Anda di halaman 1dari 21

Skenario 1

Seorang perempuan 4 tahun dibawah oleh ibunya ke UGD RSU dengan


keluhan tidak sadarkan diri. Keluhan disertai demam. Sebelumnya pasien sering
mengamuk, takut melihat cahaya dan tidak mau dimandikan karena takut air.
Menurut ibunya 3 hari yang lalu pasien digigit oleh anjing peliharaannya di rumah.

STEP 1
Identifikasi Kata Sulit : -

Kalimat Kunci :
1. Perempuan 4 tahun
2. Dibawah ke UGD RSU dengan keluhan tidak sadarkan diri
3. Keluhan disertai demam
4. Sering mengamuk, takut melihat cahaya dan tidak mau dimandikan
5. Takut air
6. Tiga hari yang lalu digigit oleh anjing peliharaannya

STEP 2
Identifikasi Masalah/Pertanyaan :
1. Apa hubungan antara riwayat penyakit dahulu digigit anjing dengan keluhan utama
tidak sadarkan diri dan demam (pathogenesis masuknya mikroorganisme sampai
terjadinya gejala) ?
2. Apa hubungan pasien takut melihat cahaya dengan penyakit digigit oleh anjing ?
3. Mengapa pasien mengamuk dan takut air ?
4. Bagaimana alur diagnosis untuk skenario tersebut ?
5. Apa diferensial diagnosis untuk skenario tersebut ?
6. Bagaimana penanganan sesuai skenario tersebut ?
7. Apa komplikasi untuk skenario tersebut ?

1
STEP 3
Jawaban Pertanyaan Step 2 :
1. Patogenesis masuknya mikroorganisme sampai terjadinya gejala :
Virus ditularkan melalui gigitan dan air liur menjalar ke saraf tepi dengan
kecepatan 3mm/jam dan akan terus berkembang biak di saraf pusat
selanjutnya ke hipotalamus, sel purkinya, kelenjar ludah dan terus menjadi
infektif
Virus menetap 2 minggu, tepat diluka dan masa inkubasi 2 minggu atau 3-8
minggu dan naik ke otk dan akan memperbanyak diri di neuron sentral/perifer
kemudian menyebar masuk ke jaringan dan organ tubuh. Virus juga
berkembang biak di kelenjar ludah dan ginjal
Ada juga fase-fase rabies :
o Fase prodromal : virus masuk di hipotalamus dan mengubah point Z
sehingga terjadi demam
o Fase sensorik : nyeri dan rasa terbakar
o Fase Eksitasi : infeksi di susunan saraf pusat mengakibatkan
hiperhidrosis, hipersaliva, dan peningkatan otot-otot pernapasan
o Fase paralisis : Tonus otot tegang sehingga susunan saraf pusat
menurun

2. Pasien takut melihat cahaya : dikarenakan virus yang ditularkan melalui gigitan,
virusnya menyebabkan degenerasi neuroglia menjalar ke saraf otono terjadi disfungsi,
dimana pupil dilatasi mengakibatkan cahaya yang masuk banyak terjadi silau dan
akhirnya takut melihat cahaya.
3. Pasien mengamuk dan takut air : karena otot-otot pernapasan dilatasi sehingga
mengakibatkan kejang, sianotik dan apneu
4. Alur diagnosis untuk skenario :
Anamnesis :
o Identitas pasien (nama, umur, tempat tinggal)
o Keluhan utama : tidak sadarkan diri disertai demam
o Untuk gigitan anjing :
Sejak kapan ?
Lokasi gigitan ?

2
o Apakah anjing tersebut sudah divaksin atau belum ?
Pemeriksaan fisik :
o GCS dan vital sign
o Inspeksi : menilai bekas luka (sakitnya ringan, sedang, berat)
o Palpasi : ginjal (balotemen) membesar
Pemeriksaan penunjang :
o Darah lengkap : limfosit meningkat, trombosit normal, leukosit normal
o Kultur virus
o Histologi PA
o Serologi
o Deteksi virus antigen

5. Diferensial diagnosis :
Ensefalitis
Meningitis
Rabies

6. Penanganan sesuai skenario :


Cuci luka gigitan dengan sabun biru atau detergen selama 10-15 menit dan
beri antibiotika
VAR (Vaksin anti rabies) :
o PVRV (Purifed vero rabies vaksin ) : berkunjung pertama 2 dosis 0,5
ml, hari ke-7 dan ke-21 0,5 IM (apabila VAR verorab + SAR perlu
diberikan booster pada hari ke-90
o SMBV (Suceling mice brain) : dewasa dasar 2 ml, diberikan 7x setiap
hari
o SAR (serum anti rabies) : dosis 40 IU/KgBB

7. Komplikasi untuk skenario :


Ensefalitis
Meningitis virus
Glomerulonefritis
Infeksi pernapasan

3
Hipotermia
Aritmia
Paresis otot
Kejang

4
STEP 4
Mind Mapping
Perempuan 4 tahun

Dibawah oleh ibunya


ke UGD RSU

Sering mengamuk, takut Tidak mau dimandikan


melihat cahaya karena takut air

Tidak sadarkan diri disertai


demam

Digigit oleh anjing 3 hari


yang lalu

Anamnesis Pemeriksaan fisik Pem. Penunjang

DD :

Ensefalitis
Meningitis
Rabies

Diagnosis

Kompliksi

5
STEP 5

Learning Objective :

1. Bagaimana alur diagnosis yang tepat untuk skenario ?


2. Membandingkan diferensial diagnosis ?
3. Bagaimana patomekanisme pada skenario dan gejala-gejalanya ?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk skenario ?
5. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk skenario ?
6. Bagaimana pencegahan untuk manusia dan hewan sesuai skenario ?
7. Apa saja komplikasi pada skenario ?

STEP 6
Belajar Mandiri !!

STEP 7

Hasil Belajar Mandiri Jawaban Learning Objective :

1. Alur Diagnosis Untuk Skenario

Pada anamnesis ditanyakan apakah ada kontak berupa gigitan atau jilatan (jilatan
daerah dengan luka terbuka) dengan jenis hewan tertentu, seperti anjing, rubah, serigala,
kucing, kalong, dan kera. Tanyakan tentang kapan digigit binatang untuk mengetahui masa
inkubasi dari virus bila dicurigai rabies, serta lokasi gigitan karena pada lokasi-lokasi tertentu
dapat menyebakan onset yang lebih cepat. Apabila digigit olehbinatang peliharaan sendiri,
tanyakan apakah binatang peliharaan tersebut telah atau pernah diberi vaksin atau tidak,
selain otu majikannnya apakah juga mendapatkan vaksin atau tidak. Dengan anamnesis yang
baik sudah dapat diambil tindakan untuk mencegah timbulnya rabies.1
Untuk pemeriksaan fisik, dapat dilakukan pemeriksaan umum sepeti vital sign,
inspeksi, palpasi, auskultasi. Pada Identifikasi luka gigitan (status lokalis) amati bentuk dada
pasien, bagaimana gerak pernapasan,frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale. Selain itu lakukan pemeriksaan 12 nervus cranialis karena virus rabies
merupakan virus Neurotropik dari genus Lyssavirus, dan family Rhabdoviridae yang akan
menginvasi sistem saraf pusat. Pada palpasi, diperhatikan apakah terdapat kaku kuduk atau

6
tidak, dan adanya distesia abdomen atau tidak. Untuk auskultasi, dengarkan apakah ada suara
nafas tambahan, bagaimana keadaan frekuansi dan irama jantung, apakah bradikardi atau
takikardi.1,2
Pemeriksaan labolatorium pada penyakit rabies tidak spesifikk. Pada awal penyakit,
hemoglobin normal dan sedikit menurun pada perjalan penyakit. Leukosit antara 8000-
13.000/mm3 dengan 6-8% monosit atipkal, namun leukositosis 20.000-30.000/mm3 sering
dijumpai, trombosit biasanya normal. Pada urinalisis dijumpai albuminuria dengan
peningkatan sel leukosit pada sedimen. Pada CSS dapat dijumpai gambaran encephalitis,
peningkatan sel leukosit 70/mm3, tekanan CSS dapat normal/meningkat, protein dan glukosa
normal. Selama minggu pertama perjalanan penyakit CSS normal pada 40% penderita.
Limfosit pleiositosis ringan biasanya terjadi dan protein total meningkatlebih dari 200 mg/dl.
Pada EEG secara umum didapatkan gelombang lambat dengan penekanan aktivitas dan
paroksismal spike. CT dan MRI pada otak normal.1,2,3

Gambar 1 : Gambaran EEG pasien rabies dengan discharge luas pada hemisphere kanan

Isolasi virus sangat baik dilakukan pada minggu pertama dari bahan yang berasal dari
saliva, hapusan tenggorokan, trakea, kornea, sampel biopsy kulit/otak, CSS, dan kadang urin.
Isolasi virus kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari bahan-bahan tersebut setelah 10-
14 hari sakit; hal ini berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies.1,2
Deteksi neutralizing antibodies dalam serum penderita yang tidak divaksinasi dapat
dipakai sebagai alat diagnosis. Terdapatnya antibody dalam CSS juga menegaskan diagnosis
tetapi muncul 2-3 hari lebih lambat dibandingjkan dengan antibodi serum dan kurang
bermanfaat pada awal penyakik, namun dipakai untuk mengevaluasi respon antibody serum

7
dan CSS sesudah vaksinasi yang memberikan kadar tinggi. Pada kasus tertentu antibody
dapat tidak terbentuk ampai hari ke-24. Fluorescent antibodies test (FAT) dengan cepat
mengidentifikasi antigen virus rabies di jaringan otak sediaan CSS, urin, bahkan setelah
teknik isolasi virus tidak berhasil. Sensitivitas tes ini 60-100%. FAT pada hapusan kornea
pada hapusan kornea sangat tinggi sensitive untuk digunakan karena sering terjadi positif
palsu. Pada awal penyakit FAT dari kulit dileher merupakan tes yang paling sensitive
walaupun dapat terjadi negative palsu. Di AS tes standar adalah rapid fluorescent focus test
(RFFIT) untuk mendeteksi antibody spesifik, dimana hasil diperoleh dapal 48 jam.1,2
Pada 71-90% penderita rabies ditemukan negri bodies yang khas untuk penyakit
rabies, yang bersifat asidofilik, berbentuk bulat, dan pada yang klasik terdapat butir-butr
basofilik didalamnya. Negri bodies dapat dilihat melalui histopatologi biopsy jaringan otak
penderita post-mortem dan jaringan otak hewan terinfeksi atau hewan yang diinokulasi
dengan virus rabies. Deteksi RNA virus rabies seperti juga pada infeksi virus lainnya, dapat
dilakukan melalui pemeriksaan reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR).1,2

2. Membandingkan Diferensial Diagnosis

Ensefalitis

Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari yang ringan samapi yang parah sekali
dengan koma dan kematian. Proses radangnya jarang terbatas pada jaringan otak saja, tetapi
hampir selalu mengenai selaput otak juga. Maka dari itu lebih tepatnya menyebutnya
meningo-ensefalitis virus yang terdiri dari konvulsi gangguan kesadaran, hemiparesis,
palraloisis bulbaris, gejala serebelar dan nyeri serta kaku kuduk.4

Biasanya ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok :4

1. Ensefalitis primer yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes
simpkex, virus influenza,ECHO, dan virus arbovirus
2. Ensefalitis yang belum diketahui penyebabnya
3. Ensefalitis para infeksiosa yang ensefalitis nya timbul akibat komplikasi ndari
penyakit virus yang sudah dikenal misanya rubella, varisela, herpes zoster dan akibat
dari vaksinasi misalnya rabies dan tergolong pada jenis mielo ensefalitis viral yang
paling fatal

8
Meningitis

Pada kasus rabies meningitis merupakan salah satu komplikasi selain dari ensefalitis.
Meningitis viral yang benign tidak melibatkan jaringan otak pada proses radangnya. Gejala-
gejala dapat sedemikian ringannya sehingga diagnosis meningitis luput dibuat. Tetapi pada
pungsi lumbal dapat ditemukan pleositosis limfositer. Jika gejala-gejala yang ditimbulkan
agak berat maka gejala yang paling mengganggu ialah sakit kepala dan nyeri kuduk.
Meningitis viral yang paling berat selalu merupakan komponen meningoensefalitis yang telah
dijelaskan pada kasus ensefalitis diatas.4

Virus yang menginfeksi di susunan saraf pusat tergolong pada keluarga enterovirus,
misalnya virus poliomyelitis, virus coxsackie dan ECHO. Virus tersebut melakukan invasi
dan penetrasi melalui usus.4

Rabies

Rabies disebabkan oleh oleh virus neutrotrop yang ditularkan kepada manusia melalui
gigitan anjing atau binatang apapun yang mengandung virus rabies. Setelah virus rabies
melakukan penetrasi ke dalam sel tuan rumah, ia dapat menjalar melalui serabut saraf perifer
ke susunan saraf pusat. Sel-sel saraf (neuron) sangat peka terhadap virus rabies dan sekali
neuron terkena infeksi virus rabies, proses infeksi itu tidak dapat dicegah lagi. Tahap viremia
tidak perlu dilewati untuk memperluas infeksi dan memperburuk keadaan. Neuron-neuron di
seluruh susunan saraf pusat dari medulla spinalis sampai di korteks tidak bakal luput dari
daya dekstrusi virus rabies. Masa inkubasi virus rabies ialah beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Jika dalam masa itu dapat diselenggarakan pencegahan supaya viruss rabies
tidak tiba di neuron maka kematian dapat dihindari. Jika gejala prodormal sudah bangkit
maka tidak ada acara pengobatan yang dapat menggeletakan progresivitas perjalanan
penyakitnya yang fatal.4

Gejala-gejala prodromal terdiri dari leti dan lesuh, anoreksia, demam, cepat marah,
dan nyeri pada tempat yang telah digigit. Suara berisik dan sinar terang sangat mengganggu
penderita. Dalam waktu 48 jam dapat timbul gejala hipereksitas. Penderita menjadih gelisa,
mengacau, berhalusinasi, merontah-rontah, kejang dan hidrofobis. Tiap kali melihat air, otot
pernapasan dan larings spasme sehingga menjadi sianotik dan apnue. Air liur teribun didalam

9
mulut oleh karena penderita tidak dapat menelan. Pada umumnya penderita meninggal karena
status epilepticus.4

3. Patomekanisme Pada Skenario

Virus rabies merupakan virus RNA yang tergolong masuk di dalam familia
Rhabdoviridae dan genus Lyssa. Dengan bantuan microskop, virus rabies akan tampak
berbentuk seperti peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut dan
pada potongan melintang berbentuk bulat atau lonjong. Virus ini berukuran panjang 180 nm,
diameter 75 nm, dengan tonjolan disetiap sisinya berukuran 9 nm, dan jarak antara tonjolan
adalah 4-5 nm.5,6

Virus secara morfologi tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah dan membran
selubung (amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan atau spikes
yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan
lemak yang tinggi, sehingga memungkinkan virus dapat masuk menembus sel inang yang
membrannya juga tersusun atas lemak.5,6

Virus rabies sangat peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %,
yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama kurang lebih 1 tahun dalam
larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus akan mati dalam waktu 1 jam dan dalam
penyimpanan kering beku atau pada suhu 40 C dapat bertahan hidup selama beberapa
tahun.5,6

Masa inkubasi virus rabies pada anjing adalah 10 15 hari dan pada hewan lain 3-6
minggu kadang-kadang berlangsung sangat panjang yakni hingga 1-2 tahun. Masa inkubasi
pada manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi dapat berlangsung cepat yakni 1 minggu atau
bahkan berlangsung lama hingga beberapa tahun. Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari
pada dewasa.5,6

Masa inkubasi dapat dipengaruhi faktor-faktor seperti usia pasien, latar belakang
genetik pasien, status imun pasien, strain virus yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh
virus dari titik pintu masuknya ke susunan saraf pusat. Masa inkubasi juga sangat tergantung
pada lamanya pergerakan virus dari daerah luka sampai ke otak, pada gigitan dikaki masa

10
inkubasi kira-kira dapat berlangsung 60 hari, pada gigitan di tangan masa inkubasi 40 hari,
pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-kira hanya berlangsung selama 30 hari.5,6

Cara penularan virus rabies dapat terjadi melalui gigitan dan non-gigitan (aerogen,
transplantasi, kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa).
Cakaran oleh kuku hewan penular rabies juga dianggap berbahaya karena kebanyakan
binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang ditempatkan pada permukaan mukosa seperti
konjungtiva juga bersifat infeksius. Ekskreta kelelawar yang mengandung virus rabies cukup
untuk menimbulkan bahaya rabies pada mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan
menghirup aerosol yang diciptakan oleh kelelawar. Penularan rabies melalui transplan kornea
dari penderita dengan ensefalitis rabies yang tidak didiagnosis pada resipen/penerima sehat
juga dinilai cukup sering terjadi.7

Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus yang paing sering terjadi yakni
melalui saliva, virus tidak dapat masuk melalui kulit yang masih utuh. Setelah virus rabies
masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus akan tetap tinggal pada tempat
masuk dan jaringan disekitarnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf
posterior tanpa menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada fungsi saraf tersebut. Bagian
otak yang terserang pertama kali adalah medulla oblongata dan annons hoorn.7

Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam
semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel pada daerah
sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-
neuron sentral, virus kemudian akan bergerak ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan
pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap
organ dan jaringan didalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringan-jaringan seperti
kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya. Gambaran yang paling menonjol dalam infeksi rabies
adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion
besar.7

4. Pemeriksaan Penunjang Untuk Skenario

Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi kasus rabies antara lain
deteksi antibodi spesifik virus rabies, isolasi virus, dan deteksi protein virus atau RNA.
Spesimen yang digunakan berupa cairan serebrospinal, serum, saliva, dan biopsi jaringan
otak yang masih segar.5

11
Diagnosis pasti postmortem ditegakkan dengan adanya badan Negri pada jaringan
otak pasien, meskipun hasil positif kurang dari 80% kasus. Tidak adanya badan Negri tidak
menyingkirkan kemungkinan rabies. Badan Negri adalah badan inklusi sitoplasma berbentuk
oval atau bulat, yang merupakan gumpalan nukleokapsid virus. Ukuran badan Negri
bervariasi, dari 0,25 sampai 27 m, paling sering ditemukan di sel pyramidal Ammons horn
dan sel Purkinje serebelum.5
Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala, otak, hippocampus, cortex cerbri
dan cerebellum, preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila negri body tidak
ditemukan, supensi otak (hippocampus) atau kelenjar ludah sub maksiler diinokulasikan
intrakranial pada hewan coba (suckling animals), misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci
(rabbits).5
Cara diagnosis rabies secara laboratoris dapat dilakukan dengan :
a. Mikroskopis untuk melihat dan menemukan badan negri, yakni pewarnaan cepat
Sellers, FAT (Fluorescence Antibody Technique) dan histopatologik
b. Antigen-antibody reaksi dengan uji virus nertralisasi, gel agar presipitasi atau reaksi
peningkatan komplemen dan FAT
Isolasi virus secara biologis pada mencit atau in vitro pada biakan jaringan diikuti
identifikasi isolat dengan cara pewarnaan FAT atau uji virus netralisasi. Rabies perlu
dipertimbangkan jika terdapat indikator positif seperti adanya gejala prodromal nonspesifik
sebelum onset gejala neurologik,terdapat gejala dan tanda neurologik ensefalitis atau mielitis
seperti disfagia, hidrofobia, paresis dan gejala neurologi yang progresif disertai hasil tes
laboratorium negatif terhadap etiologi ensefalitis yang lain. Bentuk paralitik rabies
didiagnosis banding dengan sindrom Guillain-Barre. Pada sindrom Guillain-Barre, sistem
saraf perifer yang terkena adalah sensorik dan motorik, dengan kesadaran yang masih baik.
Spasme tetanus dapat menyerupai gejala rabies, namun tetanus dapat dibedakan dengan
rabies dengan adanya trismus dan tidak adanya hidrofobia.5

5. Penatalaksanaa Untuk Skenario

Pencucian Luka
Pencucian luka merupaka langkah pertama yang sangat penting dalam tata laksana
ksus gigitan hewan penular rabies (GPHR). Seperti yang telah dibahas bahwa virus rabies
akan menetap disekitar luka selama 2 minggu sebelum virus mencapai ujung-ujung serabut
saraf dan sifat virus rabies mudah mati dnegan sabun/deterjen.5

12
Usaha yang paling efektif untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang terdapat
dalam luka gigitan adalah sesegera mungkin mencuci luka gigitan dengan air mengalir dan
sabun/deterjen selama 10-15 menit. 5

Jadi ada 3 hal penting dalam pencucian luka, yaitu: 5


1. Air mengalir
2. Sabun/deterjen
3. Selama 10-15 menit

Pemberian Antiseptik
Antiseptik (alkohol 70 %, betadine,dll) dapat diberikan setelah pencucian luka.
Pemberian antiseptik tanpa pencucian luka tidak akan memberikan manfaat yang besar dalam
pencegahan rabies. Oleh karena itu, hal yang mutlak dalam tatalaksana kasus GHPR adalah
pencucian luka. 5

Tindakan Penunjang
Luka GPHR tidak boleh dijahit untuk mengurangi tindakan invasif virus pada
jaringan luka, kecuali pada luka yang lebar dan dalam yang terus menerus mengeluarkan
darah, dapat dilakukan jahitan situasi untuk menghentikan pendarahan. Sebelum dilakukan
penjahitan luka, harus diberikan suntikan infiltrasi SAR sebanyak mungkin disekitar luka dan
sisanya diberikan secara IM.5

Pemberian Vaksin
Vaksin rabies telah dikenal sejak tahun 1879 dibuat pertama kali oleh Victor Galtier.
Selanjutnya pada tahun 1884 vaksin tersebut dikembangkan oleh Louis Pastuer membuat
vaksin rabies menggunakan virus yang berasal dari sumsum tulang belakang anjing yang
terkena rabies kemudian dilintaskan pada otak kelinci dan diatenuasikan dengan pemberian
KOH.8
Pada tahun 1993 Kliger dan Bernkopf berhasil membiakan virus rabies pada telur
ayam bertunas. Cara pembiakan virus tersebut dipakai oleh Koprowski dan Cox untuk
membuat vaksin rabies aktif strain flury HEP pada tahun 1955.8
Dengan berkembangnya cara pengembangbiakan virus dengan biakan sel, Naguchi
pada tahun 1913 dan Levaditi pada tahun 1914 berhasil membiakan virus rabies secara in
vitro pada biakan gel.8

13
Pada tahun 1958 Kissling membiakan virus rabies CVS pada biakan sel ginjal anak
hamster. Selanjutnya pada tahun 1963 Kissling dan Reese berhasil membuat vaksin rabies
inaktif menggunakan virus rabies ymlg dibiakan pada sel ginjal anak hanlster (BHK).8
Dengan metoda pembuatan vaksin dengan biakan sel ini dapat dihasilkan titer virus
yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biakan virus memakai otak hewan yang ditulari
virus rabies. Disamping itu metode biakan sel dapat menghasilkan virus dengan jumlah yang
lebih banyak untuk produksi vaksin rabies dengan skala besar.9

Tipe-tipe Vaksin10,11,12
Semua vaksin rabies untuk manusia mengandung virus rabies yang telah diinaktifkan.
1. Vaksin sel diploid manusia (HDCV) :
Untuk mendapkatkan suatu suspensi virus rabies yang bebas dari protein asing dan
protein sistem saraf, virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam lini sel fibroblast
normal manusia WI-38. Preparasi virus rabies dipekatkan oleh ultrafiltrasi dan
diinaktivasi dengan -propiolakton. Tidak ada reaksi ensefalitik ataupun anafilaktik
serius yang pernah dilaporkan.

2. Vaksin rabies, terabsorbsi (RVA) :


Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari sel-sel paru janin
kera rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini diinaktivasi oleh -
propiolakton dan dipekatkan oleh adsorbsi dengan aluminium fosfat.

3. Vaksin sel embrio ayam yang dimurnikan (PCEC) :


Vaksin ini dipreparasi dari strain virus rabies fixed flury LEP yang tumbuh dalam
fibroblast ayam. Diinaktivasi oleh -propiolakton dan dimurnikan lebih lanjut oleh
sentrifugasi zonal.

4. Vaksin jaringan saraf :


Dibuat dari otak domba, kambing atau tikus yang terinfeksi dan digunakan di banyak
bagian dunia termasuk Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Menimbulkan sensitisasi
pada jaringan saraf dan menghasilkan ensefalitis pasca vaksinasi (suatu penyakit
alergi) dengan frekuensi subscansial (0,05%). Perkiraan efektivitasnya pada orang
yang digigit oleh hewan buas/gila bervariasi dari 5 sampai 50%.

14
5. Vaksin embrio bebek :
Vaksin ini dikembangkan untuk meminimalkan masalah ensefalitis pasca vaksinasi.
Virus rabies ditanam dalam telur bebek berembrio. Jarang terdapat reaksi anafilaktik,
tetapi antigenisitas vaksinnya rendah, sehingga beberapa dosis harus diuji untuk
mendapatkan respon antibodi yang memuaskan.

6. Virus hidup yang dilemahkan :


Virus hidup yang dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh pada embrio ayam
(misalnya, strai flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia. Kadang-
kadang vaksin demikian bisa menyebabkan kematian oleh rabies pada kucing atau
anjing yang disuntik. Virus rabies yang tumbuh pada biakan sel hewan yang berlainan
telah dipakai sebagai vaksin untuk hewan piaraan.

Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies.12


1. Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine)
Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine) terdiri dari vaksin kering dalam vial
dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
a. Dosis dan cara pemberiannya sesudah digigit :
Cara pemberiannya adalah disuntikkan secara intramuscular (im) di daerah
deltoideus/ lengan atas kanan dan kiri. Dosis untuk anak dan dewasa sama yaitu
0,5 ml dengan 4 kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian sekaligus),
hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21 satu kali pemberian.
b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit : cara
pemberiannya sama di atas. Dosis untuk anak dan dewasa sama yaitu Dasar 0,5 ml
dengan 4 kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian sekaligus), hari ke 7
satu kali pemberian dan hari ke 21 satu kali pemberian. Ulangan 0,5 ml sama pada
anak dan dewasa pada hari ke 90.
Depkes menganjurkan pemberian Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV) dengan
regimen 2-1-1. Vaksin disuntikkan secara intramuskular di deltoid atau di
anterolateral paha (pada anak yang lebih kecil). Cara pemberiannya adalah
diberikan 2 dosis sekaligus pada hari ke 0 dan satu dosis diberikan masing-masing
pada hari ke-7 dan 21. Vaksin tidak boleh diberikan di area gluteal karena
buruknya respons antibodi yang didapat. Jika VAR diberikan bersama dengan

15
SAR, VAR diberikan dengan cara yang sama dan diulang pada hari ke-90. Pada
daerah dengan keterbatasan vaksin dan biaya, vaksin dapat diberikan secara
intradermal. Dengan cara ini, volume dan biaya vaksin dapat dikurangi 60-80%.
(WHO, 2009).

2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)


Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV) mempunyai kemasan yang terdiri dari dos
berisi 7 vial @1 dosis dan 7 ampul pelarut @2 ml dan Dos berisi 5 ampul @1 dosis
intra kutan dan 5 ampul pelarut @0,4 ml.
a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit adalah : cara pemberian untuk
vaksinasi dasar disuntikkan secara subcutan (sc) disekitar pusar. Sedangkan untuk
vaksinasi ulang disuntikkan secara intracutan (ic) dibagikan fleksor lengan
bawah. Dosis untuk vaksinasi dasar pada anak adalah 1 ml, dewasa 2 ml
diberikan 7 kali pemberian setiap hari, untuk ulangan dosis pada anak 0,1 ml dan
dewasa 0,25 ml diberikan pada hari ke 11,15,30 dan hari ke 90.
b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit : cara
pemberian sama dengan diatas. Dosis dasar untuk anak 1 ml, dewasa 2 ml
diberikan 7 kali pemberian setiap hari, untuk ulangan dosis pada anak 0,1 ml dan
dewasa 0,25 ml diberikan pada hari ke 11,15,25,35 dan hari ke 90.

Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR).12,13


1. Serum heterolog (Kuda)
Serum heterolog (Kuda),mempunyai kemasan bentuk vial 20 ml (1 ml = 100 IU).
Cara pemberian: disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin,
sisanya disuntikkan intramuskular. Dosis 40 Iu/KgBB diberikan bersamaan dengan
pemberian VAR hari ke 0, dengan melakukan skin test terlebih dahulu.

2. Serum homolog
Serum homolog mempunyai kemasan bentuk vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU). Cara
pemberian : disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin,sisanya
disuntikkan intramuskular. Dosis 20 Iu/ kgBB diberikan bersamaan dengan pemberian
VAR hari ke 0, dengan sebelumnya dilakukan skin test.

16
Dosis dan Cara Pemberian VAR untuk Pengebalan Sebelum Digigit (Pre Exposure
Immunization).13,14,15
Khusus untuk mereka yang berisiko tinggi mendapat paparan virus rabies, seperti staf
laboratorium, dokter hewan, dan petugas yang menangani hewan liar.
1. Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine) : terdiri dari vaksin kering dalam vial
dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
a. Cara pemberian pertama: disuntikkan secara intramuskular (im) didaerah
deltoideus. Dosisnya: dasar digunakan dua dosis masing-masing 0,5 ml pemberian
pada hari 0, kemudian hari ke 28 dengan dosis 0,5 ml. Diberikan ulangan pada 1
tahun setelah pemberian I dengan dosis 0,5 ml dan ulangan selanjutnya 0,5 ml tiap
tiga tahun.
b. Cara pemberian kedua: disuntikkan secara intra kutan (dibagian fleksor lengan
bawah) dengan dosis dasar 0,1 ml pemberian hari ke 0, kemudian hari ke 7 dan
hari ke 28 dengan dosis 0,1 ml. Ulangan diberikan tiap 6 bulan satu tahun dengan
dosis 0,1 ml.

2. Vaksin SMBV (Suckling Mice Brain Vaccine) : terdiri dari dus yang berisi 7 vial
@1 dosis dan 7 ampul pelarut @2 ml, dus berisi 5 ampul @1 dosis intrakutan dan 5
ampul pelarut @0,4 ml. Cara pemberian: disuntikkan secara intrakutan dibagian
fleksor lengan bawah. Dosis dasar 0,1 ml untuk anak dan 0,25 ml untuk dewasa,
pemberian hari 0, hari 21 dan hari 42. Untuk ulangan dosis 0,1 ml untuk anak dan
0,25 untuk dewasa setiap tahun.

6. Pencegahan Rabies Untuk Manusia dan Hewan

Manusia16,17,18
Imunisasi prapajanan terhadap orang yang berisiko tinggi terkena rabies mungkin
perlu dilakukan dengan HDCV (Human diploid cell rabies vaccine), RVA (rabies
vaccine adsorbed) atau PCBC (purified chick embryo cell vaccine) misalnya pada
orang -orang yang bekerja sebagai dokter hewan, petugas suaka alam pada daerah
anzootik atau epizootic, petugas karantina hewan, petugas laboratorium atau
petugas lapangan yang bekerja dengan rabies atau wisatawan yang berkunjung
dalam waktu lama pada daerah endemis rabies.

17
Apabilah melihat binatang dengan gejala rabies, segera laporkan kepada Pusat
Kesehatan Hewan, atau Dinas Kesehatan Hewan.

Hewan16,17,18
Perlu dilakukan imunisasi dengan vaksin rabies pada hewan peliharaan yang peka
terutama pada anjing, kucing dan kera secara berkala pada pusat Kesehatan
Hewan, dinas kesehatan hewan atau dokter hewan. Anjing mulai divaksinasi pada
umur 8 minggu. Daerah yang ingin bebas dari rabies, vaksinasi harus dilakukan
terhadap 70% dari populasi anjing
Perlu pelaporan kepada dinas yang terkait apabila terjadi kasus gigitan hewan
tersangka rabies atau di wilayah terpapar rabies untuk mendapatkan vaksin anti
rabies sesuai dengan indikasi
Pemeliharaan hewan piaraan dilaksanakan penuh rasa tanggung jawab dan
memperhatikan kesejahteraan hewan, jangan diliarkan atau diumbar keluar
pekarangan rumah tanpa pengawasan dan kendali ikatan.

Pengendalian dan Pemberantasan19


a. Eliminasi
Pembunuhan anjing tak bertuan dilakukan dengan penembakan. Penembakan
harus dilakukan oleh penembak yang mahir. Cara yang terbaik adalah dengan
penangkapan dengan jaring dan kemudian hewan diamankan.

b. Pemberantasan daerah rabies


Daerah dimana terdapat kasus rabies dinyatakan sebagai daerah rabies atau
daerah tertular.

Metode pembebasan sebagai berikut :


Vaksinasi dan eliminasi hanya dilakukan pada anjing.
Vaksinasi dilakukan hanya pada anjing yang berpemilik.
Eliminasi dilakukan terhadap anjing tidak berpemilik dan anjing berpemilik tapi tidak
divaksinasi.

18
Strategi pembebasan :
Lokasi sasaran dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
Lokasi tertular :
Yaitu desa/kelurahan tertular yang dalam 2 tahun terakhir pernah ada kasus,
klinis. epidemiologis, laboratoris dan desa-desa disekitarnya
Lokasi terancam :
Yaitu desa kelurahan di luar lokasi tertular dalam satu wilayah kecamatan.
Lokasi bebas kasus : Yaitu kecamatan yang berada di luar lokasi tertular yang
terancam.

Tindakan pada masing-masing lokasi (pada lokasi tertular dan terancam)


Dilakukan vaksinasi dan eliminasi 100% dari populasi anjing minimal pada
lokasi tertular
Vaksinasi dan eliminasi massal dilakukan serentak. Secara umum,
perbandingan vaksinasi dan eliminasi adalah 70% : 30%, namun secara
spesifik di tiap daerah tergantung pada kebijakan daerah masing-masing yang
disesuaikan dengan situasi sosial budaya setempat.
Setelah kegiatan massal vaksinasi dan eliminasi dilanjutkan kegiatan
konsolidasi pada anjing yang baru lahir, mutasi dan belum divaksinasi pada
kegiatan massal.
Kalau ada kasus gigitan positif rabies, maka di wilayah lokasi tertular tersebut
segera diadakan vaksinasi dan eliminasi.
Vaksinasi dan eliminasi massal di lokasi tertular dimulai dari lokasi kasus
mengarah keluar (sentripetal).
Pada saat yang bersamaan dari batas luar lokasi terancam dilakukan vaksinasi
dan eliminasi mengarah ke dalam lokasi tertular (sentrifugal).
Menangkap dan melaksanakan observasi hewan menderita rabies selama 10-
14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau dibunuh maka harus
diambil spesimen untuk dikirim ke laboratorium (BPPH/Lab.type) untuk
diagnosa.

19
Diluar lokasi tertular dan terancam Tindakan vaksinasi dan eliminasi hanya dilakukan
pada lokasi rawan yaitu lokasi yang merupakan jalur lalu lintas anjing yang sulit dikontrol.
Bila terjadi kasus rabies maka dilakukan tindakan sebagai berikut :
a. Basuh luka dengan air sabun dengan air yang mengalir, ether atau chloroform lalu
bilas dengan air dan oles dengan Yodium tincture atau alkohol 70%, anti tetanus dan
antibiotika.
b. Hewan penggigit supaya dibawa Dinas Peternakan terdekat untuk dilakukan observasi
paling lama selama 2 (dua) minggu.
c. Bila hewan mati maka diambil hypocampusnya dalam bentuk segar(dalam es) dalam
bahan pengawet glycerin atau dibuat preparat sentuh kemudian dibawa secepatnya
pada laboratorium veteriner terdekat untuk peneguhan diagnosa.
d. Bila seseorang atau hewan telah menunjukan gejala klinis rabies, maka tidak ada obat
yang efektif untuk mengatasinya

7. Komplikasi Berdasarkan Diagnosis

Komplikasi yang ditimbulkan akibat adanya kontak langsung dengan virus rabies,
dapat menyebabkan : 20,21,22,23

1. Peningkatan tekanan intrakranial


2. Denyut jantung yang tidak teratur (cardiac aritmias)
3. Kejang
4. Gagal pernafasan
5. Gagal ginjal akut
6. Gagal jantung kongestif
7. Perdarahan gastrointestinal
8. Koma
9. Kematian, terjadi pada hampir 80% dari kasus rabies

Sesak nafas disebabkan konstraksi otot bronkus karena aktivasi akibat infeksi virus rabies
pada sistem parasimpatis, selain itu dapat disebabkan karena infeksi rabies pada organ
ekstraneuronal yaitu otot pernafasan. Gangguan pernafasan pada rabies dapat berupa
hiperventilasi, acute respiratory distress syndrome (ARDS), hipoksemia, apneu, atelektasis
dan aspirasi dengan pneumonia sekunder. Sesak nafas berat pada stadium prodromal
didapatkan pada pasien rabies dengan pneumomediastinum spontan. CDC (1995) melaporkan

20
satu kasus rabies dengan gejala prodromal sesak nafas dan nyeri tenggorokan yang awalnya
didiagnosis infeksi saluran napas akut. 21,22
Gangguan irama jantung atau aritmi termasuk takikardi sinus, bradikardi sinus,
takikardi supraventrikular merupakan manifestasi gangguan otonom rabies. Aritmi jantung
merupakan penyebab mati mendadak (sudden death) pada pasien rabies yang belum atau
tidak menunjukkan gejala neurologi akut, disebabkan infeksi ganglia kardiak yang mengatur
kerja jantung. Kasus miokarditis juga ditemukan pada beberapa pasien rabies yang
menandakan bahwa virus rabies juga menginfeksi otot dalam hal ini otot jantung dengan cara
membentuk Negri bodies pada neuron ganglia kardiak. Manifestasi klinis adalah nyeri dada
dan sesak nafas, awalnya diduga iskemi anteroseptal, infrak miokard akut dan dekompensasi
kordis sesuai anamnesis (nyeri dada kiri), berdasarkan pemeriksaan EKG serta
laboratorium.21
Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, perut kembung dan diare pada pasien
rabies dihubungkan dengan penyebaran infeksi dari susunan saraf pusat ke organ
gastrointestinal, dalam hal ini pleksus di traktus gastrointestinal. Ditemukannya antigen virus
rabies (RVag) di plexus submukosal Meissner dan plexus Auerbach traktus gastrointestinal
membuktikan bahwa virus rabies juga menginfeksi organ ekstraneural, hal ini dihubungkan
dengan respons inflamasi sedang sel mononuclear.21
Pada beberapa laporan kasus ditemukan rabies dengan gangguan gastrointestinal
seperti muntah, konstipasi, nyeri perut dan diare. Perdarahan gastrointestinal juga dapat
terjadi. Penyebaran sentrifugal ke medula spinalis (mielitis) di daerah susbtansia grisea kornu
dorsalis, intermediolateral yang merupakan inti neuron sistem otonom dibuktikan dengan
ditemukannya antigen rabies pada nukleus parasimpatis medula spinalis sacral dan juga pada
motor neuron sphincter uretra. Manifestasi sistem otonom adalah inkontinensia dan retensi
urine. yang merupakan salah satu manifestasi rabies tipe paralitik.21
Periode gejala neurologik akut pada semua kasus berlangsung antara 2-6 hari, tipe
paralitik berlangsung lebih panjang (3-6 hari) dengan lama rawat kurang dari 3 hari. Semua
kasus diakhiri kematian disebabkan oleh paralisis otot pernafasan dan henti jantung.21

21

Anda mungkin juga menyukai