree) P.56 year 2006
about The guidlines of National Park zoning as the basic of space management in the conservation area that divided into core
zone, wilderness zone,use zone,rehabilitation use zone, traditional use zone and special use zone. Tourism activities have been
accomodated in use zone which has been decided by tourism potential identification in that area. For supporting the
development of ecotourism bussiness in ecotourism services and ecotourism facilities, this park has designed the document of
Design of nature tourism management site at use zone of Manusela NP in accordance to Permenhut P.48 year 2010 and
Decree of Directorat General forest protection and nature conservation (Perdirjen PHKA) number P.3 year 2011. It showed the
supporting of the policy in the implementation of ecotourism activities as green industry, has been accomodated and done in
Manusela NP management, and of course this sustainable tourism activities needs more supporting from all stakeholder so
that the development of nature tourism objects and attractions always be done in consideration of aspects of ecology, social
culture, and social economy.

Key words : ecotourism, green industry, national park

Semarang, 18 Mei 2017 29


[BII 4]
ANALISIS PERILAKU KONSUMTIF RUMAH TANGGA SEBAGAI
PENYUMBANG SAMPAH PADAT DENGAN PENDEKATAN SYSTEM THINKING

Household Consumer Behaviour Analysis as a Solid Waste Contributor Using System Thinking Approach

Yuli Dwi Astanti1) dan Dian Hudawan Santoso2)


1Program Studi Teknik Industri UPN Veteran Yogyakarta
2Program Studi Teknik Lingkungan UPN Veteran Yogyakarta

Email : yuli.upnyk@yahoo.com

Abstrak

Rumah tangga (keluarga) merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar dari terbentuknya organisasi yang
mempunyai cakupan lebih besar. Sebagian besar aktifitas manusia dilakukan didalam rumah, dan setiap aktifitas manusia
pasti menghasilkan limbah. Salah satu limbah yang dihasilkan adalah limbah padat. Besarnya kuantitas limbah padat yang
dihasilkan oleh rumah tangga bervariasi sesuai dengan tingkat kebutuhan dan konsumsi anggota keluarga. Tingkat konsumsi
masing-masing rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti status sosial, tingkat pendapatan, jumlah anggota
keluarga, dan berbagai faktor lain yang kompleks. Penelitian ini berusaha untuk menganalisis permasalahan tersebut dengan
pendekatan System Thinking. System Thinking mampu menggambarkan bagaimana hubungan/keterkaitan antar berbagai
viariabel yang menyebabkan penumpukan sampah padat pada rumah tangga, serta penanganannya. Hasil yang diperoleh
adalah sebuah model Causal Loop Diagram (CLD) yang dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya strategis menyelesaikan
permasalahan sampah padat rumah tangga sehingga tidak mencemari lingkungan.

Kata Kunci : sampah padat, rumah tangga, perilaku konsumtif, system thinking

Abstract

Family is the smallest organizational unit that becomes the basis of the larger organizations. Most of human activity is inside
in the house, and every human activity must be produce waste. One of the waste generated is solid waste. The quantity of
solid waste produced by households varies according to the level of needs and consumption of family members. The level of
consumption of each household is influenced by various factors, such as social status, income level, number of family members,
and other complex factors. This research tries to analyze the problem using System Thinking approach. System Thingking is
able to describe the relationship between the various variables that cause the build up of solid waste in the household. The
result obtained is a model of Causal Loop Diagram (CLD) which functioned as a strategic effort in order to solve the problem
of household solid waste.

Keywords : solid waste, household, consumption, system thinking

30 Semarang, 18 Mei 2017


[BII 5]
HIPOTESIS ENVIRONMENTAL KUZNETS CURVE: SEBUAH PANDANGAN HUBUNGAN ANTARA
PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN KUALITAS LINGKUNGAN

Environmental Kuznets Curve Hypothesis: A View of The Relationship between


Economic Growth and Environmental Quality

Citrasmara Galuh Nuansa1 dan Wahyu Widodo2


1Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro
2Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro

Email : galuh.citra@gmail.com

Abstrak

Aktivitas ekonomi, baik proses produksi maupun konsumsi, tidak dapat dipisahkan dari lingkungan. Oleh sebab itu, aktivitas
ekonomi yang merupakan komponen utama pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan.
Hubungan empiris antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan telah lama menjadi perdebatan fundamental dalam
ekonomi lingkungan. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan hubungan pertumbuhan ekonomi
terhadap kualitas lingkungan. Penelitian tersebut menguji hipotesis Environmental Kuznets Curve (EKC). Dalam makalah ini
akan menjelaskan hipotesis Environmental Kuznets Curve (EKC) berdasarkan literatur dan penelitian-penelitian terdahulu
dengan menggunakan metode deskriptif. Hipotesis EKC menggambarkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan
degradasi lingkungan yang membentuk kurva U-terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas lingkungan akan menurun
seiiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara, lalu sampai pada suatu titik tertentu kualitas lingkungan
akan berangsur-angsur membaik. Namun demikian, hipotesis ini tidak selalu terbukti, karena tiap negara memiliki
karakterisitik pembangunan yang berbeda-beda.

Kata Kunci : Environmental Kuznets Curve, pertumbuhan ekonomi, kualitas lingkungan

Abstract

Economic activity, both production and consumption process, can not be separated from the environment. Therefore,
economic activity is a major component of economic growth will affect the quality of the environment. The empirical
relationship between economic growth and environmental quality has long been a fundamental debate in the economic
environment. Many studies have been conducted to determine the effect and the relationship of economic growth on
environmental quality. The study tested the hypothesis Environmental Kuznets Curve (EKC). In this paper will explain the
hypothesis Environmental Kuznets Curve (EKC) based on the literature and previous studies by using descriptive method. EKC
hypothesis describes the relationship between economic growth and environmental degradation form inverted U-shape curve.
This indicates that the quality of the environment will decrease with rising economic growth of a country, and then reached a
certain point the quality of the environment will be gradually improved. However, this hypothesis is not always evident, since
each country has the characteristics of different development.

Keywords : Environmental Kuznets Curve, economic growth, environmental quality

Semarang, 18 Mei 2017 31


[BII 6]
PEMURNIAN ASAP CAIR DARI LIMBAH KAYU ULIN
(EUXIDERXYLON ZWAGERI) PADA PIROLISIS SUHU RENDAH

Purification of Liquid Smoke from Ulin Wood Waste


(Euxiderxylon Zwageri) at Low Temperature Pyrolysis

Evy Setiawati
Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru
Program Doktor Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Email : evy.kemenperin@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini memproduksi asap cair pada pirolisis suhu rendah agar dapat secara komersial diterapkan oleh industri kecil.
Kandungan asap cair dapat berbeda-beda, tergantung pada jenis, kadar air dan suhu pirolisis dari bahan organik yang
digunakan. Komponen yang terkandung dalam asap cair dapat dipisahkan dengan berbagai metode berdasarkan keasaman,
polaritas, dan volatilitas yang disebut sebagai pemurnian. Pemurnian sering digunakan untuk tujuan produksi pangan atau
produk pertanian. Salah satu komponen berbahaya diperoleh dalam asap cair Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH). PAH
dapat dimurnikan dari cairan asap cair dengan pengendapan selama 24 jam atau dengan distilasi. Penelitian ini bertujuan
untuk memurnikan asap cair dari limbah kayu ulin yang dihasilkan pada suhu pirolisis rendah dengan berbagai suhu distilasi.
Asap cair yang dihasilkan dalam penelitian ini disuling berulang kali berdasarkan titik didih dan dimurnikan menggunakan
zeolit sebagai adsorben. Pirolisis limbah kayu ulin dilakukan pada suhu 180C. Distilasi dilakukan pada suhu x1000C,
100<x1100C, dan 110<x1200C. Asap cair diredistilasi dengan suhu 1000C. Asap cair dimurnikan kembali menggunakan zeolit.
Asap cair kemudian diuji sifat kimia dan fisik. Asap cair murni bersifat tidak berwarna, transparan, tidak berbau, pH 2,9-3,5,
berat jenis 1,001-1,006 gr/mL, dan total asam tertitrasi 29,85-49,38% dengan komponen aktif yang utama 2-metoxyphenol
(mequinol). Bahan aktif yang terkandung dalam asap cair ini dapat dimanfaatkan sebagai obat alami dermatitis pada kulit.
Asap cair hasil penelitian ini memenuhi standar Jepang asap cair, yang mengandung unsur alkohol, karboksilat, dan aldehid.

Kata Kunci : pemurnian, limbah kayu ulin, distilasi, zeolit

Abstract

This research produced liquid smoke at low temperature pyrolisis in order can be commercially practiced by small industries.
The compounds content in the liquid smoke may differ depending on the type, moisture content and temperature pyrolysis of
organic materials used. Components contained in the liquid smoke can be separated by a various methods based on the
acidity, polarity, and volatility called purification. Purification is frequently used for the purpose of food production or
agricultural products. One of the hazardous component obtained in liquid smoke is Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH).
PAH can be purified from the liquid by precipitation for 24 hours or by distillation. The research aim was to purify the liquid
smoke from ulin wood waste produced at low pyrolysis temperature with various distillation temperature. The liquid smoke
resulted in this research was distilled repeatedly based on boiling point and purified using zeolite as adsorbent. The pyrolysis
of ulin wood waste was done at 180C. Three kinds of distillation temperatures were at x1000C, 100<x1100C, and 110<x
1200C. The liquid was redistilled at 1000C. Redistilled liquid smoke was repurified using zeolite then was tested the chemical
and physical properties. The pure liquid smoke was colorless, transparent, odourless, pH 2.9 to 3.5, specific gravity 1.001 to
1.006 gr/mL, and total of titrated acid 29.85 to 49.38 % with main component 2-metoxyphenol (mequinol). The active
ingredient contained in this liquid smoke can be used as a herbal medicine for skin dermatitis. Liquid smoke resulted from this
research fulfilled the Japans standards of liquid smoke which contained alcohol, carboxylic, and aldehyde.

Keywords : purification, ulin wood waste, distillation, zeolite

32 Semarang, 18 Mei 2017


[BII 7]
IMPLEMENTASI LIFE CYCLE ASSESSMENT DAN CLEANER PRODUCTION UNTUK MENILAI DAN
MEMINIMASI DAMPAK LINGKUNGAN PADA INDUSTRI

Marudut Sirait
Universities Brawijaya

Abstrak

Tujuan dan maksud paper ini adalah untuk memberikan kajian atau studi tentang suatu pendekatan dalam melakukan
penilaian potensi dampak lingkungan secara komprehensife dan bagaimana strategi mengurangi dampakanya khususnya
pada industry manufaktur maupun industri jasa. Pendekatan yang akan dikaji adalah Life Cycle Assessment, suatu tool yang
banyak digunakan untuk menilai dan mengevaluasi potensi dampak lingkungan secara menyeluruh (Cradle to Grave), mulai
dari proses penambangan material, proses pengolahan material, proses produksi , perakitan, distribusi dan transportasi, dan
sampai akhir hidup produk tersebut. Dengan bantuan Software Simapro, LCA akan dapat mengidentifikasi potensi dampak
lingkungan pada setiap daur hidup produk/jasa dari yang terbesar sampai paling yang terkecil. Selanjutnya, untuk meminimasi
potensi dampak lingkungan pada industri berdasarkan hasil dari perhitungan LCA, maka strategi mitigasi perlu dilaksanan.
Salah satu strategi mitigasi yang akan dikaji adalah dengan paradikma yang baru seperti Cleaner Production (CP) atau sering
dimaknai dengan produksi bersih. Pendekatan CP bertujuan untuk mengurangi potensi dampak lingkungan dengan
pendekatan berikut ini: Product modification, Input substitution, technology modification, reuse/recycling, and good house
keeping. Dengan implemantasi LCA dan CP ini diharapkan dapat membantu industri maupun para peneliti untuk melakukan
penilaian potensi dampak lingkungan dan kemudian dapat mengunakan strategi yang tepat untuk mengurangi dampak
tersebut.Untuk memacu para pegiat industri untuk menerapkan Cp,Oleh karena itu pemerintah atau regulator perlu
memberikan insentif seperti pemotongan pajak kepada industri yang mengimplementasikan CP. Pada akhirnya tujuan dari
kajian ini adalah untuk memberikan pencerahan pada pelaku industri dan juga mendorong mereka menjadi industri hijau dan
yang ramah lingkungan.

Kata Kunci : life cycle assessment, cleaner production, potensi dampak lingkungan, industry

Semarang, 18 Mei 2017 33


[BII 8]
FERMENTASI LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) UNTUK MEMPRODUKSI XILITOL
MENGGUNAKAN OMPHALINA SP DAN CANDIDA TROPICALIS

Rame dan Muryati


Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Semarang
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang

Abstrak

Efisiensi fermentasi xilitol masih rendah dimana rendemen produksi xilitol yang dihasilkan relatif kecil. Peningkatan rendemen
xilitol dapat dilakukan dengan pretreatment, delignifikasi dan hidrolisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rendemen
xilitol melalui proses pretreatment, delignifikasi oleh Omphalina sp, dan hidrolisis asam, serta pembentukan xilitol oleh
Candida tropicalis dari limbah TKKS. Tahapan penelitian yang dilakukan mencakup penentuan kadar xilosa awal, delignifikasi
oleh Omphalina sp dan penambahan TKKS ke dalam hidrolisis dengan rasio sebesar 1:3, 1:4, 1:6 dan 1:12, serta pembentukan
xilitol oleh Candida tropicalis. Parameter proses yang diamati meliputi biomassa, Omphalina sp, xilosa, Candida tropicalis,
xilitol, dan rendemen xilitol. Analisis yang dilakukan meliputi berat kering sel diukur dengan metode gravimetri dan
penentuan kadar xilosa dan xilitol menggunakan HPLC. Rendemen xilosa tertinggi dicapai pada substrat limbah TKKS
sebanyak 240 gram dan Omphalina sp pada medium PDB 100 mL. Candida tropicalis yang ditumbuhkan pada substrat limbah
TKKS sebanyak 240 gram dengan kandungan xilosa 2 mL dapat menghasilkan xilitol dengan rendemen fermentasi xilitol
sebesar 30,50%.

Kata Kunci : fermentasi, TKKS, Omphalina sp, Candida tropicalis, xilitol

34 Semarang, 18 Mei 2017


[BII 9]
DAUR ULANG LIMBAH CAIR IKM GARAM BERYODIUM DI UNIT PENCUCIAN GARAM BAHAN BAKU

Marihati dan Nilawati


Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang

Abstrak

Pencucian garam bahan baku merupakan proses awal dari rangkaian proses produksi garam beryodium dengan menggunakan
larutan garam 20 250 Be sebagai bahan pencucinya agar kadar NaCl memenuhi syarat SNI 4335 2010 (NaCl minimum
94,5%) .Pada saat larutan garam telah > 250 Be maka sebagian harus dibuang sebagai limbah cair dan diganti dengan air
untuk mempertahankan konsentrasi 20 250 Be yang volumenya sekitar 1,5 m3 atau setara 500 Kg garam/ 10 ton garam
yang dicuci. Komponen terbesar dalam limbah cair adalah NaCl dan sebagian lagi terdiri dari MgSO4, MgCl2 dan CaSO4 yang
merupakan impuritas dari garam. Pemurnian limbah cair dilakukan secara kimiawi dengan menambahkan NaOH dan Na2CO3
untuk mengikat senyawa Mg dan Ca dalam bentuk endapan Mg(OH)2, Mg2CO3 dan CaCO3 Pencucian garam bahan baku di
industri dengan kadar NaCl 82,4% dilakukan secara bertingkat. Penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu variabel pertama,
jenis larutan pencuci melipiti limbah cair yang dimurnikan dan limbah cair tanpa pemurnian. Variabel kedua, perbandingan
garam yang dicuci : larutan pencuci yaitu 1 : 2;1 : 3;1 : 4. Kondisi larutan pencuci awal dijaga tetap 230 Be dan waktu
pencucian 4 36. Kondisi terbaik pencucian garam menggunakan limbah cair yang dimurnikan diperoleh pada perlakuan 1:
3 dengan NaCl 96,60% dan kehilangan berat garam 23,96%. Sedangkan pada perlakuan tanpa pemurnian diperoleh pada
perbandingan 1 : 4 dengan kadar NaCl 94,20% dan kehilangan berat garam 24,99% . Perlakuan yang dimurnikan dapat
menghasilkan garam yang memenuhi syarat SNI 4335 2010, sedangkan yang tidak dimurnikan belum memenuhi
persyaratan SNI.

Kata kunci : daur ulang, limbah cair garam, pemurnian

Semarang, 18 Mei 2017 35


[BII 10]
EKSTRAK KULIT DAN BIJI TERUNG BELANDA (Solanum betaceum) SEBAGAI ZAT WARNA PADA PROSES
PENCELUPAN SUTERA DAN ANALISA SISA CELUPNYA

Octianne Djamaludin, Ika Natalia M, Hanny Harnirat K


Politeknik STTT Bandung

Abstrak

Penggunaan zat warna sintetis dapat berbahaya karena di dalamnya terkandung sifat korsinogen. Alternatif untuk
menanggulangi masalah tersebut adalah dengan menggunakan zat warna alam, yaitu zat warna yang berbahan baku dari
bahan yang terbarukan, dapat diproduksi di dalam negeri, tidak berbahaya bagi kesehatan, dan warna yang di peroleh lebih
beragam. Kualitas zat warna alam tidak kalah dengan zat warna sintetis, sehingga memberi tampilan yang lebih menarik,
mewah, dan natural. Penggunaan zat warna alam dalam aplikasi tekstil tidak berarti bahwa limbah yang dihasilkan dari
proses pewarnaannya aman bagi lingkungan. Hal itu disebabkan penggunaan berbagai senyawa kimia digunakan pada proses
ekstraksi hingga proses pencelupannya. Umumnya, proses ekstraksi menggunakan pelarut organik dan pada proses
pencelupannya menggunakan bahan kimia sebagai zat pembantu tekstil. Pada penelitian ini mengekstrak biji dan kulit terung
belanda sebagai upaya pemanfaatan limbah dan ditentukan teknik ekstraksi yang ramah lingkungan. Percobaan ini
menentukan konsentrasi optimum dari berbagai konsentrasi garam logam dalam proses fiksasi hasil celup sebagai upaya
minimalisasi penggunaan garam logam dalam proses pencelupan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan variasi
jenis garam logam pada proses fiksasi ekstrak pada sutera dapat merubah arah warna hasil celup, dengan variasi warna merah
jambu (tawas), abu-abu (ferro sulfat), dan kuning (kalium dikromat). Hasil tahan luntur warna pada proses pencelupan paling
baik saat menggunakan kalium dikromat 1,5 g/l sebagai mordan, dengan nilai tahan luntur cuci 4 dan tahan luntur warna
gosok (basah/kering) 4/5. Hasil uji sisa celup menunjukkan semakin tinggi konsentrasi zat pemfiksasi maka semakin tinggi
nilai COD dan sisa logam tidak berbeda secara signifikan.

Kata Kunci : zat warna alam, terung belanda, pencelupan

36 Semarang, 18 Mei 2017


[BII 11]
PENGARUH KONSENTRASI KERINGAT SINTETIS TERHADAP HASIL CELUPAN KAIN BATIK KATUN DENGAN
EKSTRAK SABUT KELAPA

Dwi Suheryanto
Balai Besar Kerajinan dan Batik
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian Perindustrian RI
Jl. Kusumanegara 7 Yogyakarta 55166. Telp.(0274) 546111 Fax (0274) 543582
E-mail:pringgading04@yahoo.com

Abstrak

Kain batik yang beredar di pasaran memiliki kualitas ketahanan luntur warna yang bervariasi, ada jenis batik yang warnanya
tidak berubah meskipun terkena keringat, akan tetapi sering terjadi adanya perubahan warna pada bagian-bagian tertentu
terutama pemakai yang banyak memproduksi keringat, sehingga dapat mempengaruhi masa pakai dan tampilan berbusana
seseorang. Permasalahan ini menunjukkan bahwa keringat dapat mempengaruhi zat warna pada kain batik katun. Penelitian
ini bertujuan meningkatkan kualitas kain batik, melalui peningkatan ketahanan warna hasil celupan kain batik katun
menggunakan ekstrak sabut kelapa terhadap keringat sintetis. Variasi penggunaan konsentrasi keringat sintetis, yaitu 500
cc/l, 1000 cc/l, dan 1500 cc/l. Bahan utama yang digunakan meliputi kain batik katun primisima, serat sabut kelapa, keringat
sintetis yang bersifat dan asam. Prosedutnya meliputi, contoh uji kain katun dimordan awal dengan tawas 20 g/l, kain
dikeringkan kemudian dicap dengan canting cap, pembuatan larutan ekstrak zat warna sabut kelapa (1:8), kemudian contoh
uji dicelup dengan larutan ekstrak sabut kelapa, dan dikerjakan mordan akhir dengan larutan tunjung (fero sulfat) 40 g/l.
Selanjutnya contoh uji hasil celupan dikerjakan pada larutan keringat sintetis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan keringat sintetis dengan konsentrasi 500 cc/l, 1000 cc/l dan 1500 cc/l, dapat merubah warna kain batik katun
yang dicelup dengan larutan ekstrak sabut kelapa, dengan F hitung= 12,5 > F tabel = 5,66, hipotesis tersebut menyatakan
bahwa ada perbedaan perubahan warna kain batik katun yang dicelup dengan ekstrak sabut kelapa.

Kata kunci : keringat sintetis, kain batik katun, perubahan warna, sabut kelapa

Semarang, 18 Mei 2017 37


[BII 12]
ANALISIS HOME INDUSTRI MEBEL DARI SEGI KOMODITAS DAN PEMANFAATAN LIMBAH (STUDY KASUS PADA
4 HOME INDUSTRI MEBEL DI SAMARINDA SEBERANG)

Ita Merni Patulak


Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
E-mail: mernivania@gmail.com

Abstrak

Ita Merni Patulak, 2017. Analisis Home Industri Mebel Olahan Dari Segi Komoditas Dan Pemanfaatan Limbah (Study Kasus
Pada 4 Home Industri Mebel Di Samarinda Seberang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil home industri
mebel di Samarinda, mendapatkan data komoditas barang jadi dan mengetahui proses pemasaran dari home industri
tersebut, serta pemanfaatan dari limbah yang dihasilkan dari proses produksinya. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan
survey langsung ke tempat usaha yang dalam hal ini dilakukan studi kasus pada empat (4) home industri mebel yang ada di
Samarinda pada Tahun 2015. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, untuk
memperoleh data yang mendalam dari subyek penelitian dengan memakai catatan-catatan, dokumentasi foto, arsip, dan
rekaman wawancara. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke 4
home industri tersebut berada di Samarinda Seberang, hal ini dikarenakan bahan baku kayu lebih mudah diperoleh dari
perusahaan-perusahaan kayu gergajian yang ada di hilir Sungai Mahakam. Untuk komoditas barang jadi yang diperdagangkan
cukup banyak seperti kusen, daun jendela, pintu, lemari, meja, kursi, bahkan nisan atau batur. Mereka memproduksi ada
yang sesuai pesanan namun ada juga yang memproduksi tanpa menunggu pesanan dari konsumen. Limbah yang dihasilkan
berupa serbuk dan sebetan dibeli oleh masyarakat sekitar dan juga oleh pelanggan dari Samboja untuk dipergunakan sebagai
bahan bakar pada pemanas ayam broiler.

Kata kunci: home industri mebel, komoditas, limbah

38 Semarang, 18 Mei 2017


[BII 13]
KINETIKA DEGRADASI ANTOSIANIN PADA STROBERI

Degradation Kinetics of Anthocyanins from Strawberry

H. Maria Inggrid, Wilson Tianusa, Yansen Hartanto


Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Ciumbuleuit No. 94, Bandung 40141, Indonesia
E-mail: Wilson.tianusa@gmail.com

Abstrak

Stroberi banyak dikonsumsi langsung ataupun diolah menjadi selai, sirup, dan manisan. Pemanfaatan stroberi sebagai zat
warna merah alami masih sedikit, dikarenakan sifat zat warna antosianin yang rentan terdegradasi. Faktor yang menyebabkan
degradasi dari senyawa antosianin yaitu pH, suhu, cahaya dan senyawa kimia, degradasi dari antosianin akan merubah warna
dari senyawa antosianin. Nilai energi aktivasi (Ea) dari reaksi degradasi antosianin dapat ditentukan menggunakan model
Arrhenius. Data degradasi antosianin (Ea, dan k) akan digunakan untuk meprediksi kadar antosianin yang terdapat pada
stroberi. Antosianin diperoleh dengan ekstraksi padat cair dengan pelarut etanol 70% yang diasamkan dengan HCl encer.
Ekstrak diatur pH (3,7,10) dan suhu (45C,60C,75C) masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa
antosianin paling stabil pada pH 3 dengan suhu 45C, dengan konstanta degradasi sebesar 3,6.10-6 mol L-1 s-1.

Kata Kunci: stroberi, antosianin, arrhenius model, energi aktivasi

Abstract

Strawberries mainly consumed as fresh fruit or processed form such as jam, syrup or sweet. Using strawberries as red natural
colorants faces several drawbacks, because the properties of anthocyanin that is readily degraded. Degradation of
anthocyanin are affected by several factors, such as pH, temperature, presence of light and chemicals, degradaded
anthocyanins has lower color intensity. Using Arrhenius model, one can calculate the activation energy of degradation
reaction. Activation energy and rate constants of anthocyanin degradation can be used to predict the amount of anthocyanins
in strawberry. Anthocyanin was extracted from strawberries with leaching process, using ethanol 70% acidified with dilute
HCl as solvent. Extract was set at pH (3,7,10) and temperature (45C,60C,75C) each. Activation energy of anthocyanin as
follow at different pH 3,7,10 are 47,86 kJ/mol, 25.113 kJ/mol and 27.119 kJ/mol. Anthocyanin show the highest stability at
pH=3 and 45C with degradation constant of 3.6 10-6 mol L-1 s-1.

Keywords: strawberries, anthocyanin, arrhenius model, activation energy

Semarang, 18 Mei 2017 39


[C 1]
PENGEMBANGAN MIKROALGA STRAIN LOKAL UNTUK BIOENERGI
BERBASIS BIOREFINERY SYSTEM

Dr. Eko Agus Suyono, M.App.Sc.


Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada
Jalan Teknika Selatan, Sekip Utara, Yogyakarta
E-mail : eko_suyono@ugm.ac.id

Abstrak

Permintaan dunia untuk energi akan terus meningkat. Biofuel generasi ketiga dari mikroalga adalah merupakan alternatif
untuk memenuhi permintaan energi global tersebut. Tidak seperti bahan baku nabati lainnya untuk produksi biodiesel,
mikroalga tidak memerlukan lahan yang besar untuk budidaya, partumbuhan yang cepat dan memiliki kandungan lipid yang
tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan bakar alternatif. Namun demikian, produksi biodiesel menggunakan mikroalga
masih memiliki keterbatasan karena rendahnya biomassa. Produktivitas lipid Chlorella zofingiensis di kolam raceway hanya
mencapai 0,16 mg L-1 hari-1. Untuk meningkatkan biomassa, penggunaan bakteri dalam kultivasi mikroalga adalah sangat
penting. Penelitian- penelitian terbaru mulai berfokus pada sinergi antara kedua organism tesebut. Peran penting dari bakteri
terhadap pertumbuhan mikroalga dalam ko-budidaya adalah sumber utama vitamin karena organism ini dapat mensintesis
vitamin B. Vitamin B merupakan factor penting dalam mendukung pertumbuhan mikroalga. Salah satu strain yang merupakan
simbiosis antara Mikroalga dan bakteri adalah strain Glagah yang diisolasi dari pantai Glagah, Kulonprogro, DI Yogyakarta.
Mikroalga dari konsorsium ini diidentifikasi sebagai Cyclotellapolymorpha, Cylindrospermopsisraciborskii, Golenkiniaradiata,
SyracosphaeraPirus, Corethroncriophilum, Cochliopodiumvestitum, dan Chlamydomonas sp. Sedangkan bakteri penyusunnya
adalah dari genus Corynebacterium, Bacillus, Pediococcus dan Staphylococcus. Produktivitas lipid dari kultur campuran dari
strain Glagah bias mencapai 4 kali lebih tinggi dari kultur tunggal C.zofingiensis sekitar 0,71 mg L-1 hari-1. Budidaya mikroalga-
bakteri dari pantai Glagah dalam memproduksi biodiesel menawarkan berbagai manfaat ekonomi dan lingkungan, sebagai
strategi berkelanjutan untuk menghasilkan biodiesel dari mikroalga, dapat mengurangi biaya produksi (tidak memerlukan
pasokan vitamin B) dan sebagai strategi mitigasi emisi CO2.Untuk mengurangi biaya produksi biofuel dari mikroalga,
seharusnya dilakukan pengembangan berbasis system biorefinery. Biorefinery adalah pengolahan berkelanjutan biomassa
menjadi spectrum produk berbasis bio (makanan, pakan, bahan kimia, bahan) dan bioenergi (biofuel, tenaga dan / atau
panas).

Kata kunci : biodiesel, mikroalga, bakteri, biorefinery

40 Semarang, 18 Mei 2017


[C 2]
PEMANFAATAN TENAGA SURYA SEBAGAI PENYEDIA DAYA
BAGI LAMPU PENERANGAN BUNGA KRISAN

Syafriyudin, S.T., M.T.


Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro
E-mail : dien@akprind.ac.id

Abstrak

Energi terbarukan merupakan solusi dengan biaya yang efektif untuk memenuhi kebutuhan energi dunia. Indonesia
mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari
diseluruh wilayah Indonesia. Dengan berlimpahnya sumber energi surya masih ada, sebagian yang belum dimanfaatkan
secara optimal. Oleh karenanya, PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang harapanya menjadi solusi yang tepat sebagai
energi terbarukan terhadap kelompok Tani khususnya petani bunga krisan. Dengan menggunakan energi terbarukan dari
tenaga surya (matahari), petani tidak dipusingkan dengan daerah yang belum terjangkau listrik. Sebabnya PLTS dapat
ditempatkan dimana saja didaerah terpencil sekalipun yang tersinari cahaya matahari. Hasil dari penelitian pemanfaatan
Tenaga surya sebagai penyedia daya bagi lampu penerangan bunga krisan dapat dikatakan bahwa sistem PLTS yang dibuat
memiliki stabilitas performa yang baik, dengan dibuktikan bahwa setiap dibutuhkan, sistem PLTS selalu dapat melayani daya
yang dibutuhkan oleh beban, serta perbandingan penyinaran untuk penggunaan LED-UV (Ultra Violet) sebagai sumber
cahaya sekaligus sebagai sumber energi bagi krisan untuk tumbuh secara fotosintesis pada fase vegetatif sangat efektif
dibandingankan dengan penggunaan lampu LHE (Lampu Hemat Energi). Hal tersebut mengacu pada standar SNI 4478:2014
mengenai syarat khusus krisan potong, bahwa tanaman bunga krisan dibawah penyinaran LED-UV siap panen denga kelas
mutu AA.

Kata kunci: EBT, PLT Surya, LED-UV (Ultra Violet), Bunga Krisan

Abstract

Renewable energy is cost effective solutions to meet the energy needs of the world. Indonesia has abundant solar energy
sources with solar radiation intensity averaged approximately 4.8 kWh/m2 per day throughout the region of Indonesia. With
an abundance of solar energy sources are still there, some of which has not been utilized optimally. Therefore, PLTS (solar
power plant) which the expectation being the right solution as renewable energy against a group of farmers in particular
farmers Chrysanthemum flower. With the use of renewable energy of solar (Sun), farmers do not mess around with areas that
are not yet affordable electricity. Why PLTS can be placed anywhere in the exposed to sun light. The result of the research of
utilization of solar energy as a power provider for lamp lighting Chrysanthemum flower can be said that the system has made
stability PLTS performance is good, with a proved that every system needed, PLTS can always serve the power required by the
load, as well as a comparison to a very use of LED-UV (Ultra Violet) as a source of light as an energy source for of the
Chrysanthemum in photosynthesis to grow on a very effective vegetative phase of compared with use of LHE lamps (energy
saving Lamps). It refers to a standardized SNI 4401:2014 regarding special conditions cut chrysanthemum, chrysanthemum
plants under that very LED-UV is ready to harvest with the class AA quality.

Keywords: Renewable Energy, Solar Power Plant, LED-UV (Ultra Violet), Chrysanthemum flower

Semarang, 18 Mei 2017 41


[C 3]
ANALISA STUDI KELAYAKAN TEKNIS PADA SISTEM SMART MICROGRID
DI SEKOLAH TINGGI TEKNIK PLN

Heri Suyanto
Sekolah Tinggi Teknik PLN, Jakarta , Indonesia
E-mail : heri.suyanto@yahoo.com

Abstrak

Saat ini pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai sumber pembangkit tenaga listrik semakin meningkat. Penetrasi
sumber Energi Baru Terbarukan secara besar besaran akan sangat berpengaruh pada kualitas dan Keandalan system tenaga
listrik, karena sifat dari sumber Energi Baru Terbarukan yang intermittent, Untuk itu perlu di kembangkan suatu teknologi
yang dapat mengkompensasi intermittent sumber energy tersebut. Teknologi smart grid/microgrid merupakan teknologi
yang mampu mengkompensasi ketidakstabilan dari suplai energy terbarukan kedalam grid dalam skala besar, sehingga akan
meningkatkan keandalan dan efisiensi dari jaringan listrik tersebut. Sebagai pilot project dari sistem smart microgrid yang
direncanakan di Sekolah Tinggi Teknik PLN. Untuk itu di perlu di lakukan studi kelayakan terhadap aplikasi pilot project
tersebut. Dalam Studi kelayakan ini dilakukan pengukuran potensi Energi Baru Terbarukan dan profile beban untuk kemudian
dianlisis kelayakan teknisnya. Penelitian ini menjelaskan tentang analisis dari studi kelayakan tersebut.

Kata Kunci : Smart Microgrid, Energi Baru Terbarukan

Abstract

Nowadays application of new and renewable energy as power plan renewable energy resources as power plant resource more
and more increased. High penetration of renewable energy into the grid will influence the quality and reliability of the
electricity system, due to the intermittent characteristic of renewable energy resources. The smart grid or microgrid
technology has the ability to deal with this intermittent characteristic especially while these renewable energy resources
integrated to grid in large scale, so its can improve the reliability and efficiency of that grid. We plan to implementation of
smart microgrid system at School High Tehnik of PLN as a pilot project. Before the pilot project design, the feasibility study
must be conducted. In this feasibility study, the renewable energy resources and load characteristic at the site will be measure.
Then the technical aspect of this feasibility study will be analyze.This paper explained the analysis of thus feasibility study.

Keywords : Smart Microgrid , Renewable Energy

42 Semarang, 18 Mei 2017


[C 4]
POTENSI DAN PERANAN BATUBARA DALAM SEKTOR INDUSTRI

Isworo Pujotomo
Sekolah Tinggi Teknik PLN Jakarta Indonesia
Gedung PLN, Jl. Lingkar Luar Barat, Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta 11750
E-mail :isworop@yahoo.com

Abstrak

Konsumsi batubara dalam beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan yang sangat pesat. Meningkatnya konsumsi
batubara dunia tidak terlepas dari meningkat pesatnya permintaan energi dunia dimana batubara merupakan pemasok
energi kedua terbesar setelah minyak dengan kontribusi 26%. Peran ini diperkirakan akan meningkat menjadi 29% pada 2030.
Sedangkan kontribusinya sebagai pembangkit listrik diperkirakan juga akan meningkat dari 41% pada 2006 menjadi 46% pada
2030. Meningkatnya peran batubara sebagai pemasok energi di masa-masa mendatang membuat industri ini memiliki daya
tarik yang sangat besar bagi para investor tak terkecuali di Indonesia. Sebagai pengganti minyak bumi dan gas bumi untuk
bahan baku di sektor industri, secara garis besar batubara dapat diubah menjadi gas, minyak ringan, tar dan kokas.
Kecenderungan teknologi baru dalam pemanfaatan batubara adalah terfokus pada upaya untuk meningkatkan produksi
pengganti gas bumi (gas sintetis). Proses pengolahan dan pemanfaatan batubara sebagai sumber energi lebih mudah
dibandingkan minyak bumi dan gas bumi, teknologinya juga lebih mudah daripada energi terbarukan seperti gelombang laut,
panas bumi dsb. Dalam tulisan ini akan memberikan gambaran mengenai kemampuan dari sumber energi batubara sebagai
pengganti sumber energi minyak dan gas bumi dengan jalan mengkonversikan batubara menjadi bahan bakar padat, cair,
maupun gas. Makalah ini juga akan memberikan gambaran mengenai pemanfaatan batubara terutama untuk sektor industri.

Kata kunci : batubara, energy, industri, konversi, teknologi

Abstract

Coal consumption in recent years has increased very rapidly. The increase in world coal consumption is inseparable from the
rapid increase of world energy demand where coal is the second largest energy supplier after oil with 26% contribution. This
role is expected to increase to 29% by 2030. While its contribution as a power plant is expected to increase from 41% in 2006
to 46% by 2030. Increasing the role of coal as an energy supplier in the future makes this industry has a very attractive Great
for investors is no exception in Indonesia. As a substitute for petroleum and natural gas for raw materials in the industrial
sector, the outline of coal can be converted into gas, light oil, tar and cokes. The tendency of new technologies in coal utilization
is focused on efforts to increase production of natural gas substitutes (synthetic gas). As a substitute for petroleum and natural
gas for raw materials in the industrial sector, the outline of coal can be converted to gas, light oil, tar and coke . The trend of
new technologies in coal utilization is focused on efforts to increase production of natural gas substitutes (synthetic gas).
Processing and utilization of coal as a source of energy easier than petroleum and natural gas, the technology is also easier
than renewable energy such as ocean waves, geothermal and so on. In this paper will provide an overview of the ability of
coal energy sources in lieu of oil and gas energy sources by converting coal into solid, liquid, and gas fuels. This paper will also
provide an overview of the utilization of coal especially for the industrial sector

Keywords: coal, energy, industry, conversion, technology

Semarang, 18 Mei 2017 43


[C 5]
Standar Metode Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca
pada Perkebunan Kelapa Sawit

Standard Method of Greenhouse Gas Emission


Calculation on Oil Palm Plantations

Utari Ayuningtyas, Suminto dan Novin Aliyah


Badan Standardisasi Nasional
E-mail : utari.ayu@bsn.go.id

Abstrak

Ekspor Crude Palm Oil Indonesia ke beberapa negara Uni Eropa mengalami penolakan sejak tahun 2012-2014. Hal tersebut
terjadi karena adanya persaingan dengan produk lain penghasil energi terbarukan. Uni Eropa mensyaratkan penggunaan
energi terbarukan harus dapat mereduksi emisi Gas Rumah Kaca minimal sebesar 35%. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh standar metode perhitungan emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia khususnya pada perkebunan kelapa sawit.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Caranya dengan membandingkan metode perhitungan dan menganalisa
penurunan emisi gas rumah kaca Crude Palm Oil. Alat pengumpulan data berupa kuesioner dan metode perhitungan emisi.
Metode analisa data yang digunakan adalah metode analisa deskriptif. Penelitian menemukan bahwa dari keempat metode
perhitungan emisi GRK terdapat 3 unsur utama dengan 8 variabel penelitian. Ketiga unsur utama tersebut yaitu energi, lahan
dan limbah. Kedelapan variabel penelitian tersebut yaitu bahan bakar, listrik, energi panas, pupuk, pestisida, N2O, limbah
padat dan cair. Kesimpulannya, perhitungan emisi Gas Rumah Kaca yang menggunakan kalkulator ISPO menghasilkan nilai
pengurangan emisi rerata sebesar 89,42% dan memenuhi persyaratan ISCC. Oleh karena itu, standar metode perhitungan
emisi Gas Rumah Kaca pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia dapat menggunakan kalkulator ISPO.

Kata Kunci : metode perhitungan emisi, gas rumah kaca, perkebunan kelapa sawit

Abstract

Crude Palm Oil Indonesia's exports to several European Union countries have been rejected since 2012-2014. This happens
because of competition with other products producing renewable energy. The EU requires the use of renewable energy should
be able to reduce greenhouse gas emissions by at least 35%. This study aims to obtain standard methods of calculating
greenhouse gas emissions in Indonesia, especially in oil palm plantations. The research method used is qualitative. How to
compare the calculation method and analyze the reduction of greenhouse gas emissions Crude Palm Oil. Data collection tools
are questionnaires and emission calculation methods. Data analysis method used is descriptive analysis method. The study
found that from the four methods of GHG emission calculation there are 3 main elements with 8 research variables. The three
main elements are energy, land and waste. The eight research variables are fuel, electricity, heat energy, fertilizer, pesticide,
N2O, solid and liquid waste. In conclusion, the calculation of greenhouse gas emissions using ISPO calculators yields an average
emission reduction rate of 89.42% and meets the ISCC requirements. Therefore, the standard method of calculating
greenhouse gas emissions on oil palm plantations in Indonesia can use ISPO calculators.

Keywords : methods of calculating emissions, greenhouse gases, oil palm plantations

44 Semarang, 18 Mei 2017


[C 6]
KAJIAN VOLUME CAMPURAN SAMPAH KANTIN- DAUN TERHADAP KINERJA
SOLID PHASE MICROBIAL FUEL CELL (SMFC)

Study of Food Waste-Leaves Litter Volume to Solid Phase Microbial Fuel Cell (SMFC) Performance

Hilma Muthiah, Ganjar Samudro dan Titik Istirokhatun


Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas DIponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, S.H Tembalang Semarang, Kode Pos 50275 Telp. (024) 76480878, Fax. (024)76918157
E-mail : hilmamuthiah@gmail.com

Abstrak

Sampah yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia apabila tidak ditangani secara baik dan benar dari sumber sampah,
maka akan menimbulkan masalah. Oleh karena itu perlu dilakukan alternatif pengolahan sampah yang ramah lingkungan dan
sekaligus menghasilkan energi baru terbarukan. Solid Phase Microbil Fuel Cells (SMFC) sebagai salah satu alternatif teknologi
pemrosesan sampah organik yang tidak hanya berperan dalam menurunkan kandungan bahan organik dalam sampah namun
juga dapat menghasilkan energi listrik yang berasal dari metabolisme bakteri. Tujuan penelitian ini untuk menentukan volume
campuran sampah kantin-daun dan sumber mikroorganisme MFCs yang optimal terhadap kinerja SMFC. Sumber bakteri yang
digunakan diambil dari tanah sawah (paddy soil). Reaktor yang digunakan tipe single chamber dengan variasi volume
campuran sampah kantin-daun, yaitu 1/3; 1/2; dan 2/3 dari volume reaktor, dan 2 buah reaktor kontrol, yaitu 1 buah reaktor
dengan 100% sampah (pure) dan 1 buah reaktor 100% sampah kantin daun ditambah air. Reaktor dilengkapi dengan anoda
dan katoda di dalamnya yang terbuat dari bahan graphene. Pengujian dilakukan secara batch selama 30 hari running.
Pengambilan sampel dilakukan secara grab sebanyak 13 kali pengambilan. Hasil penelitian didapatkan kinerja SMFC yang
paling stabil dan optimal adalah reaktor dengan volume sampah kantin-daun 2/3 dengan power density tertinggi yaitu
sebesar 43,8 mW/m2 dan efisiensi penurunan COD optimal sebesar 99,6%. Hubungan antara volume sampah kantin daun
dan sumber bakteri berasal dari tanah (mixed culture), yaitu semakin tinggi kandungan bahan organik dengan seeding sumber
bakteri dari tanah sawah (paddy soil), maka semakin tinggi kinerja SMFC.

Kata Kunci : Sampah padat organik, volume sampah, bakteri MFC, kinerja SMFC

Semarang, 18 Mei 2017 45


[C 7]
KAJIAN VARIASI VOLUME SAMPAH KANTIN TERHADAP KINERJA SOLID PHASE MICROBIAL FUEL CELL (SMFC)

Study of Composite Canteen Food Waste Volume on the Performance of Solid Phase Microbial Fuel Cell
(SMFC)

Glory Natalia Sinaga, Ganjar Samudro dan Titik Istirokhatun


Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Indonesia
Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang
E-mail : glorynataliasinaga@gmail.com

Abstrak

Solid Phase Microbial Fuel Cell (SMFC) adalah salah satu alternatif pengolahan sampah padat organik yang tidak hanya
berperan dalam menurunkan kandungan bahan organik dalam sampah namun juga dapat menghasilkan energi listrik yang
berasal dari reaksi metabolisme bakteri. Salah satu hal yang mempengaruhi kinerja SMFC adalah banyaknya substrat sampah
yang berperan sebagai sumber nutrisi untuk kelangsungan hidup bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mencari volume
sampah yang optimal dalam mendukung kinerja SMFC. Sumber bakteri yang digunakan diambil dari sedimen sungai dengan
substrat sampah berasal dari operasional kantin. Penelitian dilakukan dengan mengoperasikan 2 buah reaktor dengan
sampah sebanyak 1/3 volume reaktor, 2 buah reaktor dengan sampah sebanyak 1/2 volume reaktor, dan 2 buah reaktor
dengan sampah sebanyak 2/3 volume reaktor, serta 2 buah reaktor kontrol yaitu 1 buah reaktor dengan 100% sampah (pure)
dan 1 buah reaktor dengan 100% sampah dan air. Konfigurasi reaktor dibuat single chamber (open-air-cathode) berukuran 2
liter dengan elektroda anoda dan katoda jenis graphene selama 44 hari dalam mode batch. Elektroda anoda terbenam dalam
campuran sampah dan sumber bakteri dan elektroda katoda tercelup sebagian dalam aquades dan sebagian kontak dengan
udara. Hasil penelitian menunjukkan kinerja SMFC yang optimal adalah reaktor dengan volume sampah kantin 2/3 dengan
efisiensi penurunan COD sebesar 82,87% dan power density tertinggi sebesar 58,7 mW/m 2. Kinerja operasi SMFC
mengindikasikan bahwa semakin tinggi ketersediaan kadar organik dalam reaktor maka semakin optimal kinerja SMFC.

Kata Kunci : sampah kantin, SMFC, power density, penurunan COD

46 Semarang, 18 Mei 2017


[C 8]
INTEGRASI BIOPROSES SAKARIFIKASI FERMENTASI DALAM OPTIMASI CAPAIAN PRODUK BIOETANOL
BERBASIS BIOMASSA LIGNOSELULOSA LIMBAH PADAT PATI AREN

SIlvy Djayanti, Rame, dan Nani Harihastuti


Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang

Abstrak

Limbah padat pati aren digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi bioetanol menggunakan Trichoderma viride dan
Saccharomyces cerevisiae. Integrasi bioproses sakarifikasi fermentasidilakukan terhadap substrat limbah padat pati aren 6
kg/10 L air dalam reaktor 20 L,konsentrasi Trichoderma viride dan Saccharomyces cerevisiae 1, 3, 5% (v/w substrat), selama
0-7 hari, dan suhu 38C. Tujuan penelitian ini mempelajari pengaruh waktu bioproses dan konsentrasi Trichoderma viride dan
Saccharomyces cerevisiae terhadap hasil bioetanol, pada suhu 38C. Selama waktu 0-3 hari, konsentrasi alkohol yang
dihasilkan dari substrat lebih tinggi dibandingkan dengan bioproses secara bertahap. Bioproses selama 5 dan 7 hari
menghasilkan bioetanol berturut-turut 31,50 dan 14,0 g/L. Konsentrasi terbaik Trichoderma viride dan Saccharomyces
cerevisiae adalah 1% (v/w substrat) dan waktu bioproses 3 hari, alkohol yang dihasilkan substrat 40,0 g/L.

Kata kunci: Limbah pati aren, integrasi, bioproses, bioetanol

Semarang, 18 Mei 2017 47


[C 9]
SYNTHESIS PROSES PURIFIKASI BIOENERGI UNTUK MENCAPAI NATURAL GAS QUALITY DENGAN METODE
KONDENSASI ADSORPSI

Nani Harihastuti
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No.6 Semarang

Abstrak

Menipisnya cadangan energi fosil , berpeluang untuk mencari sumber energi alternatif terbarukan dan ramah
lingkungan.Salah satu sumber energi alternatif adalah biomass yang diolah menjadi Biogas. Biogas merupakan salah satu jenis
bioenergi. Air limbah industri tahu sangat berpotensi dijadikan sumber biogas. Kandungan zat organik air limbah industri tahu
(COD) 7.500-14.000 mg/l. Per kg bahan baku kedelai menghasilkan 15-20 l air limbah. Degradasi secara anaerob setiap 1 kg
COD dapat menghasilkan 200-350 l CH4. Komposisi biogas dari air limbah industri tahu mengandung CH4 53,45-56,89%, CO2
31,48-34,10%, H2S 6,04-10,69%, NH3 0,001-0,003%, CO 0,0027-0,0030%, H2O 2,17-3,37%, dan gas lainnya 0,80-1,00%.Nilai
kalori biogas berkisar antara 500-700 BTU/ft3 atau 4.500-6.300 kcal/m3 atau 17.900-25.000 kJ/m3. Biogas yang dihasilkan
dari digester anaerob air limbah tahu mengandung gas pengotor (H2S, NH3, CO2, H2O).Tujuan penelitian ini adalah
mendapatkan sumber energi alternatif terbarukan berbasis biogas yang memenuhi kritera Natural Gas Quality . Metode
yang digunakan untuk penyisihan gas pengotor adalah melalui proses kondensasi dan adsorpsi dengan menggunakan
kombinasi adsorben karbon aktif zeolit. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan persamaan isoterm
Freundlich untuk mengetahui jumlah gas pengotor yang teradsorpsi. Hasil yang diperoleh, kemurnian CH4 dalam biogas
maksimum dapat dicapai 99,55%, pada kecepatan alir 5,0 l/menit, waktu alir 2 jam. Efisiensi penyisihan uap air mencapai
99,79%; H2S sebesar 98,98%; NH3 sebesar 98,87%; dan CO2 sebesar 97%. Hasil kemurnian CH4 yang diperoleh tersebut
setara dengan Natural Gas Quality.

Kata Kunci : synthesis, bioenergi, natural gas quality

48 Semarang, 18 Mei 2017


[C 10]
PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI UNTUK BAHAN BAKAR
PADA PEMBANGKIT LISTRIK TURBIN GAS (PLTG)

Irhan Febijanto
Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi dan Industri Kimia- BPPT
E-mail: irhan.febijanto@gmail.com

Abstrak

Saat ini, Indonesia adalah negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia mempunyai potensi energi dari minyak
kelapa sawit yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Dengan adanya mandatori pemakaian PPO (Pure Plant
Oil) untuk bahan bakar pembangkit listrik berdasarkan Peraturan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) No.:
25/2013, ditentukan besaran PPO sebesar 6% pada tahun 2014, dan sebesar 20% PPO (Pure Plant Oil) pada tahun 2016. Untuk
mendukung pelaksanaan mandatori ini, dibutuhkan data-data dan pengetahuan terhadap dampak pencampuran PPO dengan
bahan bakar HSD (High Sulfur Diesel) terhadap kinerja Pembangkit Listrik Turbin Gas (PLTG). Pencampuran PPO dan HSD
secara ekonomis menguntungkan selama harga PPO lebih rendah dari HSD, namun secara teknis dampak tersebut belum
banyak diuji di Indonesia. Makalah ini membahas hasil pengujian campuran PPO-HSD sebagai bahan bakar campuran dan
dampaknya terhadap kinerja PLTG. Dengan menggunakan instalasi blending PPO-HSD kapasitas 8,000 ltr/jam, pencampuran
PPO dan HSD 0:100, 5:95, 10:90 dan 20:80 secara bergantian digunakan untuk mengetahui dampak terhadap kinerja PLTG
berkapasitas 21MW. Parameter-parameter yang digunakan untuk evaluasi kinerja PLTG adalah kinerja pembebanan, SFC
(Specific Fuel Consumption), getaran mesin, tekanan pada nosel, pembentukan deposit, emisi dan partikulat, suhu gas buang
dan kebisingan. Percobaan dilakukan selama 40 jam untuk tiap campuran PPO dengan beban yang tetap. Dari hasil pengujian
diketahui kenaikan persentase PPO menimbulkan kenaikan SFC, getaran mesin, tekanan pada nosel, pembentukan deposit
di nosel, kenaikan suhu gas buang dan peningkatan tingkat kebisingan. Namun kenaikan dan perubahan tersebut masih dalam
batas toleransi dan tidak mengganggu kestabilan operasi PLTG. Dengan mempertimbangkan perubahan parameter akibat
kenaikan rasio campuran PPO, dan batasan-batasan operasional PLTG, khususnya suhu outlet gas, maka dapat disimpulkan
bahwa campuran PPO-HSD dengan rasio 20% PPO dan 80% HSD, merupakan batas maksimal campuran yang layak secara
operasional pada percobaan ini.

Kata Kunci: Pembangkit Listrik Turbin Gas, Pure Plant Oil, High Speed Diesel, bahan bakar campuran, evaluasi

Abstract

Currently, Indonesia as the biggest Crude Palm Oil (CPO) producer in the world, has a huge potential energy made from
abundant CPO which is not yet utilized optimally. There is mandatory of PPO (Pure Palm OIL) for fuel of power generation
according to Ministerial Decree of Energy and Mineral Resources of The Republic Indonesia, No: 25/2013 concerning
mandatory use of PPO for power generation fuel of 6% in 2014 and 20% in 2016. In order to support the mandatory
implementation, data and knowledge related to the effect of mixed fuel of PPO and HSD to Gas Turbine Power Plant
performances is required. Mixed PPO and HSD has an economical benefit as long as the price of HSD higher than the price of
PPO. However, the effect of use mixed PPO and HSD has not widely examined technically in Indonesia. This paper discusses
the results of examination of use mixed PPO-HSD and the effects on the Gas Turbine Power Plant performance. Using blending
installation with capacity of 8,000 ltr/hr for Gas Turbine Power Plant of 21 MW, mixed PPO-HSD with mixed ratio of 0:100,
5:95, 10:90 and 20:80 were used as a fuel and the performance of Gas Turbine having capacity of 21 MW was evaluated.
Parameters used in the evaluation are loading performance, SFC (Specific Fuel Consumption), vibration, pressure profile at
turbine nozzles, deposit accumulation at nozzles, exhaust gas temperature and noise level. Gas turbine was operated during
40 hours for each kind of mixed PPO in the fixed load. The examination result shows that the increase of PPO ratio resulted
increase of SFC, increase of vibration, increase of pressure at each gas turbine nozzle, increase of exhaust gas temperature
and increase of vibration and also noise level. However, the increase of parameter was still below the operational limit value,
and the performance of gas turbine was still stable. By considering parameters change due to increase of mixed ratio of PPO
and the operational limit of Gas Turbine, especially temperature of exhaust gas, it can be concluded that the mixed fuel of
PPO-HSD with mixed ratio of 20%-80% is the maximum ratio that suitable for the Gas Turbine operation in this test.

Keywords: Gas Turbine Power Plant, Pure Plant Oil, High Speed Diesel, mixed fuel, evaluate.

Semarang, 18 Mei 2017 49


[C 11]
PRETREATMENT BONGGOL JAGUNG DENGAN ASAM SULFAT

Pretreatment of corncob with sulfuric acid

H. Maria Inggrid, Hery Santoso, James Wijaya S


Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Ciumbuleuit No. 94, Bandung 40141, Indonesia
Email : inggrid@unpar.ac.id

Abstrak

Bonggol jagung merupakan limbah lignoselulosa yang berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku pada pembuatan
bioetanol. Lignoselulosa terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang merupakan bahan utama penyusun dinding sel
tumbuhan. Proses pembuatan bioetanol dari bahan lignoselulosa terdiri dari tahap pretreatment, hidrolisis, fermentasi, dan
pemurnian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kondisi pretreatment menggunakan asam sulfat encer.
Pretreatment dilakukan pada berbagai temperatur reaksi (110C, 120C, 130C), dan kadar asam sulfat encer (0,5; 1;5; 2,5 %
w/v), dengan waktu reaksi (30, 60, 90 menit). Selanjutnya dilakukan hidrolisis untuk menghasilkan gula sederhana. Hasil
analisis menunjukkan bahwa pada temperatur pretreatment 120C dan kadar asam sulfat 1,5% w/v dengan waktu reaksi 60
menit, diperoleh kadar glukosa 2577,3 ppm dan kadar xilosa 255,0 ppm.

Kata kunci: Bioetanol, lignin, selulosa, pretreatment

Abstract

Corncobs are abundant lignocellulosic waste materials that has the potential to be used as raw material to
produce biofuel. Lignocellulosic material mainly consists of cellulose, hemicellulose and lignin. The convertion of
lignocellulosic material to fermentable sugar involves pretreatment, hydrolysis, fermentation and purification.
The objective of this experiment is to study the operating condition of dilute sulfuric acid pretreatment to release
fermentable sugar from corncob. In this experiment the effect of temperature, concentration of sulfuric acid
(H2SO4) and time of reaction to lignin disruption were studied. The result show that optimal pretreatment using
sulfuric acid 1.5% w/v, for 1h at 120C, resulting glucose concentration of 2577.3 ppm and xylose concentration
255.0 ppm .

Keywords : Bioethanol, lignin, cellulose, pretreatment.

50 Semarang, 18 Mei 2017


[C 12]
PENGEMBANGAN ENERGI ALTERNATIF DARI LIMBAH PLASTIK DI JAWA TENGAH

Development of Alternative Energy from Plastic Waste in Central Java

Rachman Djamal dan Tri Risandewi


Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Email:reesha83@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan pemanfaatan limbah plastik di Kota Salatiga, mengkaji dan
mengembangkan alat/mesin pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak serta menganalisis hasilnya secara kimiawi
dan ekonomi. Metode yang digunakan adalah observasi dan praktek pengolahan. Bahan dan alat yang dibutuhkan yaitu
limbah plastik dalam kondisi kering sebanyak kurang lebih 15 kg untuk sekali proses pemanasan/pengolahan, alat pengolah
limbah plastik menjadi BBM, LPG 3 kg, air sebanyak 10-20 liter. Volume sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Salatiga
mencapai 409 meter kubik/hari dimana limbah sampah plastik sebanyak 28.932,66 m3 tiap tahunnya. Jika setiap m3 sampah
plastik hanya menghasilkan 380 kg plastik sebagai bahan baku BBM, dan setiap 1 kg plastik menghasilkan sekitar 0,025 liter
BBM, maka dari potensi sampah di Kota Salatiga tersebut jika diolah dapat menghasilkan BBM sebanyak 0,025 liter x
(28.932,66 x380x 1) = 274.860,27 liter per tahun atau sekitar 753 liter tiap harinya. Berdasarkan perhitungan finansial, biaya
produksi BBM dari limbah sampah plastik perkilogram sebesar Rp.11.000, dimana 1 kilogram plastik hanya menghasilkan 25
mililiter minyak. Jika BBM yang dihasilkan tersebut disetarakan nilainya dengan harga solar dan premium, maka 150 ml senilai
Rp.1.035,-(solar) dan Rp. 1.110,- (premium). Apabila biaya produksi (Rp.66.000,-) dibandingkan dengan nilai BBM yang
dihasilkan (Rp.1.110,- setara premium), maka biaya produksi > nilai BBM yang dihasilkan sehingga masih merugi. Berdasarkan
hasil analisis e-nose, sampel BBM dari hasil pengolahan sampah Bank Makmur Kota Salatiga ternyata lebih dekat dengan
premium dengan jarak 0.6883 dibandingkan dengan jenis BBM lainnya. Adapun urutan kedekatan sifat dari odoran dari
urutan paling dekat adalah premium (0.6883), solar (0.8065) dan minyak tanah (0.8906). Hasil uji e-nose tersebut sesuai
dengan hasil analisis kromatografi gas dimana BBM yang dihasilkan lebih condong ke premium/bensin sebesar 68,41%.

Kata Kunci: energi alternatif, limbah plastik, bahan bakar minyak

Abstract

This study aims to identify the potential and utilization of plastic waste in Kota Salatiga, to study and develop plastic waste
processing equipment into fuel oil and to analyze the results chemically and economically. The method used is observation
and practice of processing. Materials and tools needed are plastic waste in dry conditions of approximately 15 kg for once the
process of heating / processing, plastic waste processing equipment into fuel, LPG 3 kg, water as much as 10-20 liters. The
volume of waste generated by the people of Salatiga City reaches 409 cubic meters / day where the waste of plastic waste is
28,932.66 m3 every year. If every m3 of plastic waste produces only 380 kg of plastic as fuel raw material, and every 1 kg of
plastic produces about 0.025 liter of fuel, then from waste potency in Salatiga city if processed can produce 0.025 liter of fuel
x (28.932,66 x 380 x 1) = 274,860.27 liters per year or about 753 liters per day. Based on financial calculations, the cost of fuel
production from waste plastic waste perkilogram of Rp.11.000, where 1 kilogram of plastic produces only 25 milliliters of oil.
If the fuel produced is equalized the price of diesel and premium, then 150 milliliters worth Rp.1.035,- (diesel) and Rp. 1.110,-
(premium). If the production cost (Rp.66.000,-) compared with the value of the fuel produced (Rp.1.110, - equivalent premium),
then the cost of production> value of fuel produced so that still losers. Based on the results of e-nose analysis, fuel samples
from the results of waste treatment Bank Makmur Kota Salatiga was closer to the premium with a distance of 0.6883
compared with other types of fuel. The sequence of proximity properties of odoran from the closest sequence is the premium
(0.6883), diesel (0.8065) and kerosene (0.8906). The e-nose test results are in accordance with gas chromatography analysis
where the fuel produced is more inclined to premium / gasoline of 68.41%.

Keywords: alternative energy, plastic waste, fuel oil

Semarang, 18 Mei 2017 51


[C 13]
LISTRIK KERAKYATAN DENGAN METODE BIO-DIGESTER UNTUK MENGATASI SAMPAH

Rinna Hariyati1, Jumiati2


Sekolah Tinggi Teknik PLN Jakarta Indonesia
Gedung PLN, Jl. Lingkar Luar Barat, Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta 11750
E-mail :rinna.hariyati@gmail.com1; jumistt@gmail.com2

Abstrak

Ide dari listrik kerakyatan berawal dari upaya pemanfaatan sampah rumah tangga. Murah, cepat, ramah lingkungan,
merakyat. Listrik kerakyatan mampu menjadi solusi sampah perkotaan yang selama ini menjadi kendala, khususnya di kota-
kota besar indonesia. Selain itu, listrik kerakyatan mampu dibangun di sekitar komunitas masyarakat termasuk pasar, sekolah,
kantor, mal, dan hotel. Listrik kerakyatan berawal dari upaya pemanfaatan sampah rumah tangga di rw 10 kelurahan pondok
kopi, jakarta timur, dimana dilakukan penelitian dengan metode bio-digester. Di tahun pertama, penelitan tersebut berhasil
mengonversi sampah menjadi lindi (pupuk cair) yang bermanfaat sebagai pupuk kompos, campuran makanan ternak. Sampah
organik adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak
berbau (sering disebut dengan kompos). Pola pengelolaan sampah sampai saat ini masih menganut paradigma lama dimana
sampah masih dianggapsebagai sesuatu yang tak berguna, tak bernilai ekonomis dan sangat menjijikkan. Dalam kajian ini,
penulis akan menguraikan lebih rinci tentang teknologi anaerobic digester (bio-digester) yang merupakan alternatif teknologi
dalam program listrik kerakyatan yang mengolah limbah sampah menjadi produk akhir yang sangat bermanfaat sebagai
sumber energy. Seiring berjalannya waktu, maka tercetus ide pembuatan briket dari sampah yang akhirnya diuji di
laboraturim laik menjadi bahan bakar yang kadar kalorinya mendekati kadar batu bara. Listrik kerakyatan bisa dibangun
dimana saja dengan menggunakan bahan bakar dari sampah domestik dan melalui pltsa, listrik kerakyatan mampu menjadi
solusi atas masalah pembuangan sampah, serta mengurangi transportasi sampah ke tempat pembuangan akhir.

Kata Kunci: bio-digester, briket, kerakyatan, listrik, sampah

Abstract

The idea of the popular power came from efforts to use household waste. Cheap, fast, green, populist. Populist electricity
could be a solution for municipal waste is an obstacle, especially in big cities in indonesia. In addition, the electrical democracy
can be built around communities including markets, schools, offices, malls, and hotels. Populist electricity came from efforts
to use household waste in rw 10 sub pondok kopi, east jakarta, where the research conducted by the method of the bio-
digester. In the first year, the research succeeded in converting waste into leachate (liquid fertilizer) are useful as compost,
mix fodder.Organic waste is waste that can undergo weathering (decomposition) and breaks down into materials that are
smaller and do not smell (often referred to as compost). Waste management pattern is still adhered to the old paradigm
where the waste is still consider as something useless, economic value and very disgusting. In this study, the authors will
describe in more detail about the anaerobic digester technology (bio-digester) is an alternative technology in program populist
treating waste electrical waste into a final product that is very useful as a source of energy. Over time, it sparked an idea
briquetting of waste that eventually tested in laboraturim eligible to fuel the calorie levels approaching the levels of coal.
Populist electricity can be built anywhere using fuel from domestic waste and through pltsa, electricity democracy could be a
solution to the problem of waste disposal, as well as reducing transport waste to the disposal site.

Keywords: bio-digester, briquettes, populist, electricity, garbage.

52 Semarang, 18 Mei 2017


[C 14]
PEMETAAN ALIRAN NILAI MATERIAL DAN ENERGI PADA PROSES PRODUKSI DAUR ULANG BOTOL PET
DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ANALISIS BIAYA SKENARIO
PENANGANAN SAMPAH LABEL KEMASAN PLASTIK

Helena J Kristina1, Reggy Wijaya2, Ishak3


1,2,3Program Studi Teknik Industri, Universitas Pelita Harapan
E-mail : helena.kristina@uph.edu, reggy.wijaya95@gmail.com, ishak.fti@uph.edu

Abstrak

Peningkatan sampah botol plastik sudah direspon positif oleh masyarakat Indonesia dengan mengambil peluang dari bisnis
daur ulang sampah botol plastik. Proses rantai pasok bisnis ini melibatkan banyak pihak seperti masyarakat, pemulung,
pelapak dan pabrik daur ulang. Permasalahan yang terjadi di lapangan adalah sampah label plastik kemasan tidak layak secara
ekonomis untuk dikumpulkan maupun didaur ulang. Cara paling mudah mengelola sampah jenis ini di lapangan adalah
ditimbun atau dibakar, yang mana perilaku ini tidak ramah terhadap lingkungan. PT.X merupakan sebuah perusahaan yang
bergerak dalam bidang daur ulang kemasan botol plastik. PT.X mempunyai 33 pemasok (lapak) yang berada di luar Pulau
Jawa dan paling banyak berada di wilayah Jawa Barat. PT.X lebih banyak menerima pasok bahan baku sampah botol PET yang
sudah bersih dalam arti tanpa label dan tutup yang melekat dengan persentase sebesar 94,74 persen dari total bahan baku,
sementara botol kemasan utuh dengan label dan tutup memilki persentase sebesar 5,26 persen. Secara umum, perusahaan
menggunakan tiga jenis energi, yaitu listrik, air, dan panas. Energi listrik berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN),
sementara konsumsi energi air berasal dari dua sumber, yaitu air bersih dan air dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
milik perusahaan, kemudian energi panas berasal dari penggunaan batu bara dan sampah plastik (yang tidak ekonomis untuk
di daur ulang) pada mesin insenerator dan oil heater, di mana uap panas yang dihasilkan digunakan untuk mendukung proses
produksi. Dalam penelitian ini akan dipetakan aliran nilai material dan energi pada proses produksi daur ulang botol, yang
hasilnya akan dipakai untuk menghitung cost integrated value stream mapping untuk keadaan sekarang dan usulan dua
skenario terkait kemungkinan penerimaan sampah label plastik oleh perusahaan guna mengatasi permasalahan perlakukan
sampah label plastik dilapangan.

Kata kunci: pemetaan aliran nilai material dan energi, daur ulang, PET, sampah kemasan label plastik

Abstract

The increase of plastic bottle waste have been positively responded by Indonesian people, who is taking the opportunity in
plastic bottle recycling business. The supply chain of this business involving various stakeholders, such as society, scavenger,
and recycler. The main problem that happen in plastic recycling business is that ready-to-drink (RTD) Polyethylene
Terephthalate (PET) bottles waste has a very high demand among the recyclers. However, the plastic label waste that brought
along with the bottle has no economic value to be collected or recycled. The current solution to this problem in the field are
storing the labels as landfill or burned in open space, which not friendly to the environment. X Company is a company that
engaged in bottle waste recycling. X Company have 33 suppliers outside Java where more in West Java. X Company mostly
receiving bottles that already separated from the labels and bottle caps with the percentage 94,74% of total raw material,
while the 5,26% remaining are still not separated yet. In general, the company use three kinds of energy, namely electricity,
water, and heat. Electrical energy comes from the State Electricity Company. The source of water divided into two types,
namely clean water and water from Wastewater Treatment Plant belonging to company. Heat energy derived from the use
of coal and plastic waste (which has no economic value for recycling) in the incinerator and oil heater machine, where the hot
steam generated is used to support the production process. In this study the value stream will be mapped or technically called
Value Stream Mapping (VSM), where the results will be used to calculate the cost integrated value stream mapping for the
current situation. Finally, there will be two proposed scenarios related to the possibility of plastic label waste by the company
and the value added from the current situation will be calculated in order to overcome the problems of handling plastic label
waste in the field.

Keywords: Value Stream Mapping, Recycle, PET, Plastic Label Packaging Waste

Semarang, 18 Mei 2017 53


[D 1]
STASIUN PEMANTAU KUALITAS UDARA DENGAN MIKROKONTROLLER

Air Quality Monitoring Station Using Microcontroller

Arie Dipareza Syafei


Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
E-mail : dipareza@enviro.its.ac.id

Abstrak

Mahalnya harga stasiun pemantau dan pemeliharaannya menjadi latar belakang perlunya stasiun pemantau yang lebih
terjangkau tanpa mengorbankan kehandalan dan kualitas. Di perkotaan, sumber utama pencemaran udara adalah kendaraan
bermotor, dimana emisi utamanya dihasilkan dari kendaraan yaitu nitrogen dioksida (NO2). Di Kota Surabaya, pertumbuhan
kendaraan berada pada titik yang mengkhawatirkan. Untuk itulah penelitian di Laboratorium Pengendalian Pencemaran
Udara dan Perubahan Iklim memfokuskan untuk merakit stasiun pemantau yang lebih compact, terjangkau namun handal
dalam memantau kualitas udara ambien. Hingga saat ini, tiga (3) purwarupa telah dibuat dan diuji. Namun demikian, seperti
halnya produk elektronik yang lain, pengembangan terus dilakukan hingga lima (5) tahun ke depan. Pada tahun ini, purwarupa
keempat akan dibuat. Dari hasil simpulan purwarupa sebelumnya, penggunaan sensor yang lebih sesuai disarankan agar
hasilnya tidak berbeda jauh dengan alat pemantau yang digunakan sebagai referensi kalibrasi dengan sistem co-location.

Kata Kunci : karbon monoksida, nitrogen dioksida, stasiun pemantau, mikrokontroller

Abstract

An air qualtity monitoring station is expensive in terms of purchase and maintenance cost. For that reason, there is significant
demand for an affordable monitoring station without sacrificing reliability and quality. In urban area, main pollutant source
is from transportation sector contributed by vehicles, especially private vehicles. The main pollutant is nitrogen dioxide (NO2).
In Surabaya, the growth of vehicle ownership has reached at a very concerned level, leading to further pollution. Therefore,
Laboratory of Air Pollution Control and Climate Change, Institut Teknologi Sepuluh Nopember focuses to assemble (at this
stage) more compact station but yet reliable and afforadable to monitor air quality continuously. Until now, three (3)
prototypes have been built. However, just like other electronic products, development of prototypes are still ongoing until at
least five (5) years ahead. This year, we plan to launce our fourth (4th) prototype. From previous prototypes, we realizes that
using appropriate sensor is crucial and therefore suggested in order to match the performance of conventional monitoring
station in the city. Performance comparison can be made by co-location calibration, side-by-side measurement.

Keywords : carbon monoxide, nitrogen diokside, monitoirng station, microkontroller

54 Semarang, 18 Mei 2017


[D 2]
KARAKTERISASI PEREKAT ALAMI DARI TUMBUHAN UNTUK INDUSTRI KERAJINAN

Characterization of Natural Adhesives from Plants for Craft Industries

Istihanah Nurul Eskani*, Retno Widiastuti dan Nazula Nur Lathifah


Balai Besar Kerajinan dan Batik
*Email : hana.eskani@gmail.com

Abstrak

Bahan alami telah banyak dimanfaatkan sebagai substitusi bahan sintetis. Hal ini disebabkan oleh kelebihan yang dimiliki
bahan alami antara lain aman, ramah lingkungan, keberadaannya melimpah dan dapat diperbaharui. Perekat yang biasa
digunakan di industri kerajinan adalah perekat sintetis yang teridentifikasi tidak aman bagi kesehatan maupun lingkungan.
Telah dilakukan pembuatan perekat alami dari getah pohon Kudo (Lannea coromandelica) yang biasa disebut getah blendok,
tepung Garut (Maranta arundinacea) dan getah pohon Karet (Havea braziliensis). Perekat alami tersebut dibuat dengan
melarutkan bahan baku dalam pelarut yang sesuai kemudian diaduk dan dipanaskan pada suhu 700C-800C, kecuali getah karet
dengan tanpa pemanasan. Makalah ini menyajikan hasil karakterisasi perekat alami tersebut yang meliputi sifat-sifat fisis dan
mekanis. Sifat-sifat fisis perekat alami dibandingkan dengan SNI 06-6049-1999. Sifat-sifat mekanis diuji setelah diaplikasikan
pada bahan kerajinan kulit kayu Jomok (Arthocarpus elastica), kemudian dibandingkan dengan performa perekat sintetis.
Hasil uji sifat fisis perekat alami yang meliputi pH dan viskositas menunjukkan bahwa perekat dari getah blendok dan getah
pohon karet memenuhi persyaratan SNI 06-6049-1999, namun secara visual warna berbeda. Perekat dari tepung garut
memiliki warna dan viskositas sesuai SNI namun lebih bersifat asam karena pengaruh zat aditif. Sifat mekanis yang meliputi
kuat rekat dan delaminasi perekat alami dari getah blendok, getah karet dan tepung garut setara dengan perekat sintetis
yang biasa digunakan di industri kerajinan.

Kata Kunci : perekat alami, getah pohon, kerajinan

Abstract

Natural materials had been used as substitutes for synthetic materials. This related to the advantages of natural materials,
such as safe, environmentally friendly, abundant and renewable. Adhesives commonly used in the craft industry is a synthetic
adhesives that are identified as unsafe for health and the environment. Natural adhesives had been made from Kudo (Lannea
coromandelica) tree gum commonly called blendok gum, Arrowroot (Maranta arundinacea) starch and Rubber (Havea
brasilensis) tree gum. The natural adhesive is prepared by dissolving the materials in an appropriate solvent then stirring and
heating at a temperature of 700C-800C, except for rubber without heating. This paper presents the results of natural adhesive
characterization which includes physical and mechanical properties. The physical properties of natural adhesive are compared
with SNI 06-6049-1999. The mechanical properties were tested after being applied to handicraft material Jomok (Arthocarpus
elastica) tree bark, then compared with the performance of synthetic adhesives. The physical properties of natural adhesive
including pH and viscosity indicate that the adhesive from blendok gum and rubber gum meets the requirements of SNI 06-
6049-1999, but visually the color is different. Adhesives from Arrowroot starch have color and viscosity according to SNI but
more acidic because of the influence of additives. The mechanical properties which include strong stick and delamination of
natural adhesive from blendok gum, rubber gum and arrowroot starch are equivalent to synthetic adhesives commonly used
in handicraft industry.

Keywords : natural adhesives, tree gum, handicraft

Semarang, 18 Mei 2017 55


[D 3]
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KATALIS ASAM PADAT BERBASIS NIOBIA
UNTUK PRODUKSI SENYAWA GLUKOSA

Adid Adep Dwiatmoko1 dan Nino Rinaldi2


1University of Science and Technology / Pusat Penelitian Kimia LIPI
2Pusat Penelitian Kimia LIPI

Email : adid.adep.dwiatmoko@lipi.go.id

Abstrak

Katalis asam padat berbasis niobia telah dibuat dan diuji coba untuk reaksi hidrolisis selobiosa membentuk senyawa glukosa.
Untuk meningkatkan aktivitasnya, permukaan katalis dimodifikasi dengan menggunakan asam fosfat. Karakterisasi katalis
dilakukan dengan menggunakan X-ray photoelectron sprectroscopy (XPS), X-ray diffraction (XRD), dan ammonia-temperature
programmed desorption (NH3TPD). Modifikasi pada permukaan katalis telah meningkatkan selektivitas katalis untuk
membentuk glukosa dari reaksi hidrolisis selobiosa. Berdasarkan karakterisasi yang dilakukan, telah dipercaya bahwa
kontribusi utama yang menyebabkan peningkatan selektivitas katalis adalah terbentuknya spesies dihidrogen fosfat pada
permukaan katalis yang telah dimodifikasi, yang merupakan bentukan hasil reaksi antara asam fosfat dan niobic acid. Studi
ini menunjukkan bahwa modifikasi permukaan katalis niobic acid mendorong terbentuknya produk penting dari selobiosa,
yang nantinya dapat dipergunakan juga untuk selulosa dari biomassa.

Kata Kunci : niobia, katalis, hidrolisis, glukosa, selobiosa

Abstract

The niobia-based solid acid catalyst has been prepared and tested for hydrolysis reaction of cellobiose to produce glucose. To
increase its activity, the catalyst surface is modified using phosphoric acid. Catalyst characterization was performed using X-
ray photoelectron sprectroscopy (XPS), X-ray diffraction (XRD), and ammonia-temperature programmed desorption (NH3-
TPD). Surface modification of catalyst increased catalyts selectivity to glucose from the hydrolysis reaction. It is believed that
the main contribution that causes the increased selectivity was the formation of the dihydrogen phosphate species on the
surface of catalyst, which was the resultant reaction between phosphoric acid and niobic acid. This study shows that surface
modification of niobic acid catalysts promotes the formation of an important product of cellobiose, which can also be applied
for cellulose from biomass.

Keywords : niobia, catalyst, hydrolysis, glucose, cellobiose

56 Semarang, 18 Mei 2017


[D 4]
ANALISA SIFAT PAPAN PARTIKEL KULIT BUAH KAKAO DAN AMPAS TEBU DENGAN PEREKAT UREA-
FORMALDEHID

Yuli Yetri, Sukatik dan Ruzita Sumiati


Politeknik Negeri Padang

Abstrak

Papan partikel adalah salah satu jenis produk kayu rekonstitusi, yang bahan dasarnya masih bertumpu pada bahan kayu
konvensional dari alam, dimana keberadaanya saat ini terbatas dan langka. Akibatnya, penggunaan kayu alternatif atau
bahan berserat ligno-selulosa patut dipertimbangan, karena potensinya melimpah dan masih belum banyak digunakan,
seperti kulit buah kakao (Theobroma cacao) dan ampas tebu (bagasse) yang merupakan limbah pabrik gula dan pabrik coklat.
Penelitan pembuatan papan partikel menggunakan partikel kulit buah kakao dan ampas denganperekaturea formaldehida
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar perekat terhadap sifat fisis dan mekanis dari papan partikel yang dihasilkan.
Ukuran papan partikel yang dibuat adalah 25 cm x 25 cm x 1 cm dengan 2 kali pengempaan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa peningkatan kadar urea-formaldehid berpengaruh terhadap pengembangan tebal, penyerapan air, dan meningkatkan
modulus patah, dan modulus elastisitas, tetapi tidak mengakibatkan perubahan terhadap kerapatan, kadar air dan
keteguhan rekat. Kadar air dan modulus patah papan partikel yang memenuhi standar Indonesia dan standar Jepang baik
secara parsial atau keseluruhan. Berdasarkan nilai kerapatan, papan partikel hasil percobaan ini lebih cocok untuk digunakan
sebagai penyekat ruangan, bingkai gambar dan daun meja berangka.

Kata Kunci : Papan partikel, Kulit buah kakao, Ampas tebu, Perekat, Sifat fisis dan mekanik

Semarang, 18 Mei 2017 57


[D 5]
PENERAPAN MODEL PENCAHAYAAN DALAM FISIKA BANGUNAN DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI
SMARTPHONE UNTUK OPTIMASI PENERANGAN RUANGAN

The Lighting Model in Physics of Building using Smartphone Application for Optimization The Illumination of
The Room

Mufadhol Mufadhol*1, Efendi Efendi2, Eni Endaryati3


1 Departementof Computer System, STEKOM Semarang, Indonesia
2 Departement of Computer Graphic, STEKOM Semarang, Indonesia
3 Departement of Computer Accounting, STEKOM Semarang, Indonesia

Jl. Majapahit 605 Pedurungan Semarang 50142, Indonesia, Phone/Fax (024)6723456


*Corresponding author, email : 1masyong29@gmail.com, 2mefy06@gmail.com, 3eni@stekom.ac.id

Abstrak

Pembangunan gedung perumahan, perkantoran maupun pertokoan menjadi prioritas yang harus diperhatikan. Setiap
ruangan pada bangunan perumahan, perkantoran, toko, sekolahan, apartement, gudang, pabrik, dan bangunan lainnya pasti
membutuhkan suatu pencahayaan dalam penerangan ruangan. Faktor pencahayaan dalam penerangan ruangan sudah
selayaknya menjadi pertimbangan khusus karena berkaitan dengan masalah kesehatan maupun masalah ekonomi. Intensitas
penerangan merupakan aspek penting karena berbagai masalah akan timbul ketika kualitas intensitas penerangan di tempat
tersebut tidak memenuhi standart yang ditetapkan. Penerapan model pencahayaan dalam fisika bangunan menjadi salah
satu solusi dalam menentukan penerangan ruangan. Smartphone sebagai teknologi moderen saat ini dapat digunakan
sebagai alat bantu untuk menentukan besarnya kebutuhan pencahayaan terhadap penerangan ruangan melalui aplikasi yang
berbasis android. Program aplikasi yang dibuat adalah sebuah aplikasi yang digunakan untuk membantu perhitungan titik
lampu dengan menggunakan smartphone android. Sistem yang sudah di bangun otomatis akan menghitung dengan
memperhatikan variabel input yang diberikan sehingga kebutuhan pencahayaan dalam penerangan ruangan dapat diketahui
hasilnya secara optimal termasuk menentukan berapa jumlah titik lampu yang perlukan.

Kata Kunci : pencahayaan, fisika, bangunan, smart phone, ruangan.

Abstract

Construction of residential buildings, offices and shopping is a priority that must be considered. Every room in residential
buildings, offices, shops, schools, apartments, warehouses, factories and other buildings require an illumination lighting in the
room. The Illumination factors of lighting in the room is only fitting into special consideration as it relates to health issues as
well as economic issues. Intensity lighting is an important aspect because of various problems will arise when the quality of
the intensity of illumination at the site did not meet the required standart. The application of lighting in building physics models
into one solution in determining the lighting of the room. Smartphone as modern technology can now be used as a tool to
determine the needs of the lighting of the room lighting through android based application. The application program created
is an application used to assist calculations the light point using android smartphone. The system that has developed will
automatically calculate the input variables given attention so that the needs of the lighting in the room lighting can know the
result optimally including determining how many points are needed lights.

Keywords : Illumination, physics, building, smartphone, the room.

58 Semarang, 18 Mei 2017


[D 6]
IMPINGER SEBAGAI ALAT SAMPLING CEMARAN UDARA AMBIEN

Impinger as sampling instrument for ambient pollutant

Tiny Agustini Koesmawati1, Aan Gunawan Suryapranata2


1Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI

Kampus LIPI, Jalan Sangkuriang, Bandung 40135


tiny.agustini@gmail.com
2AGS Laboratory, Bandung

agslab17@gmail.com

Abstrak

Dengan semakin meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap resiko bahaya polusi udara menyebabkan kebutuhan akan
peralatan sampling udara yang handal semakin meningkat di Indonesia. Peralatan Impinger telah dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan akan peralatan sampling udara ambien yang handal, mudah dioperasikan dan murah. Peralatan utama
Impinger adalah modifikasi pompa tiup udara akuarium yang sudah terseleksi menjadi pompa hisap/vakum, dilengkapi
potensiometer sebagai alat pengatur kecepatan alir udara, dan flowmeter udara sebagai pengukur kecepatan udara telah
dikalibrasi oleh laboratorium yang terakreditasi KAN. Faktor yang paling penting dalam pengambilan sampel udara adalah
ketepatan volume udara yang dihisap. Hal ini memerlukan kestabilan pompa hisap. Kestabilan pompa diukur pada kecepatan
0,2 ; 0,5 ; 1,0 dan 1,5 L/menit dan didapat persamaan garis yang konstan. Uji recovery dilakukan untuk memastikan reaksi
antara gas yang ditangkap dengan larutan penangkap berlangsung sempurna. Nilai recovery untuk seluruh gas yang diukur
berada pada daerah yang diperbolehkan yaitu antara 80-100%. Pengujian dilapangan memberikan data yang presisi dengan
nilai %RSD < CV Horwitz. Untuk menjamin kehandalan udara yang disampling, flow meter yang digunakan telah dikalibrasi
oleh lembaga yang terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Alat Impinger ini mampu menangkap lima jenis gas
sekaligus, yaitu NOx, SO2, NH3, H2S dan Oksidan. Teknik analisis seluruhnya mengacu pada metoda standar SNI. Peralatan
Impinger dapat digunakan sebagai alat sampling udara ambien yang handal dan murah, serta peralatan dapat diproduksi
secara masal, karena semua komponen berasal dari dalam negeri dan jaminan purna jual yang dapat dipercaya.

Kata kunci: udara ambien, polutan udara, SO2, NO2, H2S, NH3, Oksidan

Abstract

Due to the increasing number of environmental awareness on the risk of air pollution, the number of demand on reliable air
sampling instruments are also increasing in Indonesia. Impinger has been developed to satisfy the need of reliable ambient
air sampling instrument that is easy to operate and low-cost. The main component of an Impinger is the pre-selected aquarium
pumps which are modified as suction pumps. The potentiometer is used to control the speed of airflow, and the air sucked by
the pump is measured by the airflow-meter in time unit (L/minutes). The most important factor of air sampling is the accuracy
of air volume sucked by the instrument. Therefore, stable suction and good vacuum of the pumps are the key factor for this
instrument. Suction pump was measured at 0.2 ; 0.5 ; 1.0 and 1.5 LPM and was found the stable equations. The optimum
reaction between gases and solution was measured by recovery tests. The recovery value was found between 80-100%. The
instrument was applied and the repeatability value was found satisfied (the %RSD value was found below CV Horwitz). To
assure the reliability of air sampling, the flow meter used has been calibrated by accredited laboratory. The sampling and
analysis technique are based on SNI. This Impinger instrument is capable of catching five different gases at once, namely NOx,
SO2, NH3, H2S, and Oxidant. This Impinger is a reliable yet low-cost ambient air sampling instrument that can be produced in
mass with best quality of local components and trusted after-sales guarantee.

Keyword : ambient, air pollution, SO2, NO2, H2S, NH3, Oxidant

Semarang, 18 Mei 2017 59


[D 7]
MODIFIKASI FLUE GAS DESULFURIZATION ABSORBER DI PLTU TERHADAP EMISI DAN
SEBARAN HIPOTETIK GAS SO2

Modification of Flue Gas Desulfurization Absorber at Power Plant to SO2 Emission and Hypotetical Dispersion

Joko Purnomo1, Mahendra Andriarso1, Haryono S Huboyo2


1 PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B, Jepara
2Departemen Teknik Lingkungan, FT UNDIP

Email : huboyo@gmail.com

Abstrak

PLTU Tanjung Jati B (TJB) Unit 1&2 menerapkan sistem Wet FGD (Flue Gas Desulphurization) sebagai teknologi pengendali
emisi SO2. Seiring berjalannya waktu pada proses operasi FGD terdapat permasalahan yaitu blinding akibat kegagalan proses
forced oxidation sehingga terjadi scaling gypsum yang diselimuti lapisan Calcium Sulfite (CaSO3). Modifikasi dilakukan dengan
modifikasi oxidation air system untuk memperbaiki proses forced oxidation melalui penambahan jumlah pipa yang masuk ke
dalam absorber dan mengatur penempatan outlet pipa. Dengan modifikasi ini terjadi reduksi gas SO2 sebesar 13 15%,
menurunnya konsumsi batu kapur sampai sebesar 30%. Sebaran hipotetik emisi SO2 di wilayah kajian juga semakin kecil
konsentrasi ambiennya dengan adanya modifikasi ini. Keuntungan lain dengan modifikasi pada sistem absorber FGD ini
adalah sistem FGD dapat dioperasikan dengan 2 (dua) Absorber Recirculation Pump (ARP) yang sebelumnya 3 buah ARP.

Kata Kunci : batu bara, pembangkit listrik, polusi udara, reduksi, sulfur

Abstract

The Coal Power Plant of Tanjung Jati B Unit 1,2 (owned by State Electricity Enterprise) operate Wet FGD (Flue Gas
Desulphurization) for controlling SO2 emission. In the course of FGD, these device faced blinding problem due to failure during
forced oxidation process. Gypsum scalling in the form of Calcium Sulfite (CaSO3) took place inside the device. Modification of
oxidation air system through optimation of force oxidation pipes (its arrangement and quantity) going through the absorber.
As a results, reduction of SO2 gas about 13 15% could be achieved. In addition, limestone consumption was also decreased
about 30%. Hypothetical dispersion of SO2 emission at the designated area from the stack also could be reduced in its ambient
concentration.Other co-benefits of this FGD modification was minimize the Absorber Resirculation Pump to 2 units (previously
3 units).

Keywords : air pollution, coal, power plant, reduction, sulfur

60 Semarang, 18 Mei 2017


[D 8]
Pertimbangan Dalam Mengelas Baja

Consideration in Steel Welding

Yurianto1 dan Padang Yanuar2


1Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
2STIMART AMNI Semarang

Surel: yurianto_narimin@yahoo.com @ yurianto@undip.ac.id

Abstrak

Membuat komponen dari pelat baja (atau logam lainnya) selalu diawali dengan perencanaan yang benar agar diperoleh
produk yang diinginkan. Untuk menghasilkan komponen, proses pengelasan tidak bisa dipisahkan dalam fabrikasi baja.
Pengelasan adalah proses penggabungan antara dua atau lebih logam (dengan atau tanpa logam pengisi) dengan panas (dari
pengelasan busur) untuk menghasilkan sambungan las. Masalah umum dari retak logam adalah saat pengelasan dimulai, dan
retak terjadi setelah pengelasan selesai. Dalam kasus tertentu, baja tidak bisa dilas dengan atau tanpa logam pengisi.
Penelitian bertujuan mengevaluasi kandungan unsur kimia pada baja yang akan dilas terhadap mampu las dan kerentanan
retak selama pengelasan, dan setelah pengelasan selesai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan
kandungan unsur kimia dalam baja yang akan dilas dengan menggunakan mesin spektrometer emisi optik. Hasil pengamatan
adalah: carbon; chromium; manganese; molybdenum; nickel; phospor; silicon; belerang dan ferro, semuanya diukur dalam
persen berat. Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan unsur kimia pada baja merupakan faktor utama yang
menentukan mampu las logam yang dilas dan retakan yang terjadi karena proses pengelasan, dan juga unsur kimia elektroda
(logam pengisi).

Kata Kunci : steel, carbon element, carbon equivalent, weld crack, weldability

Abstract

To create a components from steel plate (or another metals) always began with the correct design in order to obtained the
desired product. To produce the components, welding process can not be separated in steel fabrication. Welding is the process
of joining between two or more metals (with or without filler metal) with heat (from arc welding) to produce the weld joint. A
common problem of metal crack when welding is began, and crack occurs after welding is completed. In certain cases, the
steel can not be welded with or without filler metal. Aim of this study to evaluate of chemical elements content in the steel to
be welded to weldability and crack susceptibility during welding and after welding is completed. The method used in this study
is the observation of the chemical element content in the steel to be welded using optical emission spectrometer machine.
Ovservation result are: carbon; chromium; manganese; molybdenum; nickel; phospor; silicon; sulphur and ferro, all of them
measured in weight percent. The final of this study showed that chemical elements content in steel are main factors that
determine the weldability of metal to be welded and cracks occur due to the welding process, and chemical element of
electrode (filler metals) as well.

Keywords : baja, unsur carbon, kesetaraan carbon, retak las, mampu las

Semarang, 18 Mei 2017 61


[D 9]
RANCANG BANGUN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI FASKES NON RAWAT INAP
DENGAN TEKNOLOGI INTEGRASI UAF-AEROB-WETLAND

Agung Budiarto dan Bekti Marlena


Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang

Abstrak

Pemerintah telah mewajibkan akreditasi bagi fasilitas pelayanan kesehatan rawat inap dan non rawat inap berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004,
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012, Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 dan Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013. Dalam salah satu persyaratan akreditasi diwajibkan kepada fasilitas pelayanan kesehatan
untuk mengolah limbah cair yang dihasilkan dalam usahanya karena berpotensi mencemari lingkungan akibat polutan organik
tinggi. Limbah tersebut harus diolah dengan baik sebelum dibuang ke fasilitas pembuangan umum. Mengingat permasalahan
tersebut, pemilihan teknologi pengolahan air limbah yang tepat, mudah dan ekonomis menjadi pertimbangan, karena sumber
daya yang minim dari fasilitas pelayanan kesehatan non rawat inap baik dari pendanaan, teknologi maupun dari jumlah
sumber daya manusianya. Tulisan ini adalah menjelaskan mengenai racang bangun instalasi pengolahan air limbah untuk
fasilitas layanan kesehatan non rawat inap dengan kapasitas 1-5 m/hr dengan proses kombinasi UAF-Aerob-Wetland yang
mudah dan murah dalam operasionalnya. Rancang bangun instalasi pengolahan air limbah ini diawali dengan pembuatan
ekualisasi, kemudian dilanjutkan proses UAF (Upflow Anaerobic Filter). Setelah proses Anaerob di UAF dilanjutkan proses
Aerob meliputi Nitrifikasi dan Activated sludge. Air limbah kemudian diolah di Wetland menggunakan tanaman dan batu
bulat. Effluent wetland disempurnakan dengan filter karbon aktif dan disinfektan untuk mematikan mikroorganisme patogen.
Sistem pengolahan air limbah ini dapat mereduksi konsentrasi BOD, COD dan TSS serta phospat dan amonia hingga memenuhi
baku mutu fasilitas pelayanan kesehatan menurut Permen LH No.5 Tahun 2014.

Kata Kunci : UAF, aerob, wetland, desain ipal, faskes

62 Semarang, 18 Mei 2017


[D 10]
PROTOTYPE MARCURY (MANUFACTURE SECURITY SYSTEM)

Aswin Bimo Subandoro


Universitas Negeri Jakarta

Abstrak

Angka kematian yang tinggi pada industri dan lingkungan industri disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah
keracunan gas dan kebakaran, lebih dari 995 korban keracunan yang ditimbulkan dari kebocoran gas beracun jenis ammonia
(NH3). Gas beracun tersebut berasal dari bahan kimia industri. Menurut Dr. Ir. Suprapto MSc Kebakaran senantiasa
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya bahaya terhadap keselamatan jiwa manusia. Data kebakaran yang
dilansir dari rekapitulasi kejadian kebakaran tahun 2014 damkar depok, rata rata per bulan terjadi 58 kali kebakaran dan 696
kali pertahun, dan sekitar 20%nya adalah kebakaran pada industri. Oleh Karena itu diciptakanlah Prototype MARCURY
(Manufacture Security System) bertujuan sebagai alat yang mampu mencegah kecelakaan kerja akibat kebocoran gas beracun
dan kebakaran pada industri. Prototype MARCURY merupakan sistem keamanan nirkabel dengan mengantisipasi kebocoran
gas dan kebakaran pada industri berbasis mikrokontroler. Alat ini akan bekerja jika sensor medeteksi adanya gas beracun dan
adanya potensi kebakaran di sebuah pabrik atau industri. Hasil pembacaan sensor akan disampaikan secara wireless menuju
filter. Filter ini berupa ionize filter yang terdiri dari exhaust fan dan Carbon Active yang berfungsi untuk menyaring gas beracun
dan mengubahnya menjadi udara bersih. Alat ini dilengkapi aplikasi yang dapat memonitoring hasil bacaan sensor melalui
media bluetooth.

Kata Kunci : MARCURY, Gas, Beracun, Kebakaran, Nirkabel

Semarang, 18 Mei 2017 63


[D 11]
MEKANISASI SEMAIAN BIBIT PADI DAN PRODUKSI MULSA DARI KERTAS BEKAS
SEBAGAI MEDIA TANAMNYA

Sucihatiningsih Dian Wisika Prajanti1, Haryo Kuncoko2 dan Liana Fibrina3


1Universitas Negeri Semarang
2Edusarana.com
3Post-graduate Universitas Negeri Semarang

E-mail : dianwisika@yahoo.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah membentuk badan usaha dan mengembangkan Teknologi Tepat Guna (TTG) dalam bidang
pangan bidang pangan terutama produksi padi yang banyak dibutuhkan petani atau UKM. TTG yang dikembangkan berupa
alat mekanisasi semprot semai benih padi dengan menggunakan media mulsa dari kertas/karton bekas. Minat masyarakat
yang semakin enggan menjadi petani atau tenaga kerja di sektor pertanian, menjadikan ongkos buruh penggarap sawah
mahal, musim tanam mundur, produksi menurun dan petani tidak untung. Penggunaan mesin tanam padi /rice transplanter
juga belum sepenuhnya dapat diterima semua petani karena bibit harus ditata manual di bagian Feeder mesin, sedangkan
pengambilan bibit dari persemaian juga masih dilakukan secara manual pula sehingga dibutuhkan banyak tenaga kerja orang.
Penerapan mekanisasi lini produksi padi masih perlu dilakukan untuk mendukung produktivitas, menekan biaya operasional,
mengurangi langkah produksi konvensional termasuk untuk semaian bibit padi. Maka diusulkan teknologi untuk membantu
petani dengan mendesain mesin semai bibit padi secara masinal dan mempersingkat kerja sekaligus mendukung
pembudayaan mekanisasi penanaman padi berikutnya dengan rice transplanter. Mesin semprot semai padi yang dibuat
dengan menggunakan media mulsa dari karton/kertas bekas, persemaian bibit padi tanpa media tanah. Hasil bibit yang
didapat mampu mempersingkat kerja dan dapat dilakukan dimana saja di tempat datar dan terbuka. Bibit padi hasil
persemaian dapat digulung seperti karpet, ditransportasikan dan ditempatkan langsung di feeder mesin rice transplanter
guna ditanam di sawah. Langkah berikutnya adalah mendesain produksi mulsa itu sendiri dari kertas/karton bekas dengan
mesin Bitter menghasilkan bubur kertas, lalu dikeringkan, dipres dan dikemas untuk digunakan persemaian padi. Petani
dengan bekal kemampuan dasar, mampu mengoperasikan mekanisasi semai padi sekaligus dapat mendukung clean up
lingkungan. Mekanisasi semai padi mampu meningkatkan produktivitas petani.

Kata Kunci : Semai padi, petani, mulsa, mekanisasi semai padi

64 Semarang, 18 Mei 2017


[D 12]
RANCANG BANGUN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN LELE
DENGAN INTEGRASI ANAEROBIK UASB WETLAND

Bekti Marlena, Misbachul Moenir, Rustiana Yuliasni, Sartamtomo


Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang

Abstrak

Air limbah yang dihasilkan oleh Industri Kecil Menengah (IKM) saat ini masih banyak yang langsung dibuang ke lingkungan
disebabkan terkendala kurangnya pengetahuan serta teknologi pengolahan air limbah yang tepat. Hal tersebut tentunya
dapat menyebabkan pencemaran serta mengganggu lingkungan sekitar. Salah satu industri yang mengeluarkan air limbah
yang cukup besar adalah industri pengolahan ikan yang mempunyai karakteristik biodegradable. Penerapan teknologi
integrasi anaerobik UASB - wetland untuk mengolah air limbah pengolahan ikan lele dilaksanakan di IKM pengolahan ikan
Alang-Alang Tumbuh Subur, Boyolali. Rancang bangun IPAL pengolahan ikan lele direncanakan berdasakan percobaan
laboratorium pengolahan air limbah pengolahan ikan dengan UASB. IPAL dirancang terdiri dari bak ekualisasi, bak
pretreatment, bak UASB dan wetland. Kriteria rancang bangun meliputi debit = 3 m3/hari, nilai COD influet maksimum 2000
mg/L serta waktu tinggal dalam reaktor UASB 24 jam dan waktu tinggal di wetland selama 5 hari. Dari hasil uji coba lapangan
didapatkan penurunan konsentrasi COD pada reaktor UASB mencapai 60 -70 %, sedangkan penurunan secara keseluruhan
(integrasi UASB wetland) mencapai 83% dengan waktu tinggal 6 hari. Air limbah terolah telah memenuhi baku mutu dan
dapat dimanfaatkan kembali untuk kegiatan perikanan.

Kata Kunci : air limbah, rancang bangun, UASB-wetland

Abstract

Wastewater generated by Small Scale Enterprises (SME) still discharge directly into the environment due to their limitation of
knowledge and suitable wastewater treatment technology. It certainly could cause pollution and disrupt the environment.
One of industry that discharge large biodegradable wastewater was fish processing industry. The implementation of
integrated UASB - wetland technology for treating fish processing wastewater was conducted in Alang-Alang Tumbuh
Subur, in Boyolali. Wastewater treatment plant (WWTP) was designed based on UASB laboratory trials. WWTP consist of
equalization basin, pretreatment basin, UASB and wetland. Design criteria include flow rate 3 m3/day, maximum COD
concentration 2000 ppm, retention time in UASB 1 day and retention time in wetland 5 days. The trials showed that UASB
could remove COD 60-70% and simultaneously integrated UASB-Wetland could remove 83% COD by 6 days. Effluent has
complied the stream standard regulation and can be reused for fish farming.

Keywords: wastewater, design, integrated UASB-wetland

Semarang, 18 Mei 2017 65


[D 13]
EKSTRAK PATI BENGKOANG (Pachyrhizus erosus) SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF
PEMBUATAN BIOPLASTIK RAMAH LINGKUNGAN

Sri Elfina1*, Novesar Jamarun1, Syukri Arief1, Akmal Djamaan2


1Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
2Fakultas Farmasi,

Universitas Andalas (UNAND) Padang


Email: srielfina@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengektrak pati bengkoang untuk menghasilkan amilosa. Bengkoang (Pachyhiruz erosus)
memiliki kandungan karbohidrat. Amilosa yang terkandung dalam karbohidrat diperlukan untuk proses pembuatan
bioplastik. Pati bengkoang diperoleh dengan cara mengendapkan filtrat dari bengkoang yang telah diparut dan disaring serta
pengeringan dilakukan dalam oven. Hasil ektrak pati bengkoang yang telah dikeringkan dilakukan pengujian. Pengujian yang
dilakukan menunjukkan kadar air ( 12,09%), kadar abu (0,28%) dan kadar pati (78,14%) pada pati bengkoang. Kadar amilosa
pada pati bengkoang menunjukkan 8.33%. FTIR memperlihatkan gugus fungsi O-H, C-H, C=C, dan C-C. Hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan bioplastik.

Kata Kunci : pati bengkoang, amilosa, bioplastik

Abstract

This study was conducted to extraction yam to produce amylose starch. Yam (Pachyhiruz erosus) contain carbohydrates.
Amylose contained in carbohydrates is required for the process of bioplastics. Yam starch obtained by precipitating the filtrate
from yam been shredded and screened and drying in an oven is needed. Results extract dried yam starch examination. Tests
have shown the water content (12.09%), ash content (0.28%) and starch content (78.14%) in the yam starch. Amylose content
in starch yam showed 8.33%. FTIR showed functional groups O-H, C-H, C = C and C-C. The results of this study can be used as
raw material in the manufacture of bioplastics.

Keywords: yam starch, amylose, bioplastics

66 Semarang, 18 Mei 2017


[D 14]
SILIKA ALAM DARI LIMBAH PADATAN PENGEBORAN GEOTERMAL DI DIENG MENJADI
SILIKA GEL MELALUI PROSES RAMAH LINGKUNGAN

Natural silica of solid waste from geothermal drilling in Dieng as silica gel through
environmentally benign processing

Silviana1, Rifaldi Maulana Hasbi1, Christyowati Primi Sagita1, Oky Dwi Nurhayati2, Ahmad Fauzan3,
Suhartana4, Jati Utomo Dwi Hatmoko, 5
1
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
2
Departemen Sistem Komputer, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
3
Departemen Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
4
Departemen Kimia, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
5
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Email : silviana@che.undip.ac.id

Abstrak

Silika ditemukan di alam sebagian besar di dalam tanah dalam bentuk asam silikat yang kemudian diserap oleh tumbuhan.
Beberapa tumbuhan yang dikenal sebagai sumber silika alam antara lain sekam padi, daun bambu, jerami padi, dan tebu.
Silika juga terdapat pada limbah padat hasil pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) dengan kandungan cukup besar.
Limbah padat (geothermal sludge) ini berasal dari limbah cair (brine solution) yang memadat setelah mengalami pendinginan.
Kajian makalah ini berupa investigasi limbah geothermal menjadikan silika alam berpotensi sebagai silika gel dengan teknologi
ramah lingkungan. Pada hasil penelitian ini silika digunakan untuk pembuatan silika gel dimana pada tahap pertama dilakukan
proses strong acid leaching treatmeant menggunakan asam klorida yang bertujuan untuk menghilangkan impuritas. Setelah
itu silika diekstraksi dengan NaOH sehingga menghasilkan natrium silikat. Natrium silikat inilah yang sering disebut sebagai
prekursor dalam pembuatan silika gel. Prekursor ini direaksikan kembali dengan HCl pada kondisi pH netral untuk
mendapatkan gel silika. Sebelumnya prekursor ini melewati resin penukar ion Na Amberlite IR120 untuk menghilangkan ion
Na. Gel diaging hingga 18 jam selama masa gelation. Fasa gel dikontakkan dengan air untuk membentuk slurry. Slurry dicuci
dengan air dan disaring. Kemudian padatan silica gel yang tersaring dikeringkan pada suhu 105C. Silica gel yang dihasilkan
diterapkan sebagai penjerap moisture content pada proses pengeringan bawang merah.

Kata Kunci : silika, natrium silikat, geotermal, prekursor, silica gel

Abstract

Silica can be extracted from the earth as silicate form adsorpted by plants. Several plants have high content of silica, i.e. rice
husk, bamboo leaf, rice straw, and bagasse sugar cane. Silica can be desorpted within brine solution from geothermal drilling
in Dieng with a huge concentration. This paper investigates use of solid waste from geothermal drilling as silica gel through
environmentally benign processing. In the beginning, solid waste was leached by chloric acid to release impurities. Afterward,
it was extracted with sodium hydroxide releasing sodium silicate as precursor. Then, it was treated through cation exchange
resin (Amberlite IR120) to remove ion Na+. Treated solution was neutralized by adding HCl to obtain silica gel. The gel was
aged for 18 hours during gelation. Then, the gel was gently broken by adding deionized water to make slurry. The slurry was
washed and filtered with deionized water. Solid of silica gel was dried at 105C. The product was then used to adsorp moisture
content in drying of red onion.

Keywords: silica, sodium silicate, geothermal, precursor, silica gel

Semarang, 18 Mei 2017 67


[P1]
PEMBUATAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT DENGAN PROSES TOREFAKSI

Making of Palm Kernel Shell Charcaoal With Torrefaction Method

Ir.Zainal Abidin Nasution dan Harry P.Limbong,ST


Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan
Jln Sisingamangaraja no.24 Medan 20217, Provinsi Sumatera Utara
E mail : zainal_an7@yahoo.com

Abstrak

Tahun 2015, luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah mencapai 10.701.436 Ha, dengan rincian perkebunan
kelapa sawit rakyat 4.810.271 Ha, perkebunan kelapa sawit milik BUMN 704.094 Ha dan perkebunan kelapa sawit swasta
5.207.071 Ha. Basis satu ton tandan buah sawit segar kelapa sawit akan menghasilkan 20 % - 23 % CPO ; 5 % - 7 % PKO dan
sisanya berupa limbah padat yaitu 20 % - 23 % tandan kosong kelapa sawit ; 10 % - 12 % serat buah kelapa sawit dan 7 % - 9
% cangkang kelapa sawit. Cangkang kelapa sawit adalah merupakan biomassa yang terbentuk dari hasil fotosintetis butir
butir hijau daun, bekerja sebagai sel surya yang menyerap enerji sinar matahari, kemudian mengkonversi karbon dioksida
dengan air menjadi suatu material yang mengandung karbon, hydrogen dan oksigen. Material tersebut dalam bentuk
padatan dan apabila dikonversi dapat menjadi arang cangkang kelapa sawit. Pada pelaksanaan penelitian ini, arang cangkang
kelapa sawit dibuat dengan proses torefaksi cangkang kelapa sawit. Dari proses torefaksi cangkang kelapa sawit diperoleh
rendemen pengarangan rata-rata adalah 38,20 % (suhu terakhir proses torefaksi adalah 348 0 C, pada saat cangkang kelapa
sawit tidak lagi mengeluarkan asap dan waktu tinggal pengarangan adalah 105 menit). Dari hasil pengamatan temperatur
dan waktu tinggal pengarangan cangkang kelapa sawit terhadap kondisi asap proses pengarangan cangkang sawit yang
terjadi, sebagai indikator, dimana arang cangkang kelapa sawit dibuat dengan proses torefaksi, adalah mengikuti
Grafik Tipikal Tahapan Pengarangan Biomassa Dengan Proses Torefaksi yang tertera pada gambar 1, seperti berikut :
a. Tahapan Heating dari menit ke 0 sampai menit ke 3 dari temperatur dari 32 0C (temperatur kamar) sampai dengan
temperatur 95 0C.
b. Tahapan Drying dari menit ke 3 sampai menit ke 19 dari temperatur 95 0C sampai dengan temperatur 95 0C.
c. Tahapan Post Drying dari menit ke 19 sampai menit ke 37 dari temperatur 95 0C sampai dengan temperatur 320 0C.
d. Tahapan Torrefaction dari menit ke 37 sampai menit ke 45 dari temperatur 320 0C sampai dengan temperatur 348 0C.
e. Tahapan Cooling dari menit ke 45 sampai menit ke 105 dari temperatur 348 0C sampai dengan temperatur 32 0C
(temperatur kamar).

Kata kunci : cangkang kelapa sawit,torefaksi,arang cangkang kelapa sawit,

Abstract

In 2015, the area of oil palm plantation in Indonesia has reached 10,701,436 Ha, with details of palm oil plantations 4,810,271
Ha, oil palm plantations owned by BUMN 704.094 Ha and private oil palm plantations 5,207,071 Ha. The base of a ton of fresh
fruit palm fruit bunches will produce 20% - 23% CPO; 5% - 7% PKO and the rest in the form of solid waste that is 20% - 23%
empty fruit bunch palm oil; 10% - 12% oil palm fiber and 7% - 9% oil palm shells. Palm oil shells are a biomass formed from
photosynthesis of green leaf grains, working as solar cells that absorb sunlight energy, then convert carbon dioxide with water
into a material containing carbon, hydrogen and oxygen. The material is in solid form and when converted it can be a charcoal
shell charcoal. In the implementation of this research, coconut shell charcoal is made by coconut shell shell process. From
the process of coconut shell torefaction, the average auction yield is 38.20% (the last temperature of the torrefaction process
is 348 0 C, when the oil palm shells no longer smoke and the residence time is 105 minutes). From the observation of the
temperature and the residence time of the coconut shell restriction on the smoke condition of the process of oil palm shaping
that occurs, as an indicator, where the palm shell charcoal is made by the process of torefaksi, is following the typical graph
of the biomass stages with the process of torrefaction shown in Figure - 1 , as follows :
a. Heating Stages from minute 0 to minute 3 , from temperature of 32 0C (room temperature) up to temperature 95 0C.
b. Drying Stages from minute 3 to minutes 19 ,from temperature 95 C up to temperature 95 C.
c. Post Drying Stages from minutes 19 to minutes 37 , from temperature 95 C up to temperature 320 C.
d. Torrefactions Stages from minutes 37 to minutes 45 ,from temperature 320 C to temperature 348 C.
e. Cooling Stages from minute 45 to minute 105 ,from temperature 348 0C to temperature 32 0C (room temperature).

Keywords: oil palm shell, torrefaction, palm shell charcoal

68 Semarang, 18 Mei 2017


[P 2]
THE NUTRITION AND MEDICINE PROPERTIES OF SOME EDIBLE MUSHROOMS IN INDONESIA REVIEW

Muhamad Kurniadi and Djumhawan Ratman Permana


Research Unit for Natural Product Technology, Indonesian Institute of Sciences
Jl. Yogya-Wonosari km 31,5 Gading, Playen, Gunungkidul, Yogyakarta.
E-mail : hm_kur@yahoo.com, tlp.0274392570,HP 085747047180 2)Edible Mushrooms Consultant, Bogor, Indonesia

Abstrak

Mushroom are a very nutritious product that can be generated from lignocellulosic waste materials and are very rich in crude
fiber and protein. In fact, mushrooms also contain low fat, low calories, and good vitamins. In addition, many mushrooms
pass multi-functional medicinal properties. There has been an upsurge of interest and edible mushrooms not only as healthy
vegetables (food) but also a source of biologically active compounds of medicinal value, anticancer, antiviral, immune
potentiating, hypocholesterolemic and hepatoprotective agents. There is some evidence that the beneficial treatment of
these diseases can be obtained by consumption of mushrooms as a functional food, or through the use of extracted
biologically active compounds as a dietary supplement, in order to enhance immune response of human body, thereby
increasing resistance to disease and, in some causing regression of disease state. It has been reported that the anti-tumor
and anti-cancer effect of polysaccharides are based on the enhancement of the bodys immune system, including activated
macrophages, natural killer cells, cytotoxic T cell and their secretary products, such as the tumor necrosis factor, reactive
nitrogen and oxygen intermediates and interleukins rather than direct cytocidal effects.

Kata Kunci : The nutrition, medicine properties, edible mushrooms

Semarang, 18 Mei 2017 69


[P 3]
PEMANFAATAN LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
UNTUK PEMBUATAN BATAKO RINGAN ANTI GEMPA

Elizarni, ST, M.Si


SMK-SMAK Padang

Abstrak

Kebutuhan tempat tinggal tiap tahunnya di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk.
Kebutuhan manusia akan tempat tinggal yang layak huni dan berkualitas juga semakin meningkat. Kualitas tempat tinggal
sangat dipengaruhi oleh material dari bangunan tersebut. Indonesia merupakan negara yang terletak di zona gempa paling
aktif di dunia, sehingga masyarakat mengalami penderitaan yang sangat berat dan berpikir bagaimana cara untuk
membangun tempat tinggal yang tahan terhadap goncangan gempa. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu kajian untuk
menciptakan bahan material bangunan atau rumah yang ringan dan tahan terhadap goncangan gempa. Salah satu upaya
yang dilakukan untuk menghasilkan bahan material bangunan yang tahan gempa adalah dengan membuat batako ringan dan
kuat. Dimana batako yang dibuat berasla dari limbah tandan kosong kelapa sawit. Batako yang sudah biasa diproduksi
menurut standar Pekerjaan Umum mempunyai komposisi bahan baku dengan perbandingan : pasir : semen : air yaitu 75 : 20
: 5. Sementara batako yang akan di produksi adalah dengan perbandingan : limbah kelapa sawit : pasir : semen : air yaitu 50
: 25 : 20 : 5. Disini dapat dilihat batako yang dibuat yaitu mengganti komposisi pasir dengan limbah tandan kosong kelapa
sawit sebanyak 50% sehingga bisa memanfaatkan limbah dan memperkecil eksploitasi pasir. Batako yang dihasilkan dilakukan
uji kualitas baik secara fisika maupun secara kimia. Uji fisika yang akan dilakukan adalah Uji kuat tekan, uji daya serap air
sedangkan uji kimia dilakukan terhadap sulfur. Hasil analisis sebagai berikut : kuat tekan : 100kg/cm2, kandungan daya serap
air : 25% dan kandungan sulfur 1%.

Kata Kunci : Batako, Limbah tandan kosong kelapa sawit, Eksploitasi Pasir

70 Semarang, 18 Mei 2017


[P 4]
PENGARUH JENIS KOAGULAN, DOSIS KOAGULAN DAN pH TERHADAP EFEKTIVITAS PROSES KOAGULASI-
FLOKULASI PADA LIMBAH INDUSTRI BATIK

The Influence Of Coagulant, Dose of Coagulant and pH on the Effectiveness Of Coagulation-Flocculation


Process Of Batik WasteWater

Rustiana Yuliasni, Nanik Indah S., Novarina Irnaning H., Agung Budiarto
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No 6 PO Box: 829, Semarang 50136, Indonesia

Abstrak

Batik merupakan salah satu jenis industri tekstil yang dikembangkan di Indonesia. Air limbah dari industri batik mengandung
polutan dan memiliki pH tinggi yang berasal dari sisa malam, zat warna, kanji serta penambahan soda api. Untuk mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan diperlukan upaya pengolahan limbah tersebut dengan teknologi yang tepat. Koagulasi-
flokulasi merupakan salah satu teknologi kimia yang dapat diaplikasikan untuk limbah batik yang mengandung zat warna azo,
dimana mempunyai karakteristik koloid bermuatan negatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
jenis koagulan, dosis koagulan dan pH dalam proses koagulasi flokulasi limbah batik. Pada penelitian ini digunakan dua jenis
koagulan yaitu alumunium sulfat dan ferro sulfat. Dosis koagulan yang digunakan berturut-turut yaitu sebesar 3; 4; 5; dan 6
g/L. Flokulan yang digunakan adalah anion polymer, dengan dosis sebesar 0,0002% w/v. Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
penurunan nilai COD lebih signifikan dengan menggunakan alum sulfat daripada ferro sulfat. Penurunan COD maksimal
adalah sebesar 77,9% dicapai pada dosis alum sulfat sebesar 6 g/L, yaitu dari 7700,8 mg/L menjadi 1711 mg/L, sedangkan
ferro sulfat hanya mampu menurunkan COD dari 7700,8 mg/L menjadi 3648 mg/L atau sebesar 52,8%. Penggunaan alum
sulfat menyebabkan penurunan pH yang signifikan yaitu dari pH 9 menjadi pH 6,5. Penggunaan ferro sulfat tidak
mengakibatkan penurunan pH yang signifikan, dari pH 9 hanya turun menjadi pH 8,5. Pada pembentukan flok, baik alum
sulfat dan ferro sulfat tidak dapat memebentuk flok yang stabil, flok yang terbentuk mudah terurai lagi jika ada goncangan
sedikit.

Kata kunci : industri batik, koagulasi, air limbah, malam, parafin

Abstract

Batik is a kind of developed textile industry in Indonesia. Wastewater from batik industry consist of pollutants and high of
pH derived from residue of wax and paraffin, dye and caustic soda. In order to prevent pollution of environment, it is need
to treat the wastewater by using the appropriate technology. Coagulation-flocculation is one of the chemical technologies
that able to be applicated to treat wastewater from batik industry with azo dye component. The aim of this research was to
study the influence of kind and dose of coaggulant and also pH in coagulation and flocculation process of batik wastewater.
In this research, two kind of coagulants were used, there were aluminium sulfat and ferro sulfat. The doses of coaggulant
were 3; 4; 5; 6; g/L. Anion polymer was used as flocculant with the dose of 0,0002% w/v. The result showed that, COD removal
was more significant by using alum sulfat than ferro sulfat. Maximum COD removal was 77,9% from COD 7700,8 mg/L to 3648
mg/L, it was gained by using alum sulfat with the dose of 6 g/L whereas ferro sulfat was only able to remove COD until 52,8%.
The use of alum sulfat decreased pH significantly, it was from pH 9 to pH 6,5. Otherwise the use of ferro sulfat did not decrease
pH significantly. In floc formation both alum sulfat and ferro sulfat could not form stable floc, the formed floc was breakable.

Keywords : batik industry, coagulation, wast water, wax, paraffin.

Semarang, 18 Mei 2017 71


[P 5]
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KATALIS ASAM PADAT BERBASIS NIOBIA
UNTUK PRODUKSI SENYAWA GLUKOSA

Adid Adep Dwiatmoko1 dan Nino Rinaldi2


1University of Science and Technology / Pusat Penelitian Kimia LIPI
2Pusat Penelitian Kimia LIPI

Email : adid.adep.dwiatmoko@lipi.go.id

Abstrak

Katalis asam padat berbasis niobia telah dibuat dan diuji coba untuk reaksi hidrolisis selobiosa membentuk senyawa glukosa.
Untuk meningkatkan aktivitasnya, permukaan katalis dimodifikasi dengan menggunakan asam fosfat. Karakterisasi katalis
dilakukan dengan menggunakan X-ray photoelectron sprectroscopy (XPS), X-ray diffraction (XRD), dan ammonia-temperature
programmed desorption (NH3TPD). Modifikasi pada permukaan katalis telah meningkatkan selektivitas katalis untuk
membentuk glukosa dari reaksi hidrolisis selobiosa. Berdasarkan karakterisasi yang dilakukan, telah dipercaya bahwa
kontribusi utama yang menyebabkan peningkatan selektivitas katalis adalah terbentuknya spesies dihidrogen fosfat pada
permukaan katalis yang telah dimodifikasi, yang merupakan bentukan hasil reaksi antara asam fosfat dan niobic acid. Studi
ini menunjukkan bahwa modifikasi permukaan katalis niobic acid mendorong terbentuknya produk penting dari selobiosa,
yang nantinya dapat dipergunakan juga untuk selulosa dari biomassa.

Kata Kunci : niobia, katalis, hidrolisis, glukosa, selobiosa

Abstract

The niobia-based solid acid catalyst has been prepared and tested for hydrolysis reaction of cellobiose to produce glucose. To
increase its activity, the catalyst surface is modified using phosphoric acid. Catalyst characterization was performed using X-
ray photoelectron sprectroscopy (XPS), X-ray diffraction (XRD), and ammonia-temperature programmed desorption (NH3-
TPD). Surface modification of catalyst increased catalyts selectivity to glucose from the hydrolysis reaction. It is believed that
the main contribution that causes the increased selectivity was the formation of the dihydrogen phosphate species on the
surface of catalyst, which was the resultant reaction between phosphoric acid and niobic acid. This study shows that surface
modification of niobic acid catalysts promotes the formation of an important product of cellobiose, which can also be applied
for cellulose from biomass.

Keywords : niobia, catalyst, hydrolysis, glucose, cellobiose

72 Semarang, 18 Mei 2017


[P 6]
PENGARUH PERBANDINGAN MOL CAO:ZNO PADA KATALIS 5%K2O/CAO-ZNO
TERHADAP BASISITAS KATALIS DAN PENGUJIAN KINERJANYA UNTUK PEMBUATAN BIODIESEL

Synergistic Effect Of K2O Promoter and CaO:ZnO Mol Ratio On 5%K2O/CaO-ZnO Catalyst for
Transesterification Process

Rahmatika Luthfiani Safitri , Louis Claudia Marpaung, dan I. Istadi


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Email : rahmatikaluthfiani@gmail.com

Abstrak

Pembuatan biodiesel dari reaksi transesterifikasi antara minyak kedelai dengan metanol telah dilakukan pada penelitian ini.
Proses pembuatan biodiesel dibantu dengan katalis heterogen padat basa 5%K2O/CaO-ZnO dengan variabel perbandingan
mol CaO:ZnO 1:1, 1:1.5, 1:2, 1:3, dan 3:1. Pembuatan katalis melalui metode kopresipitasi CaO-ZnO menggunakan larutan
Na2CO3 serta pemanasan pada suhu 60oC selama satu malam. Hasil kopresipitasi yang telah disaring kemudian dikeringkan
dengan oven dan dikalsinasi dengan furnace pada suhu 800oC selama 3 jam. Kemudian katalis di impregnasi dengan promotor
5%K2O menggunakan larutan KNO3 dan dikeringkan serta dikalsinasi pada suhu 300oC selama 5 jam. Selain itu, juga dilakukan
penambahan variabel persen promotor K2O 1%, 3%, dan 7% pada katalis 3:1 CaO-ZnO. Katalis 5%K2O/CaO-ZnO kemudian
diuji basisitasnya dengan metode titrasi benzene dan uji kristalinitas dengan metode XRD. Katalis digunakan pada proses
transesterifikasi biodiesel dari minyak kedelai dengan rasio molar minyak metanol 1:15 pada suhu 60 oC selama 4 jam
menggunakan katalis 5% berat minyak. Hasil biodiesel diuji dengan metode GCMS dan menghasilkan yield FAME terbesar
sebesar 75,289%. Yield FAME tertinggi diperoleh dari katalis dengan perbandingan mol CaO:ZnO 1:2. Hasil uji basisitas
menunjukkan katalis 5%K2O/CaO-ZnO dengan perbandingan mol CaO:ZnO 3:1 memiliki basisitas tertinggi. Sedangkan variabel
penambahan komponen K2O menunjukkan bahwa katalis 7%K2O/CaO-ZnO dengan perbandingan mol CaO:ZnO 3:1
memberikan nilai basisitas terbesar.

Kata Kunci : K2O/CaO-ZnO, biodiesel, minyak kedelai, perbandingan mol, transesterifikasi.

Abstract

Production of biodiesel from transesterification reaction between soybean oil and methanol has been done in this research.
The reaction using base catalyst of solid metal mixture 5%K2O/CaO-ZnO with mol ratio variables 1:1, 1:1.5, 1:2, 1:3, and 3:1
for increased the reaction rate. Preparation of the catalyst started by coprecipitation of CaO-ZnO using solution of Na2CO3
upon the hotplate with heating temperature 60oC which last for one night. The result of coprecipitation process which has
been filtered, then dried by oven and calcinated by furnace within temperature 800oC for 3 hours. The catalyst then
impregnated by 5%K2O promotor using solution of KNO3, furthermore it dried and calcinated again in temperature 300oC for
5 hours. Additional variables of promotor percentage 1%, 3%, and 7% has been done on 3:1 CaO-ZnO catayst. The crystalinity
of ctalyst 5%K2O/CaO-ZnO then characterized by XRD method and its basicity tested by basicity test using benzene-titration
method. The quality of catalyst is also tested by transesterification process for producing biodiesel from soybean oil with molar
ratio oil methanol 1:15, in 60oC temperature, for 4 hours, using mass catalyst 5% weight of oil. The result of biodiesel then
tested by GCMS method and produce 75,289% for the highest %FAME. The highest yield FAME obtained from catalyst with
CaO:ZnO molar ratio 1:2. Basicity test showed that 5%K2O/CaO-ZnO with mole ratioCaO:ZnO 3:1 has the highest basicity. On
the other hand, variable of %K2O shows that catalyst 7%K2O/CaO:ZnO with mol ratioCaO:ZnO 3:1 has the highest basicity.

Keywords : K2O/CaO-ZnO, biodiesel, soybean oil, mol ratio, transesterification

Semarang, 18 Mei 2017 73


[P 7]
KARAKTERISTIK KIMIA FISIKA DAN SENSORIS PIKEL PARE (MOMORDICA CHARANTIA L.)
HASIL FERMENTASI BAKTERI ASAM LAKTAT

The result fermentation of pare picle by Lactic Acid Bacteria


on Physical Chemical and sensory Characteristics

Suharyono A.S.(1), Marniza(1),Rizkita Lingga Wulandari(2),Muhamad Kurniadi{3}


1Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
2Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
3}Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI Yogyakarta, Desa Gading,Playen ,Gunungkidul, Yogyakarta. Hp.085747047180,

email :hm_kur@yahoo.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kimia fisika dan sensoris pikel pare hasil fermentasi bakteri asam
laktat. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan dua
kali ulangan. Faktor pertama adalah jenis bakteri/kultur (K) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu tanpa kultur BAL (spontan) (K1),
Lactobacillus plantarum (K2), Leuconostoc mesenteroides (K3), dan campuran Lactobacillus plantarum + Leuconostoc
mesenteroides (K4), faktor kedua adalah konsentrasi garam (G) yang terdiri dari 5 taraf, yaitu 0% (G0), 1% (G1), 2% (G2), 3%
(G3), dan 4% (F4). Hasil penelitian menunjukkan pikel pare terbaik adalah yang difermentasi dengan menggunakan kultur
campuran (Lactobacillus plantarum+ Lactobacillus mesenteroidas) dengan konsentrasi garam 4% memiliki pH terendah 3,330,
total asam laktat 1,337%, total bakteri asam laktat tertinggi 7,644 log cfu/g, total padatan terlarut 4,7 oBrix, dengan tekstur
sebesar 110, 130 (mm/50g/10detik). Hasil uji sensoris menunjukkan skor terhadap tekstur 3,025 (suka) , nilai warna 2,950
(agak suka), nilai rasa 2,625 (agak suka), nilai aroma 2,925 (agak suka) dan nilai penerimaan keseluruhan 2,550 (agak suka).

Kata kunci: pikel, pare, bakteri asam laktat (BAL), Lactobacillus plantarum, Leuconostoc mesenteroides

Abstract

The purposeof this study was to determine the effect ofthe addition of lactic acid bacteria culture compared with no addition
of culture (spontaneous), single culture and mixed with the salt concentrationon the characteristics of pickel pare. The results
showed that lactic acid bacteria and the salt concentration was highly significant in lowering the pH, raising the total lactic
acid, total lactic acid bacteria, total dissolved solids,texture and soften significantly affects cores texture, color, flavor, aroma,
and overall acceptance. The pickel pare best is fermented using mixed cultures(Lactobacillus plantarum+Leuconostoc
mesenteroides) with 4% salt concentration, has the lowest pH of 3.330, 1.337% total lactic acid, lactic acid bacteria highest
total 7.644 log cfu /g, total dissolved solids 4,70Brix, with the texture of 110.130 (mm/50g/10 seconds). Organoleptic
assessment of the panelist sindicated that scores for texture 3.025 (like) with descriptions rather soft, the color value of 2.95
(kind a like) with description spikel pare green color, flavor value 2.625 (kind a ike) with the description a little bitter sweet,
aroma values 2.925 (kind a like) with a description of the smell sweet (sugar) and overall revenue value 2.550 (kind a like).

Keywords : Pickel, pare, Lactic Acid Bacteria (BAL), Lactobacillus plantarum, Leuconostoc mesenteroides

74 Semarang, 18 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai