Anda di halaman 1dari 168

International Standard Serial Number: 0125 -913X

Diterbitkan oleh :
Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma

Daftar Isi :
Artikel :
3 Pengantar Farmakokinetika
8 Farmakokinetika Klinik
13 Monitoring Kadar Terapeutik Obat
18 Ketersediaan Hayati Obat
21 Pengukuran Klirens Ginjal Obat
26 Teknik Analisis Obat Dalam Cairan Biologis Dengan GLC dan
HPLC
32 Farmakoterapi Rasional
Karya Sriwidodo
37 Ketersediaan Hayati Sediaan Pelepasan Lambat
41 Strategi Penelitian Farmakokinetika
49 Bioavailabilitas Obat
53 Bagaimana Pengaruh Tubuh Terhadap Obat
55 Konsultasi Farmakologik di Samping Penderita
58 Sekilas Tentang Sub Bagian Farmakokinetika Bagian Pene-
litian dan Pengembangan PT Kalbe Farma

62 Cara Menentukan Kualitas Protein Suatu Bahan Makanan

65 Perkembangan Bunuh Diri Bersama


Mastektomi : Sedikit Mungkin Sa-
ma Dengan Banyak

67 Hukum & Etika : Tepatkah Tindakan Saudara ?


Tulisan dalam majalah ini merupakan pandang- 69 Catatan Singkat
an/pendapat masing-masing penulis dan tidak 70 Humor Ilmu Kedokteran
selalu merupakan pandangan atau kebijakan
instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis. 72 Abstrak abstrak
Artikel

Pengantar Farmakokinetika

Dr Yeyet Cahyati S Apt


PENDAHULUAN
Sejak beberapa tahun yang lalu, pola pengontrolan kualitas
dan pemakaian klinik obat dipengaruhi oleh suatu disiplin
ilmu yang mempelajari nasib obat dalam tubuh. Disiplin
ilmu tersebut kita kenal dengan nama "Fammakokinetika".
"
Kata " farmakokinetika" berasal dari kata-kata pharma-
" "
con , kata Yunani untuk obat dan racun, dan "kinetic". Jadi
farmakokinetika" adalah ilmu yang mempelajari kinetika
obat, yang dalam hal ini berarti kinetika obat dalam tubuh.
Proses-proses yang akan menentukan kinetika obat dalam tu-
buh meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Untuk memahami kinetika obat dalam tubuh tidak
cukup hanya dengan menentukan dan mengetahui perkem-
bangan kadar atau jumlah senyawa asalnya saja (unchanged
compound), tetapi juga meliputi metabolitnya.
Bagian tubuh di man konsentrasi/jumlah obat dan atau
metabolitnya ditentukan biasanya darah (plasma/serum),
ekskreta (urin, faeses, ludah, dan lain-lain), atau jaringan tubuh
lain. dengan saat ini memang tidak mungkin untuk dapat menentu-
kan kinetika obat dalam tubuh secara eksperimental dalam
PEMODELAN DALAM FARMAKOKINETIKA
waktu yang kontinyu. Dengan demikian, data eksperimental
Da lam suatu penelitian/studi farmakokinetika, perkembarig- yang akan kita peroleh hanyalah untuk waktu-waktu tersebut
an kadar/jumlah obat (senyawa asal dan atau metabolitnya) dalam tadi. Sebagai contoh dapat dilihat gambar 1.
tubuh dilakukan pada titik-titik waktu yang diskon-tinyu Jika data tersebut dibiarkan apa adanya, tidak banyak man-
(misalnya pada waktu-waktu 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 6 jam faat yang bisa ditarik. Oleh karena itu, dalam dunia farina-
"
dan 8 jam setelah pemberian obat), karena sampai kokinetika akan dijumpai apa yang disebut dengan "model .
"
"Model yang paling sering dipakai adalah model komparte-
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Institut Teknologi Bandung mental, di mana keadaan tubuh direjpresentasikan ke dalam
Konsultan pada Sub Bidang Farmakokinetika, Bidang Farina- bentuk kompartemen: satu kompartemen atau pluri-komparte-
kologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farina, men. Tiap kompartemen mempunyai besarai volume (isi) yang
"
Jakarta disebut "volume distribusi . Model-model tadi hanyalah suatu
representasi matematika yang tidak bisa dihubungkan dengan
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 3
distribusi" tadi disebut

Sedangkan untuk
keadaan fungsi- fungsi tubuh secara tegas. Oleh karena itu
" "
volume volume distribusi yang

timbul" (apparent volume of distribution). Beberapa contoh


model
kompartemental dalam farmakokinetika dapat dilihat
pada gambar 2.
Gambar 2. Representasi model Satu kompartemen dan masing-masing
satu contoh dari model dua kompartemen dan tiga komparte-men dari model
kompartemental tinier terbulca.

Berdasarkan ketepatan regresi kurva yang diperoleh, kon-


stanta-konstanta transfer antar kompartemen dan konstanta
kecepatan eliminasi (dan juga konstanta kecepatan absorpsi)
dari model tadi mendekati kinetika proses tingkat satu, se-
hingga persamaan kinetika obat dapat diselesaikan ke dalam
persamaan umum :

Untuk model satu kompartemen misalnya, jika obat diberi-


kan secara injeksi intravena (dalam dosis tunggal), perkem-
bangan kadar obat dalam darah dapat direpresentasikan de-
ngan persamaan :

model 2 kompartemen, dan obat diberi-


kan secara ekstravaskular, persamaan kinetika yang cocok
adalah :
4 Ccrmin Dunia Kedokteran No. 37 1985
mencapai puncaknya, kemudian akan turun.
Gambaran umum bentuk kurva kinetika untuk masing-
masing cara pemberian dapat dilihat pada gambar 3, sedangkan
bentuk kurva kinetika untuk tiap model kompartemental
dapat dilihat pada gambar 4. Adanya suatu kinetika yang
pluri-kompartemental biasanya hanya dapat terlihat dengan
nyata pada pemberian obat secara injeksi intravena.
Waktu
Gambar 3. Bentuk umum kurva perkembangan kadar obat dalam
darah menurut model satu kompartemen setelah pemberian obat secara
injeksi intravena (A), infus dimana infus dihentikan sebelum kesetim-
bangan dicapai (B1), infus dimana infus dihentikan setelah kesetim-
bangan dicapai (B2), dan secara ekstravaskular (oral, rektal, dan lain-
lain) (C).
PROFIL PERKEMBANGAN KADAR OBAT DALAM
TU-BUH (DARAH)
Sebagaimana telah dikatakandi muka, darah(plasma atau
serum) merupakan cairan tubuh yang paling sering dipakai
dalam penelitian farmakokinetika. Ini mudah dimengerti karena:
(a) kebanyakan obat sampai ke reseptornya melalui darah, dan
(b) tidak mudah mendapatkan jaringan tubuhlain dari organisme
hidup, khususnya manusia.
Profil perkembangan kadar obat dalam darah dapat dibagi ke
dalam tiga kategori :
(a) Profil kinetika, di mana obat dimasukkan sekaligus ke dalam
sistem peredaran darah (misalnya cara injeksi intra-vena).
(b) Profil kinetika,di mana obat diberikan secara infus.
(c) Profil kinetika,di mana obat diberikan secara ekstravasku-
lar (oral, rektal, dan lain-lain).
Untuk obat yang diberikan secara injeksi intravena, semua
obat akan masuk sekaligus ke dalam sistem peredaran darah,
kemudian jumlah obat dalam darah akan menurun karena obat
mengalami proses distribusi dan eliminasi (metabolisme dan Waktu
ekskresi).
Gambar 4. Bentuk umum kurva perkembangan kadar obat dalam
Untuk obat yang diberikan secara infus, kadar obat dalam darah menurut model satu kompartemen (A),model dua kompartemen
darah akan naik secara perlahan-lahan sesuai dengan kecepatan (B), dan model tiga kompartemen (C), pada pemberian obat secara
infus, dan akan naik terus sampai infus dihentikan atau sampai injeksi intravaskular.
suatu saat di mana kecepatan eliminasi sama dengan kecepatan
infus. Setelah infus dihentikan, kadar obat akan turun kembali KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA
seperti halnya setelah pemberian secara injeksi intravena. Pengetahuan farmakokinetika berguna dalam berbagai bi-
Pada pemberian obat secara ekstravaskular(oral, rektal, dan dang farmasi dan kedokteran, seperti untuk bidang farmako-logi,
lain-lain), obat akan masuk ke dalam sistem peredaran da- farmasetika, farmasi klinik, toksikologi dan kimia medi-
rah secara perlahan-lahan melalui suatuproses absorpsi sampai sinal.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 5
Bidang farmakologi dalam tubuh lebih terjamin, dan profil kinetika yang lebih
Pertama kali, dengan penelitian farmakokinetika dapat di- menguntungkan untuk pemakaian klinik sesuai dengan indi-
bantu diterangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, kasinya.
khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang se- Sebagai contoh, sintesis senyawa-senyawa obat dari golong-
benarnya bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya, meta- an benzodiazepin. Benzodiazepin mempunyai beberapa indi-
bolitnya atau kedua-duanya. kasi seperti untuk pengimbas tidur, sebagai penenang, anti-
Jika efek obat dapat dinilai secara kuantitatif, data kinetika konvulsan, dan lain-lain. Untuk penggunaan sebagai penenang
obat dalam tubuh sangat penting artinya untuk menentukan sekarang telah disintesis beberapa senyawa dengan waktu pa-
hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan in- ruh eliminasi yang cukup besar (50 jam ke atas) seperti etilo-
tensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerah flazepat, dan lain-lain.
kerja efektif obat (therapeutic window) dapat ditentukan. FARMAKOKINETIKA DI INDUSTRI FARMASI
Bidang farmasetica
Secara garis besar, industri-industri farmasi dapat dibagi ke
Dalam bidang farmasetika, farmakokinetika berguna untuk dalam dua kelompok, yaitu :
menilai ketersediaan biologis (bioavailability) suatu senyawa aktif I. Industri farmasi yang memproduksi bahan baku (baik se-
terapeutik dari sediaannya (sediaan yang diberikan se-cara nyawa aktif terapeutik maupun bahan pembantu), dan
ekstravaskular). Seperti sudah banyak dibuktikan, kualitas zat sekaligus memproduksi sediaan jadi (tablet, kapsul, obat
aktif, jenis dan komposisi bahan pembantu serta teknik suntik, dan lain-lain).
pembuatan sediaan yang dipakai dalam pembuatan suatu se- II. Industri farmasi yang hanya memproduksi obat jadi.
diaan dapat mempengaruhi ketersediaan biologis zat aktif dari Untuk industri farmasi yang termasuk ke dalam kelompok
sediaan tersebut. Sedangkan ketersediaan biologis zat aktif I, khususnya yang mensintesis senyawa-senyawa aktif tera-
akan menentukan efektivitas terapeutik dari sediaan yang ber- peutik baru, penelitian farmakokinetika perlu dilakukan un-
sangkutan. tuk mengetahui/menentukan beberapa hal :
Selain itu, farmakokinetika dapat membantu menentukan mekanisme kerja obat
pilihan bentuk sediaan yang paling cocok/baik untuk dibuat. arah sintesis senyawa baru selanjutnya
Bidang farmasi klinik daerah kerja terapeutika obat
aturan dosis standar (standard dosage regimen)
Untuk bidang farmasi klinik, farmakokinetika memiliki route pemberian dan bentuk sediaan yang paling cocok
beberapa kegunaan yang cukup penting, yaitu : kualitas obat jadi
a) Untuk memilih route pemberian obat yang paling tepat. dan lain-lain.
Apakah harus secara injeksi intravena, atau bisa dengan route Untuk industri farmasi yang termasuk kelompok II seperti
lain seperti secara oral, rektal, dan lain-lain. Ini dapat dilaku- lazimnya industri-industri farmasi yang ada di Indonesia dewa-sa
kan dengan menilai ketersediaan biologis obat setelah pem- ini, fungsi penelitian farmakokinetika lebih terbatas, ter-
berian dalam berbagai route pemberian, dan dengan memper- utama untuk menilai kualitas sediaan obat jadi yang dihasil-
timbangkan profil kinetika obat yang dihasilkan oleh berbagai (bio-
route pemberian tersebut. kan, yaitu ditinjau dari segi ketersediaan biologisnya
b) Dengan cara identifikasi farmakokinetika dapat dihitung availability). Fungsi lain yang bisa dikembangkan adalah untuk
aturan dosis yang tepat untuk setiap individu (dosage regimen menilai kembali atau untuk menghaluskan aturan dosis standar
individualization). Sampai dengan saat ini cara identifikasi yang sudah ditentukan, dengan memperhitungkan data kine-
farmakokinetika merupakan cara yang paling tepat untuk tika senyawa aktif dari sediaan obat yang bersangkutan.
pengindividualisasian dosis, khususnya untuk obat-obat Dengan ketersediaan biologis yang tinggi, dosis obat bisa di-
dengan daerah keija terapeutik yang sempit seperti teofilin, perkecil sehingga penggunaan obat bisa lebih ekonomis. Un-
dan lain-lain. tuk industri-industri farmasi di Indonesia, fungsi yang kedua
c) Data farmakokiketika suatu obat diperlukan dalam penyu- ini semestinya bisa benar-benar dikembangkan, mengingat
sunan aturan dosis yang rasional. aturan dosis standar yang dipakai yaitu yang sudah ditetapkan
d) Dapat membantu menerangkan mekanisme interaksi obat, berdasarkan data kinetika obat yang diamati pada orang-orang
baik antara obat dengan obat maupun antara obat dengan Barat. Padahal, obat akan digunakan untuk orang-orang Indo-
makanan atau minuman. nesia yang belum tentu memiliki respon farmakokinetika yang
Bidang toksikologi sama dengan orang Barat terhadap obat-obat yang dipakai.

Dalam bidang ini farmakokinetika dapat membantu mene- MASALAH YANG DIHADAPI OLEH INDUSTRI-INDUSTRI
mukan sebab-sebab terjadinya efek toksik dari pemakaian FARMASI DI INDONESIA
suatu obat. Untuk melaksanakan penelitian farmakokiketika terdapat
beberapa masalah yang harus dipecahkan.
Bidang kimia medisinal
Yang pertama adalah masalah tenaga ahli. Untuk penelitian
Dalam bidang kimia medisinal, pengetahuan farmakokine- ini diperlukan tenaga ahli khusus untuk analisis farmakokine-
tika dan data farmakokinetika suatu senyawa obat dapat mem- tika. Berdasarkan pengalaman penulis, dalam program pen-
bantu memberikan arah terhadap sintesis senyawa-senyawa didikan tinggi farmasi stratum 1 (Sl) di Indonsia, disiplin
obat baru yang lebih unggul: potensi lebih tinggi, stabilitas ilmu ini belum diberikan secara mendalam.
Masalah yang kedua adalah masalah peralatan, khususnya
6 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
peralatan untuk penentuan kadar obat dalam cairan biologis. PENUTUP
Cara penentuan kadar untuk keperluan studi farmakokinetika
harus memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang cukup tinggi, Pengetahuan farmakokinetika bermanfaat dan diperlukan
karena: (a) dalam sampel terdapat senyawa lain (baik senyawa dalam berbagai bidang pekerjaan farmasi dan kedokteran, se-perti
endogen maupun metabolit obat sendiri) yang dapat berinter- dalam bidang farmasetika, farmakologi klinik, farmasi klinik,
frensi, dan (b) kadar obat yang harus ditentukan kadarnya re- toksikologi dan kimia medisinal. Karena cukup banyak masalah
yang dihadapi untuk melaksanakannya, sampai de-ngan saat ini
latif sangat rendah (rata-rata sampai di bawah 1 mcg/ml).
Masalah ini bisa dijawab dengan menggunakan peralatan anali- belum semua industri farmasi di Indonsia mam-pu melakukan
sis yang ber-performance tinggi seperti kromatograf cair penam- penelitian farmakokinetika ini (khususnya uji ketersediaan
pilan- tinggi ("HPLC ), kromatograf gas, TLC-scanner, dan lain- biologis atau bioavailabilitas), padahal pelaksana-
"

lain, di samping juga diperlukan peralatan ekstraksi dan annya cukup penting dalam rangka pelayanan kesehatan yang
derivatisasi untuk skala mikro. Untuk senyawa-senyawa anti- lebih rasional, efisien dan efektif.
biotika dengan tujuan studi tertentu (misalnya untuk studi
KEPUSTAKAAN
bioavailabilitas), cara niikrobiologis masih bisa dipakai dan
masih merupakan alternatif pilihan. 1. Aiache JM, Devissaguet JPh and Guyot-Herrmann AM (Eds.) Ga-lenica 2
Masalah yang ketiga adalah masalah biaya operasional Biopharmacie, Technique et Documentation, Paris, 1978.
yang cukup tinggi; yang diperlukan untuk penyiapan sampel, 2. Rowland M and Tozer TN. Clinical Pharmacokinetics: Concepts and
untuk analisis kuantitatif dan untuk pemeliharaan alat. Applications, Lea & Febiger, Philadelphia, 1980.
Dengan adanya masalah-masalah itulah maka belum semua 3. Wagner JG. History of pharmacokinetic, Pharmac Ther, 1981; 12 : 537
industri farmasi di Indonesia mampu untuk melakukan pene- 562.
litian farmakokinetika. Pada saat ini memang ketersediaan 4. Wagner JG. Do you need a pharmacokinetic model, and, if so, which
biologis suatu sediaan belum ditetapkan sebagai persyaratan one?, J Pharmacokin Biopharm, 1975; 3(6) : 457 477.
sediaan obat, tetapi kalau nanti persyaratan ini ditetapkan, mau 5. Wagner JG. Fundamentals of Clinical Pharmacokinetics, 1st ed., Illinois;
tidak mau semua industri farmasi harus melaksanakan pe- Drug Intelligence Publications, Inc, Hamilton, 1979.
nelitian farmakokinetika ini.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 7
Farmakokinetika Klinik
dr Budiono Santoso
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
PENDAHULUAN
l
Semenjak Dost mengajukan istilah farmakokinetika kira-
kira 30 tahun yang lalu, yang kurang lebih diartikan sebagai
"ilmu mengenai analisis kuantitatif antara organisma dan
obat", maka kita telah melihat perkembangan yang begitu
pesat bidang ilmu ini sampai sekarang. Pengertian yang di-
cakup dalam definisi dari Dost tadi sebenarnya kalau ditelaah
lebih dalam meliputi "analisis matematika dari jumlah dan ak-
tifitas obat dalam badan dalam hubungannya dengan waktu".
Namun demikian tulisan ini tidak akan membahas panjang
lebar mengenai "analisis matematka" seperti yang dimaksud
dalam pengertian di atas, tetapi lebih banyak membicarakan
tempat dan manfaat dari farmakokinetika dalam klinik, teruta-
ma sehubungan dengan perawatan penderita. Ini didasarkan
pada kenyataan, analisis matematika dalam badan terutama
mengenai jumlah maupun aktifitasnya telah banyak sekali
dibahas dalam berbagai tulisan dan penerbitan. Di lain pihak,
kemanfaatan farmakokinetika dalam kepentingan klinik se-
cara luas sering tidak mendapat perhatianyang layak.
Pengaruh klinik atau terapeutik suatu obat pada seorang
pasien sebenarnya merupakan hasil dari daya farmakologik
obat tersebut, di man hal yang terakhir ini akan sangat ter-
gantung pada kadar yang bisa dicapai pada tempat kerja obat
(reseptor). Sayangnya, pengukuran kadar obat pada reseptor
hampir selalu tidak dimungkinkan. Namun demikian, karena
setiap perubahan kadar obat yang terukur dalam cairan darah
secara praktis akan mencerminkan perubahan pada reseptor,
dengan pengukuran kadar obat dalam cairan darah akan
bisa diperhitungkan atau diramalkan tingkat aktifitas
farmakolo-
gik yang tercapai (lihat Bagan 1). Tinggi rendahnya kadar obat Dengan melihat alur peristiwa yang tergambar pada bagan
dalam cairan darah merupakan hasil dari besarnya dosis satu, sebenarnya farmakokinetika merupakan analisis mate-
yang diberikan, dan pengaruh-pengaruh proses -proses alami matika dari proses-proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan
dalam tubuh mulai dari absorpsi, distribusi, metabolisme sam- ekskresi obat. Namun demikian, jika kita kembali kepada defi-
pai ekskresi obat.
8 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
nisi dari Dost tadi, sebenarnya lingkup farmakokinetika seha- kan, dan berapa besarnya bolus yang diperlukan bisa diper-
rusnya juga mencakup analisis matematika dari aktifitas obat. hitungkan dari perhitungan-perhitungan farmakokinetika:
Perlu dicatat, walaupun perkembangan teknologi modern saat
ini telah memungkinkan kuantifikasi kadar sebagian besar obat
dalam cairan biologik, misalnya saja dengan teknik kromato-
grafi gas, kromatografi cairan tekanan tinggi (high pressure li-
quid chromatography; HPLC), spektrometri massa (mass spec-
trometry) dan lain-lain, tetapi kuantifikasi aktifitas maupun
pengaruh klinik obat bukan merupakan pekerjaan yang gam-
pang, kalau tidak bisa dikatakan sangat sulit. Sehingga sampai
saat ini farmakokinetika hampir selalu diartikan sebagai studi
kuantitatif dari proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi obat seperti yang diajukan oleh Greenblatt dan
2
Koch-Weser (1975) Penerapan prinsip-prinsip farmakokine-
tika dalam penanganan penderita secara langsung atau tidak
dikenal sebagai farmakokinetika klinik. Permasalahan yang se-
lalu dihadapi oleh klinikus yang berminat terhadap farmako-
kinetika adalah, bagaimanakah memanfaatkan secara maksimal
pengetahuan tentang kinetika obat untuk kepentingan pena-
nganan penderita?

MANFAATDALAM PENERAPAN KLINIK


Walaupun kepentingan dari penerapan
farmakokinetika kepada masalah-masalah klinik telah
banyak sekali diingatkan dan ditekankan selama
bertahun-tahun terakhir ini, tetapi suatu penelaahan
terhadap publikasi -publikasi mengenai far-
makokinetika dalam berkala -berkala terkemuka di
dunia
3
telah mengungkapkan, penelitian -penelitian yang berkaitan
langsung dengan penanganan masalah -
masalah yang dihadapi
dalam klinik kebanyakan hanya menjadi tujuan sekunder.
Misalnya, dalam keadaan klinik yang sesungguhnya maka
pemberian obat pada pasien lebih sering dengan dosis ganda
(multiple dosing) dibanding dengan pemberian dosis tunggal
(single dosing), namun penelitian -penelitian justru lebih ba-
nyak dengan pemberian dosis tunggal baik pada orang sehat
maupun penderita. Bagi para klinikus yang berminat dalam
farmakokinetika, mungkin akan lebih mudah menerima dan
menelaah hasil penelitian dosis berganda dibanding dengan do-
sis tunggal untuk menerapkan hasil tersebut bagi kepentingan
penderita.
Manfaat penerapan farmakokinetika bagi kepentingan pena-
nganan penderita adalah untuk tuntunan penentuan aturan do-
sis (dosage regimen) yang menyangkut besarnya dosis dan in-
terval pemberian dosis, terutama untuk obat-obat dengan ling-
. kup terapeutik yang sempit seperti teofilina, digoksin, feni-
toina, fenobarbital, lidokain, prokainamida dan lain-lain.
Contoh kasus 1
Misalnya: jika dalam suatu unit darurat dihadapi seorang
penderita status asmatikus berat, di mana sebagai tindak lanjut
diagnosis dan evaluasi klinik diputuskan untuk memberi-
kan terapi teofilina per infus. Dengan melihat beratnya serang-
an asma yang diderita, klinikus menginginkan kadar teofilina dalam keadaan tunak
(steady state = C ) sebesar 12 ug/ml.
s
Untuk menentukan berapa kecepatan infus yang perlu diberi-
Kecepatan infus = Cl x Css (rumus 1)
Cl adalah klirens tubuh total, yakni menggambarkan ke-
mampuan individu untuk mengeliminasi obat yang ditunjuk- t adalah waktu paroh obat yang menggambarkan lamanya
kan dengan besarnya volume darah yang dibersihkan dari jumlah obat (kadar obat) dalam badan turun menjadi separuh-
nya. Karena jika infus diberikan dengan kecepatan yang sudah
diperhitungkan tadi, kadar obat dalam keadaan tunak (steady
state) baru akan tercapai 4xt, maka untuk kasus-kasus berat
seperti di atas perlu diberikan suatu dosis pengisi (loading) agar
tercapai Css dalam waktu cepat. Besarnya
dosis pengisi diperhitungkan,

Vd= volume distribusiyang merupakan volume


hipotetis penyebaran obat dalam cairan
tu-
= buh.
ke1 tetapanwaktu. kecepatan eliminasi obat per Contoh kasus 2
unit
Untuk penderita asma yang tidak begitu berat diinginkan
kadar teofilina dalam darah sebesar 5 ug/ml dalam keadaan
tunak. Berapa dosis yang diperlukan dapat diperhitungkan
Persamaan (3) juga bisa ditulis seperti berikut,
dari
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 9
pok etnik (dalam hal ini umumnya didapat dari ras Kauka-
Untuk kedua keadaan klinik yang digambarkan pada con- soid) bisa dipakai sebagai dasar untuk pembuatan pedoman
toh kasus 1 dan 2 di atas, kadar terapeutik bisa dicapai dengan aturan dosis dan pemberian pada kelompok etnik lain (ras
memperhitungkan kecepatan infus (contoh 1) atau besarnya Negroid dan Mongoloid)? Jawabannya bisa dua kemungkin-
dosis oral (contoh 2), jika bisa diketahui nilai volume distribusi an, ya dan tidak. Ini mungkin karena tidak ada perbedaan
(Vd) maupun waktu paroh (t'%) dan ketersediaan hayati (F) yang bermakna secara klinik dalam parameter -parameter
untuk dosis oral. farmakokinetika antara masing -masing kelompok etnik. Ke-
Salah satu manfaat farmakokinetika dalam klinik, seperti mungkinan lain, untuk beberapa obat ternyata perbedaan-
halnya digambarkan pada ke dua contoh di atas adalah untuk perbedaan antar kelompok etnik ini cukup bermakna klinik
menentukan aturan dosis dan pemberiannya setelah parameter- sehingga memerlukan penyesuaian aturan - aturan dosis pada
parameter kinetika yang diperlukan bisa diketemukan. Persoal- kelompok etnik lain sesuai dengan parameter-parameter kine-
annya, apakah setiap parameter kinetika harus ditentukan dulu tik yang didapat pada populasi yang bersangkutan.
sebelum menentukan aturan dosis dan pemberiannya pada se- Keaneka ragaman antar etnik ini mungkin disebabkan
tiap penderita? Jelas hal ini tidak dimungkinkan karena akan karena adanya perbedaan dalam frekuensi gen dalam popula-
kehilangan nilai praktis terapeutiknya. Dalam buku-buku siyang bersangkutan untuk variasi obat yang di bawah penga-
standar farmakologi klinik atau farmakokinetika, sebenarnya ruh gen monogenik (polimorfisme genetik) atau oleh karena
data mengenai parameter-parameter farmakokinetika dari ber- perbedaan-perbedaan dalam faktor -faktor lingkungan internal
bagai obat bisa dicari dan dijadikan pedoman untuk memper- maupun eksternal yang bisa berpengaruh terhadap proses-
kirakan nilai parameter kinetika yang diperlukan (approximate proses kinetika (terutama metabolisme).
value). Namun demikian perlu dicatat hal-hal sebagai berikut: Misalnya, keaneka ragaman metabolisme isoniazid yang be-
1). Sebagian besar (hampir semua) data kinetika obat di- rupa reaksi asetilasi menjadi asetil -isoniazid. Individu-individu
dapatkan pada orang-orang Barat (ras Kaukasoid), dan makin dalam populasi terbagi menjadi asetilator cepat dan asetilator
banyak diketahui adanya variasi antar etnik yang cukup ber- lambat, di mana ciri genetik masing -masing di bawah gen do-
makna untuk beberapa obat. minan (R) dan resesif (r). Frekuensi asetilator pada masing-
masing kelompok etnik sangat berbeda. Pada ras Mongoloid
2). Keaneka-ragaman antar individu dalam satu populasi dari sebagian besar tergolong ke dalam asetilator cepat dengan ni-
satu kelompok etnik untuk berbagai obat sering terlalu besar '
lai waktu paro (t) kurang dari 2 jam, sedangkan pada ras
untuk bisa diambil suatu nilai perkiraan rata-rata yang dapat Kaukasoid atau Negroidfrekuensi asetilator cepat sedikit lebih
diterapkan pada setiap individu. rendah dari pada asetilator lambat7.
Pada gambaran histogram, frekuensi distribusi waktu paro
Manfaat lain dari farmakokinetika adalah mempelajari fak- INH dalam kepustakaan nilai antimode yang memisahkan
tor-faktor yang dapat menipengaruhi proses -proses biologik asetilator cepat dan lambat disebutkan 2 jam, di mana nilai
yang dialami oleh obat dalam tubuh mulai dari absorpsi, dis-
waktu paro INH kurang dari 2 jam adalah asetilator cepat 4.
tribusi, metabolisme maupun ekskresi. Termasuk di sini misal- Penelitian terhadap orang-orang Indonesia suku Jawag menun-
nya faktor -faktor genetik maupun lingkungan baik lingkungan jukkan; nilai antimode t - INH yang memisahkan asetilator
internal maupun eksternal tubuh. Misalnya dengan mengukur cepat dan lambat tidak terletak pada nilai 2 jam, tetapi antara
parameter kinetika eliminasi (khusus untuk metabolisme) 2 - 3 jam. Mengapa bisa terjadi pergeseran distribusi nilai
suatu obat dalam satu populasi, dapat diidentifikasi kemung- t - INH ini sulit diterangkah. Tetapi analisis lebih lanjut
.
kinan adanya sub populasi yang lain dari umumnya anggota dari data kinetika yang didapat menunjukkan, nilai rata-rata
populasi dalam hal kemampuan metabolisme obat tertentu. volume distribusi (Vd) pada subyek -subyek Indonesia
Pengukuran waktu paroh (5%) INH dalam suatu populasi Jawa tadi sebesar 89% SEM 3%berat'badan.
akan memberikan gambaran distribusi frekuensi yang poli- Nilai volume distribusi pada kepustakaan4,9 rata-rata dilapor-
modal, di mana individu -individu dalam populasi terbagi se- kan sebesar 61%.
cara genetik ke dalam kelompok -kelompok asetilator cepat Jika dilihat rumus,
dan asetilator lambat4
Contoh lain, peristiwa-peristiwa saling mempengaruhi
(antar aksi obat) dalam tingkat proses -proses biologik ab-
sorpsi, distribusi, metabolisme maupun ekskresi dipelajari
dan dievaluasi secara in vivo, baik pada orang sakit atau- maka kemungkinan pergeseran ke kanan nilai antimode yang
pun penderita, dengan pendekatan farmakokinetika yakni memisahkan asetilator cepat & lambat pada populasi Indonesia
dengan pengukuran -pengukuran parameter -parameter kine- - Jawa menjadi antara 2 - 3 jam dibandingkan dengan
tika peristiwa -peristiwa di atas5 . Misalnya, hambatan meta- nilai 2 jam pada ras Kaukasoid (Gambar 1), disebabkan oleh
bolisme primidon oleh karena INH dibuktikan secara klinik karena tingginya nilaivolumedistribusi (Vd).
dengan adanya pemanjangan t primidon sesudah pra-perlaku- Jika dilihat kecepatan metabolisme rifampisin, pada buku-
an INH dibandingkan tanpa pra-perlakuan INH6. buku standar disebutkan, nilai t sesudah pemberian dosis
KEANEKA RAGAMAN ANTAR ETNIK 600 mg bervariasi antara 1 - 4 jam. kadar puncak obat aktif
yang dicapai sesudah pemberian 600 mg disebutkan berkisar
Seperti telah disinggung di muka, salah satu permasalah-an antara 7 - 10 ug/ml. Penelitian sementara pada subyek-subyek
yang sering menjadi bahan pertanyaan dalam berbagai ke- Indonesia - Jawa (Santoso & Suryawati, 1984, belum di-
adaan itu apakah data kinetika suatu obat dari satu kelom-
10 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
KEANEKA-RAGAMAN ANTAR INDIVIDU
N Kalau dikatakan di muka bahwa untuk beberapa obat ter-
nyata didapati perbedaanyang cukup bermakna klinik dalam
parameter-parameter kinetika antara kelompok-kelompok etnik,
pun
maka pada individu-individu dalam satu populasi akan
didapati keaneka- ragaman kinetikayang mungkin cukup berarti,
terutama untuk obat-obat dengan lingkup terapeutik
yang sempit.
Seperti telah dikatakan, keaneka-ragaman biologik antar in-
dividu dalam proses--proses kinetika (terutama metabolisme)
mungkin berasal dari faktor- faktor genetik (genetic make-up)
atau faktor-faktor lingkungan (lingkungan internal dan ekster-
10
nal) . Faktor-faktor non-genetik meliputi penyakit -penyakit,
keadaan kurang gizi, umur, pengaruh obat-obat yang diguna-
kan bersamaan (antar aksi obat) dan lain-lain, termasuk faktor
kebiasaan (merokok), dan kontak dengan cemaran - cemaran
lingkungan (misalnya pestisida).
Penyakit-penyakit pada organ eliminasi misalnya hepar atau
ginjal akan mengurangi kemampuan eliminasi obat dengan
akibat turpnnya nilai klirens (Cl) obat, atau memanjangnya
nilai Ph. Bagaimanakah aturan dosis obat pada keadaan gang-
guan-gangguan fungsiorgan seperti ini? Jelas akan diperlukan
suatu penyesuaian dosis yang tepat dengan kemampuan eli-minasi
tubuh terhadap obat yang bersangkutan. Pada keada-an gangguan
fungsi ginjal, penyesuaian dosis bisa dikerjakan
dengan memberikan dosis obat yang sesuai dengan kemam-puan
faal ginjalyang diukur dengan nilai klirens kreatinin. Nilai klirens
INH T1/2 kreatinin memang memberikan gambaran kuan-
Gambar 1. Gambaran histrogram frekuensi distribusi dari waktu paro INH
titatif faal ginjal. Aturan- aturan atau rumus-rumus penyesuai-an
pada populasi Kaukasoid (atas) dan pada populasi Indonesia Java (bawah). dosis pada gangguan faal ginjal banyak dijumpai dalam
buku-buku standar dan dibuat berdasarkan menurunnya nilai
Antimode yang memisahkan asetilator cepat (dengan genotipe RR dan Rr) klirens kreatinin.
dan asetilator lambat (dengan genotipe rr) terletak pada nilai t 2 jam pada Jika pada gangguan faal ginjal, ada parameter kuantitatif yang
orang Kaukasoid dan antara 2 - 3 jam pada orang-orang Indonesia Jawa.
bisa dipakai untuk mengukur faal ginjal sehingga penye-suaian
dosis bisa dilakukan berdasarkan baik buruknya faal saat itu,
publikasi) menunjukkan sesudah pemberian dosis 600 mg, maka tidak demikian halnya dengan gangguan faal
nilai t beragam antara 4 - 12 jam dengan kadar puncak an-tara hati. Tidak ada parameter kuantitatif yang bisa dipakai untuk
17 29 ug/ml. Perbedaan data kinetika yang didapat se- mengukur fungsi hati, sehingga pada keadaan gangguan fungsi
perti ini mungkin mengharuskan untuk mempertimbangkan hati jika akan melakukan penyesuaian dosis obat tidak ada
kembali aturan dosis pada subyek-subyek Indonesia - Jawa, jika petunjuk yang tepat. Sayangnya, sampai sekarang orang tidak
diingat kemungkinan pengaruh -pengaruh toksis dari ri- bisa menentukan satu obat ujiyang bisa dipakai untuk meng-
fampisin. ukur11kemampuan metabolisme hati untuk segala macam
Masih banyak lagi contoh-contoh tentang adanya perbeda-an obat . Walaupun pada mulanya orang banyak menaruh harap-an
antar kelompok etnik dalam parameter -parameter kinetika dari bahwa dengan mengukur parameter-parameter eliminasi
obat. Perbedaan ini mungkin relatif kecil, mungkin bisa antipirin sebagai substratmodel metabolisme di hati, dapat di-
juga besar dan mempunyai makna klinik yang mengharuskan ketahui kemampuan fungsi metabolisme hati untuk obat-obat
penyesuaian aturan dosis. Perlu dicatat bahwa perlu tidak- lain, ternyata korelasi antara parameter - parameter eliminasi
nya untuk melakukan penyesuaian aturan dosis pada suatu antipirin dengan obat lain terlalu kecil.
populasi tidak hanya dengan melihat perbedaan parameter ki- Kesulitan yang sama juga dihadapi jika menjumpai kasus-
netika (misalnya t) tetapi juga mempertimbangkan lebar & kasus malnutrisi. Walaupun secara umum sering ada anggap-an
sempitnya lingkup terapeutik(therapeutic range) kadar obat. bahwa pada keadaan malnutrisi selalu terjadi penurunan
Untuk obat-obat dengan lingkup terapeutikyang lebar, ber- kemampuan eliminasi obat, tetapi perubahan-perubahan pato-
arti jarak antara kadar efektif minimal dan kadar toksikmini-mal fisiologik pada malnutrisiyang bisa mempengaruhi kemampu-an
lebar, perbedaan parameter kinetik tertentu tidak mem-bawa 12
eliminasi obat sangat kompleks . Perubahan- perubahan juga
konsekuensi apa-apa. Tetapi untuk obat-obat dengan meliputi proses- proses absorpsi, distribusi, metabolisme
lingkup terapeutik yang sempit, adanya variasi kinetika se-dikit maupun ekskresi obat. Perubahan kinetika yang dialami oleh satu
sudah membawa konsekuensiyang sangat penting. obat belum tentu sama dengan perubahanyang dialami
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 11
obat lain. Sebab contoh, pada kwashiorkor terjadi penurunan Dari uraian di atas, maka tidak mungkin untuk membuat
13
kemampuan eliminasi isoniazid , tetapi sebaliknya dengan pedoman penyesuaian dosis pada keadaan malnutrisi untuk
14
sulfa-diazin justru terjadi kenaikan kecepatan eliminasi semua obat. Setiap obat akan mengalami perubahan-perubah-
Klirens (Cl) isoniazid pada 8 orang penderita tbc yang disertai an kinetik (kalau ada) sesuai dengan sifat-sifat fisiko kimiawi
hipoproteinemia, dengan rehabilitasi nutrisi selama 4 minggu dan kinetik masing-masing.
8
naik dari 16.0 SEM 2.6 1/jam menjadi 19.9 1/jam (lihat Individualisasi dosis obat pada setiap pasien dengan kondisi
gambar 2). Ini menunjukkan adanya penurunan kemampuan khusus yang potensial bisa merubah parameter -parameter
metabolisme INH pada keadaan malnutrisi, yang kinetika . obat, harus dibarengi dengan monitoring terapi.
kemudian kembali membaik sesudah perbaikan gizi. Besarnya dosis yang diberikan, efek terapeutik yang didapat-
kan, dan efek toksik yang mungkin timbul harus selalu di-
timbang-timbang. Jika memungkinkan, pengukuran kadar obat
dalam plasma akan sangat membantu individualisasi dosis,
terutama untuk obat-obat dengan lingkup terapeutik yang
sempit. Walaupun pendekatan-pendekatan farmakokinetika su-
dah diambil untuk individualisasi dosis, hal ini tidak bisa me-
ngesampingkan pentingnya tindakan monitoring terapi baik
secara klinik terhadap tercapainya terapeutik dan timbulnya
efek toksik, maupun secara laboratorik.

PENELITIAN FARMAKOKINETIK DI INDONESIA


Salah satu hambatan dalam penelitian farmakokinetika di
Indonesia umumnya yaitu kurangnya sarana untuk peng-ukuran
kadar obat dalam cairan biologik. Namun demikian kalau toh
alat-alat yang canggih memang di luar kemampuan setiap
laboratorium untuk mengadakannya, maka alat-alat yang relatif
lebih murah seperti spektrofotometer maupun
spektrofluorometer masih banyak bermanfaat.
Salah satu masalah yang dihadapi saat ini, seperti diuraikan
di depan adalah perlunya data kinetika dari populasi (popula-
tion kinetics) orang-orang Indonesia untuk obat-obat ter-
tentu. Sehingga penelitian -penelitian kinetika pada populasi
dari berbagai kelompok etnik di Indonesia mungkin perlu
mendapatkan perhatian.
Kalau data parameter kinetika obat biasanya didapatkan
dari orang sehat dengan cara pemberian dosis tunggal (single
dose study), maka untuk penerapan dalam klinik perlu diteliti
kinetika obat-obat pada kondisi -kondisi klinik khusus dengan
cara pemberian dosis berulang (multiple dosing). Ini nantinya
akan lebih mudah diterima dan dipakai oleh klinikus dalam
pertimbangan-pertimbangan terapi pada kondisi yang bersang-
kutan. Pengaruh -pengaruh dari cemaran-cemaran lingkungan,
pengaruh penyakit -penyakit, pengaruh status gizi dan lain-lain
terhadap kinetika obat mungkin menarik untuk diteliti.

(bersambung ke halaman 66)


KEPUSTAKAAN

1. Dost FH. Der Blutspiegel : kinetik der konsentration Sablaufo in


der kreislauffussigheit. Leipzig : Thieme. 1953.
2. Greenblatt DJ. & Koch Wosser J Clinical Pharmacokinetics. N Eng
J Mod 293 : 702 - 705.
3. Tognoni G Bellantuono C Bonati M D'Incalli M Gerna M Latini
R Mandelli M Porro MG and Riva E. Clinical relevance of
Pharma-cokinetics. Clinical Pharmacokinetics. 1980; 5 : 105 - 136.
4. Weber WW & Hein DW. Clinical pharmacokinetics of isoniazid.
Gambar 2. Klirens INH pada 8 orang penderita tbc dengan hipo- Clinical Pharmacokinetics, 4 : 401 - 422.
albuminemia pada saat masuk (I) sebesar 16.0 SEM 2.6 L/jarn dan se- 5. Park BK & Brockonridge AM. Clinical implications of enzyme in-
sudah rehabilitasi nutrisi dan terapi anti tbc selama 4 minggu (II) duction and enzyme inhibition. Clinical Pharmacokinetics, 1981;
sebesar 19.9 6 : 1 - 24.
12 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Monitoring Kadar Terapeutik Obat

dr Armen Muchtar
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indo-
nesia, Jakarta
PENDAHULUAN perkembangan pesat dalam penelitian dan analisis
Yang dimaksud dengan monitoring kadar terapeutik obat hubungan antara dosis -kadar-respon penderita. Secara
adalah pemeriksaan secara berkala kadar obat dalam darah konsepsionil, de-
guna membantu klinisi dalam menetapkan dosis obat yang da- wasa ini hubungan tertera dalam Gambar I. Secara matematis,
pat menyembuhkan atau mengobati penyakit penderita. Per- hubungan itu oleh Wagner dirumuskan sebagai berikut :
lunya monitoring kadar obat dalam tubuh sudah lama dikemu-
kakan, antara lain oleh WilliamWethering, ketika fox glove
yang mengandung glikosida kuat mulai digunakan, ia meng-
himbau agar obat yang manjur ini tidak dengan begitu saja di- Css = kadar dalam keadaan steady state, fD = fraksi dosis yang masuk
tolak penggunaannya, semata-mata karena adanya efek sam- dalam sirkulasi sistemik, t12 = waktu paruh obat dalam plasma, Vd =
pingyang berbahaya dan sukar dkendalikan. volume distribusi, T = interval pemberian Obat.

Dasar-dasarmonitoring kadar terapeutik obat mulai dirin- INDIVIDUALISASI DOSIS DALAM FARMAKOTERAPI
tis oleh Brodie dan kawan-kawan ketika mereka berhasil me- Dalam praktek, pemberian obat pada umumnya didasarkan
ngukur kadar quinidine' dalamplasmamanusia dengan menggu- atas dosis rata-rata, yaitu dosis yang diperkirakan memberikan
nakan fluarometer1 . Arti klinis dari pemeriksaan ini kemudian
efek terapeutik dengan efek samping minimal. Bila dosis rata-
diungkapkan oleh Sokolow 2 , ketika ia dapat memperlihatkan rata itu tidak menimbulkan efek sama sekali atau sudah me-
adanya perbedaan interindividuil kadar quinidin plasma se- nimbulkan efek yang berlebihan, biasanya dokter dengan se-
banyak 5 kali pada dosis 3 gram per hari pada pengobatan arit- gera menghentikan pengobatan karena dianggap 'tidak cocok'
mia. Berdasarkan pengalamannya dalam memonitor kadar qu- bagi penderita, tanpa perlu mempertimbangkan apakah do-
inidin dalam serum, ia menyimpulkan sebagai berikut3 sis yang diberilcan itu memang sudah sesuai dengan kebutuhan
* Efektivitas quinidin dalam pengobatan aritmia atrium kro- penderita. Pentingnya individualisasi dosis menjadi semakin
nik dan pencegahan aritmia rekuren, serta timbulnya intoksi- beralasan ketika Brodie dkk. memperlihatkan bahwa ada per-
kasi quinidine terlihat mempunyai korelasi yang lebih dekat bedaan spesies, strain dan individual dalam kecepatan meta-
dengan kadar ketimbang dosis. bolisme obat4 . Kemudian, Hammer dan Sjoqvist menemukan
* Karena kadar quinidin dalam serum dapat bervariasi lebih besar ada perbedaan individual sebesar 30 x lipat dari kadar "ste-ady
dari variasi dalam dosis, maka kadar dalam serum meru-pakan state" desmetil imipramin yang diresepkan pada suatu do-sis
indilcasiyang lebih terpercaya bila diduga ada toksisitas. tertentu 5 . Perbedaan individuil kadar obat dalam keadaan
* Walaupun lebih penting dari dosis, sebaiknya kadar dalam "steady state" ini barangkali tidak menimbulkan masalah da-
serumtidak dianggap sebagai satu-satunya faktor yang lam penentuan besar dosis bila 'Therapeutic window" dari
mempe-ngaruhi toksisitas. Keparahan penyakit, deplesi obat yang bersangkutan cukup besar. Tetapi bila "therapeutic
elektrolit, in-feksi, ikut pula menentukan toksisitas. window" suatu obat sempit, individualisasi dosis menjadi pen-
Semenjak itu, sejalan dengan penemuan alat-alat baru yang ting, karena perbedaan dosis yang kecil saja (dalam mg/kg
BB) sudah dapat menimbulkan perbedaan nyata dalam res-
sensitif untuk pemeriksaan kadar obat dalam darah, terjadi
pons. Individualisasi dosis dengan mudah dapat dilakukan bi-
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 13
kan manfaat untuk memonitoring kadarnya, karena bila cer-
mat, respon klinis penderita masih dapat diamati. (Tabel 1).
Tabel 1. Obat-obat yang kadarnya sering dimonitor secara rutin.

Obat Kesaran kadar Penjelasan


terapeutik
Fenitoin 10-20 mcg/ml Esensial untuk terapi yang ra-
sional karena adanya satu rati-
on kenetik
Teofilin 5-20 mg/ml Esensial untuk terapi rasional
sewaktu serangan akut.Variasi
kenetl individual yang sangat
besar; toksisitas hebat pada ka-
dar 25 mg/ml.
Litium 0,6-1,2 mcg/1 untuk mencegah efek toksik
Fenobarbital 15-20 mg/ml mencegah therapeutic failure
pada febrile convulsion.
Karbama zepin 5-10 mcg/ml membedakan "therapeutic fa-
ilure" dengan efek toksik (pu-
sing, ataksia, diplopia)
Valproate 50-100 mcg/ml Farmakokinetikanya kom-
pleks, masih perlu uji klinik
Quinidin 4-6 mcg/ml Masih perlu diteliti dengan
alat yang lebih sensitif (HPLC)
Prokainamida 4-6 mcg/ml membedakan therapeutic fai-

lure dengan efek toksik


Gambar 1. Faktor-faktor yang menentukan hubungan antara dosis Aminoglikosida
dan efek obat.
- Gentamisin 5-10 mcg/ml untuk mencegah ototoksisitas
yang irreversibel
la efek obat mudah diukur, sehingga besar dosis dapat dititra- Antidepresan
si sesuai dengan intensitas respons yang sedang diamati. Bila trisiklik
respons penderita sukar diamati dengan segera, misalnya kare- Amitriptilin AT+NT Hanya untuk depresi
na tujuan pengobatan bersifat profilaksis, atau sukar membe- (AT) 120-250 mcg/ml endogen
dakan efek akibat dosis berlebihan dengan gejala penyakit, Nortriptilin
titrasi dosis hanya dapat dilakukan dengan baik berdasarkan (NT) 50-150 mcg/ml untuk segera mencapai
panduan kadar obat dalam darah. Dengan demikian dapat di- kadar terapeutik
ringkaskan bahwa monitoring kadar terapeutik obat berman- Imipraimin (I) 150-300 mcg/ml
faat dilakukan guna menentukan dosis dari obat-obat yang : Digoksin 0,5-2 mcg/ml Untuk diagnosis intoksikasi
* kecepatan metabolismenya berbeda nyata secara individual
* mempunyai "therapeutic window" yang sempit
* efek terapeutiknya sukar atau tidak segera dapat diukur INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN KADAR
* gejala penyakit sukar dibedakan dengan efek samping obat Haruslah disadari bahwa pemeriksaan kadar obat dalam ca-
* kecepatan metabolisme mudah jenuh iran biologik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari "phar-
maco therapeutic audit" yang tujuannya untuk memperbaiki
OBAT-OBAT YANG KADARNYA PERLU DIMONITOR kualitas terapi obat. Tujuan ini hanya dapat dicapai bila ada
Monitoring kadar obat dilakukan atas persyaratan respon 'dialog' antara klinisi yang meminta pemeriksaan dengan la-
sekelompok penderita mempunyai korelasi yang lebih baik boratorium pemeriksa. Dalam praktek, tujuan dari monito-
dengan dosis, dan korelasi itu cukup kuat sehingga dapat diper- ring akan tercapai dengan baik bila permintaan itu dilengkapi
lihatkan pada setiap penderita. Sebelum monitoring itu diker- dengan data klinis yang diperlukan untuk interpretasi (Tabel
jakan secara rutin, terlebih dahulu perlu ada penelitian klinis 2), dan pemeriksaan dilakukan secara berulang selama terapi
yang terkontrol guna memperlihatkan adanya hubungan an- pemeliharaan. (Gambar 1). Interpretasi hasil pemeriksaan ka-
tara kadar plasma dengan respon klinis. Disain dari penelitian dar obat dalam plasma memerlukan berbagai macam data kli-
seperti ini tergantung pada respon yang dituju, yaitu mungkin nis yang lebih banyak dari data klinis yang diperlukan untuk
efek terapeutik atau efek toksik atau kedua-duanya. Obat-obat menginterpretasikan hasil pemeriksaan kimia klinik untuk di-
yang telah diuji pada percobaan klinik yang terkontrol meme- agnostik. Kecuali untuk tolerasi glukosa, pemeriksaan kimia
nuhi persyaratan tersebut di atas tidak banyak, tetapi merupa- klinik bila perlu hanya memerlukan puasa malam hari. Waktu
kan obat-obat penting, sebagian diantaranya masih diperdebat- untuk pengambilan sampel darah tidak perlu ketat sekali,
14 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
karena zat yang hendak di periksa dalam knnia klinik relatif Tabel 2 Data penderita yang diperlukan untuk menjawab permin-taan
kadarnya stabil dari jam ke jam berkat adanya peranan heme- monitoring
ostasis tubuh. Dilain pihak interpretasi pemeriksaan kadar
terapeutik obat memerlukan data klinis yang berguna untuk
Nama obat yang akan dianalisis
memperhitungkan secara matematis besarnya dosis dan atu- Nama penderita, umur, kelamin dan berat
ran pemberian, bila resimen dosis harus diubah agar mencapai badan Nama pengirim dan alamat
kadar terapeutik (Gambar 2). Riwayat singkat
penyakit Kehamilan
Gambar2 . "Flow chart" monitoring kadar terapeutik obat. Alasan untuk memerlsa
kadar Analsis yang terakhir
Tanggal dan jam pengambilan sampel
Tanggal dan jam terakhir minum obat
Kadar kreatininserum
Daftar dari semua obat yang diminum pada waktu yang sa-
ma (dosis, bentuk sediaan,interval pemberian, awal
pengoba-tan/perubahan dosis)
Tanda-tanda perbafican oleh pengobatan atau tanda-tanda
efek samping
Data lain yang dirasa perlu
tidak tepat akan menuntun pengobatan kearah yang salah.
Pengertian yang sesungguhnyadari uji kualitas yaitu pengece-
kan terhadap setiap langkah pemeriksaan, mulai dari pengam-
bilan sampel sampai pada penyerahan hasil pemeriksaan dan
interpretasinya kepada dokter yang meminta. Meskipun demi-
kian, uji kualitas seringkali diartikan secara sempit, yaitu uji
kualitas yang terbatas pada prosedur dan teknik pemeriksaan
laboratorik saja.
SUMBER KEKELIRUAN DALAM MONITORING KADAR
OBAT
UJI KUALITAS DALAMMONITORING
Uji kualitas dalam analisis kadar obat terdiri atas dua Seringkali tidak disadari bahwa kealpaan atau kekeliruan
bentuk, yaitu uji kualitas internal (control) dan uji kualitas dapat terjadi pada tahap-tahap yang mendahului analisis la-
external (inter laboratory quality control). Uji kualitas internal boratorik. Pemberian obat yang waktunya tidak sesuai dengan
bertujuan untuk mengawasi keseksamaan (precision, relibili- yang diintruksikan, pengambilan sampel darah yang tidak te-
ty, reproducibility), sedangkan uji kualitas external terutama pat waktunya, sampel darah yang tidak cukup dan terjadi-
bertujuan untuk menguji ketepatan (accuracy) dari metode nya hemolisis karena hisapan darah ke dalam tabung yang
pengukuran. Dalam uji kualitas internal yang dimonitor adalah terlalu cepat adalah kesalahan yang sering terjadi. Karet pe-
penyimpangan hasil pengukuran yang jauh dari harga rata- nutup tabung reaksi dan kanula dapat menimbulkan persoalan
rata, yang barangkali terjadi karena kekurangcermatan peme- karena mengandung zat yang dapat menggeser obat dari ika-
riksa atau gangguan keandalan (performance) dari alat-alat tan protein, dan alat yang terlepas diikat oleh sel darah me-
8
yang digunakan, sedangkan dalam uji kualitas external yang di- rah .
monitor adalah sensitifitas serta spesifisitas alat, serta kean- Satu titik lemah dalam monitoring ialah perubahan yang
dalan prosedur ekstraksi dari masing-masing laboratorium. terjadi selama obat disimpan secara invitro dalam tabung plas-
Uji kualitas dalam monitoring kadar terapeutik obat mulai tik. Berapa lama sampel darah dapat dibiarkan sebelum dipu-
6
menarik perhatian ketika Richens melihat adanya perbedaan sing? Bagaimana pengaruh kecepatan pusingan terhadap kadar
besar dari hasil pengukuran kadar fenitoin dari sampel darah obat dalam plasma? Apakah sampel harus disimpan pada su-hu
yang sama sumbernya yang dikirim ke enam laboratorium. kamar atau dalam lemari es? Apakah sampel harus dibeku-kan
7 dan apa pengaruh pencairan kembali dengan cara pemana-
Pada tahun 1976, Pippenger dkk mempublikasikan hasil
uji kualitas yang dilakukan secara tersamar dengan menggu- san?
nakan 3 pooledsera yang masing-masing berisi 4 macam anti- Perbedaan individual dalam ikatan obat -protein plasma per-
konvulsan. Sampel dikirim ke laboratorium yang melayani lu diperhitungkan dalam menginterpretasikan hasil pemerik-
pemeriksaan kadar obat, dan hasilnya dibandingkan dengan ha- saan kadar obat dalam plasma. Seringkali dikemukakan bahwa
sil pengukuran oleh 5 laboratorium yang luas pengalaman- yang penting untuk diukur adalah kadar obat bebas, yang tidak
nya dalam pengukuran kadar obat anti konvulsan. Ternyata terikat protein plasma, karena jumlahnya lebih mencer-minkan
ada perbedaan yang sangat besar, di mana pada beberapa ka- kadar obat pada reseptor. Kenyataannya, kebanyakan metoda
sus ditemui coefficient of variation sebesar 504% (Tabel 3). pengukuran yang ada saat ini adalah mengukur kadar obat
total, balk terikat maupun yang bebas. Perbedaan indi-vidual
Dengan demikian, uji kualitas merupakan hal yang penting
dalam jumlah obat yang tak terikat protein plasma se-
dalam monitoring kadar obat, karena hasil pengukuran yang
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 15
ringkali terjadi karena adanya perbedaan sifat protein, penga- Peralatan yang digunakan untuk monitoringkadar obat me-
ruh obat lain yang diberikan bersama, pengaruh penyakit, ngalami banyak kemajuan dalam waktu 10 tahun yang ter-
serta sifat fisik dari obat yang diberikan. akhir (Tabel 5). Antara tahun 1950-1960,fotometer merupa-
kan alat utama untuk pengukuran kadar obat. Dengan alat ini
Metabolit aktif dapat mempersulit interpretasi kadar obat
diperlukan volume sampel yang besar, teknik estraksi membu-
dalam darah, karena sifat-sifat farmakokinetika dan
tuhkan waktu dan majemuk, kurang sensitif dan banyak gang-
farmakodi-namika metabolit tidak dkctahui. Kesulitan dengan
guan, sehingga kurang disukai untuk monitoring.
metabo-lit adalah belum semuanya dapat diukur serentak
dengan me-ngukur kadar zat asalnya. Tabel 5. Metode pengukuran kadar obat dalam darah
Tabel 3. Hasil uji kualitas external obat antikonvulsan oleh Pip-
7
penger dkk
Sfektrofotometri dan kalorimetri
Obat Jumlah labo- Rata2 Coefficient Kisaran Flame fotometry
Bioassay
torium yang of variation (meg/ml)
Fluarometry
ikut (%) Kromatografi: TLC, CLC, HPLC
Fenitoin 109 13,1 57,3 00 - 70,0 Ligand assays: RIA, EIA,
Mass fragmentography (GC-MS)
5 12,8 15,7 10,7 - 16,0
Fenobarbital 108 49 50,8 0,0 - 64,0

5 48,1 17,1 34,9 -57,0


Primodon 93 12,3 77,2 0,0 -83 Pada permulaan tahun 1960 kromatografi gas-cair (GLC)
5 12,5 11,5 100-13,5 mulai diperkenalkan. Kelebihan dari fotometri yaitu pemerik-
Etasuksemid 71 14,9 504,7 0,0 - 633,3 saan lebih spesifik, karena alat ini mampu memisahkan dan
merlgukur kadar lebih dari satu macam obat. Kekurangannya
5 1,4 156,4 0,0-5.0 alat ini memerlukan penanganan oleh teknisi yang terlatih.
Perkembangan baru dalam GLC adalah pemanfaatan detektor,
terutama detektor nitrogen-fosfor yang bertujuan untuk me-
ningkatkan sensitifitas alat, sehingga hanya sedikit sampel
PERSONIL D AN PERALATAN DALAM MONITORING. darah yangdiperlukan.
Sesuai dengan kemampuan personil, kegiatan monitoring Kemudian muncul teknk radioimmunoassay yangmemung-
kadar terapeutik obat dapat dibagi atas dua kelompok; perta- kinkan pengukuran kadar obat dalam volume kecil. Satu tero-
ma yang mengeijakan pengukuran dan kemudian melaporkan bosan dalam teknilc radioimmunoassay adalah pengembangan
hasilnya, dan yang kedua selain melakukan pengukuran dan enzyme immunoaasay (EMIT) dapat memeniksa kadar obat
pelaporan hasil, mempunyai kemampuan untuk berdialog de- dari sediaan sebanyak 50 mcl. Setelah kurva harian selesai di-
ngan dokter pengirim sehubungan dengan statusklinik dan far- buat, pengukuran setiap sediaan dapat dilakukan dalam waktu
makologik penderita. Sesungguhnya yang diharapkan adalah beberapa menit saja. Kelebihan EMIT adalah sampel darah
monitoring yang terintegrasi ke dalam therapeutic audit yang yang diperlukah cukup kecil, prosedur sederhana dan hasilnya
bertujuan memperbaiki kualitas farmakoterapi. Dalam hal ini, cepat diperoleh, serta akurat (Tabel 6).
seorang ahli farmakologi klinik mempunyai peranan sentral
Tabel 6. Uji kualitas pengukuran kadar fenitoin dengan menggunakan
dalam kegiatan monitoring kadar terapeutik obat, karena la-tar berbagai metoda (Page dan Richens)
belakang pendidlkannya dalam kedokteran dan farmako-
kinetika klinik (Tabel 4). Jumlah percoba-
Metoda Jumlah Jumlah hasil an yang di luar
laboratorium pemeriksaan 95% confidence
Tabel 4 Pengukuran kadar obat dalam plasma sebagai bagian dari therapeutic limits (%).
9
audit (Sjogvist) GLC
senyawa
Pihak yang Keahlian dalam Farmako-
asal 34 691 64 (9,3%)
terlibat Analisis obat Terapi kologi Turunan 51 904 47 (5,2%)
Klink.
Spektro-
Analisis obat ya tidak tidak
Ahli farmako- Mengetahui prin- Prinsip dan fotometri 10 138 41 (30 %)
Kromato- 3 83 13 (16 %)
logi klinik sip pandangan ya
global grafi lapis
Dokter prak- tidak ya, dalam tidak tipis (TLC)
EMIT 8 68 2 (2,9%)
tek bidangnya
16 Cermin Mania Kedokteran No. 37 1985
Suatu metoda baru yang praktis dan banyak disukai dewasa berdasarkan cost-benefit analysis ada manfaatnya buat pende-
ini adalah kromatografi cair bertekanan tinggi (HPLC). rita.
Kelebihannya dari kromatografi gas-cair adalah dalam keteta-
patan, kesederhanaan dan ketepatan analisis, serta KEPUSTAKAAN
pemeriksaan
serentak dari zat asal dan metabolitnya. 1. Brodie BB and Underfriend S. Estimation of quinine in human
Dalam memilih peralatan dan metoda mana yang hendak plasma, with note on estimation of quinidine. J. Pharmacol and Exper.
Therap. 1943; 78: 154.
digunakan dalam monitoring, tidak ada patokan yang mudah
untuk diikuti. Biasanya hal itu tergantung pada: 2. Sokolow M and Edgar AL. Blood quinidine concentration as a guide
in the treatment of cardiac arrythmias. Circulation 1950; 1:576-592.
- pengetahuan tentang kebaikan dan kekurangan masing-
3. Sokolow M. SOme quantitative aspects of treatment with qui-nidene.
ma-sing metoda Ann Int Med, 1956; 45:482-588.
- kecakapan personil untuk mengatasi hambatan yang mung- 4. Brodie BB. On mice, microsomes, and man. Pharmacologist
kin dihadapi 1964;6:12-26.
5. Hammer, W. Sjoqvist F. Plasma levels of monomethy lated tri-
- nilai klinis dari obat yang hendak diukur kadarnya cyclic antidepresants during treatment with imipramine-like
compounds. Life sci 1967; 6: 1895-1903.
- sistem penyediaan, pemeliharaan dari servis dari alat dan
6. Richens A. Results of a phenytoin quality control scheme Cli-nical
reagensia yang diperlukan.
Pharmacology of Antiepileptic Drugs, Springer, 1975 p 293.
Berdasarkan kriteria tersebut, dewasa ini dianggap EMIT ada-
7. Pippenger CE, et al. Interlaboratory variability in determination of
lah alat yang baik untuk pelayanan rutin yang banyak, sedang- plasma antiepileptic drug concentration.
kan HPLC lebih cocok untuk penelitian dan untuk pelayanan Arch Neurol. 1976; 33: 351-355.
yang permintaanya tidak banyak.
8. Piafsky KM, Borga O. Inhibitor of drug protein binding in 'Va-
Masalah dana untuk pengadaan alat laboratorium ini seyog-
cutainer'. Lancet 1976; 2: 963-964
yanya tidak menjadi persoalan bila kebutuhannya ada, dan 9. Sjoqvist F. Therapeutic Drug Monitoring Twenty Years Expe-rience.
2nd World Conference of Clinical Pharmacology and Therapeutics
(Lemberger L and Reidenberg M: eds), 1983; Ju-ly 31-August 5: 38-
63
Disajilcan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simpo-sium
Farmakokinetika Klinik - Yogyakarta, 3 - 4 Desember 1984. 10. Page J and Richens A. Quality Control of Routine Drug Assays. Syva
Monitor. The Bulletin of Therapeutic Drug Monitoring 1982;11: 1-4..
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 17
Ketersediaan Hayati Obat
Dr M. Masri Apt
Jurusan Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta
PENDAHULUAN KETERSEDIAAN HAYATI SEBAGAI KONSEP PENGEM-
BANGAN KUALITAS PRODUK OBAT.
Kegiatan industri farmasi di Indonsia yang telah ada sejak
puluhan tahun yang lalu, telah mendapatkan momentum per- Melihat kembali publikasi penelitian pada tahun 1945 di
kembangan yang pesat. Ini karena prioritas yang telah diberi-kan mana Oser, Melniek dan Hoehberg mengemukakan cara
Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka Pembangun-an mengukur vitamin-vitamin dari suatu produk obat yang di-
Nasional mulai tahun 1969. Sebagai hasil nyata selama absorpsi oleh tubuh manusia. Hasil ini telah membawa per-
15 tahun perkembangannya, yaitu banyaknya produk- ubahan besar dalam konsep farmasi dari The Art of Compoun-
produk obat yang diperdagangkan (specielite) baik ragam ding dalam pembuatan produk obat menjadi saat ini sebagai
maupun jenisnya untuk mencukupi kebutuhan kuantitatif drug delivery system yang menurut Wagner1, hampir setiap
masyarakat. Arti penting kuantitatif produk obat ini tidak sesuatu yang dilakukan terhadap sistem ini dapat merubah
dapat terlepas dari segi kualitatifnya, yaitu tinjauan dari kuali - kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk dan jumlah yang
tas terapeutik produk obat itu sendiri, yang dalam hal ini ke- diberikan/tersedia pada tempat yang dituju di dalam tubuh.
tersediaan hayati (bioavailabilitas) obat ikut menjamin keber- Keberhasilan pengobatan tidak ditentukan semata-mata oleh
hasilan pengobatan, sebagai salah satu variabel dalam kualitas takaran zat aktif di dalam unit dose akan tetapi bentuk obat
terapeutik obat. dalam arti keseluruhan. Bentuk obat yang dipandang sebagai
Dalam praktek pengobatan, seringkali terjadi bahwa pem beri drug delivery system harus dapat menjamin ketersediaan opti-
obat yang dengan berbagai dasar pertimbangannya telah mal obat di dalam tubuh. Dalam hal ini konsep bioavailabilitas
mempertukarkan atau menggantilcan pemakaian suatu produk obat yang menurut Academy of Pharmaceutical Sciences
obat dengan produk lainnya yang ekivalen kimiawi dan ekiva-len diartikan sebagai "kecepatan dan besarnya zat aktif utuh dari
farmasetik. Telah banyak publikasi menyatakan timbulnya suatu bentuk obat yang masuk ke dalam sirkulasi umum
kejadian baik yang bersifat tak efektif maupun timbulnya darah", akan merupakan faktor penentu dan merupakan
toksisitas obat, yang mungkin tidak diketahui kecuali melalui parameter keberhasilan pembuatan suatu produk obat. Definisi
pengujian klinik mendalam. Masalah biokivalensi obat merupa- yang lebih mendalam dari F.D.A. yaitu, bioavailabi-
kan masalah serius yang memerlukan penanganan, apabila litas suatu (beberapa) zat aktif dari suatu produk obat di-
dikehendaki suatu situasi yang Iebih balk agar kita tidak men- definisikan sebagai "kecepatan dan banyaknya yang diabsorpsi
"
jadi korban dari pemakaian obat, sesuatu yang bertentangan dan menjadi tersedia pada tempat aksi (site of action) . Defi-
dengan tujuan pembuatan obat dan pengobatan yaitu untuk nisi ini mengarahkan pengertian bioavailabilitas obat kepada
memberiican efek terapi optimal kepada pemakai obat. Uraian di konsep interaksi obat-reseptor, dan membawa arti bioavailabi-
dalam paper ini bersifat umum, dengan harapan dapat di- litas menjadi suatu pengertian yang lebih kompleks dan luas.
kembangkan suatu kerja sama multidisipliner dalam pengem- Bioavailabilitas merupakan karakteristik sesuatu produk obat
bangan bioavailabilitas dan bioekivalensi obat, dan bertujuan terhadap sistem biologis yang menggunakannya, dan men-
meningkatkan kualitas terapeutik produk obat pada umum- cakup juga segi farmakokinetika obat di dalam darah atau
nya. cairan- cairan biologis,yaitu sebagai respons atau reaksi tubuh
Disajikan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simpo-
dum Farmakokinetika Klinik - Yogyakarta, 3 - 4 Desember 1984.
18 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
terhadap zat kimia yang masuh ke dalam sistemnya. aktif dan reseptor di tempat aksi, sehingga akan diperoleh
Farmakokinetika obat mengandung banyak parameter availabilitas biofasik obat. Dalam hal ini, kemungkinan me-
yang dapat dipakai untuk menginterpretasi respons biologis lakukan sampling untuk menentukan kadar obat di tempat
atau reaksi organ terhadap obat, sehingga cara-cara aksi, dari mana dapat di1corelasikan antara dosis dan respons
pengobatan terhadap pasien akan menjadi lebih rasional, farmakologisnya.
mengandung segi kuantitatif dan kualitatif. Dengan uraian sederhana di atas, bioavailabilitas obat pada
Dengan pengembangan konsep ini secara keseluruhan, se- hakekatnya mempunyai arti luas dan terutama mempelajari
suatu produk obat akan mencapai tingkat yang sebaik-baik-nya efek-efek obat yang berasal dari suatu produk obat. Estimasi
untuk aplikasi klinik. dan penilaian bioavailabilitas obat dari segi klinik meminta
biaya yang tinggi dan membutuhkan banyak waktu, sedang-
KETERSEDIAAN HAYATI OBAT SEBAGAI SALAH SATU kan secara farmakologis relatif juga mahal.
VARIABEL PENJAMIN KUALITAS TERAPEUTIK. Estimasi availabilitas fisiologis dengan mengukur plasma-
Tujuan bioavailabilitas obat sesungguhnya antara lain agar level obat atau ekskresi uriner zat aktif unchanged, atau ke-
suatu produk obat mampu memberikan suatu efek terapi mungkinan lain yaitu saliva level obat merupakan cara yang
optimal kepada pemakai obat, dalam arti suatu produk obat cukup ekonomis dan relatif singkat. Asalkan cara ini dapat
akan cepat dan mempunyai kemampuan dalam mengobati sesuatu didisain, dikelola dan dievaluasi dengan baik, diharapkan
penyakit yang diderita seseorang. Dengan ini effektivi- hasil-hasilnya akan relatif dekat dengan potensi obat yang se-
tas pengobatan akan dicapai dengan baik. Selain itu, bio- benarnya.
availabilitas juga menekankan tentang pembatasan atau peng- Penilaian availabilitas fisiologis obat dapat ditarik dari
aturan pemakaian obat agar keamanan (safety) pemakaian beberapa variabel farmakokinetika, seperti luas area di
obat dapat dijamin, dan terhindar dari pengaruh toksik atau bawah kurva, konsentrasi puncak, waktu mencapai
efek-efek yang tidak dikehendaki. Untuk itu perlu diketahui konsentrasi pun-
sejauh mana dan bagaimana obat telah tersedia di dalam darah cak, jumlah ekskresi uriner, jumlah zat yang diserap, dan
untuk mampu memberikan respons klinik yang sesuai, baik sebagainya.
sebagai zat aktif tunggal ataupun kombinasi beberapa zat aktif
Sasaran studi bioavailabilitas obat
dari suatu bentuk obat.
Seringkali penyimpangan dari tujuan-tujuan ini tidak di- Di samping memperkirakan bioavailabilitas suatu produk
ketahui dengan baik, kecuali melalui analisis klinik yang men- obat, selanjutnya perlu dipelajari faktor yang mempengaruhi-
dalam terhadap pemakai obat, hingga dapat diketahui sebab- nya, faktor yang menjaga atau mempertahankan
sebab fenomena toksik karena pemberian obat. Terutama un- bioavailabili-tas, dan faktor kondisi yang diperlukan obat agar
tuk obat-obat yang potensinya tergolong keras, sedangkan bioavailabili-
bioavailabilitasnya dan profil farmakokinetika bentuk obat tasnya dapat berfungsi se-efektif mungkin. Ini merupakan
tersebut terhadap populasi pemakai obat belum diketahui. jangkauan studi bioavailabilitas obat.
Seyogyanya bagi obat-obat tertentu tersebut didapatkan data Cakupan sasaran - sasaran studi bioavailabilitas suatu
tentang bioavailabilitas beserta profil farmakokinetikanya. 4
produk obat, seperti tertera pada tabel berikut :
Selanjutnya, apabila hal ini telah terpenuhi, perlu ditekan- Tabel : Sasaran-sasaran studi bioavailabilitas obat
kan tentang cara-cara pemberian atau pemakaian obat yang I. Ekivalensi
didasarkan atas penggunaan prinsip farmakokinetika obat, A. Bentuk obat.
agar dicapai suatu kualitas terapeutik yang optimal setelah B. Syarat-syarat pengaturan
memperhatikan keadaan atau kondisi penerima obat. C. Pemasaran (lawan produk saingan)
II. Penentuan "waktu pemakaian".
ESTIMASI KETERSEDIAAN HAYATI OBAT. A. Tentang dosis : jumlah dan bentuk
B. Route pemakaian
Pada dasarnya, estimasi bioavailabilitas obat dapat dilaku-kan
' C. Pertimbangan-pertimbangan temporal.
menurut metode- metode farmakokinetika dan klinik . Metode III. Interaksi-interaksi.
farmakokinetika mencoba memperkirakan availabilitas fisiologis A. Kompatibilitas (absorpsi)
obat melalui pengukuran obat unchanged di dalam darah/urin atau 1. Eksipien-eksipien, bahan pemanis, dan sebagainya
metabolit-metabolit yang terbentuk, sedang-kan metode klinik 2. Makanan
didasarkan atas percobaan -percobaan klinik. Dalam hal ini 3. Obat-obat yang dikombinasikan atau dipakai bersamaan B.
Perlakuan terhadap over dosis
diperlukan variabel klinik untuk meng- C. Interferensi/Potensiasi
ukur efikasitas obat atau mengukur besarnya efek obat, se- 1. Inhibisi metabolisme
perti penurunan kadar gula darah, aktifitas komplek protrom- 2. Induksi Enzim
bin, dan sebagainya. IV. Korelasi -korelasi in vivo - in vitro.
Selain kedua metode tersebut di atas, bioavailabilitas obat V. Korelasi-korelasi in vivo - binatang.
dapat juga diperkirakan dari segi farmakologis seperti yang di-
VI. Korelasi-korelasi bioavailabilitas - aktivitas (farmakologis).
lakukan oleh beberapa peneliti2, 3 .
Data farmakologis yang diperlukan untuk mengevaluasi Kesemua studi ini adalah bagian dari studi bioavailabilitas
dan suatu produk obat. Ini memerukan juga studi tentang bio-
mengoptimasi bioavailabilitas produk obat adalah pengukuran availabilitas produk obat lain yang sama untuk menentukan
intensitas respons farmakologis yang berupa signal-signal, bioekivalensinya.
dipersyaratkan suatu respons bertingkat dalam fungsinya ter-
hadap dosis. Respons ini tidak lain hasil interaksi antara zat BIOEKIVALENSI BEBERAPA PRODUK OBAT.
Sejumlah penelitian mengungkapkan, beberapa produk obat
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 19
yang mempunyai ekivalensi kimiawi dan ekivalensi farmase-
tika, namun di antara beberapa produk -produk itu tidak 20 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
mem-
berikan bioekivalensi. Hal ini telah diselidiki misalnya ter-
hadap zat-zat aktif digoksin 5 , oksitetrasiklin6 , dan lain-lain.
Ketidak-bioekivalensi ini menimbulkan problem serius da-
lam bidang pengobatan, yaitu apabila masing -masing produk
obat belum diketahui bioavailabilitasnya, sehingga pengganti-
an suatu specialite dengan specialite lain dapat membawa
risiko kepada pemakai obat. Selain itu, telah diketahui juga
adanya ketidak -bioekivalensi obat dari batch-ke-batch suatu
specialite obat dari pabrik yang sana5 .
Ketidak-bioekivalensi yang dapat terjadi baik antar produk
obat atau antar batch dari suatu specialite obat ini seharusnya
menjadi pemikiran dan tindakan berhati-hati produsen obat
dalam memproduksi obat, yang harus menjaga stabilitas fisis-
khemis dan bioavailabilitas secara bersamaan.
Studi bioekivalensi
Studi bioekivalensi produk obat pada umumnya dengan
maksud membandingkan bioavailabilitas antara7 : suatu for-
mulasi baru obat standar dibandingkan terhadap formulasi
asli/lama, atau suatu bentuk pemakaian baru obat dibanding-
kan terhadap formulasi yang diperdagangkan.
Karena sifatnya merupakan pembandingan bioavailabilitas
antar produk obat yang berasal dari beberapa pabrik, diperlu-
kan :
1. Peralatan analitik yang mempunyai kemampuan tinggi.
Alat harus mampu menentukan kadar obat bahkan sampai
beberapa mg/ml cairan biologis. Diperlukan alat-alat dengan
presisi, ketelitian, kepekaan dan selektifitas yang tinggi. Alat-
alat seperti HPLC, GLC, Radioimmune assays, teknik-teknik
fluoresensi, Mass Spectrometry dan sebagainya akan sangat
membantu untuk tugas-tugas tersebut.
2. Prosedur yang seragam (standar) tentang syarat atau cara
bagaimana suatu percobaan bioekivalensi dikerjakan terhadap
zat aktif, mencakup :
disain eksperimental; dipilih model yang paling tepat untuk
keperluan percobaan dengan mengingat jumlah produk obat yang
diuji. Model yang dipilih nantinya harus mampu mem-perkirakan
adanya variabilitas-variabilitas inter/antar subyek,
batch-ke-batch, interval waktu percobaan atau perlakuan.
subyek yang dikenala percobaan dan syarat-syaratnya.
3. Metode Statistik.
Dalam hal ini perlu dipilih metode yang tepat setelah
memper-timbangkan efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya
variasi-variasi, baik dari masing-masing individu di dalam
kelompok,
maupun variasi batch dari suatu produk. yang
ukuran sampel merupakan persoalan sangat penting
harus diperhitungkan atau dipertimbangkan dengan tepat,
sebagai faktor penentu untuk dapat membedakan bila di an-
tara produk obat terdapat perbedaan yang berarti.
Prosedur sampling perlu digariskan atau ditentukan agar
hasil-hasilnya berguna dalam pengolahan data secara statistik.
Cara analisis statistik dipilih yang paling sesuai, apakah
studi membandingkan 2, 3 atau lebih produk obat. Selain
itu, apakah yang diukur variabel karakteristik atau beberapa
variabel. Semua ini merupakan kriteria yang perlu ditentukan
atau digariskan bersama untuk percobaan bioekivalensi obat.
Sasaran studi bioekivalensi produk obat
Dari sekian banyak specialite yang beredar, tentu saja tidak
semua obat harus mengalami uji kesetaraan bioavailabilitasnya.
Dikenal adanya obat-obat poten dengan risiko yang cukup
besar bagi kehidupan manusia, obat-obat yang mudah me-
nimbulkan efek kematian karena over dosis, atau lainnya, akan
merupakan prioritas penelitian bioavailabilitas dan bioekiva-
lensi obat.
Studi bioavailabilitas obat di Indonesia
Di lingkungan Industri farmasi
Riset bioavailabilitas obat atau produk obat di beberapa
industri memberikan arti sangat penting bagi perkembangan
industri farmasi tersebut di masa yang akan datang, dan ke-
pentingan masyarakat pemakai obat di fihak lainnya. Peneliti-
an ini perlu digalakkan terhadap semua industri farmasi baik
yang menghasilkan produk obat jadi, bahan baku obat dan juga
kosmetika. Hal ini akan semakin perlu, baik untuk kepen-
tingan masyarakat di dalam negeri, maupun untuk kemungkin-
an pemasaran ke luar negeri, di mana tuntutan bioavailabilitas
obat akan merupakan persyaratan utama.
Pengembangan dan pengaturan bioavailabilitas obat
Masalah bioavailabilitas obat bukan mempakan masalah se-
suatu fihak, namun merupakan persoalan semua fihak yang
berkepentingan terhadap obat. Di dalam hal ini perlu dikelola,
dikembangkan dan diatur segala informasi tentang bioavailabi-
litas dan biekivalensi obat dalam satu sistem terpadu. Untuk
itu diperlukan satu wadah resmi dengan tujuan semata-mata
untuk membantu meningkatkan kualitas bioavailabilitas /
terapeutik produk -produk obat Organ yang mampu menam-
pung, mengolah dan mendistribusi informasi bioavailabilitas
dan bioekivalensi obat, di samping Drug Monitoring yang
telah ada.
KESIMPULAN DAN SARAN.
Bioavailabilitas produk obat diakui merupakan salah satu
faktor yang sangat penting untuk menjamin efektifitas peng-
obatan dan kualitas terapeutik produk obat itu sendiri.
Bioavailabilitas obat mempunyai pengertian luas, namun
dapat ditentukan beberapa kriteria yang diperlukan untuk
kepentingan evaluasi dan hal ini tergantung dari kesepakatan
ilmiah. Riset bioavailabilitas obat perlu lebih digalakkan ke
segenap industri farmasi, pengembangan produk obat dari segi
in vitro dan in vivo. Di samping itu, diperlukan suatu petun-juk
atau pedoman tentang studi bioavailabilitas dan bioekiva-lensi
obat pada manusia.
Dibutuhkan suatu sistem atau organ resmi yang melaksana-
kan sistem informasi dari hasil riset bioavailabilitas obat, ber-
ada di bawah pengawasan POM, organ resmi yang anggota-
anggotanya terdiri dari ilmuwan-ilmuwan berkompeten untuk
keperluan tersebut, seperti ahli-ahli farmakologi, biostatistika,
klinis, kimia. Diperlukan bantuan dari segenap industri far-
masi.
Sebelum itu, diperlukan serangkaian diskusi panel tentang
bioavailabilitas dan bioekivalensi obat, membahas tentang
pedoman, prosedur dan hal-hal yang bersifat penilaian bio-
availabilitas dan bioekivalensi obat.
KEPUSTAKAAN
1. JG Wagner. Biopharmaceutics and Relevant Pharmacokinetics,
ed. I, Illinois : Drug Intelligence Publications, 1971.

(Bersambung ke halaman 61)


Cl

Pengukuran Klirens Ginjal Obat

Dra Sri Suryawati Apt


Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

PENDAHULUAN

perlu dicu
Dalam menentukan Cl total dieliminasi terutama
dosis obat suatu = Q r x Er dengan ekskresi ginjal.
individu, seringkali (volume/unit Untuk obat-obat ini,
perhatian khusus perlu Clrenal + waktu), perubahan kemampuan
diberikan, sehubungan Cl nonrenal sedangkan E ekskresi ginjal akan
r
dengan kemam-puan memberikan akibat
Apabila ekskresi ginjal adalah
tubuh individu untuk yang nyata pada efek
merupakan cara selisih kadar obat
mengeliminasi obat farmakologiknya. Selain
eliminasi utama untuk dalam plasma arteri itu, pengukuran klirens
yang diberikan. Ini suatu obat, maka : dan vena per kadar
dapat dijumpai ginjal juga bermanfaat
Cl obat dalam plasma untuk kepentingan
misalnya pada individu
arteri, atau monitoring terapi obat,
dengan usia lanjut,
bayi, kelainan fungsi total ter-
alat-alat eliminasi, = utama
atau karena terjadi Cl pada
ren
interaksi dengan obat Dapat dikatakan pula, keadaan-
lain sehingga al
sebenarnya nilai keadaan
eliminasinya Klirens ginjal suatu klirens ginjal tersebut dimana
terhambatl-2 Untuk obat didefinisikan
merupakan tetapan overdosis
mengetahui sebagai volume darah
yang menggambarkan mengingat
kemampuan tubuh yang dapat
hubungan antara :
mengeliminasi obat dibersihkan dari obat
kecepatan ekskresi
tertentu, pengukuran tersebut oleh ginjal
parameter-parameter obat pada waktu t (=
per satuan waktu,
kinetika eliminasi dAe/dt) dengan
sehingga sebenarnya
merupakan metoda konsentrasi obat dimana t0,5 adalah
nilai klirens ginjal ini
yang telah banyak dalam plasma Dada waktu paro obat, kel
merupakan suatu
dikenal dan diperguna- waktu t (= C). atau adalah tetapan ke-
ukuran yang cepatan eliminasi, dan
kan. Pengukuran menggambarkan
parameter - parameter k r adalah tetapan
kemampuan ginjal kecepatan ekskresi
ini meliputi kecepatan
untuk membersihkan Perlu diperhatikan
eliminasi (kel), waktu obat dari tubuh. Secara Cerm
bahwa sebenarnya
paro biologik (t0,5) lebih se-derhana in
klirens ginjal Duni
dan klirens tubuh total klirens ginjal dapat merupakan hasil dari a
(Cl) yang memerlukan didefinisikan, dalam proses-proses filtrasi Kedo
pengambilan sampel hubungan-nya dengan ktera
darah secara serial glomeruler dan sekresi
pembuangan obat n No.
selama waktu tertentu. maupun 37
Tentu saja ini melalui ginjal, sebagai reabsorpsi di
merupakan metode hasil dari kecepatan sepanjang tubuli renis. 1985
yang rumit dan kurang aliran darah ginjal (Qr ) Banyak manfaat
menyenangkan bagi dan extraction ratio ginjal yang dapat diambil 21
pasien. (E r ); dari pengukuran
Untuk obat-obat
kadar
tertentu, terutama Disajikan pada Seminar obat dalam urin.
yang mengalami Berkala I Ikatan Ahli Keterbatasan
eliminasi dengan cara Farmakologi dan Simpo-sium kemampuan ekskresi
ekskresi melalui Farmakokinetla Klinik -
ginjal suatu obat
ginjal, dengan meng- Yogyakarta, 3 - 4 Desember
misalnya, dapat
ukur nilai klirens 1984.
diketahui dari nilai
ginjal kita telah klirens ginjal yang
mendapatkan terukur setelah
gambaran kemampuan pemberian dosis
tubuh untuk bertingkat. Manfaat
mengeliminasi obat yang sangat besar
tersebut. Ini dalam hubungannya
berdasarkan asumsi dengan terapi obat itu
bahwa : untuk mengetahui
kemampuan tubuh
mengeliminasi obat
yang diberikan, bila
obat tersebut
dianggap bahwa kecepatan ekskresi ginjal sama
ginjal. dengan k.e-cenatan filtrasi. sehingga :
Selain hal di atas, untuk obat-obat yang
eliminasi utama-nya adalah ekskresi ginjal ini,
pengukuran jumlah obat dalam urin dapat
memberikan gambaran kemampuan absorpsinya Kreatinin, suatu senyawa endogen dan inulin,
tanpa harus memberikan obat secara suatu poli-sakarida eksogen, tidak terikat pada
intravenosa. protein plasma dan tidak mengalami sekresi
MEKANISME EKSKRESI maupun reabsorpsi. Dikatakan bahwa jumlah
Ekskresi obat melalui ginjal dipengaruhi oleh yang terfiltrasi, seluruhnya berada dalam urin
sifat-sifat fisiko-kimia obat, ikatan dengan sehingga nilai klirens ginjal kedua obat ini dapat
protein plasma dan faal ginjal. Nefron digunakan untuk meng-ukur besarnya
merupakan unit utama fungsi ginjal, terdiri atas kecepatan filtrasi glomeruler.
glomerulus, tubulus proksimalis, ansa Henle,
tubulus distalis dan duktus kolektikus.
Glomerulus menyaring darah dan filtrat mengalir
ke tubulus. Hampir semua air dari filtrat
direabsorpsi, dan hanya 12 ml/menit saja yang
menjadi urin. Sementara itu terjadi pula sekresi
dan reabsorpsi di se-panjang tubuli proksimalis
dan distalis.
Jumlah obat yang diekskresi ke dalam urin
merupakan hasil filtrasi, sekresi dan reabsorpsi.
Filtrasi dan sekresi mem-perbesar jumlah obat,
sedangkan reabsorpsi mengurangi. Dengan kata
lain :

Filtrasi giomeruler
Kira-kira 25% volume semenit jantung, yaitu
1,2 1,5 liter darah permenit, mengalir ke
ginjal. Sepuluh persen dari jumlah tersebut
difiltrasi di glomerulus. Hanya obat dalam
bentuk
bebas yang terfiltrasi. Molekul obat yang terikat
pada makro-molekul atau sel-sel darah tak dapat
melalui membran glo-
meruler. Dengan demikian filtrat mengandung
obat dengan kadar yang identik dengan
kadarnya di cairan plasma, yaitu
fraksi obat yang bebas (= Cb).
Kecepatan filtrasi pada orang dewasa normal
adalah sebesar kira-kira 125 ml/menit, dan
disebut sebagai kecepatan filtrasi glomeruler
atau GFR (glomenilar filtration rate), sehingga :

Mengingat hanya obat dalam bentuk bebas yang


dapat ter-filtrasi, dan fraksi obat yang bebas
sebesar fb , maka :
kecepatan filtrasi = fb x GFR x C
C adalah kadar obat di dalam darah.
Bila ekskresi obat ke dalam urin terutama
dengan meng-gunakan cara filtrasi glomeruler,
dan mengingat bahwa
misalnya polaritas, derajat ionisasi dan berat
Sekresi aktif molekulnya. Obat-obat yang sangat lipofilik akan
mengalami reabsorpsi sempurna. Reabsorpsi di-
Filtrasi berlangsung terus. Sekresi dapat
pengaruhi pula oleh faktor- faktor fisiologik
diketahui bila ternyata kecepatan ekskresi seperti misalnya pH dan kecepatan
melebihi kecepatan filtrasi obat. Mengingat pembentukan urin.
persamaan :
PENGUKURAN KLIRENS GINJAL
Untuk mengukur klirens ginjal suatu obat,
dikenal dua metode dengan kelebihan dan
sehingga
kelemahan masing - masing.
Dasar ke dua metode ini adalah pengertian yang
telah dijelas-kan di muka, hahwa :
maka terlihat, apabila nilai klirens ginjal ternyata
melebihi
klirens yang disebabkan filtrasi, tentu terjadi
pula sekresi. Mungkin pula terjadi reabsorpsi, Metode I
namun lebih kecil daripada Karena tidak mungkin untuk mengukur
sekresinya. kecepatan ekskresi obat ke dalam urin pada
Reabsorpsi waktu sesaat, persamaan di atas dijabarkan
menjadi :
Reabsorpsi diduga pasti terjadi, apabila klirens
ginjal yang terukur ternyata nilainya lebih kecil
daripada klirens yang disebabkan filtrasi
glomeruler (yang ditunjukkan dengan nilai yaitu berdasarkan pengukuran yang dilakukan
klirens kreatinin). Mungkin pula berlangsung
dalam interval waktu tertentu.
sekresi aktif, namun besarnya tidak melebihi
A Ae/ A t adalah kecepatan ekskresi ginjal obat yang diukur
reabsorpsi. Reabsorpsi dapat bervariasi dari nol selama At, dan Cmid adalah konsentrasi obat dalam plasma path
sampai sempurna. Reabsorpsi aktif terjadi pada pertengahan interval waktu tersebut.
beberapa senyawa endogen misalnya vitamin
A Ae/ A t dapat dihitung dari :
-vitamin, elektrolit, glukosa dan asam-asam
amino, namun untuk ke-banyakan obat A Ae/ A t = Qu x Cu
reabsorpsi berlangsung secara pasif. Derajat sehingga :
reabsorpsi tergantung pada sifat-sifat obat,
22 Cumin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Q u adalah kecepatan pembentukan win dalam interval waktu urin yang terlewatkan, tetapi mudah dikerjakan karena tidak
tertentu dan Cu adalah kadar obat (dalam bentuk babas) dalam direpotkan dengan kesalahan-kesalahan misalnya karena pe-
sampel win tersebut. ngosongan kandung kencing yang tidak sempurna, kurang
Nampaknya metode ini sangat sederhana dan praktis untuk tepatnya interval dan lain-lain yang kadang-kadang sulit
dilaksanakan, namun sebenarnya banyak hal-hal yang perlu untuk diatasi.
dipertimbangkan pada pelaksanaannya. Penyimpangan hasil Analisis kadar obat dalam urin
pengukuran klirens ginjal dapat terjadi misalnya pada peng- Ketepatan pengukuran klirens ginjal obat sangat dipenga-
ambilan sampel. Pada pengambilan sampel darah misalnya, ruhi metode yang digunakan untuk penetapan kadar obat
4
idealnya diambil dari arteri . Penggunaan darah venosa perifer dalam sampel. Perlu diperhatikan pula stabilitas obat tersebut
akan memberikan kadar obat yang lebih rendah daripada dalam sampel urin maupun plasma, karena seperti telah di-
arteri, sehingga nilai klirens yang terukur lebih besar. Namun katakan di muka, klirens dihitung berdasarkan kadar obat tak
tentunya sangat sulit untuk mengambil sampel darah arteri berubah. Metabolit-metabolit yang tidak stabil, misalnya
sehingga umumnya digunakan darah venosa perifer. Kesulitan 3
konjugat glukuronida memberikan hasil pengukuran yang
lain yaitu dalam mengumpulkan urin, terutama bila tidak
kurang tepat. Selain itu diperlukan pula metode analisis yang
menggunakan kateter. Untuk melancarkan produksi urin,
cukup sensitif untuk membedakan obat dengan metabolit-
dapat diberikan minum air putih 400 ml 12 jam sebelum metabolitnya.
mi-num obat, 200 ml pada waktu minum obat dan diteruskan
dengan 200 ml tiap 1 jam. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA
Perhatian khusus perlu diberikan pada penentuan interval EKSKRESI GINJAL
pengambilan sampel urin, karena tergantung pada sifat-sifat Hemodinamika ginjal
farmakokinetika masing-masing obat. Pengambilan sampel urin
dilakukan pada fase eliminasi (pada model satu komparte- Perubahan kecepatan aliran darah ginjal umumnya akan
men), atau fase terminal (pada model dua kompartemen). mempengaruhi proses-proses filtrasi glomeruler, sekresi mau-
Pengukuran klirens yang dilakukan pada fase absorpsi maupun pun reabsorpsi tubuler, meskipun perubahan di bawah 10
distribusi akan memberikan hasil yang menyesatkan. Selain 20% mungkin tidak akan memperlihatkan akibat yang nyata
hal di atas, lama interval pengumpulan urin juga perlu diper- Pengurangan konsumsi natrium mungkin dapat menurunkan
aliran darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomeruler, sedang
timbangkan. Bila kecepatan ekskresi obat mengikuti orde 1, pemberian infus larutan salin dan diuretik osmotik dapat
interval sepanjang waktu paro obat pun tidak akan memberi- 5
memperbesar aliran darah ginjal dan ekskresi air . Tentu saja
kan kesalahan yang berarti. Untuk obat-obat yang ekskresi
ginjalnya tidak mengikuti orde 1, kesalahan pengukuran dapat hal ini akan berpengaruh pada proses reabsorpsi obat. Bebe-
rapa obat diketahui dapat menurunkan ke-cepatan aliran darah
diperkecil dengan cara memperpendek interval pengumpulan 6
urin. Namun perlu diperhatikan bahwa interval di bawah 0,5 ginjal, misalnya propranolol . Dalam gam-bar 1 terlihat
jam akan memberikan hasil yang kurang tepat. bahwa pemberian propranolol 1 jam sebelumnya,
menyebabkan turunnya nilai klirens kreatinin dari 70,9 (
Metode II SEM 5.3) ml/menit menjadi 58,6 ( SEM 3.4) ml/menit.
Telah diterangkan di muka, metode ini berdasarkan penger Untuk obat-obat yang ekskresinya tergantung pada ke-
dA dt, maka pada waktu 0 sampai t cepatan aliran darah ginjal, seperti misalnya salisilat dosis
tian bahwa Cl r =
tinggi, penurunan kecepatan aliran darah ginjal menyebabkan
C turunnya nilai klirens ginjal obat tersebut. Pada gambar 2
dapat dilihat, pra pemberian propranolol mengakibatkan
menurunnya klirens ginjal salisilat (setelah pemberian aspirin
t
Ae adalah jumlah obat yang telah diekskresi dalam bentuk 1000 mg) dari 4,6 ( SEM 0.56) ml/menit menjadi 3,26 (
t 6
tetap ke urin sampai waktu t, dan AUC adalah luas daerah di SEM 0.35) ml/menit .
bawah kurva kadar obat dalam plasma versus waktu dari 0 Usia
sampai t. Pada waktu 0 sampai tak terhingga, maka Kemampuan ekskresi ginjal pada umumnya lebih rendah
8
pada bayi dan anak-anak7, dan pada usia lanjut bila diban-
~ dingkan dengan orang dewasa normal. Ini disebabkan karena
Ae adalah jumlah total obat dalam bentuk tetap yang di-temukan lebih rendahnya kemampuan filtrasi glomeruler pada anak-
t
kembali di urin, dan AUC adalah luas daerah di anak dan usia lanjut, ditambah dengan belum sempurnanya
bawah kurva kadar obat dalam plasma versus waktu dari 0 sampai sistem sekresi pada bayi baru lahir, meskipun hal ini diim-
~
tak terhingga. Ae dapat dihitung berdasarkan volume bangi dengan ikatan protein yang lebih rendah dan juga
urin yang ditampung dari waktu 0 sampai kira-kira 10 kali 5
rendahnya kemampuan reabsorpsi .
waktu paro obat, dikalikan kadar obat dalam sampel urin pH urin
tersebut. Bila semua dosis obat yang diberikan masuk
Untuk obat-obat yang bersifat elektrolit lemah, klirens
sirkulasi sistemik dan ekskresi ginjal merupakan cara ginjal sangat dipengaruhi oleh pH urin. Untuk asam lemah
eliminasi utama, maka : misalnya, lingkungan urin yang asam akan mengakibatkan
berkurangnya jumlah obat yang diekskresi, karena reabsorpsi
Metode pengukuran ini jelas memerlukan waktu yang lebih tubuli meningkat. Sebaliknya, suatu basa lemah akan meng-
panjang daripada metode I, dan sedikitpun tidak boleh ada alami kenaikan ekskresi dalam lingkungan urin yang sama.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 23
Dalam gambar 3 dapat dilihat bahwa ekskresi ginjal
metamfe-tamin ternyata lebih banyak pada lingkungan urin
9
asam bila dibandingkar dengan lingkungan alkalis
Ikatan dengan protein plasma
Seperti telah diterangkan di muka, jumlah obat yang
meng-alami filtrasi ditentukan oleh besarnya fraksi obat bebas
dalam plasma. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa
apabila filtrasi glomeruler merupakan mekanisme ekskresi
utama, makin besar fraksi obat yang terikat dengan protein
plasma, makin kecil nilai klirens ginjalnya.
Sebagai contoh dapat dikemukakan perbedaan nilai klirens
ginjal antara sulfadiazin (ikatan protein 40 60%) dan
sul-
10
fametazin (ikatan protein 8090%) . Pada gambar 4
terlihat bahwa nilai klirens ginjal sulfametazin jauh lebih
rendah daripada sulfadiazin. Perlu diperhatikan, selain ikatan
protein yang besar pada sulfametazin, obat ini eliminasi
utamanya adalah dengan asetilasi.
Ketergantungan dosis
Pada umumnya, kecepatan ekskresi ginjal suatu obat
proporsional dengan kadarnya di dalam plasma, sehingga
pe-ningkatan dosis akan menaikkan nilai klirens ginjal.
Namun pada beberapa obat, pada dosis tertentu akan
mengalami kejenuhan dalam mekanisme ekskresinya,
sehingga kenaikan dosis justru akan mengakibatkan
menurunnya nilai klirens ginjal. Sebagai contoh adalah
10
salisilat dan sulfadiazin
Gambar 4. Nilai klirens ginjal sulfametazin dan sulfadiazin setelah
Dalam gambar 5 dapat dilihat bahwa klirens ginjal salisilat
pemberian dosis tunggal 500 mg per oral (dari : Suryawati & Santoso, 1985
lebih rendah pada dosis aspirin 1000 mg dibandingkan a).
dengan dosis aspirin 500 mg. Dalam gambar 6 dapat
dilihat pula pe-nurunan klirens ginjal sulfadiazin pada
pemberian dosis 1000
24 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Gambar 5. Nilai klirens ginjal salisilat setelah pemberian aspirin dosis Gambar 6. Nilai klirens ginjal sulfadiazin setelah pemberian dosis 500
500 mg dan 1000 mg per oral. (dari : Suryawati & Santoso, 1985 a).
mg dan 1000 mg per oral. (dari : Suryawati & Santoso, 1985 a).
mg dibandingkan dengan dosis 500 mg. Sedangkan pada sulfa-
metazin, kenaikan dosis tidak menyebabkan penurunan nilai
klirens ginjal (gambar 7) 10
Kelainan fungsi ginjal
Umumnya nilai klirens kreatinin dianggap sebagai ukuran
untuk mengetahui fungsi ginjal, meskipun sebenarnya nilai
ini hanya menggambarkan kemampuan ultrafiltrasi glomeruler
saja.
Mengingat bahwa klirens tubuh total merupakan jumlah
klirens ginjal dan klirens non ginjal, maka apabila fungsi
ginjal menurun :
a) Obat-obat yang eliminasi utamanya adalah ekskresi ginjal,
kecepatan eliminasi akan berkurang sehingga mengakibatkan
memanjangnya waktu paro obat, dan mungkin sekali terjadi
akumulasi pada pemberian berulang.
b) Obat-obat yang eliminasi utamanya tidak melalui ginjal,
penurunan fungsi ginjal tidak akan berpengaruh nyata pada
eliminasinya.
c) Untuk obat-obat yang dieliminasi dengan kedua cara ter-
sebut, penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan menurun-
nya kecepatan eliminasi, tergantung seberapa besar ekskresi
ginjal berperan.

KEPUSTAKAAN
Gambar 7. Nilai klirens ginjal sulfametazin setelah pemberian
1. Breimer DD & Danhof M. Interindividual differences in pharma- per oral dosis 500 mg dan 1000 mg. (dari : Suryawati & Santoso,
cokinetics and drug metabolism. Dalam: Breimer DD (ed.). Towards 1985 a).
(Bersambung ke halaman 61)
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 25
Teknik Analisis Obat Dalam Cairan
Biologis Dengan GLC dan HPLC
Drs Mohammad Makin Ibnu Hadjar PhD
Jurusan Kimia Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Gadfah Mada, Yogyakarta

Bagi beberapa kelompok peneliti, metode analisis obat da- tersebut. Kegiatan studi farmakokinetika klinik seperti ini ti-
lam cairan biologis mempunyai arti yang sangat penting. dak akan pernah dapat dilakukan tanpa melaksanakan analisis
Masalah-masalah yang berhubungan dengan studi ketersediaan obat dalam cairan biologis.
hayati obat, pengembangan obat baru, penyalahgunaan obat, Dalam pengembangan obat baru, pertanyaan tentang keter-
farmakokinetika klinik dan riset obat -obatan, semuanya me- sediaan hayatinya merupakan sesuatu yang sangat penting.
nuntut adanya metode analisis obat dalam sampel biologis Bisa saja suatu obat baru pada uji farmakologik menunjukkan
dengan kepekaan, kespesifikan, kecepatan, ketepatan dan ke- adanya potensi, yang kemudian pada uji farmakokinetika
telitian yang tinggi, tetapi dengan biaya yang tidak terlalu memberikan absorpsi yang kurang baik dan memberikan harga
mahal. waktu paruh yang rendah dalam tubuh. Tentunya agar tidak
Kesulitan utama yang dihadapi ialah, selain kadar yang diderita kerugian yang lebih lanjut, arah dari pengembangan
biasanya sangat kecil, dalam cairan biologis obat ada bersama- obat baru tersebut harus ditinjau kembali. Keputusan yang
sama dengan metabolit -metabolitnya dengan struktur kimia cepat dan tepat itu mutlak memerlukan informasi atau data
yang hampir mirip. Tercampurnya obat dengan zat-zat endoge- yang diperoleh dari percobaan analisis obat dalam cairan bio-
nous dalam sampel biologis (dalam jumlah yang jauh lebih logis.
besar dari obatnya) menambah kesulitan tersebut. Metode Studi metabolisme suatu senyawa, yang juga melakukan
analisis yang digunakan dengan sendirinya harus mampu men- analisisnya dalam cairan biologis, seringkali menjurus pada pe-
deteksi dan menetapkan kadar obat dan metabolit-metabolit- nemuan obat baru. Oksifenbutazone dan desipramine merupa-
nya, serta mempunyai prosedur clean-up yang singkat dan kan contoh obat-obat baru yang ditemukan setelah studi
sederhana, agar kehilangan obat dan metabolitnya dapat di- metabolisme. Mereka masing -masing sebagai metabolit dari
hindarkan. fenilbutazone dan imipramine.
Kromatografi cairan-gas (GLC) dan kromatografi cairan Selain dalam studi biofarmasetika dan farmakokinetika
tekanan tinggi (HPLC) telah membuktikan keunggulannya tersebut di atas, analisis obat dalam cairan biologis mem-
terhadap metode-metode yang lain dalam analisis obat dalam punyai peranan yang penting pula dalam toksikologi, pusat-
cairan biologis. pusat rehabilitasi korban penyalahgunaan obat, deteksi bebe-
PERANAN ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN BIOLOGIS rapa penyakit (meningkatnya kadar metilguanidina dalam
serum penderita uremia), memperoleh informasi tentang se-
DALAM BERBAGAI STUDI berapa jauh penyebaran suatu tumor (meningkatnya kadar
Tidak sedikit obat yang mempunyai indeks terapeutik yang 5-S-sisteinildopa, suatu asam amino baru, dalam cairan bio-
rendah, di mama rasio dosis toksis/dosis terapeutik < 10. Obat- logis), dan lain sebagainya.
obat tertentu, seperti teofilina, akan memberikan efek samping PROBLEM ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN BIOLOGIS
yang toksis apabila konsentrasinya dalam darah mencapai
dua kali konsentrasi terapeutiknya. Sering timbul kesulitan- Kadar obat dalam cairan biologis yang umumnya sangat
6 12 g mr-1
kesulitan yang serius bagi penderita yang diberi obat jenis ini, kecil (10- - 10- ) membatasi metoda -metoda yang
karena adanya perbedaan konsentrasi terapeutik antar-individu dapat digunakan untuk menetapkan kadarnya; hanya metode-
yang besar. Untuk terapi yang optimal dan pengaturan dosis metode yang sangat sensitif saja yang dapat dipakai. Dalam
secara individu diperlukan adanya data kinetika obat-obat cairan biologis, obat selalu ada bersama-sama dengan meta-
26 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
an sang operator.
bolit -metabolitnya. Struktur kimia dari metabolit -metabolit
Akan tetapi, sejumlah besar obat -obatan tidak dapat di-
tersebut pada umumnya hampir mirip dengan struktur kimia
analisis dengan teknik GC, karena sifatnya yang sangat polar
obat induknya, sehingga sukar mendeteksi mana yang obat
(konjugat sulfat dan glukuronat dari obat dan metabolit-
mana yang metabolit. Mutlak perlu digunakannya metode
metabolitnya), tidak mudah menguap dan tidak stabil terha-
analisis yang sangat selektif. Zat-zat endogenous (dalam jum-
dap panas, kalau tanpa modifikasi struktur kimianya terlebih
lah yangjauh lebih besar dari jumlah obatnya) dalam matriks
dahulu. Teknik HPLC merupakan pilihan utama untuk ana-
sampel biologis sangat mengganggu pelaksanaan analisis,
lisis golongan obat-obat tersebut. Kemampuan HPLC untuk
khususnya metode spektroskopi, karena zat-zat endogenous menangani secara langsung obat-obat dan metabolit -metabolit
tersebut juga menyerap sinar ultraviolet/visibel. Prosedur yang sangat polar serta konjugat -konjugatnya dalam cairan
clean-up sampel yang berbelit-belit akan memberikan risiko
biologis sungguh merupakan suatu keunggulan. Pelaksanaan
hilang atau berkurangnya obat dan metabolit -metabolitnya. analisisnya yang pada suhu kamar akan mencegah peruraian
GLC dan HPLC yang selain mampu mendeteksi dan mene- obat selama proses analisis. Selain detektor, jumlah variabel
tapkan kadar, juga sekaligus mampu melakukan pemisahan, yang dapat diatur dalam HPLC jauh lebih banyak dari pada
sehingga dapat mengatasi problem yang didiskusikan di atas. dalam GC. Kalau hanya fase diam saja yang dapat divariasi
Berikut akan didiskusikan masalah kromatografi. pada analisis dengan GC, maka baik fase diam maupun fase
KROMATOGRAFI gerak kedua-duanya dapat divariasi dalam teknik HPLC.
Bukan itu saja, berbagai ragamnya mode kromatografi (mode-
Kromatografi dalam berbagai bentuknya telah digunakan mode adsorpsi, partisi, penukar ion dan eksklusi) pada proses
secara luas sebagai teknik pemisahan dan analisis. Pada tahun pemisahan dengan HPLC memungkinkan teknik ini dapat di-
1941, Martin dan Synge, yangkemudian mendapat hadiah Nobel, gunakan untuk analisis hampir semua jenis obat. Keunggulan
dalam makalahnya mengemukakan pengertian-pengerti-
lain yang disumbangkan oleh HPLC dalam analisis obat dalam
an dasar tentang kromatografi gas (GC) dan HPLC. Tidak ku-
cairan biologis ialah prosedur ekstraksi, dan clean-up yang
rang dari 10 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1952, James
mendahului analisis relatif sangat berkurang dibandingkan
dan Martin untuk pertama kali mengintrodusir penggunaan
dengan teknik GC. Bahkan telah dilaporkan keberhasilan
GC. Sejak saat itu GC telah menjadi bentuk kromatografi
analisis obat dalam urin dengan menginjeksikan langsung
yang paling baik dan berkembang dengan sangat cepat. Ben-
sampel ke dalam kolom dan menggunakan sistem reversed
tuk-bentuk kromatografi yang lain seperti kromatografi ker- phase, dimana fase gerak digunakan air yang dapat mengelusi
tas, kromatografi lapis tipis (TLC), kromatografi penukar ion zat-zat endogenous yang menyerap ultraviolet itu bersama
dan kromatografi eksklusi (semuanya termasuk kromatografi solvent front. Jumlah jenis detektor yang dapat dipilih pada
cairan), belum memperoleh sukses yang sama seperti yang teknik HPLC juga lebih banyak dibandingkan dengan GC.
telah dicapai oleh GC. Hal ini disebabkan karena efisiensinya
Untuk pemahaman lebih lanjut, berikut akan didiskusikan
yang rendah serta waktu analisisnya yang panjang: Pada awal
tahun 1960-an, Giddings menunjukkan bahwa kerangka kerja dasar-dasar GC dan HPLC.
teoritis yang dikembangkan untuk GC berlaku sama baiknya KROMATOGRAFI GAS
untuk kromatografi cairan, dan antara tahun 1967 - 1969 Pada GC, fase geraknya berupa gas yang inert, sedang fase
Kirkland, Huber, dan kelompok Horvath, Preiss dan Lipsky diamnya dapat berupa cairan (disebut kromatografi cairan-gas
mengemukakan penggunaan HPLC yang pertama kali. Dengan atau "gas-liquid chromatography", yangdisingkat GLC) atau
menggunakan tekanan yang tinggi (sampai dengan 5000 psi), berupa padatan (kromatografi padatan-gas, "gas-solid chroma-
HPLC dapat mengatasi kelemahan -kelemahan dari kromato- tography", GSC). Proses pemisahan pada GLC terjadi dengan
grafi cairan pada umumnya, misalnya viskositas cairan yang mekanisme partisi, sedang pada GSC nielalui mode adsorpsi.
relatif lebih besar dibanding dengan viskositas gas, sehingga Untuk sampel yang berupa obat, GLC lebih populer daripada
HPLC mampu memberikan waktu analisis (5 - 30 menit) GSC. Ini disebabkan karena hampir semua obat akan meng-
yangkurang lebih sama dengan waktu analisisnya GC. alami peruraian dengan kondisi yang diperlukan agar terjadi
Dalam beberapa hal, memang, baik teknik GC maupun elusi pada GSC Oleh karena itu, istilah GC dalam literatur-
HPLC dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang literatur dimaksudkan untuk GLC.
sama. Keduanya mempunyai keunggulan yang berupa sensitivi- Fase diam yang palingsering digunakan pada analisis obat
tas, selektivitas dan kecepatan analisis yang tinggi. Dengan dalam cairan biologis dengan teknik GLC ialah siloksan yang
menggunakan detektor ultraviolet mereka dapat memberikan tersubstitusi (OV-1 dan OV-17) dan polietilen glikol yang di-
pola spektrum ultraviolet darimasing -masing komponen sam- salurkan (1 - 5%) pada solid support.
pel yang diperiksa. Keduanya dapat dihubungkan langsung Bagian-bagianpokok suatu GLC ialah : silinder tempat gas
dengan spektrometer massa, sehingga dapat diperoleh pola pembawa, pengatur aliran dan tekanan gas, tempat injeksi
spektrum massa dari masing-masing komponen campuran sampel, kolom, detektor, rekorder, dan thermostat untuk
yang sangat penting untuk elusidasi struktur kimianya. Kedua tempat injeksi sampel, kolom dan detektor.
teknik ini juga dapat digunakan untuk kromatografi prepara- Setelah sampel diinjeksikan, komponen-komponen sampel
tif, yaitu masing-masing komponen campuran dapat dikum- yang ada dalam keadaan uap dibawa oleh gas pembawa ke da-
pulkan dalam keadaan yang sangat murni, sehingga dapat di- lam kolom. Dalam kolom, komponen -komponen tersebut ber-
gunakan untuk percobaan -percobaan penelitian lebih lanjut. partisipasi antara gas pembawa dan fase diam (cairan). Fase
Kedua -duanya juga dapat dilengkapi dengan sistem micro- diam ini secara selektif menahan komponen -komponen sampel
processor, sehingga analisis dapat dilaksanakan tanpa kehadir-
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 27
sesuai dengan koefisien distribusinya, sehingga terbentuk pita- sangat tinggi. Fase diamnya dapat berbagai macam, tergantung
pita komponen yang terpisah dalam gas pembawa. Bersama mode kromatografi yang dipilih dalam proses pemisahan.
aliran gas pembawa, pita-pita komponen ini meninggalkan ko- Proses pemisahan dalam HPLC dapat dilakukan dengan berbagai
lom dan dideteksi oleh detektor yang kemudian oleh rekorder mode kromatografi sebagai berikut :
dibuat kromatogramnya. Mode kromatografi cairan-cairan (partisi) : fase diam
Macam detektor yang dikenal pada GC ialah detektor han- berupa cairan yang disalutkan atau diikatkan secara kimia
taran panas ("thermal conductivity detector", TCD), detektor solid support.
ionisasi nyala ("flame ionization detector " , FID), detektor
"
penangkap elektron ( electron capture detector' , ECD) dan
detektor yang hanya khusus mendeteksi senyawa yang me- pada Komponen sampel yang dipisahkan ber-
ngandung unsur nitrogen dan fosfor.
TCD berdasar atas prinsip, suatu benda yang panas akan partisi di antara fase diam dan fase gerak. Pada mode ini di-
kehilangan panasnya pada suatu kecepatan yang tergantung kenal sistem normal phase (fase diam berupa senyawa yang
kepada komposisi gas di sekitarnya. Jadi, kecepatan hilangnya polar, sedang fase geraknya non-polar) dan sistem reversed
panas itu dapat digunakan sebagai ukuran tentang komposisi phase (fase diam berupa senyawa yang non-polar, sedang fase
gas. Detektor ini kurang sensitif untuk analisis obat dalam geraknya polar). Dengan sistem normal phase dapat dipisahkan
cair-an biologis. pestisida, steroid, anilina, alkaloida, glikol, alkohol, fenol,
FID merupakan detektor yang paling luas penggunaannya, aromatik dan komplek logam. Sistem reversed phase dapat
bahkan dianggap sebagai detektor yang universal untuk analisis memisahkan alkohol, aromatik, antrakuinon, alkaloid, oligo-
obat dalam cairan biologis menggunakan GLC. Pada detektor mer, antibiotika, barbiturat, steroid, pestisida-klor dan vita-
ini, komponen-komponen sampel yang keluar dari kolom di- min-vitamin.
bakar dalam nyala (campuran gas hidrogen dan udara atau Mode kromatografi pasangan ion ('ion pair chromato-
oksigen). Sejurnlah besar ion yang terbentuk dalam nyala graphy'; IPC) : merupakan bentuk khusus dari kromatografi
masuk ke dalam celah elektrode dan menurunkan tegangan cairan-cairan yang digunakan untuk pemisahan senyawa obat-
listrik dari celah elektrode mula-mula. Penurunan tegangan ini obat yang ionik atau yang dapat terionisasi seperti amino
yang kemudian dicatat sebagai sinyal oleh rekorder. Intensitas biogenik, sulfonamida, karboksilat dan sulfonat. Ada dua me-
sinyal ini berbanding lurus dengan konsentrasi solute dalam kanisme proses pemisahan pada IPC, yaitu mode partisi, di
gas pembawa. mana molekul sampel yang ionik atau yang mudah terionisasi,
Aliran elektron sebagai hasil ionisasi gas pembawa (nitrogen tetapi tidak bersifat lipofilik, membentuk suatu pasangan ion
atau argon/methan) dalam ECD memberikan sinyal yang be-rupa dengan suatu counter-ion yang cocok yang ditambahkan pada
baseline suatu kromatogram. Bila kemudian suatu se-nyawa fase geraknya. Dengan terbentuknya pasangan ion ini akan
masuk ke dalam detektor, sebagian dari elektron ter-sebut akan menambah sifat lipofilik sampel, sehingga memperbesar afini-
ditangkap oleh senyawa sebelum mereka mencapai plat detektor. tasnya terhadap fase diam. Mekanisme yang kedua ialah mode
Ini mengakibatkan aliran arus listrik dalam de-tektor berkurang, penukar ion, di mana counter-ion yang polar dianggap sebagai
yang oleh rekorder akan dicatat sebagai diabsorpsi oleh fase diam hidrokarbon sehingga seperti mem-
suatu peak. Detektor ini hanya dapat digunakan untuk bentuk suatu titik penukar ion, pada mana molekul sampel
se-'wawa obat-obatan yang dapat mengabsorpsi elektron yang polar akan dapat diabsorpsi seperti pada kromatografi
dengan penukar ion.
mudah, yaitu senyawa-senyawa yang mengandung gugus kar- Mode kromatografi padatan-cairan (adsorpsi) : fase diamnya
bonil dan nitro yang terkonjugasi sertasenyawa-senyawa yang berupa padatan yang dapat mengadsorpsi molekul sampel yang
mengandung halogen-organik. Sensitivitas detektor ini pada dipisahkan secara reversibel. Dalam sistem normal phase
tingkat pikogram. Suatu psikotropik baru (1,2-benzisoxazole- digunakan fase diam yang polar (silica gel, alumina)
3-acetamidoxime hydrochloride), analisisnya dalam plasma dan fase gerak non-polar (heksan, kloroform). Sebaliknya,
berhasil dilakukan dengan GLC menggunakan detektor ini. pada sistem reversed phase digunakan fase diam yang non-
Spektrometer massa dapat juga digunakan sebagai detektor pada polar (butiran polimer) dengan fase gerak yang polar (air,
GLC. Kombinasi GLC dengan spektrometer massa (GC-MS) saat etanol). Dengan mode adsorpsi ini dapat dipisahkan anti-
ini merupakan suatu alat yang ampuh dalam identifi-kasi obat dan oksidan, vitamin, steroid, barbiturat, zat-zat warna, amina,
metabolit-metabolitnya dalam cairan biologis. Untuk obat-obat hidrokarbon, fenol, alkaloida, amida, lipida, asam-asam
yang sukar menguap dan tidak stabil terhadap panas, agar dapat amino dan alkohol-alkohol.
dianalisis secara GLC harus dideri-vatisasi secara kimia. Obat- Mode kromatografi penukar ion ("ion-exchange chroma-
obat dengan gugus fungsional yang sangat polar seperti hidroksil tography'; IEC) : fase diam terdiri dari suatu matriks yang tegar,
(OH), karboksil (COOH) dan amino (NH2 ) diubah menjadi eter yang permukaannya menyangga suatu muatan positif sehingga
(OR), ester (COOR) dan amida (NHCOR) yang merupakan menyajikan suatu titik penukar ion (R+ ). Bila diguna-kan suatu
gugus-gugus yang kurang fase gerak yang mengandung anion, titik penukar ion tersebut
polar. akan menarik dan memegang suatu counter-
- -
ion negatif (Y ). Sampel yang berupa anion (X ) kemudian dapat
KROMATOGRAFI CAIRAN TEKANAN TINGGI -
bertukaran dengan counter-ion (Y ) :
Seperti tampak dari namanya, fase gerak yang digunakan + - - = + -
R Y + X '7 R X + Y- .
pada HPLC berupa cairan yang dialirkan dengan tekanan
Karen prosesnya menyangkut penukaran anion, disebut kro-
matografi penukar anion. Proses kromatografi penukar kation
dapat digambarkan :
28 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
merah dari komponen sampel sehingga gugus-gugus fungsional-
Fase diam penukar kation mengandung gugusan asam, dibeda-kan
nya dapat diketahui.
- Detektor indeks bias merupakan detektor yang juga luas
menjadi penukar kation kuat (SO 3 ) dan penukar kation lemah penggunaannya setelah detektor ultraviolet. Dasarnya ialah
(COO- ). Fase diam penukar anion mengandung gugus-an basa; pengukuran perbedaan indeks bias fase gerak murni dengan
dibedakan menjadi penukar anion kuat (NR3+ ) dan indeks bias fase gerak yang berisi komponen sampel, sehingga
penukar anion lemah (NH2 ). Mode kromatografi ini berhasil dapat dianggap sebagai detektor yang universal pada HPLC.
digunakan untuk memisahkan dan analisis asam amino, asam Detektor ini kurang sensitif dibanding dengan detektor ultra-
nukleat, protein, asam karboksilat, sulfonat aromatik, gula- violet dan sangat peka terhadap perubahan suhu.
gula, obat-obat analgetik, vitamin, purin dan glikosida. Sekarang juga telah ada HPLC yang dikombinasi dengan
Mode kromatografi eksklusi ("exclusion chromatogra- spektrometer massa. Dengan HPLC-MS, prospek studi yang
phy"; EC, juga disebut "gel filtration chromatography", gel berkaitan dengan analisis obat dalam cairan biologis menjadi
permeation chromatography" atau "gel chromatography") : lebih cerah lagi.
memisahkan campuran sesuai dengan ukuran dan bentuk mo- Dari uraian di atas jelaslah bahwa bagian-bagian pokok dari
lekulnya. Molekul-molekul kecil yang dapat masuk secara suatu HPLC meliputi wadah penyuplai pelarut (fase gerak),
bebas ke dalam pori-pori fase padat dikatakan sebagai mem- pompa penakan, tempat injeksi sampel, kolom, detektor dan
punyai koefisien distribusi K = 1, sedang molekul-molekul rekorder.
besar dieksklusi secara sempurna dari seluruh pori-pori mem- Untuk memperoleh kondisi terbaik pada analisis obat da-
punyai K = 0. Molekul-molekul ukuran sedang mempunyai K lam cairan biologis menggunakan HPLC, perlu pendekatan
antara 0 dan 1. Jadi, molekul-molekul besar akan bergerak yang akan diuraikan sebagai berikut.
jauh lebih cepat melalui kolom dibanding dengan molekul-
molekul kecil. Molekul-molekul akan dielusi berturut-turut PENDEKATAN DALAM ANALISIS DENGAN HPLC
sesuai dengan penurunan ukurannya. Contoh fase diam pada Sifat Permasalahan
mode ialah suatu gel dekstran dalam bentuk butiran yang di-
Macam dan sifat obat yang akan diperiksa harus diketahui
pasarkan dengan nama Sephadex. Mode kromatografi ini ber-
dahulu, misalnya kelarutan, pola spektrum ultraviolet, pola
hasil digunakan pada pemisahan senyawa-senyawa dengan
spektrum inframerah (untuk gugus fungsional), struktur mo-
bobot molekul > 2000, termasuk polimer organik (poliole-
lekul dan lain sebagainya. Perlu juga diketahui apakah yang
fine, polistirene, polivinyl, poliamida), bipolimer (protein,
perlu dianalisis itu, misalnya hanya obatnya saja atau obat dan
asam nukleat, oligosakrida, peptida, gula-gula, glikol).
metabolit-metabolitnya. Apakah sebagai hasil analisis
Selain beragamnya mode kromatografi, keunggulan HPLC
juga karena luasnya pilihan detektor yang dapat digunakan. cukup suatu kromatogram atau masing-masing komponen
Secara garis besar, detektor dalam HPLC dapat dibedakan : sampel harus dipisahkan/dikompulkan untuk percobaan lebih
1 ). berdasar pengukuran diferensial suatu sifat yang dimiliki lanjut? Juga apakah analisis yang akan dilakukan itu hanya
baik oleh molekul sampel maupun fase gerak (disebut bulk dimaksudkan untuk memecahkan suatu masalah saja atau
property detector, yang termasuk ini misalnya : detektor akan dijadikan metode kontrol kualitas yang rutin ?
indeks bias, detektor konduktivitas dan detektor tetapan Jawaban dari semua pertanyaan di atas akan mempengaruhi
dielektrika). dan menentukan pendekatan analisisnya.
-
2). berdasar pengukuran suatu sifat yang spesifik dari mole Pemilihan Mode Kromatografi
kul sampel (disebut solute property detector). Jenis yang ke- Setelah menentukan sampai seberapa jauh analisis itu di-
dua ini dibedakan lagi menjadi : yang tidak perlu adanya perlukan dan sifat-sifat sampel, sang analis kemudian memilih
pemisahan fase gerak, termasuk ini ialah detektor-detektor mode kromatografi yang paling cocok untuk memberikan
fotometer (uv-vis dan fluoresen), polarografi dan radioaktif; hasil yang dikehendaki. Pemilihan mode kromatografi (partisi,
dan yang fase feraknya harus dipisahkan dahulu, termasuk ini adsorpsi, penukar ion, pasangan ion atau eksklusi) yang di-
ialah FID dan ECD. dasarkan atas kriteria bobot molekul, kelarutan dan sifat gugus
Pada detektor ultraviolet/visibel, deteksi komponen sampel fungsional dapat dilihat pada transparansi.
didasarkan pada absorpsi sinar ultraviolet (untuk detektor
Seleksi Fase Diam dan Fase Gerak
ultraviolet) dan sinar tampak (untuk detektor visibel). Detek-
tor ultraviolet merupakan detektor yang paling luas digunakan Suatu pemisahan akan berhasil apabila tercapai suatu kese-
karena sensitivitas dan reprodusibelitasnya yang tinggi serta timbangan yang tepat antara kekuatan-kekuatan intermoleku-lar
mudah operasinya. yang melibatkan molekul sampel, fase gerak dan fase diam.
Obat-obat yang fluoresen dapat dipisahkan dan dianalisis Sebagai ukuran kekuatan-kekuatan intermolekular tersebut
dengan indikator fluorimeter, seperti aflatoksin, beberapa ialah polaritas molekul. Hampir semua pemisahan-pemisahan
asam amino aromatik, fenol, kuinolin dan estrogen. Untuk yang baik diperoleh karena cocoknya polaritas molekul
obat-obat yang tidak berfluoresensi dapat dibuat menjadi sampel dengan polaritas fase diam dan digunakannya fase
turunannya yang berfluoresensi dengan pereaksi seperti gerak yang berbeda polaritasnya.
dansyl klorida (5-dimetilaminonaftalene-l-sulfonil klorida). Pada kromatografi dengan sistem normal phase, komponen
Detektor ini lebih peka dari pada detektor ultraviolet. sampel yang paling kurang polar akan dielusi terlebih dahulu;
Detektor fotometer inframerah juga dapat digunakan pada penambahan polaritas dari fase geraknya akan menurunkan
HPLC. Dengan detektor ini dapat dibuat pola spektrum infra- waktu elusinya.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 29
Pada kromatografi dengan sistem reversed phase, komponen umum dapat dikatakan bahwa optimasi pemisahan dapat di-
sampel yang paling polar akan terelusi terlebih dahulu; penam- lakukan, dengan menentukan fast diam yang sesuai dengan
bahan polaritas dari gase gerak akan menaikkan waktu elusi- mode kromatogtafi yang akan digunakan, kemudian meng-
nya. Diagram pada transparansi akan menggambarkan hal ini. ubah-ubah fase gerak hingga dicapai pemisahan yang sebaik-
Pemilian Detektor baiknya.
Detektor index bias merupakan satu-satunya detektor pada Setelah diperoleh suatu kromatogram yang baik, tentunya
HPLC yang universal, tetapi kurang sensitif dan sangat peka yang terakhir ialah bagaimana mengevaluasi data kromato-gram
terhadap perubahan suhu. Detektor ultraviolet dengan panjang itu.
gelombang yang variabel merupakan pilihan yang paling baik Analisis Kualitatif
bagi sekelompok besar obat-obatan. Dalam hal-hal yang sangat
spesifik dapat digunakan detektor-detektor fluorometer dan Identifikasi suatu komponen sampel dapat dilakukan de-
elektrokimia. ngan membandingkan harga tR dari peak yang muncul dalam
kromatogram dengan harga t R suatu reference standard. Apa-
Pemisahan Kromatografi bila harga tR tersebut sama dalam dua atau lebih sistem yang
Untuk mempertimbangkan kondisi analisis yang optimal dicoba, maka dikatakan bahwa kedua senyawa tersebut
perlu difahami pengertian-pengertian pokok dalam kroma- identik. Untuk lebih menegaskan kesimpulan tersebut, dapat
tografi yang secara umum berlaku bagi semua mode. Dua para- dilakukan percobaan spiking, yaitu kepada sampel ditambah-
meter kromatografi yang penting dalam optimasi hingga di- kan obat standard reference kemudian dibuat kromatogram-
peroleh suatu pemisahan yang maksimum dan dalam waktu nya. Apabila kedua senyawa tersebut identik maka standard
yang minimum: reference akan menaikkan tinggi peak dari obat yang dianalisis.
1). Persamaan yang menghubungkan waktu retensi (t R) dan Untuk HPLC yang dilengkapi dengan spektrometer massa,
faktor kapasitas (k'), identifikasi obat yang dianalisis dapat dilakukan dengan
mencocokkan pola spektrum massa yang diperoleh dengan
yang ada dalam literatur-literatur. Untuk obat yang baru,
identifikasinya dilakukan dengan mencoba mengelusidasi
strukturnya tidak saja dengan spektrum massanya tetapi juga
2). Persamaan yang menghubungkan resolusi (Rs) dengan
' dengan spektra NMR, IR dan UV dari obat yang dipisah-kan
faktor kapasitas (k ), retensi relatif ( a) dan jumlah theore- dan dikumpulkan dari eluat yang keluar dari HPLC.
tical plates (N) : Analisis Kuantitatif
Detektor yang ideal pada HPLC ialah yang mampu meng-
hasilkan sinyal yang mempunyai korelasi linier dengan
'
Harga optimum untuk k adalah antara 1 10. Harga k' konsen-trasi komponen sampel. Dengan asumsi seperti
yang lebih besar cenderung akan memperpanjang waktu re- tersebut, konsentrasi komponen sampel dapat diturunkan dari
tensi dan pita-pita kromatografi terelusi sebagai peaks yang intensitas sinyal yang ditunjukkan dalam kromatogram.
lebar dan datar sehingga sukar untuk mendeteksinya. Apabila Dikenal dua cara pengukuran secara kuantitatif, yaitu
'
harga k sudah terletak pada rentangan yang optimum, maka dengan mengukur peak height dan peak area.
'
harga k tidak sepantasnya diubah. Perubahan resolusi hanya Dikenal beberapa metode untuk merubah data peak height
akan diperoleh dengan menaikkan N, atau a . atau peak area dari suatu kromatogram menjadi konsentrasi
'
Faktor kapasitas (k ) merupakan parameter yang paling dari komponen sampel yang sesuai, yaitu dengan membuat
mudah dioptimasi, karena biasanya hanya menyangkut per- kurva baku dengan cara-cara external standard, internal stan-
'
ubahan kekuatan fase gerak. Tetapi k sebetulnyajuga dapat dard dan standard addition.
diatur dengan merubah fase diamnya, walaupun hal ini jelas Sebelum sampai kepada bagian aplikasi GLC dan HPLC
tidak menyenangkan. dalam analisis obat dalam cairan biologis, berikut akan disaji-
Harga optimum untuk a terletak antara 1,05 10. Per- kan preparasi sampel dalam GLC dan HPLC.
ubahan harga dapat diperoleh dengan merubah sifat fase diam
dan/atau fase gerak. Perubahan fase gerak di sini lebih ber- PREPARASI SAMPEL
makna kalau yang diubah komposisi fase gerak; bukan per- Seperti telah dikemukakan di muka, prosedur ekstraksi dan
ubahan kekuatannya. Pengaruh perubahan a lebih sukar di- clean-up dalam HPLC lebih sederhana dari teknik-teknik yang
'
ramalkan dari pada perubahan k dan N, dan dalam suatu lain. Telah banyak dilaporkan bahwa beberapa sampel biologis
sampel yang terdiri dari banyak komponen, perubahan a ha- dapat dianalisis dengan HPLC dengan langsung meng-
nya akan merubah urut-urutan peaknya saja. Tetapi dalam hal injeksikan ke dalam kolom (pra-kolom). Namun adanya pro-
waktu analisis, memang perubahan a merupakan cara yang ter- tein, lipid, garam-garam dalam jumlah yang relatif banyak
baik untuk memperbaiki Rs. Karena untuk memperbaiki Rs dalam sampel biologis, perlu diperhatikan untuk menghindari
lebih mudah dicapai dengan menaikkan N, cara ini nampak- adanya gangguan pada efisiensi kolom. Protein dapat dihilang-
nya lebih baik. Tetapi perbaikan Rs dengan cara ini umumnya kan dengan cara pengendapan, ultrafiltrasi dan penggunaan
akan mengakibatkan bertambahnya waktu retensi, karena pe- pra-kolom. Pereaksi-pereaksi asam seperti asam trikloroasetat,
nambahan N biasanya diperoleh dengan penambahan panjang asam perklorat dan asam tungstat dapat digunakan untuk
kolom atau pengurangan kecepatan alir fase gerak. Secara mengendapkan protein dalam cairan biologis untuk analisis
30 Cennin Dunia Kedokteran No. 37 1985
obat-obat yang tahan asam. Untuk yang tidak tahan asam, APLIKASI GLC DAN HPLC DALAM ANALISIS OBAT
pengendapan dilakukan dengan etanol atau metanol. Peng- DALAM CAIRAN BIOLOGIS
gunaan pra-kolom untuk menghilangkan protein telah dila-
porkan pada analisis frusemide, dengan langsung menginjeksi- Teknik GLC dan HPLC telah membuktikan kemampuan-
kan plasma ke dalam pra-kolom yang mempunyai susunan nya untuk menganalisis sejumlah besar golongan obat-obatan
sama dengan kolom analisis. Dengan menggunakan buffer dalam cairan biologis.
fosfat (pH 2,5) sebagai fase gerak, protein tertimbun pada pra- Analisis dibenzepine dan metabolit-metabolitnya serta pe-
kolom ini. netapan fenobarbital, primidone dan fenitoin, semuanya dalam
Fase gerak metilenklorida atau dietil eter dapat mengelusi cairan biologis, secara GLC, akan dibahas sebagai contoh.
lipid netral dengan menggunakan mode kromatografi adsorpsi. Contoh analisis menggunakan teknik HPLC yang akan di-
Dengan mode yang sama fase gerak campuran metilenklorida/ diskusikan meliputi penetapan propranolol dan 4-dehidroksi-
metanol atau metanol dapat mengelusi fosfolipid. Lipid yang propranolol dalam plasma secara simultan dan penetapan
terelusi ini tidak akan mengganggu bila digunakan detektor para-setamol dan metabolit-metabilitnya.
ultraviolet karena absorpsi molar senyawa-senyawa tersebut
rendah.
Pada sistem reversed phase, lipid dapat tertahan pada fase
diam hingga dapat menyebabkan terganggunya efisiensi ko- KEPUSTAKAAN
lom. Ini dapat diatasi dengan mengaliri kloroform setiap se- 1. Pryde A, and Gilbert MT. "Aplications of high performance liquid
telah 100 kali injeksi plasma yang sari dengan eter. chromatography." New York: Chapman and Hall Ltd., 1979.
liquid
Kalau problem utama pada sampel plasma adalah penghilang- 2. Hamilton RJ, and Sewell PA. "Introduction to high performance chromatography".
New York: Chapman and Hall Ltd., 1977.
an protein dan lipid, maka pada sampel urin masalah yang 3. Smith RV, and Stewart IT. "Textbook of biopharmaceutic analy-sis".
dihadapi adalah, bagaimana menghilangkan garam-garam Philadelphia: Lea & Febiger, 1981.
th
anorganik atau komponen-komponen dengan bobot molekul 4. McNair HM, and Bonelli EJ. "Basic gas chromatography", 5 ed.,
rendah yang memiliki sifat-sifat kromatografik yang mirip California: Varian Aerograph, 1969.
dengan obat yang dianalisis. Konsentrasi obat dalam sampel 5. Dell D. in "Assay of drugs and other trace compounds in biological
fluids" (E. Reid, ed.), Amsterdam: North-Holland Publishing Company,
urin juga perlu mendapat perhatian. Garam-garam anorganik
1976; p. 131 134.
dapat dipisahkan dari sampel urin dengan melewatkan sampel 6. Done JN, Knox JH, and Loheac J. "Applications of highspeed liquid
melalui suatu kolom yang berisi resin Amberlite XAD-2 yang chromatography". London: John Wiley & Sons, 1974.
dapat menahan senyawa-senyawa organik dan meneruskan 7. Nation RL, Peng GW, and Chiou WL. Journal of Chromatography,
garam-garam anorganik dan dengan mengelusinya dengan 1978; 145 : 429.
8. Rutherford DM, and Flanagan RJ. Journal of Chromatography,
metanol, dapat diperoleh senyawa organik yang dikehendaki. 1978; 157 : 311.
Akhirnya akan diberikan beberapa aplikasi GLC dan 9. Schlicht HJ, and Gelbke HP. Journal of Chromatography, 1978;
HPLC dalam analisis obat dalam cairan biologis. 166: 599.

Disajilcan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simpo-


sium Farmakokinetllca Klinik - Yogyakarta, 3 - 4 Desember 1984.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 31
kita lebih menguasai

Farmakoterapi rasional
dr. R.H. Yudono
Jurusan Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Menurut saya, kalau penanggulangan penyakit secara medis PENENTUAN OBAT DAN REJIMEN TERAPI
itu rasional, maka sudah semestinya farmakoterapinya juga Suatu hat yang masih belum kita ketahui dengan pasti
rasional. Sayang sekali banyak pengobatan oleh dokter tidak adalah apakah suatu obat yang dibuat oleh industri farmasi
dilakukan secara rasional; apalagi orang awam yang meng- yang terkenal itu tentu lebih bail( dari pada suatu obat yang
obati diri sendiri (self medication) dengan obat bebas atau sama yang dihasilkan oleh industri farmasi yang kecil yang
obat bebas terbatas. kurang terkenal (therapeutic equivalence).
Untuk dapat melakukan pengobatan secara rasional, per- Penentuan obat secara rasional dapat lebih mudah dilaku-
tama-tama kali harus ditegakkan diagnosanya, atau bila hal ini kan bila kita selalu membiasakan diri untuk mempertimbang-
tidak mungkin dilakukan, setidak -tidaknya harus ditentukan kan lebl dulu masak-masak hubungan antara indikasi, hukum-
diagnosa kemungkinan. Jika seorang dokter tak dapat menen- hukum farmakologi klinik dan sifat-sifat obat. Kalau kita su-
tukan diagnosa kemungkinan, maka dengan sendirinya ia tak dah terbiasa berpikir secara logis -metodis sistematis, maka
dapat memberi pengobatan secara kausal rasional. Karena pengalaman menjadi berharga untuk di kemudian hari diguna-
kewajiban dokter harus mengurangi penderitaan dan memper- kan untuk menentukan penggunaan obat dengan cepat. Se-
panjang umur, maka kalau ia tak dapat memberi pengobatan lain itu, kebiasaan mengevaluasi hasil terapi menyebabkan
kausal rasional, setidak-tidaknya ia dapat mengurangi pen- ilmu pengobatan tersebut, termasuk me-
deritaan secara simtomatik rasional, asal ini tidak menopengi ngetahui obat mana yang balk stabilitasnya, tidak mudah di-
(masking) penyakitnya atau bahkan membuat penyakitnya rusak oleh isi lambung-usus, keterdapatan hayati (bioavailabi-
bertambah parah. lity), sedikit efek sampingnya, dan kurang mengganggu organ-
Yang paling disayangkan tentunya ialah, bila diagnosa su- organ badan yang penting.
dah dapat ditegakkan secara rasional, akan tetapi farmakotera- Patofisiologi dari penyakit perlu diketahui supaya dapat
pinya tidak rasional. disesuaikan dengan macam obatnya, formulasinya, dosisnya,
Hal ini dapat disebabkan karena dokter kurang menguasai frekuensi pemberian seharinya, dan cara pemberiannya.
patofisiologi dari badan yang sakit, kurang menguasai farmako- Formulasi obat harus sesuai dengan keadaan tertentu dari
logi klinik dengan farmakokinetikanya dan kurang dapat traktus digestivus. Misalnya jangan memberikan obat yang
menghubungkan secara logis patofisiologi dengan mudah dirusak oleh asam bila ada gangguan hiperasiditas
farmakologi. Dari pihak penderita, seringkali terapi rasional dan sebagainya. Pengurangan dosis obat perlu dilakukan pada
tak memberi-kan hasil yang diinginkan karena kurang adanya gangguan ekskresi renal atau; frekuensi pemberian obat
menuruti nasihat dokter (penderita dengan pengobatan jangka sehari mungkin perlu dikurangi ataupun obat diganti dengan
panjang, harga obat mahal, orang berumur lanjut yang suka yang diekskresi melalui hepar/empedu. Pada keadaan hipo-
lupa dsb.) (Black-well, 1973). proteinemia, dosis perlu dikecilkan karena albumin yang
Evaluasi dari terapi tentunya diperlukan untuk membukti- mengikat obat berkurang, sehingga obat bebas (unbound)
kan bahwa terapi itu tepat, artinya dapat menyembuhkan bertambah konsentrasinya. Penderita dengan gangguan hepar,
dan tidak menyebabkan efek-efek yang merugikan. perlu dikurangi dosisnya atau frekuensi pemberian sehari.
Beberapa hal tidak rasional dapat terjadi, seperti misalnya, Pada adanya dekompensasi kordis, karena distribusi obatnya
dalam : (a) Penentuan obat dengan rejimen terapinya, atau lambat, maka dosisnya perlu dikurangi, karena pada permula-
(b) Cara pemberian obat. an terjadi kumulasi dari obat di dalam darah; jika konsentrasi
32 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
obat itu mencapai otak dan jantung, maka obat itu dapat me-
racuni.
Jika penderita memerlukan lebih dari satu macam obat,
maka perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya interaksi- atau
interaksi antara obat itu sendiri, fungsional atau kimiawi Dosis obat = Volume distribusi X konsentrasi obat dalam plasma darah.
maupun fisikokimiawi atau secara tidak langsung melalui
pendesakan dari ikatannya pada albumin atau melalui pe- Volume distribusi dari obat yang satu berbeda dengan obat yang lain,
macuan atau penghambatan enzim-enzim metabolisme obat. karena kelarutannya di dalam cairan-cairan badan dan ikatannya pada
Interaksi antara obat yang satu dan yang lain dapat juga terjadi
jaringan jaringan badan berbeda.
pada tempat absorpsinya, tempat aksinya dan pada ekskresi
renalnya. Di samping itu masih juga adanya variabilitas karena misalnya :
Digoksin (Lanoksin) :
perbedaan genetik (poor and efficient metabolizer, rapid and slow
konsentrasi plasma darah terapeutik : 0,9
acetylator dll.). Sehubungan dengan ini perlu dipertim-bangkan
tentang kemungkinan perubahan -perubahan dosis atau ng/cc
frekuensi pemberian obat sehari, karena dosis yang ter-tera di 0,0009
buku-buku farmakologi atau farmakope (dosis stan-dar ) ug/cc
Vd : 7,5 L/kg 0,0009 mg/L
kebanyakan ditentukan pada orang ras Kaukasoid.
Karena kemungkinan adanya interaksi - interaksi antara obat dosis obat = 7,5 X 0,0009 = 0,00675 mg/kg
yang satu dan yang lain yang kadang-kadang sukar diperkira- (initial)
kan terlebih dulu itu maka dokter perlu mengendalikan diri
untuk tidak terlalu banyak memberikan obat sekaligus (poly- Walaupun Vd itu ditentukan dari data yang didapat pada pem-
pharmacy) pada seorang penderita. berian i.v., juga dapat digunakan untuk pemberian per os dan
Farmakoterapi hams dilakukan secara individual i.m.
mengingat keadaan penderita : Obat-obat yang absorpsi i.m. nya kurang baik, lebih balk di-
umur yang muda sekali atau yang tua sekali berikan secara i.v. lambat, terutama bila diperlukan onset of
sifat-sifat genetik action yang cepat (misalnya digoksin, fenitoin, diazepam dan
lingkungan hidup (kebiasaan merokok, minum alkohol, sebagainya).
business dan sebagainya).
riwayat sakit dan riwayat pengobatan sebelumnya : derajat Eliminasi renal
sakitnya setelah diobati, berhasil atau tidak berhasil me- Mempertahankan konsentrasi plasma darah terapeutik suatu
nyembuhkan, efek samping yang merugikan, allergi, inter- obat dilakukan dengan memberikan obat dalam dosis yang
aksi-interaksi, kebiasaan tak dihabiskan atau dimakan tak ekuivalen dengan eliminasinya.
menurut aturan, kebiasaan mengobati sendiri dan sebagai- Obat-obat poler seperti : penisillin, aminoglykosides dan se-
nya. bagainya dapat langsung diekskresi oleh ginjal. Kumulasi
l dapat terjadi jika frekuensi pemberian obat itu lebih cepat dari
Umur muda sekali wak-tu paruh. Jadi interval pemberian obat harus dilakukan
Makin muda anak, relatif makin besar dosisnya, karena sesuai dengan 1 2 waktu paruh. Suatu steady state (plateau)
metabolismenya lebih kuat (per kg BB). dapat tercapai.
Makin tinggi temperatur badan, makin kuat metabolisme-
nya : tiap derajat Celcius kenaikan temperatur badan sesuai Eliminasi hepatik
dengan 10% kenaikan metabolisme. Untuk menentukan dosis dari obat-obat yang dimetabolisir di
Anak terlalu gemuk (obesitas) relatif memerlukan lebih se- dalam hepar haruslah berhati-hati, karena hepar mempunyai
dikit obat, karena jaringan lemak relatif kurang berpenga- kapasitas metabolistik yang terbatas. Sehingga ada kemungkin-an
ruh dalam metabolisme. suatu ketika pemberian dosis multipel tidak dimetabolisir
Karena enzim-enzim detoksifikasi, fungsi renal, pengikatan dan konsentrasi obat dalam plasma darah akan naik dengan
pada protein serum dan barier darah otak belum sepurna, cepat (lihat gambar). Jika hal ini tidak dikontrol dengan pe-
maka jangan mudah memberi obat pada bayi. Untuk bayi nentuan konsentrasi obat di dalam plasma darah, maka akan
yang baru lahir (neonatus) penetapan dosis belum ditetapkan terjadi akumulasi.
secara tepat (akurat). Contoh :
Oliguria pada tiap umur memerlukan pengurangan dosis atau Seorang anak mempunyai BB : 20 kg
pengurangan frekuensi pemberian obat sehari. Anak itu mendapat fenitoin tiap 24 jam sekali per os.
Penentuan konsentrasi obat di dalam plasma darah penting 4 jam sesudah mendapat obat, konsentrasi plasma darahnya :
untuk memonitor terapi; jadi bukan dosis obatnya waktu di- 18 ug/cc = 18 mg/L.
berikan pada penderita. Therapeutic range adalah jarak antara Dekat sebelum diberikan dosis per os yang kedua, pada kon-
konsentrasi efektif minimal dan konsentrasi efektif maksimal
dari obat di dalam plasma darah pada sebagian besar dari
populasi. = 20 kg, Vd
Intoksikasi karena obat dapat diharapkan terjadi, jika konsen-
trasi obat itu di dalam plasma darah melebihi therapeutic trol ternyata konsentrasi obat di dalam plasma darah menjadi
range. 10 ug/cc = 10 mg/L. Ini berarti bahwa dalam 20 jam (24 4)
terjadi penurunan konsentrasi obat, karena metabolisme, se-
banyak 8 mg/L.
Vd fenitoin = 0,75 L/kg, jadi anak dengan BB
nya : 20 x 0,75 = 15 L
Dosis = Vd x konsentrasi obat dalam plasma
darah Do sis = 15 L x 8 mg/ L = 120 mg
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 33
Volume distribusi (Vd) (dalam L/kg BB).
Jika dosis obat dalam 20 jam adalah 120 mg, maka dalam
24 jam adalah 24 Fenotiazin > 30
20 X 120 mg = 144 mg. Asetaminofen 10 1,0
Jadi dosis maintenance untuk anak dari 20 kg = 144 mg atau Fenobarbital 0,75
144 = Fenitoin 0,75
7,2 mg/kg BB diberikan tiap 24 jam sekali per os. Salisilat 0,2 (terapeutik)
20
0,6 (toksik)
Gambar : Furosemid 0,2
Perbedaan kurve eliminasi langsung oleh ginjal dan eliminasi yang di-dahului Teofilin 0,46
metabolisme oleh hepar. Digoksin 7,5
Penisilin 0,2 0,3
Benzodiazepin > 10

Infus yang kontinyu


Dewasa ini beberapa macam obat diberikan secara infus
yang kontinyu untuk mendapatkan konsentrasi obat di dalam
plasma darah yang konstan (obat - obatnya : teofilin, insulin,
tolazoline (alpha-blocker), nitroprusid, lidokain, dopamin).
Jika tidak dilakukan kalkulasi dari konsentrasi teofilin di
dalam plasma darah, ada kemungkinan konsentrasi ini menjadi
rendah, seperti pada infus aminofilin : dosis yang diberikan
biasanya 0,9 mg/kg/jam. Pada dosis ini konsentrasi steady state
di dalam plasma darah adalah 10 ug/cc
Dari daftar konsentrasi terapeutik, dapat kita lihat therapeutic
range nya : 7 20 ug/cc. Ini berarti bahwa 10 ug/cc itu ter-
masuk therapeutic range yang rendah, dan ini mungkin oleh
penderita asma bronkial dirasakan kurang menolong, terutama
pada status asmatikus.
Jika kita menghendaki konsentrasi steady state dari teofilin itu
15 ug/cc (15 mg/liter), maka :
Dosis infus = 15 (mg/liter X 0,1 (L/kg/jam)
(mg/kg/jam) (konsentrasi (plasma clearance)
ROUTE DARI ELIMINASI OBAT plasma darah)
Dosis infus = 1,5 mg/kg/jam
Renal Hepatik Infus yang kontinyu harus diawali dengan pemberian loading initial dose,
sehingga konsentrasi teofilin dalam plasma darah menjadi 15 ug/ cc.
Digoksin (25%) 75%

Fenobarbital (25%) 75% Umur tua sekali :


Aminoglikosid Salisilat
Dari segi biologis, yang dimaksudkan di sini ialah orang
Furosemid Teofilin
ber-umur 75 tahun atau lebih, walaupun ada juga yang meng-
Penisilin Fenitoin 2
Asetaminofen
anggap orang tua sekali itu berumur lebih dari 50 tahun .
Alkohol
Pengobatan pada umur yang lanjut ini sering tidak rasional,
Kafein
karena penderita mungkin kurang mengerti maksud pengobat-an
itu, sehingga sering menggunakan obatnya menurut pikiran-nya
sendiri yang tidak benar dan juga mereka sering lupa
Konsentrasi terapeutik obat dalam plasma darah. minum/makan obatnya pada waktu-waktu yang ditentukan.
Dalam hal ini dokter harus menerangkan dengan jelas cara
Digoksin 0,9 2,4 ng/cc
menggunakan obat itu, atau ditulis pada kertas khusus dengan
Fenobarbital 15 30 ug/cc
jelas, atau diberitahukan pada pengantar penderita tua itu.
Salisilat < 350 ug/cc Juga, kalau dapat, dokter menentukan rejimen terapi yang se-
Teofilin 7 20 ug/cc derhana. Sehubungan dengan ini perlu dikemukakan, 20
Fenitoin 10 20 ug/cc 25% dari penderita tua itu mengalami reaksi-reaksi obat yang
Asetaminofen 10 20 ug/cc merugikan dan ini sering juga disebabkan karena interaksi-
Alkohol (etanol) 2
interaksi polifarmasi .
(bergejala) 1000 ug/cc Respon penderita dari golongan ini terhadap banyak obat
Prokainamida 46 ug/cc berbeda dengan penderita dewasa muda, karena absorpsi,
Quinidin 3 5 ug/cc distribusi, metabolisme dan ekskresinya berbeda. Perbedaan
Sulfisoksazol 100 ug/cc pada orang tua sekali dalam absorpsi melalui dinding usus
34 Cermin, Dunia Kedokteran No. 37 1985
dapat disebabkan karena berkurangnya aliran darah splanknik, yang terdapat di dalam asap rokok merupakan inducer dari
naiknya pH lambung dan berkurangnya transfer aktif maupun microsomal drug metabolizing enzymes.
pasif. Sebaliknya, ada perlambatan dari motilitas usus teoritis Berdasarkan ini, dosis obat per os perlu ditinggikan untuk
menambah absorpsi obat. mendapat efek yang diinginkan. Berapa besar dosis obat yang
Pada orang tua, kemungkinan terdapat penambahan jaring- harus diberikan tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma
an lemak, sedangkan cairan badan total, volume plasma, darah dan tergantung dari sensitivitas tempat aksi obat.
caftan intersisial dan massa badan tanpa lemak berkurang. Ini Pengobatan terhadap peminum alkohol perlu didasari
dapat mengurangi volume distribusi dari obat yang larut pengetahuan tentang kemungkinan adanya sinergisme dengan
dalam air, dan menambah volume distribusi dari obat yang la- depresansia umum (alkoholisme akut), atau adanya toleransi
rut dalam lemak. Dosis standar dari obat yang larut dalam air farmakodinamika dan farmakokinetika (alkoholisme kronik).
pada keadaan penderita itu akan mudah menimbulkan intoksi- Juga perlu disadari bahwa karena adanya gangguan absorpsi
kasi. di traktus digestivus, pemberian obat per os harus ditinggikan
Pada berkurangnya albumin (protein pengikat obat) yang dosisnya.
mungkin terdapat pada orang tua, obat bebas (free drug) Penderita yang aktif sekali dalam kehidupan sehari-hari
tentunya lebih banyak dan ini dapat menyebabkan intoksikasi. jika mungkin jangan diberi obat yang menekan aktivitas
Pengurangan cardiac output dan penambahan tahanan mental, dan jangan diberi rejimen terapi yang mengharuskan
vaskuler perifer dapat juga mengurangi aliran darah renal dan penderita itu seringkali memakan atau meminum obat, karena
hepatik. Ini juga dapat menyebabkan intoksikasi dari obat kemung-kinan lupa itu besar.
dengan dosis standar, karena eliminasinya (metabolisme dan Selanjutnya yang juga penting untuk diperhatikan ialah
ekskresi) berkurang, lebih-lebih karena kemampuan untuk riwayat sakit serta pengobatannya yang lalu, karena mungkin
transformasi enzimatik obat berkurang. dapat berpengaruh baik ataupun buruk terhadap pengobatan
Glomerular filtration rate dari orang berumur antara 20 90 yang akan diberikan sekarang.
tahun rata-rata berkurang 355. Karena itu, dan karena masa badan Riwayat sakit yang lalu perlu diketahui, karena kemungkin-an
tanpa lemak juga berkurang, sehingga produksi kreatinin endogen berhubungan dengan penyakit sekarang. Apalagi jika pe-nyakit
berkurang. Maka berkurangnya creatinin clearance karena yang lalu dapat diperkirakan belum sembuh benar atau
gangguan fungsi renal dapat tersembunyi, sebab di-sangka meninggalkan bekas kelainan yang memudahkan terjadinya
normal. Pemberian obat-obat anti hipertensi mudah menimbulkan penyakit sekarang.
hipotensi ortostatik, karena tahanan dalam pembuluh-pembuluh Riwayat pengobatan yang lalupun penting untuk diketahui,
darah perifer pada orang tua bertambah sehingga memudahkan dokter memberi pengobatan yang
dan kekuatan otot jantung berkurang. Pada semua umur juga tepat.
berlaku :
Pada edema, relatif diperlukan sedikit obat. CARA PEMBERIAN OBAT
Penyakit hati dan ginjal relatif memerlukan obat dengan dosis Tentang cara pemberian obat selanjutnya perlu juga diten-
yang dilcurangi, karena berkurangnya eliminasi (meta- tukan sesuai dengan situasi dan kondisi medis penderita. Jika
bolisme dan ekskresi) obat. tidak ada keperluan khusus dan tidak ada halangan, maka pem-
Obat jangan diberikan pada idiosinkrasi. berian obat secara oral paling banyak dilakukan (lebih dari 80%)
3
Rejimen terapi harus ditentukan berdasarkan observasi . Juga pada pemberian obat secara oral ini terdapat ba-nyak
klinik dan dengan pertolongan pemeriksaan laboratorik. variabel-variabel antara penderita yang satu dan yang lain,
Obat lama yang sudah diketahui baik jangan diganti bahkan juga pada satu penderita dalam situasi dan kondisi
dengan obat baru yang belum dikenal baik sifat-sifatnya. yang berbeda, karena perbedaan dalam produksi, sifat dan
komposisi dari getah-getah lambung dan usus, kecepatan pe-
Sifat-sifat Genetik
ngosongan lambung, ada atau tidak adanya zat makanan, ke-
Farmakoterapi terhadap penderita yang mempunyai dasar 4
adaan patologis dari saluran pencernaan dan sebagainya.
genetik tertentu harus disesuaikan. Contoh-contoh dalam hal
Adanya gangguan-gangguan emosional, terutama di negara
ini di antaranya adalah : maju yang separuh sampai dua pertiga dari penderita merupa-
Rejimen terapi Isoniazid dan Hydralazine perlu disesuaikan kan penyebab dari gangguan gastrointestinal. dapat meng-
dengan adanya asetilator cepat atau lambat, sekalipun per- ganggu absorpsi obat.
bedaannya tidak banyak. Dengan tidak memperhatikan kebiasaan dan cara hidup
Jangan memberi terapi dengan kinin, kinidin, sulfonamida, (merokok, makan, minum dan sebagainya) penderita, maka
kloramfenikol, acetosal dan sebagainya pada penderita terapi rasionalpun kadang-kadang tidak memberi hasil yang
dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase, karena diharapkan.
dapat menyebabkan hemolisis. Pemberian kemoterapeutika pada diare tanpa usaha
lingkungan hidup mengu-rangi frekuensi peristaltik, tentunya tak rasional.
Kebiasaan-kebiasaan dalam hidup seorang penderita sering- PENUTUP
kali menyebabkan respon yang berubah terhadap obat. Seorang
perokok berat misalnya, memerlukan lebih banyak Dari apa yang telah dikemukakan di atas dapat drtarik ke-
mikronutriensia dan nutriensia dari pada bukan perokok, karena simpulan :
absorpsi melalui dinding usus terganggu (iritasi mukosa usus 1). Setelah berusaha menegakkan diagnosis penyakit secara
oleh asap rokok yang tertelan). Di samping itu, zat-zat medis rasional melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 35
laboratorik, maka dokter perlu mengetahui dengan baik pa-tologi 1. Silves HK, Obrien D. (ed) Current Pedriatric Diagnosis & Treatment, 6th
ed, Los Altos, California: Lange Medical Publications, 1980; 1029-1047.
dan patofisiologi penyakitnya, dan secara logis-metodis- 2. Birket DJ, Wing LMH. Drug Treatment in Old Age, Medical Pro-gress, 1984;
sistematis menentukan penanggulangannya untuk secara medis 11 (6): 41-48.
3. Melmon KL, Morrelli HF. Clinical Pharmacology, Basic Principles in
rasional mengembalikan homeostasis badan, tidak kurang dan
Therapeutics, New York: The Macmillan Company, 1972; 3 - 58, 534-
tidak berlebihan. 544.
2). Jika farmakoterapi diperlukan, maka dengan melalui pe- 4. Levine RR. Factors Affecting Gastrointestinal Absorption of Drugs,
nyesuaian secara rasional patologi dan patofisiologinya dengan American Journal of Digestive Disorders, 1970; 15: 171-188.
obat, menurut prinsip-prinsip farmakologi klinik dengan mem- 5. Anderson RJ et al : Therapeutic considerations for Elderly Hyper-tensives,
Clinical Therapeutics, 1982; 5: 25-35.
perbesar rasio keuntungan : kerugian, dan memperkecil rasio 6. Birket DJ et al. Fundamentals of Clinicals Pharmacology. Drug Absorption and
ongkos : keuntungan, diharapkan penyakitnya dapat disem- Bioavailability, Medical Progress 1979; 6 (8):
51-56.
buhkan atau setidak-tidaknya penderitaan dapat dikurangi 7. Blackwell B : Drug Therapy, The New England, 1973; 289 (5):
secara tidak berlebihan. 249-252.
Karena farmakoterapi demikian itu hanya mengobati hal- 8. Isselbacher KJ, Adams RD, Brauwald E, Petersdorf RG, Wilson JD.
hal yang esensial saja, maka tak lain terapi itu harus juga di- Harrison's Principles of Internal Medioine, 9th ed., Tokyo: Mc- Graw-
lakukan dengan menggunakan obat-obat yang esensial.
Hill Kogakusha, Ltd., International Student Edition, 1980; 372-383.

Disajikan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simpo-


KEPUSTAKAAN sium Farmakokinetika Klinik - Yogyakarta, 3 - 4 Desember 1984.
36 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Ketersediaan Hayati
Sediaan Pelepasan Lambat
Drs Victor S Ringoringo, Apt
Pengembangan teknologi formulasi baru pada dua dekade darah sama dengan pemberian obat secara intermiten dengan
terakhir banyak ditekankan pada pengembangan bentuk sedia- dosis tunggal.
an obat yang dapat melepaskan obat secara terkontrol. Salah
satu di antaranya adalah pengembangan bentuk sediaan obat Sediaan pelepasan lambat didesain untuk memberikan
yang, didisain untuk meningkatkan durasi aksi obat yang ter- kadar obat dalam darah yang adekuat selama periode waktu
kandung di dalamnya. Beberapa jenis bentuk sediaan obat tertentu untuk mendapatkan keuntungan -keuntungan klinik,
l ,2
yaitu :
yang dikembangkan untuk maksud ini adalah 1. meningkatkan hasil terapi obat, berupa peningkatan efekti-
Sediaan pelepasan lambat vitas dan penurunan efek samping serta efek toksik obat
Sediaan aksi diperpanjang 2. meningkatkan kepatuhan penderita dengan aturan dosis
Sediaan aksi berulang yang lebih menyenangkan
Ketiga jenis sediaan di atas dapat dibedakan sebagai ber- 3. untuk obat tertentu, dari segi ekonomi dapat diperoleh
ikut : penghematan biaya pengobatan
Tetapi di samping keuntungan-keuntungan di atas, ada pula
Sediaan pelepasan lambat kerugian-kerugian dalam pemakaian sediaan pelepasan lambat
Obat dalam sediaan pelepasan lambat mempunyai sistem yaitu
pelepasan obat yang unik, yaitu mula-mula dilepaskan kira- 1. tidak adanya fleksibilitas aturan dosis
kira separuh dari dosis total yang merupakan 2. untuk beberapa obat harganya semakin mahal oleh karena
dosis inisial, kemudian diikuti dengan pelepasan sisa obat se- penerapan teknologi yang tinggi
cara bertahap dan seragam selama periode waktu tertentu.
Tujuan sediaan ini adalah untuk memperoleh kadar tera- 3. adanya risiko over dosis 1,2
peutik obat dalam darah dengan cepat, dan mempertahankan FARMAKOKINETIKA SEDIAAN PELEPASAN LAMBAT
kadar tersebut selama periode waktu tertentu. Dengan menggunakan konsep sederhana model farmakoki-
Sediaan aksi diperpanjang netika satu kompartemen terbuka, efek laju pelepasan lambat
Sediaan ini melepaskan obat dengan laju pelepasan terhadap kadar obat dalam darah dapat digambarkan sebagai
tertentu, yang dapat menghasilkan durasi aksi obat yang lebih 4
berikut :
panjang dibandingkan dengan pemberian dosis tunggal yang
normal. Sediaan ini berbeda dengan sediaan pelepasan lambat
yaitu tidak adanya dosis inisial.
Sediaan aksi berulang
Sediaan aksi berulang didesain untuk melepaskan dengan
segera satu dosis tunggal, kemudian diikuti dengan pelepasan
dosis tunggal kedua, ketiga dan selanjutnya setelah interval
waktu tertentu. Keuntungan utama dari sediaan ini adalah
ber-kurangnya frekuensi pemberian obat. Tetapi kadar obat
dalam
Disajikan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simpo-
slum Farmakokinetika Klinik - Yogyakarta, 3 - 4 Desember 1984.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 37
Keterangan Dengan demikian uji ketersediaan hayati hendaknya me-
1. (fi ) dan (fs ) adalah fraksi dosis obat formulasi sediaan pelepasan muat data in vivo tentang profil farmakokinetika, data keter-
lambat yang memberikan pelepasan cepat dan pelepasan lambat sediaan hayati yang komparabel dengan standar, dan reprodu-
2. ki dan kr adalah tetapan laju pelepasan obat fraksi pelepasan cepat sibilitas prilaku in vivo.
dan fraksi pelepasan lambat
3. k a dan ke adalah tetapan laju absorpsi dan eliminasi Standar pembanding
4. Ci dan C~ adalah kadar obat yang dilepaskan pada tempat pemberian
obat dan fraksi pelepasan cepat dan fraksi pelepasan lambat Produk standar pembanding untuk uji ketersediaan hayati
b
5. C dan ce adalah kadar obat yang diabsorpsi dan yang dieliminasi sediaan pelepasan lambat dapat berupa5
Fraksi pelepasan cepat didesain untuk mencapai kadar 1. sediaan larutan atau suspensi dari obat yang sama
terapeutik dengan cepat, dan fraksi pelepasan lambat didesain 2. sediaan konvensional dengan aturan dosis biasa yang me-
ngandung zat aktif yang sama
untuk mempertahankan kadar terapeutik tersebut1 3. sediaan pelepasan lambat standar
EVALUASI SEDIAAN PELEPASAN LAMBAT 4. sediaan lain.
Pengembangan sediaan pelepasan lambat bertujuan : Metoda uji ketersediaan hayati sediaan pelepasan lambat
1. absorpsi obat dari sediaan pelepasan lambat yang maksimal Dosis tunggal
2. meminimalisir variabilitas antar pasien. a) Dosis tunggal sediaan pelepasan lambat dibandingkan
Pada pengembangan sediaan pelepasan lambat, pendekatan dengan dosis tunggal sediaan pelepasan cepat yang konven-
yang dilakukan adalah dengan memodifikasi laju pelepasan sional. Profil farmakokinetika obat dengan t 1,7 jam dalam
obat dengan manipulasi farmasetika, yang dapat merubah laju
sediaan pelepasan cepat dan sediaan pelepasan lambat dapat
absorpsi obat dan kadar obat dalam darah. Oleh karena itu 4
harus ada jaminan dan bukti ilmiah bahwa efektivitas ab-sorpsi dilihat pada Gambar 1 berikut :
4
obat tidak terganggu, dan variabilitas tidak meningkat .
4
Menurut FDA , obat-obat dalam sediaan pelepasan lambat
dianggap sebagai obat baru, sehingga harus memenuhi per-
syaratan keamanan dan khasiat obat secara klinik. Sama
seperti obat baru dalam bentuk sediaan konvensional, per-
setujuan terhadap sediaan pelepasan lambat berdasarkan
pada evaluasi khasiat dan keamanan secara klinik dan bukti
karakteristik pelepasan lambatnya.
Persyaratan keamanan dan khasiat
Untuk obat yang dalam sediaan konvensional telah di-
ketahui aman dan efektif : 2 6 10 14 16 20 26
1. diperlukan suatu studi klinik terkontrol untuk membukti- Waktu (jam)
kan keamanan dan keefektifan obat tersebut dalam sediaan Gambar 1. Simulasi kurva kadar obat dalam plasma vs waktu dari
pelepasan lambat obat dengan t 1,7 jam berdasarkan model farmakokinetika satu
kompartemen.
2. data ketersediaan hayati obat dalam sediaan pelepasan lam-
bat. Tampak bahwa pada sediaan pelepasan lambat, kurva berben-
Sedangkan untuk obat yang dalam sediaan pelepasan lam- tuk flat sedang sediaan pelepasan cepat berupa lembah dengan
bat telah terbukti aman dan efektif, diperlukan adanya : puncak yang tinggi.
1. data ketersediaan hayati yang komparabel dengan standar Keefektifan dan keamanan obat dalam sediaan pelepasan lam-
sediaan pelepasan lambat obat sejenis. bat ini harus dibuktikan secara klinik, dan dibandingkan de-
2. data ketersediaan hayati yang pada keadaan mantap (steady- ngan sediaan pelepasan cepatnya.
state) komparabel dengan obat sejenis dalam sediaan pe- b) Dosis tunggal sediaan pelepasan lambat dibandingkan de-ngan
lepasan cepat yang konvensional. dosis berganda sediaan pelepasan cepat yang konven-sional.
Data ketersediaan hayati dapat berupa profil kadar obat Profil kadar obat dalam darah sediaan pelepasan lambat dengan
dalam darah dan profil kecepatan ekskresi melalui urin pada
keadaan mantap .
4 t 1 jam, yang dibandingkan dengan 3 dosis berturut-
an dari obat yang sama dengan sediaan pelepasan cepat dapat
Uji ketersediaan hayati sediaan pelepasan lambat ber- 4
dilihat pada Gambar 2 .
tujuan untuk menentukan apakah kondisi berikut ini dipe-nuhi
s Terjadi penurunan kadar puncak sampai 30% pada. sediaan
atau tidak
pelepasan lambat, tetapi luas area di bawah kurvanya relatif sama
1. produk sediaan pelepasan lambat tersebut memenuhi
bila dibandingkan dengan sediaan pelepasan cepat. Profil kadar
persyaratan pelepasan lambat atau tidak. Dengan perkataan
obat dalam darah sediaan pelepasan lambat harus ber-ada dalam
lain, apakah memang benar produk tersebut merupakan se-
batas-batas kadar terapi obat tersebut. Hal ini harus dikaitkan
diaan pelepasan lambat ?
dengan efektivitas dan keamanan secara klinik.
2. keadaan mantap yang ditunjukkan ekivalen dengan produk
biasa yang mengandung zat aktif yang sama Dosis berganda
3. formulasi produk tersebut menunjukkan profil farmakoki-. Seringkali tidak mungkin untuk mengevaluasi dengan baik
netika yang konsisten ketersediaan hayati sediaan pelepasan lambat berdasarkan
dosis tunggal, sehingga penelitian ketersediaan hayati dosis
38 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Gambar 2. Simulasi kurva kadar vs waktu dari sediaan pelepasan
cepat (1) dan sediaan pelepasan lambat (2) dari obat dengan t 1 jam.

berganda sediaan pelepasan lambat perlu dibandingkan dengan


dosis berganda sediaan pelepasan cepat yang konvensional.
Dalam hal ini parameter -parameter yang dipakai sebagai kri-
4
teria adalah :
1) kadar obat plasma dalam keadaan mantap harus diperoleh
pada obat sediaan pelepasan lambat dan obat sediaan pe-
lepasan cepat pada sejumlah sukarelawan yang cukup.
2) penentuan kadar pada keadaan mantap harus ditentukan
dengan membandingkan nilai-nilai Cmin (trough) pada 3
hari atau lebih.
3) kegagalan dalam memperoleh kadar keadaan mantap pada
sebagian besar sukarelawan menunjukkan kurang
patuhnya pasien atau kegagalan dalam formulasi.
4) perbandingan parameter -parameter farmakokinetika
seperti Cmin, AUC dan lain-lain hanya terbatas pada
subyek yang mencapai keadaan mantap.
5) perbandingan AUC selama interval pemberian dosis hanya
dibenarkan bila kedua obat yang diuji dan obat standar
berada pada keadaan mantap. Kalau tidak, perbandingan
secara teoritis tidak valid.
Evaluasi in vitro
Walaupun belum ada metoda evaluasi in vitro yang dapat
meniru dengan sempurna keadaan in vivo yang sebenarnya,
'uji in vitro dapat dikembangkan untuk mensimulasi pelepasan
obat secara lambat dari sediaannya.
dikembangkan untuk meng-

evaluasi sediaan pelepasan lambat yaitu dengan uji laju di-solusi 4,6 .
Persyaratan uji disolusi in vitro yaitu :
1. metoda yang reprodusibel
2. pemilihan medium yang tepat
3. hidrodinamika larutan yang terkontrol baik
4. pemilihan sink condition yang tepat.
Walaupun belum ada metoda yang resmi secara kompendial,
ada beberapa metoda yang sekarang terus dikembangkan,

Metoda in vitro yang dapat


yaitu : metoda flow trough system dan metoda rotating-
bottle. Pada metoda rotating bottle, sediaan pelepasan lambat Karakteristik papaverin HCI
dapat diuji pelepasannya pada berbagai variasi pH yaitu mulai pKa = 6,4
dari pH 1,2 (1 jam), pH 2,5 (1 jam), pH 4,5 (1,5 jam), pH 7
(1,5 jam), dan pH 7,5 (2 jam). Urutan pH ini menggambarkan Cmaks pada dosis 300 mg sediaan pelepasan cepat = 1 mcg/ ml
perubahan pH mulai dari lambung sampai ke usus. t = 90 120 menit.
Dianjurkan untuk melakukan uji disolusi in vivo dan uji Sediaan pelepasan lambat berupa encapsulated pellets atau
ketersediaan hayati in vivo secara bersamaan. Uji in vitro granules dengan dosis 150 dan 300 mg, interval pemberian
yang berkorelasi baik dengan uji in vivo dapat dipakai untuk obat, T = 8 12 jam.
memperkirakan ketersediaan hayati sediaan pelepasan lambat Kriteria uji ketersediaan hayati
in vivo. 1.Uji ketersediaan hayati hendaknya dilakukan dengan disain
KESIMPULAN menyilang (complete cross-over design) dengan mengguna-
kan larutan papaverin HC1 sebagai standar pembanding.
Di dalam mengevaluasi suatu obat dalam sediaan 2. Jumlah sukarelawan 20 orang.
pelepasan lambat, faktor-faktor yang menjadi dasar 3. Sukarelawan diperiksa kesehatannya, meliputi
pertimbangan ada-lah : pemeriksaan fisik dan laboratoris. Hanya sukarelawan.
1. Sifat-sifat farmakokinetika, farmakodinamika, dan toksi- sehat yang boleh diikutsertakan dalam penelitian.
kologi obat. 4. Sukarelawan berumur 18 50 tahun dengan berat badan
2. Ketersediaan hayati 10% dari berat badan idealnya.
3. Karakteristik pelepasan lambat 5. Sukarelawan tidak diperkenankan meminum obat apapun
4. Reprodusibilitas in vivo selama 1 minggu sebelum penelitian berlangsung.
5. Profil farmakokinetika yang menunjukkan pelepasan 6. Sukarelawan harus berpuasa 8 jam sebelum uji dilaksana-
lambat kan. Obat diminum dengan 240 ml air. Minuman dan ma-
6. Bukti klinik yang mendukung keamanan dan keefektifan kanan lain tidak boleh diberikan selama 4 jam sesudah
sediaan pelepasan lambat. pemberian obat. Komposisi makanan harus diseragamkan.
7. Sampel darah harus dikumpulkan selama 12 jam atau
LAMPIRAN I lebih setelah pemberian obat.
8.Sampel serum atau plasma hendaknya dianalisis dengan
UJI KETERSEDIAAN HAYATI SEDIAAN PELEPASAN
metoda spesifik terhadap papaverin HC1 dengan sensitivitas
LAMBAT PAPAVERIN HC1
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 39
0,01 mcg/ml. Gambar 3. Simulasi kadar teofilin dalam serum tyh = 3,7 jam) rata-
9. Wash-out selama interval 1 minggu. rata pada anak dari beberapa formulasi teofilin yang berbeda.
10. Data yang dianalisis mencakup kadar papaverin HC1 pada
t Keterangan :
setiap periode sampling, Cmaks, maks, dan AUC. __________ = absorpsi konstan

11. Data kadar papaverin HC1 dalam darah pada setiap


- - - - - - - - - = tablet biasa
..................... = formulasi sediaan pelepasan lambat yang diabsorpsi
sam-pling hendaknya dianalisis dengan analisis varian . . . = sempurna dan reliabel
untuk menguji perbedaan antara obat yang formulasi sediaan pelepasan lambat yang diabsorpsi
diperbandingkan. tidak sempurna dan eratik

12. Bila sediaan pelepasan lambat tersebut dinyatakan Dikutip dari : Weinberger M, Hendeles L, and Johnson G. Rationale
and Procedures for Measuring Serum levels of Theophylline. Dalam :
ekiva-len terhadap regimen dosis-berganda suatu produk Baer DM, Dito WR. Interpretations in Therapeutic Drug Monitoring.
dengan pelepasan cepat yang normal, maka data harus Chicago : American Society of Clinical Pathologists, 1981 : 125.
diberikan untuk membuktikan pernyataan tersebut.
Rujukan : Dittert LW, Disanto AR. The Bioavailability of Drug
Products. Cumulative Edition. Washington : American Pharmaceutical
Association, 1978 : 71-74. KEPUSTAKAAN

1. Notari RE. Biopharmaceutics and Clinical Pharmacokinetics.


Third Edition. New York : Marcel Dekker, Inc, 1980 : 152-72.
2. Ballard BE. Prolonged Action Pharmaceuticals. Dalam : Osol A, ed.
th
Remington's Pharmaceutical Sciences. 16 Edition. Pensylvania :
Mack Publishing Company, 1980: 15941602.
3. McGinty, Stavchansky, and Martin. Bioavailability in Tablet Tech-
nology. Dalam : Lieberman HA, Lachman L. Pharmaceutical Dosage
Forms. Volume II (Tablets). New York : Marcel Dekker, Inc., 1980:
43439.
4. Cabana. BE, Chien YH. Regulatory Considerations in Controlled
Release Medications. PJB Publications Limited.
5. The National Archives of the United States. Code of Federal Re-
gulations. 21 Parts 300 to 499. Washington : US. Government
Printing Office, 1982: 123.
6. Hanson WA. Handbook of Dissolution Testing. Oregon : Pharma-
ceutical Technology Publications, 1982: 45 -61.
40 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Strategi Penelitian Farmakokinetika

Drs Imono Argo Donatus SU


Jurusan Bio Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada
PENDAHULUAN dilalui oleh obat. Yaitu meliputi tahap farmasetika, tahap
farmakokinetika, dan tahap farmakodinamika. Tahapan far-
Seperti telak diketahui, mutu suatu produk obat ditentu- makokinetika (absorpsi, distribusi, biotransfonnasi, ekskresi)
kan oleh persyaratan keamanan, kemanjuran, dan akseptabi- merupakan tahapan yang berfungsi untuk menyediakan obat
litas yang dipenuhinya, ketika obat tersebut dipergunakan. agar berada di dalam sirkulasi sistemik, sehingga obat dapat
Manjur, bararti obat dapat sampai sel sasaran dengan kadar menjalankan aksinya seperti yang diharapkan. Karenanya,
yang tepat guna. Namun untuk mengukur kadar obat di sel fraksi dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dinyatakan se-
sasaran ini, merupakan pekerjaan yang tidak mudah, bahkan
tak berlebihan jika dikatakan sebagai suatu hal yang sangat bagai ketersediaan hayati atau ketersediaan biologis obat.
sulit dan riskan untuk dilakukan pada manusia. Karenanya
timbullah permasalahan di sini, yakni: bagaimana cara me-
naksir dan mengkaji ketepatgunaan obat di sel sasaran serta
nasibnya di dalam badan? Penelitian farmakokinetika me-
rupakan salah satu alternatif jawaban terhadap permasalah-an
tersebut.
Seperti penelitian pada umumnya, agar tujuan peneliti-
an dapat dicapai seefektif dan seefisien mungkin, perlu di-
susun suatu strategi pencapaiannya. Demikian pula halnya
da-lam penelitian farmakokinetika. Karenanya, dalam
makalah ini akan dipaparkan dan dikaji tentang strategi
penelitian far-makokinetika yang meliputi: pengertian dan arti
penting serta penerapan atau operasional strategi penelitian
farmakokine-tika.

PENGERTIAN DAN ARTI PENTING


Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari kinetika
absorpsi, distribusi dan eliminasi (biotransfonnasi dan ekskre-
1
si) suatu obat di dalam badan . Takrif (definisi) tersebut me-
ngandung pengertian: dalam farmakokinetika akan dipelajari
proses perpindahan atau nasib obat di dalam badan.
Nasib obat di dalam badan dapat dikaji melalui pentahap-
an aksi hayati atau biologisnya, seperti terlihat pada gambar
1. Di situ jelas terlihat, untuk dapat menimbulkan efek seper-
ti yang diharapkan terdapat tiga tahapan penting yang akan
* Dipresentasikan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi
Indonesia dan Simposium Farmakokinetika Klinik - Yogyakarta,
3 - 4 Desember 1984.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 41
Pada dasarnya strategi adalah suatu rencana yang disusun Artinya, ketetapan pengukuran parameter farmakokinetika
sebelumnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan suatu obat dapat terjamin, sehingga penerapannya dalam sis-
demikian, berdasarkan atas fungsi tahapan farmakokinetika tern pengobatan dapat memiliki nilai yang tepat guna dan ber-
obat, dalam makalah ini strategi penelitian farmakokinetika hasil guna.
ditakrifkan sebagai: suatu rencana yang disusun sebelum me-
neliti tahapan farmakokinetika obat, guna memperoleh infor- PENERAPAN STRATEGI
masi tentang ketersediaan hayati atau ketersediaan biologis- Pada dasarnya penelitian farmakokinetika dikerjakan pada
nya. Takrif atau definisi tersebut mengandung pengertian: tahap praklinis maupun tahap uji klinis suatu obat. Oleh
1). obyek penelitian farmakokinetika adalah tahap farma- karena itu, penerapan strategi penelitiannya juga harus dise-
kokinetika obat yakni proses absorpsi, distribusi, dan elimina- suaikan dengan kondisi yang ada pada kedua tahap tersebut,
si; di samping tujuan yang akan dicapainya.
2). hasil penelitian farmakokinetika merupakan informasi
tentang nilai ketersediaan hayatinya; Pemilihan rancangan uji coba
3). nilai ketersediaan hayati obat akan berguna untuk men- Keberhasilan suatu penelitian takkan lepas dari metodologi
jelaskan, meramalkan, dan mengendalikan efek farmakologik penelitian dan rancangan uji coba yang diterapkan, sesuai de-
obat yang diwujudkan sebagai onset, durasi, dan intensitas ngan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. De-
efek; mikian pula halnya dengan penelitian farmakokinetika. Ter-
4). agar kesahihan (validitas) penjelasan, peramalan, dan gantung pada tujuan yang akan dicapai, maka ketepatan pe-
pengendaliannya dapat diandalkan, perlu disusun suatu ren- milihan rancangan uji coba akan menentukan keterandalan
cana yang canggih sebelum menjalankan penelitian farmako- dan kesahihan hasil ujinya. Misalnya jika kita ingin mengetahui
kinetika. harga parameter farmakokinetika suatu obat pada subyek
Telah dijelaskan di atas bahwa obyek penelitian farma- sehat, rancangan uji coba yang kita tetapkan kemungkinan akan
kokinetika adalah tahap farmakokinetika obat. Sebagai tolok berbeda jika kita ingin mengetahuinya pada subyek sakit.
ukurnya adalah parameter farmakokinetika. Banyak takrif Mengapa demikian? Karena pada subyek sakit mungkin ter-
(definisi) tentang parameter farmakokinetika, namun dalam dapat keterbatasan-keterbatasan tertentu seperti jarak antara
makalah ini hanya akan dipaparkan satu takrif yang paling mulai sakit dan sembuh, sehingga terkadang tidak memungkin-
3 kan diterapkannya rancangan pola silang yang dapat diterap-
sederhana, yakni yang diajukan oleh Reilley (1974). Oleh
Reilley, parameter farmakokinetika ditakrifkan sebagai besar- kan pada subyek sehat.
an yang diturunkan secara matematik dari hasil pengukuran Dalam memilih rancangan uji coba, perlu pula dipertim-
kadar obat atau metabolitnya di dalam darah atau urin. bangkan adanya berbagai variabel yang melekat pada subyek
Dari takrif yang sederhana ini, tersirat beberapa pengertian uji rnaupun pada sistem penelitiannya sendiri. Variabel-varia-bel
4
dasar yang memiliki arti penting dalam menyusun strategi pe- tersebut dinyatakan sebagai variabilitas antar subyek (mi-
nelitian farmakokinetika. Pertama, dari kata matematik, ter- sal umur, berat badan, daya tahan, kemampuan metabolisme),
sirat pengertian bahwa harga parameter yang diukur merupa- variabilitas karena perlakuan (misal dosis yang berbeda, for-
kan harga pendekatan. Selain itu juga tersirat, dalam meng- mulasi yang berbeda), waktu (efek waktu dapat disebabkan
hitung parameter farmakokinetika, diperlukan asumsi- oleh pembahan lingkungan, kelelahan, efek sisa suatu perlaku-
asumsi tertentu seperti ordo kinetika dan model kompartemen an atas perlakuan lainnya), variabilitas dalam subyek, dan
ba-dan. Kedua, dari perkataan kadar obat atau metabolitnya, resi-dual yakni variabditias yang tidak dapat diidentifikasi
terkandung pengertian bahwa pemilihan metode penetapan seperti kesalahan penetapan kadar dan lain sebagainya.
kadar terutama harus didasarkan pada spesifitas metode yang Variabel-variabel tersebut dapat diperkecil efeknya de-
akan dipergunakan. Ketiga, dari perkataan darah atau urin, ngan suatu rancangan uji-coba yang tepat. Rancangan yang
terkandung pengertian bahwa pemilihan cuplikan hayati atau sering dipergunakan dalam penelitian farmakokinetika meli-
biologis harus didasarkan pada pertimbangan - pertimbangan puti rancangan acak lengkap (completely randomized design) dan
yang rasional dan mendasar. rancangan pola silang (cross over design).
Berdasarkan atas pengertian parameter farmakokinetika Rancangan acak lengkap dipergunakan jika variabel luar
dan urutan pelaksanaan penelitian farmakokinetika, yang ter- tidak diketahui, atau bila pengaruh variabel ini yang sengaja
masuk dalam strategi penelitian farmakokinetika adalah: tidak dikontrol terhadap variasi subyek, adalah sangat kecil.
.
(1) pemilihan rancangan uji coba, (2) pemilihan subyek uji Rancangan ini juga dipakai jika diketahui bahwa subyek ke-
dan jumlahnya, (3) pemilihan cuplikan hayati (biologis), adaannya seragam dan inferensi yang dibuat berdasarkan hasil
(4) pemilihan metode analisis, (5) pemilihan takaran dosis, percobaan tidak dimaksudkan sebagai inferensi yang bersifat
(6) pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan cuplik- percobaan tidak dimaksudkan sebagai inferensi yang bersifat
an hayati, (7) analisis dan evaluasi hasil. luas serta berlaku untuk populasi yang lebl beragam5. Se-
Strategi tersebut perlu dipertimbangkan sebelum melaksa- bagai contoh, jika kita akan menilai ketersediaan hayati kom-
nakan penelitian farmakokinetika. Mengapa demikian? Karena paratif antara produk A dan B, maka sejumlah subyek dibagi
kesahihan hasil penelitian tergantung pada kecanggihan pene- ke dalam 2 kelompok. Kelompok pertama mendapat produk A
rapan strategi tersebut. Dengan perkataan lain, penerapan strategi dan kelompok kedua produk B, seperti terlihat pada tabel
penelitian farmakokinetika memiliki arti penting dalam menjamin 1. Sedang jika tiga produk obat yang diperbandingkan rancang-
keterandalan dan kesahihan hasil penelitian. an uji-coba terlihat pada tabel 2. Perlu diingat bahwa rancang-
42 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
an ini memiliki satu kelemahan. Yakni, walaupun randomi- perlakuan. Rancangan ini biasanya dipergunakan jika perlaku-
sasi dan matching telah dilakukan sejauh mungkin, namun an yang akan diperbandingkan sama dengan, atau lebih besar
kemampuan metabolisme di antara subyek itu mungkin masih dari pada empat perlakuan, seperti terlihat pada tabel 5. Ran-
tetap ada. Karenanya, dapat dimengerti jika rancangan ini cangan ini disarankan untuk dipilih berdasarkan atas berbagai
tidak disarankan jika hasil ujinya dipergunakan untuk inferen- pertimbangan, di antaranya: (1) periode atau waktu penelitian
si populasi yang lebih beragam. akan sangat panjang, (2) pengambilan darah yang berlebihan
Tabel 1 Tabel 2 pada subyek uji, berdasarkan pertimbangan medis tak diper-
Catoh rancanBan acak lengkap Contoh rancangan acak kenankan, (3) karena terlalu sering seorang subyek kembali
lengkap dengan 2 perkkuan A lengkap dengan 3 perlaku- untuk menjalankan uji berikutnya, terdapat kecenderungan
dan B. an A, B, dan C. sukarelawan gagal menyelesailcan penelitian4
Tabel 5. Contoh rancangan pola silang blok tak lengkap, 4 perlaku-an
Kelompok Kelompok
A, B, C, dan D, 12 subyek.
I II I 11 III
Subyek Periode waktu

I II
1 A B
2 D C
3 C A
A B A B C
4 B C
5 D A
6 D B
7 B A
8 B D
Memperhatikan keterbatasan rancangan acak lengkap ter- 9 C D
sebut, maka dlkembangkan suatu rancangan yang lebih repre- 10 A D
11 A C
sentatif untuk inferensi populasi, yakni rancangan pola silang. 12 C B
Rancangan ini terutama ditujukan untuk memperkecil penga-ruh
variabilitas dalam subyek di samping variabilitas waktu dan Dari uraian-uraian di atas, jelaslah bahwa dalam memilih
sebagainya. Misalnya dalam contoh teradahulu, dua produk A dan
rancangan uji-coba disarankan untuk mempertimbangkan
B dibandingkan harga ketersediaan hayatinya, maka ma-
variabilitas penelitian, keterbatasan rancangan, serta tujuan
sing-masing subyek akan menerima kedua produk tersebut
yang akan dicapai.
pada waktu yang berbeda. Dengan demikian masing-masing
subyek akan berlaku sebagai kontrol terhadap ia sendiri. Da- Pemilihan dan jumlah subyek uji
lam rancangan ini dikenal dua macam rancangan pola silang, Subyek uji yang dipergunakan dalam penelitian farma-
yakni blok lengkap dan blok tak lengkap. Blok lengkap artinya kokinetika meliputi hewan atau manusia. Hewan uji diper-
setiap subyek mendapat perlakuan yang lengkap, misal A dan B gunakan pada tahap uji praklinis pengembangan obat atau-pun
atau A, B, dan C, seperti terlihat pada tabel 3 dan 4. jika terjadi kasus (terutama kasus keamanan) setelah suatu
Tabe1 3. Contoh rancangan pola silang blok lengkap, 2 perlakuan A dan sediaan obat beredar di pasaran. Sedang manusia uji
B, 12 subyek. diperguna-kan pada tahap uji klinis.
Pemilihan hewan uji tergantung pada tujuan yang akan
Kelompok subyek Periode waktu dicapai, pengalaman sebelumnya dengan senyawa - senyawa
I II yang serupa atau berhubungan, dan sifat rancangan uji-coba-
6
I 1............ 6 A B nya . Namun, pemilihan hewan uji ini bukan pekerjaan
II 7 .............12 B A mudah. Banyak pertimbangan-pertimbangan lain yang masih
diperlukan, yakni bentuk sediaan dan cara pemberian, kemu-
Tabel 4. Contoh rancangan pola silang blok lengkap, 3 perlakuan A, dahan penanganan hewan uji, kemudahan pengosongan lam-
B, dan C, 12 subyek. bung, kemudahan mendapatkan cuplikan hayati, besar contoh
hayati, dan volume maksimum yang dapat diterima oleh he-
7
Kelompok subyek Periode waktu wan uji .
I II III Pada umumnya hasil penelitian farmakokinetika diperguna-
I 1 2 A B C kan untuk menentukan aturan dosis pada manusia. Karena-nya,
II 3 44 B C A pemilihan hewan uji hendaknya diutamakan pada adanya
III 5 6 C A B kemiripan mekanisme absorpsi, distribusi, dan eliminasinya
IV 7 8 A C B terhadap suatu obat dengan manusia. Misalnya untuk keperlu-an
V 9 10 B A C uji ketersediaan hayati suatu obat atau sediaan obat, dapat
VI 11 12 C B A
dipergunakan hewan uji anjing, kera, babi, kelinci, mencit,
tikus.
Berbeda dengan blok lengkap, pada rancangan pola silang Anjing merupakan hewan uji pilihan, karena anjing mampu
tak lengkap setiap subyek tidak mendapatkan seluruh macam diberi berbagai bentuk sediaan obat secara oral. Keuntungan

Cermin Dania Kedokteran No. 37 1985 43


lainnya, anjing mampu diberi dosis obat secara berulang, pengetahuan klinis tentang besar perbedaan yang secara tera-
yang mana hal ini sangat panting bagi penelitian komparatif 2
peutik akan bermakna. Dan T biasanya dinilai dari hasil
dengan rancangan pola silang. Selain itu, hewan ini dapat orientasi atau publikasi. Bila keempat parameter tersebut telah
memberikan sejumlah cuplikan hayati yang cukup memadai ditentukan, jumlah subyek (n) yang akan dipergunakan dapat
untuk kepentingan analisis farmakokinetika. Dan yang lebih diperoleh. Sebagai contoh, jika kita ingin membandingkan
penting, anjing dan manusia memiliki kemiripan fisiologis sa- harga ketersediaan hayati dua produk obat menggunakan
luran cerna mereka, terutama dalam hal keduanya tidak secara suatu rancangan uji-coba tertentu. Hipotesis nol menyatakan
berkesinambungan mensekresi asam klorida ke dalam lumen tidak adanya perbedaan harga AUC antara dua formulasi. De-
gastrik maupun empedu ke dalam usus halus. Kera tentunya ngan menggunakan rancangan uji coba dengan n subyek uji,
juga merupakan hewan uji pilihan. Namun, karena penangan- rata-rata AUC _ dari dua formulasi memiliki suatu distribusi
annya lebih sulit, biasanya hanya dipergunakan jika diketa-hui 2
dengan rata-rata nol dan variansi 2 T /n. Hipotesis nol akan
anjing tidak menunjukkan kemiripan dengan manusia dalam hal 2
di-tolak jika perbedaan antar rata-rata melebihi ta/ 6,/ 2 T /n.
sifat penerimaan terhadap golongan obat tertentu. Bagi juga Selanjutnya ingat bahwa bagi suatu probabilitas (1 /) me-
merupakan hewan uji pilihan karena makanannya. morfologi dan nemukan perbedaan A jika betul-betul ada, A harus lebih besar
fisiologi saluran cerna, fisiologi jantung serta ginjalnya, sangat dari pada nilai t a/ 9\/ 2 T 2 /n dengan sekurang-kurang-
mirip dengan manusia. Namun besar badan-nya merupakan 2
nya t( N,/2 T /n. Keadaan ini dinyatakan sebagai:
faktor pembatas. Hewan kecil seperti mencit, tikus dan hamster
bukan hewan uji pilihan karena mereka tidak dapat diberi
kebanyakan bentuk sediaan obat secara utuh melalui mulut.
Selain itu hewan-hewan ini cuplikan bio-logisnya lama dan sulit Persamaan tersebut dapat disusun ulang sebagai berikut:
diperoleh. Karenanya, hewan uji ini biasanya hanya dipergunakan
dalam penelitian pendahuluan. Kelinci juga bukan hewan uji
pilihan terutama untuk peneliti-an absorpsi, karena terdapat
perbedaan yang besar fisiologis saluran cernanya dengan Dengan demikian jumlah subyek uji yang diperlukan untuk
manusia, yakni kecepatan pengosong- harga ketersediaan hayati dua formulasi tersebut akan dike-
an lambungnya lambat serta sulit diperoleh dengan metode tahui.
6
8
puasa konvensional .
Jika subyek ujinya manusia, sebelum uji coba dilaksanakan, Pemilihan cuplikan hayati
terlebih dahulu dipenuhi persyaratan-persyaratan uji klinik seperti Cuplikan hayati yang paling sering dipergunakan di dalam
9
pernah dipaparkan oleh Lesne (1976) atau mengikuti buku penelitian farmakokinetika adalah darah atau urin.
petunjuk "Guidelines for biopharmaceutical studies in Masalahnya kapan dipergunakan darah dan kapan urin? Jika
10 "
man" (1972) . Selain kriteria sehat" atau sakit" dari subyek mungkin, penetapan kadar obat tak berubah pada cuplikan
uji, perlu mendapat perhatian pula latar belakang pendidikan darahlah yang menjadi pilihan pertama. Mengapa demikian?
serta hubungan kerja antara peneliti dan subyek uji'. Pertama, karena darah merupakan tempat yang paling cepat
Berapakah jumlah subyek uji yang dipergunakan dalam pe- dicapai obat dan paling logis bagi penetapan kadar obat di
nelitian farmakokinetika? Suatu pertanyaan yang terkadang dalam badan. Paling logis karena darahlah yang mengambil
sulit untuk dijawab, dan seringkali menimbulkan masalah obat dari tempat absorpsi, mendistribusikan ke jaringan sa-
dalam menilai kesahihan hasil penelitian. 12
saran, serta menghantarkan ke organ eliminasi . Kedua,
Jumlah subyek yang diperlukan dalam penelitian farma- bagi kebanyakan obat, bentuk obat tak berubah merupakan se-
kokinetika, terutama tergantung pada variabilitas antar subyek nyawa yang memiliki aktivitas farmakologik. Karenanya, pe-
bagi obat. Jika variabilitas antar subyek, misalnya untuk harga netapan kadar pada cuplikan darah akan memberikan suatu
luas daerah di bawah kurva (AUC) relatif kecil, subyek uji yang indikasi langsung berapa kadarnya yang mencapai sirkulasi.
diperlukan juga relatif sedikit. Sebaliknya jika variabilitas AUC Jika tidak ada metode penetapan kadar obat dalam darah yang
antar subyek relatif besar, maka jumlah subyek uji yang tersedia, atau jika level darah pada pemberian dosis normal,
diperlukan juga relatif besar. Dengan perkataan lain, jumlah sangat rendah untuk dapat ditetapkan dengan tepat, maka
11 penetapan kadar obat pada cuplikan urin merupakan alterna-
subyek uji ditentukan oleh koefisien variasi antar subyek. 12
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat suatu cara yang tifnya . Sebenarnya penggunaan cuplikan urin dapat lebih
dapat menentukan jumlah subyek uji yang sesuai untuk pene- baik dari pada darah, terutama jika obat diekskresikan ke
8 dalam urin secara sempurna dalam bentuk tak berubah. Kare-
litian farmakokinetika, yakni menggunakan teori hipotesis .
na selain data urin mengukur langsung jumlah obat yang
Untuk keperluan tersebut, diperlukan empat parameter, yakni: berada di dalam badan, juga karena variabilitas clearance
renal dapat diabaikan. Keterbatasan penggunaan cuplikan urin
1). A, beda terkecil suatu parameter farmakokinetika (misal di antaranya karena sulitnya pengosongan kandung kencing,
AUC) antara perlakuan (misal formulasi, perbedaan dosis)
yang dikehendaki dapat mendeteksi. kemungkinan terjadinya dekomposisi obat selama penyimpan-
2). a, tingkat signifikansi di man uji-t akan dikerjakan. an, dan kemungkinan terhidrolisnya konyugat metabolit yang
3). 1 Q, probabilitas bahwa perbedaan akan tidak stabil di dalam urin, sehingga dapat mempengaruhi
2 6
terdeteksi. 4). T , variansi error flap observasi . jumlah total obat dalam bentuk tak berubah yang dieksresikan
Harga a dan Q kita tentukan, sedang A dipilih atas dasar pada waktu tak terhingga. Akibatnya dapat terjadi kesalahan
penafsiran terhadap harga ketersediaan hayati obat yang di-
44 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
teliti. Persyaratan-persyaratan tersebut di atas, sebaiknya benar-
Dari uraian
di atas jelas terlihat bahwa ketetapan pemilih- benar dipertimbangkan dalam pemilihan metode penetapan
an cuplikan hayati akan mempengaruhi kesahihan hasil uji. kadar, karena kesahihan harga parameter farmakokinetika
yang diukur sangat tergantung pada kesahihan hasil penetap-
Pemilihan metode analisis penetapan kadar an kadarnya dalam cuplikan hayati yang ditentukan.
Telah dibraikan bahwa parameter farmakokinetika suatu
obat diperoleh dari hasil pengukuran kadar obat atau meta-
bolitnya di dalam darah atau urin. Dengan demikian, jelas Pemilihan takaran dosis dan bentuk sediaan obat
bahwa metode analisis penetapan kadar obat yang diperguna- Berapakah takaran dosis yang akan diberikan? Pertanyaan ini
kan dalam penelitian farmakokinetika harus memenuhi ber- selalu timbul sebelum mengerjakan penelitian farmakokine-tika.
bagai persyaratan, yakni: (1) selektif atau spesifik, (2) sensi- Walaupun demikian hal ini seringkali menimbulkan masa-
13
tif, (3) teliti dan tepat, (4) dan cepat lah yang sulit diatasi, terutama jika akan mengembangkan
Selektivitas metode menempati prioritas pertama, karena sediaan obat baru pada tahap uji praklinik dengan hewan uji
bentuk obat yang akan ditetapkan dalam cuplikan hayati ada-lah tertentu.
bentuk tak berubah atau metabolitnya. Artinya, metode analisis Pemilihan takaran dosis yang akan diberikan pada hewan
yang dipergunakan hams memiliki spesifitas yang ting-gi uji pada tahap uji praklinik, dapat didasarkan pada data harga
terhadap salah satu bentuk obat yang akan ditetapkan ter-
14 LD5o senyawa yang akan diuji. Namun perlu diingat dan di-
sebut. Smith dan Stewart (1981) bahkan lebih memperluas
lagi pengertian selektivitas metode ini, yakni kemampuan sua- sadari dalam mempergunakan data harga LD 5o tersebut, yakni
tu metode penetapan kadar untuk membedakan suatu obat cara pemberian senyawa selama penelitian toksisitas akutnya.
dari metabolitnya, obat lain (dalam kasus tertentu yang ber- Jika dalam penelitian toksisitas akut, senyawa diberikan dalam
kaitan), dan kandungan endogen cairan hayati. Pemilihan bentuk larutan, maka takaran dosis dipilih yang betul-betul
metode yang memiliki slektivitas tinggi ini perlu mendapat memiliki batas keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan.
perhatian khusus. Mengapa demikian? Karena hal ini erat se- Sedang jika senyawa atau obat diberikan dalam bentuk sedia-
kali kaitannya dengan rumus-rumus matematik yang akan di- an padat atau suspensi, serta telah diketahui memiliki harga
LDso yang sangat tinggi, maka batas keamanan yang besar ti-
terapkan dalam menghitung parameter farmakokinetika. Ru- 6
mus matematik yang diturunkan berdasarkan data pengukur- dak diperlukan
an kadar obat tak berubah dalam cuplikan hayati berlainan Perbandingan harga LD5o oral lawan intravena dapat diker-
dengan yang diturunkan dari data kadar metabolitnya. jakan untuk memperoleh wawawan terhadap masalah absor-
Sensitivitas metode berkaitan dengan kadar terendah yang pbabilitas sebagai fungsi cara pemberian oral. Hal ini tentunya
dapat diukur oleh metode yang dipergunakan. Dalam peneliti-an akan berguna dalam meramalkan efek toksik sebagai fungsi
kenaikan takaran dosis. Jika informasi ini tidak tersedia, maka
fanmakokinetika, pilihan metode analisis juga tergantung pada dapat dipergunakan harga LD50 intravena sebagai dosis awal
tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh metode. Ini dapat penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan, yakni sebesar 5
dimengerti mengingat dalam menghitung parameter farmakoki- 6
netika suatu obat, diperlukan sederetan data kadar obat dari 10% LD5o intravena .
waktu ke waktu atau dari kadar tertinggi sampai ke kadar Selain parameter-parameter famakologik dan toksikologik
terendah dalam cuplikan hayati yang dipergunakan. Misal kita tersebut di atas, pemilihan takaran dosis juga hams dikaitkan
akan menghitung AUC, maka perlu data kadar obat dari wak- dengan sensitivitas metode penetapan kadar obat tak berubah
tu nol sampai tak terhingga. Karenanya, metode analisis yang atau metabolitnya. Maksudnya takaran dosis yang diberikan
dipilih hams dapat meliput kadar obat tertinggi sampai teren- hams menjamin dapat diukurnya kadar obat atau metabolit
dah yang ada di dalam badan. pada jarak waktu tertentu, sehingga diperoleh data yang cu-
Ketelitian (accuracy) dan ketepatan (precision) perlu pula kup untuk evaluasi farmakokinetika.
dipertimbangkan dalam memilih metode analisis, karena akan Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan takaran
menentukan kesahihan (validitas) hasil penetapan kadar. Ke- dosis ini adalah adanya fenomena "kinetika tergantung dosis".
ketelitian ditunjukkan oleh kemampuan metode dalam mem- Yakni suatu fenomena yang menunjukkan adanya perubahan
berikan hasil pengukurannya sedekat mungkin dengan nilai parameter farmakokinetika obat bila takaran dosisnya diubah.
sesungguhnya. Ini dapat diketahui dari harga perolehan kern- Keadaan ini berkaitan dengan asumsi ordo kinetika obat ter-
balinya (recovery), yang dinyatakan sebagai % error (harga sebut. Kinetika obat diasumsikan mengikuti ordo nol bila
sesungguhnya dikurangi harga uji, dibagi harga sesungguhnya, menunjukkan fenomena kinetika tergantung dosis. Hal ini
kali 100%). Ketepatan menunjukkan kedekatan hasil penguku- perlu diperhatikan, karena akan menentukan rumus mate-
ran berulang pada cuplikan hayati yang sama. Ini dapat dike- matik yang dipergunakan untuk menghitung parameter farma-
tahui dari harga replikasinya, yang dinyatakan sebagai koefisi-en kokinetikaanya. Jika mengikuti ordo nol, perhitungannya
15
variasi (deviasi baku dibagi harga rata-rata, kali 100% mengikuti rumus pada farmakokinetika non-liniair. Hal ini
Cepat, juga merupakan persyaratan yang perlu dipertim- berbeda jika asumsinya mengikuti ordo pertama, yakni para-
bangkan dalam pemilihan metode analisis penetapan kadar. meter farmakokinetika obat tidak dipengaruhi oleh perubahan
Ini berkaitan dengan banyaknya cuplikan hayati yang hams dosis (farmakokinetika liniair).
dianalisis dalam satu macam penelitian farmakokinetika (ku- Fenomena kinetika tergantung dosis dapat disebabkan oleh
rang lebih 180 600 penetapan). beberapa hal, misalnya: (1) obat diberikan dalam dosis besar,
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 45
sehingga kapasitas proses metaboliknya dilampaui, (2) bila segera dapat ditetapkan, yakni sampai kurang lebih 10 20%
terjadi kompetisi antara dua obat yang berbeda atas satu ma- kadar tertinggi obat (80 90% obat telah diekskresikan).
cam proses metabolisme, (3) jika zat pembawa bagi transport Dalam orientasi intravena tersebut, beberapa cuplikan
aktif suatu obat mengalami kejenuhan . Keadaan ini dapat
16 harus diperoleh pada jam pertama setelah pemberian obat,
diketahui dengan menghitung waktu paruh (t) eliminasi diikuti setiap jam untuk periode jam ke 8 12 berikutnya,
obat, setelah pemberian beberapa takaran dosis yang berbeda. dan beberapa cuplikan lagi sampai jam ke 48. Ini diperlukan
Jika harga tlh obat berbeda-beda, berarti kinetika obat untuk mengevaluasi kemungkinan asumsi model komparte-
17
mengikuti ordo nol atau tergantung dosis . mennya. Setelah orientasi intravena, sebaiknya juga dilakukan
Bentuk sediaan obat yang akan diberikan juga harus dipilih orientasi cara pemberian lain ekstravaskular, agar adanya pe-
dengan hati-hati, terutama pada penelitian pendahuluan pada ngaruh fisiologis pada proses absorpsi obat dapat diketahui
tahap praklinis. Pertama kali, obat diberikan dalam bentuk sejak dini.
larutan baik secara oral maupun intravena. Baru kemudian
dikembangkan ke bentuk sediaan lain. Analisis dan evaluasi hasil
Baik takaran dosis maupun bentuk sediaan obat biasanya Analisis data uji coba dan evaluasi hasil penelitian merupa-
sudah tidak begitu menjadi masalah bagi uji klinis. kan tahap terakhir penelitian farmakokinetika. Karenanya,
tidaklah berlebihan jika dalam serangkaian pengkajian tahap
Pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan terakhir penelitian ini diperlukan kecermatan dan ketelitian
cuplikan hayati dalam menganalisis data, serta pengetahuan klinis maupun
Sesuai dengan takrif parameter farmakokinetika yang di- formulasi farmasetik.
pergunakan dalam makalah ini, dimaksud cuplikan hayati Data uji coba yang pertama kali perlu dianalisis adalah
meliputi darah dan urin. Sebenarnya dalam penelitian farma- sederetan kadar obat tak berubah atau metabolitnya di dalam
kokinetika dapat pula dikerjakan dengan cuplikan hayati darah atau urin, pada sederetan waktu tertentu. Sebelum data
lainnya seperti saliva. Namun, karena darah dan urin yang tersebut dipergunakan untuk menghitung parameter farma-
paling banyak dipergunakan, dalam kesempatan ini hanya kokinetika, langkah pertama yang dikerjakan adalah menetap-
akan dijelaskan strategi pemilihan lama dan banyaknya waktu kan model kompartemen badan yang diikutinya. Langkah ini
pengambilan cuplikan darah dan urin, sesuai dengan takrif penting, karena akan menentukan penerapan rumus matematik
parameter farmakokinetika yang dipergunakan dalam makalah yang akan dipergunakan untuk menghitung parameter farma-
ini. kokinetika. Analisis kompartemen ini dapat dikerjakan dengan
Jika cuplikan darah yang dipergunakan, pengambilan cuplikan memplotkan data kadar obat tak berubah dalam darah lawan
dianjurkan berlangsung selama 3 5 kali harga waktu waktu pada kertas grafik semilogaritmik, atau plot log kece-
paruh eliminasi (tlh) obat yang diuji. Dan 7 10 kali th obat. patan ekskresi (dAe/dt) lawan waktu pada kertas grafik
Jika cuplikan urin yang dipergunakan, yakni praktis 99,2 numerik. Jika data urin yang dipergunakan. Dengan melihat
16
99,9% obat telah diekskresikan adanya fase distribusi (yakni grafik bifasik untuk pemberian
Frekuensi atau banyaknya pengambilan cuplikan, erat intravena dan grafik trifasik untuk pemberian oral), kinetika
kaitannya dengan asumsi model kompartemen badan. Jika obat dapat dikatakan mengikuti model dua kompartemen
kinetika obat mengikuti model dua kompartemen terbuka, terbuka. Jika fase distribusi ini tidak terlihat pada grafik, maka
dianjurkan banyak pengambilan cuplikannya paling tidak 3 kinetika obat pada umumnya dikatakan mengikuti model satu
kali pada tahap absorpsi, 3 kali pada sekitar puncak, 3 kali kompartemen terbuka. Namun, perlu dicatat bahwa keadaan
pada tahap distribusi, dan 3 kali pada tahap eliminasi. Keadaan ini hanya berlaku jika tetapan kecepatan distribusi (alfa)
ini diperlukan untuk mendapatkan data kadar obat dalam diasumsikan harganya lebih besar dari pada tetapan kecepatan
darah lawan waktu yang cukup untuk evaluasi parameter absorpsinya (ka), padai pemberian obat secara oral.
farmakokinetika obat. Pengambilan cuplikan pada tahap distri- Notari (1980) 19 menyatakan, kinetika obat akan meng-
busi tidak diperlukan, jika kinetika obat mengikuti model satu ikuti model satu kompartemen terbuka, jika harga tetapan ke-
16 cepatan distribusi antar kompartemen (k12 + k21 ) sama atau
kompartemen terbuka . Waktu pengambilan cuplikan yang
optimal ini perlu diperhatikan, karena akan menentukan ke- lebih besar dari pada 20 kali harga tetapan kecepatan eliminasi-
sahihan penetapan asumsi model kompartemennya. Hal ini nya (Kel). Dengan perkataan lain, kinetika obat mengikuti
dapat dikerjakan dengan penelitian pendahuluan atau orien- model dua kompartemen terbuka, jika harga tetapan kecepat-
tasi 18 . an distribusi antar kompartemen yang diperoleh itu lebih kecil
Orientasi dalam penelitian farmakokinetika setelah pem- daripada 20 kali harga tetapan kecepatan eliminasinya (k 12 +
berian obat intravena memiliki banyak keuntungan. Di antara- k21 =<Kel ).
nya, sensitivitas dan selektivitas metode penetapan kadar Kecermatan mengasumsikan model kompartemen ini pen-
sebagai fungsi cara pemberian dapat segera ditentukan. Me- ting sekali dalam memperoleh ketepatan perhitungan para-
ngapa demikian? Karena obat langsung ditempatkan dalam meter farmakokinetika obat. Misalnya kita menghitung waktu
aliran darah, sehingga kadar tertinggi dan terendah obat yang paruh eliminasi obat dengan asumsi kinetikanya mengikuti
ada di dalam badan segera dapat diketahui. Keadaan ini akan model satu kompartemen terbuka, padahal sebenarnya meng-
menggambarkan pula kadar tertinggi obat setelah pemberian ikuti model dua kompartemen terbuka, maka harga yang di-
oral, jika obat diabsorpsi dengan sempurna. Dengan menge- peroleh akan lebih besar dari pada harga sesungguhnya (t12 =
tahui kadar tertinggi ini, sensitivitas metode penetapan kadar
0,693/Kel untuk model satu kompartemen, t12 = 0,693/Q
46 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
untuk model dua kompartemen, dan harga B selalu lebih besar yang bermakna, pada taraf kepercayaan 95%. Hasil ini ternyata
K
dari pada harga el). tidak dapat dipergunakan untuk menarik kesimpulan bahwa
Kesalahan penafsiran model kompartemen ini biasanya produk A lebih baik absirpsinya dari pada produk B. Mengapa
disebabkan oleh ketidakcermatan dalam menetapkan waktu demikian? Karena sebelumnya telah diketahui bahwa produk obat
pengambilan cuplikan hayati, yakni tidak mengambil cuplikan tersebut hanya akan memberikan perbedaan terapeutik yang
hayati pada fase distribusi obat, seperti dicontohkan pada nyata, jika harga AUC nya 30% lebih tinggi dari pada harga AUC
gambar 2. Jelas terlihat pada gambar 2 tersebut, harga t12, produk baku. Ini dapat dimengerti, mengingat per-bedaan yang
0 yang bermakna dari hasil uji-t tersebut sangat ditentu-kan oleh harga
AUC, dan Cp (kadar obat dalam darah pada waktu nol) deviasi baku masing -masing kelompok ujinya.
dihitung denganp asumsi model satu kompartemen, berbeda Sedang perbedaan efek terapeutik ditentukan oleh baik bu-
dengan yang dihitung berdasarkan asumsi model dua kom- ruknya formulasi, bukan oleh besar-kecilnya deviasi baku.
partemen terbuka. Contoh lain, pada uji coba di atas harga AUC produk A 40%
lebih tinggi dari pada harga AUC produk B, dan hasil uji-t
nya menunjukkan perbedaan yang bermakna, menggunakan
10 subyek uji. Namun karena dalam percobaan pendahuluan
(orientasi) telah diketahui bahwa untuk mendeteksi adanya
perbedaan harga AUC sebesar 30%antara dua produk tersebut
(A ), paling optimal diperlukan 40 subyek uji (diperhitungkan
dengan teori hipotesis), maka hasil penelitian ini tidak dapat
dipergunakan untuk menarik kesimpulan secara umum,
karena
jumlah subyek uji yang dipergunakan kurang representatif un-
tuk menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.
Tahap terakhir dari penelitian garmakikinetika adalah
evaluasi hasil penelitian. Telah diuraikan terdahulu, dalam
tahap evaluasi ini diperlukan pengetahuan klinik ataupun
farmasetik. Pengetahuan klinik diperlukan untuk menjamin
kesahihan kesimpulan hasil penelitian, seperti dicontohkan di
atas. Pengetahuan farmasetik juga diperlukan, karena peneliti-
an farmakokinetika terbanyak dipergunakan dalam pengem-
bangan obat atau produk obat. Misalnya, kita menguji waktu
paruh eliminasi tablet asetosal pada sekelompok orangIndone-
sia. Ternyata hasil perhitungan t12 nya jauh berbeda dengan
penelitian sejenis yang ditemukan pada sekelompok orang
Eropa. Dalam hal ini kita tidak dapat langsung menyatakan
bahwa profil tlh asetosal orang Indonesia berbeda dengan
profil t12 orang Eropa. Mengapa demikian? Karena kita tidak
tahu sistem formulasi dan teknik pabrikasi tablet asetosal
yang dikerjakan oleh peneliti Eropa tersebut. Mungkin saja
peneliti Eropa menggunakan bahan baku asetosal yang bentuk
kristalnya berbeda dengan yang kita pakai. Padahal bentuk
kristal setosal menentukan tetapan kecepatan absorpsinya.
Juga mungkin peneliti Eropa menggunakan teknik pabrikasi
Gb. 2. Grafik kadar obat dalam darah lawan waktu setelah pemberian yang lain dalam pembuatan tablet asetosal, dengan yang kita
intravena. (a) model satu kompartemen, (b) model dua kompartemen. buat. Selain itu, mungkin juga metode analisis penetapan kadar
obat dalam cuplikan hayati yang dipergunakan oleh peneliti
Eropa lain dengan yang kita pergunakan. Hal ini kiranya dapat
menggambarkan, sebelum kita menyimpulkan hasil penelitian
nya adalah analisis statistik. Analisis statistik ini tidak begitu farmakikinetika, sebaiknya dilakukan evaluasi yang cermat ter-
sulit untuk dikerjakan, karena tinggal mengikuti rancangan
uji coba yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun, perlu lebih dahulu terhadap berbagai variabel yang mungkin dapat
Setelah analisis data uji coba dilaksanakan dan perhitungan mempengaruhi kesahihan kesimpulan penelitian.
parameter farmakokinetika obat dikerjakan, langkah berikut- Telah dikaji tentang strategi penelitian farmakokinetika
dari pemilihan rancangan uji coba sampai ke analisis dan
ditekankan di sini bahwa hasil uji statistik bukan merupakan
evaluasi hasil. Kajian ini tidak dimaksudkan untuk memberi
kesimpulan akhir hasil penelitian. Statistik hanya merupakan gambaran betapa sulit dan rumitnya pelaksanaan penelitian
salah satu alat pendukung pengambilan keputusan. Misalnya farmakokinetika, melainkan justru sebaliknya.
kita membandingkan harga AUC dari produk obat A lawan
produk baku B. Jika kemudian dari hasil uji-t ditemukan
bahwa beda harga AUC antara Produk A dan B (AUC produk KEPUSTAKAAN:
A 10% lebih tinggi dari pada AUC B) menunjukkan perbedaan
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 47
1. Curry SH. Drug disposition and pharmacokinetics. Oxford: 10. .............Guidelines for biopharmaceutical studies in man. APHA
Blackwell Scientific Publication, 1977. Academy of Pharmaceutical Sciences. 1972; 1-33.
2. Arieens & Simonis AM. Optimalization of pharmacokinetics - 11. Wagner JG. Biophazmaceutics and relevant pharmacokinetics.
an essential aspect of drug development by metabolic stabili- rt
l ed. Hamilton: Drug Intelligence Publications, Inc. 1971;
tation. In: Keverling Buisman JA (Ed). Strategy in drug research. 245-246.
Amsterdam: Scientific Publishing Company, 1982;4:165-178.
12. Tozer TN. Pharmacokinetic principles relevant to bioavailability
3. Reilly WJO. Drug dosage regimes and iboavailability part I - studies. In: Blanchard J, Sawchuk RJ & Brodie BB (eds). Prin-
elementary pharmacokinetics. Aust J Pharm. 1974; 54:648. ciples and perpective in drug bioavailability. Basel: S Karger AG.
4. Wagner JG Fundamental of clinical pharmacokinetics 1 ed.
st 1979; 121-154.
Hamilton: Drug Intelligence Publications Inc. 1975; 290-297. 13. Hirtz J Analytical problems in bioavailability testing. In: Deasy
5. Maria Astuti. Rancangan percobaan dan analisa statistik bagian & Timoney )eds). The quality control of medicines. Amsterdam:
I. Yogyakarta: Fakultas Peternakan UGM 1980; 5-7. Elseivier Scientific Publishing Company. 1976; 245-252.
14. Smith RV & Stewart JT Textbook of biopharmaceutical analy-
6. Kaplan SA. Biopharmaceutics in the preformulation stages of
drug development. In: James Swarbrick (ed) Current concepts sis. Philadelphia: Lea & Febiger. 1981; 7-9.
in the pharmaceutical sciences-dosage form design and bioavai- 15. Schwartz MA & De Silva JAF. Quantitative drug analysis in bio-
lability. Philadelphia: Lea & Febiger. 1973; 8-9, 152-158. availability studies. In: Blanchard J, Sawchuk J & Brodie BB
7. Imono AD. Uji ketersediaan hayati (bioavailability) in vivo ber- (eds). Principles and perspectives in drug bioavailability. Basel:
bagai masalah yang timbul dalam pelaksanaannya. Dalam: Pro- S Karger AG. 1979; 90-99.
ceedings Kongres Nasional XI dan Kongres Ihniah ISFI. Jakarta: 16. nd
Ritschel WA Handbook of basic pharmacokinetics 2 ed. Ha-
ISFI. 1983; 463-467. milton: Drus Intelligence Publication, Inc, 1980; 230-232, 280.
8. Kaplan SA, Jack ML. In vitro, in situ, and in vivo models in bio- 17. Shargel L & Yu ABC. Applied biopharmaceutics and pharmaco-
availability assesment. In: Blancard J, Sawchuk RJ & Brodie kinetics. New York: Appleton Century Crofts. 1980; 15-16.
BB (eds) Principles and perspective in drug bioavailability. 18. D. Argenio DZ. Optimal sampling times for pharmacokinetics
Basel: S Karger AG. 1979; 181-199.
experiments. J Pharmacokin Bipharm. 1981;9 (6) : 39-355.
9. Lesne M Bioavailability testing in man-pharmacokinetics consi 19. Notari RE Biopharmaceutics and clinical pharmacokinetics -
derations. In: Deasy & Timoney (eds) The quality control of rd
an introduction, 3 ed. New York: Marcel Dekker, Inc. 1980;
medicines. Amsterdam: Elsevier Scientific Publishing Company.
18-29.
1976; 215-223.
48 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Bioavailabilitas Obat

Drs. Victor S. Ringoringo Apt


Perkembangan terakhir dalam proses pengembangan dan pe- UJI BIOAVAILABILITAS DAN UJI IN-VITRO
masaran obat banyak disesuaikan dengan perubahan sikap dari
Untuk menjamin ekivalensi terapeutik dan klinik dari suatu
dokter, pejabat pemerintah, dan masyarakat terhadap obat. Pada produk obat dalam berbagai batch produksi, secara ideal pen-
10 20 tahun yang lalu industri-industri farmasi banyak ting untuk mengukur secara tepat efek klinik dan potensi dari
menekankan pada penemuan obat-obat baru, dan peta ke- sampel yang representatif dari masing-masing batch produk
farmasian pada saat itu ditandai dengan cepatnya suatu mo-
obat tersebut. Walaupun demikian, pada prakteknya hal ter-
lekul obat baru ditemukan. Dewasa ini, kecepatan penemuan obat
sebut tidak mungkin dilakukan karena adanya pertimbangan
baru mulai menurun, sebagian disebabkan karena sudah cukup
praktis dan aspek etis seperti :
banyak tersedia obat yang efektif untuk berbagai pe-nyakit. Masa
1) Uji klinik memerlukan populasi penderita yang ekstensif
paten yang sudah daluwarsa dari berbagai macam obat seringkali
menyebabkan munculnya bermacam-macam produk obat yang dengan jenis dan keparahanpenyakit yang seragam
mengandung zat aktif yang ekivalen. 2) Uji klinik pelaksanaannya kompleks dan mahal
Sementara itu masyarakat mengharapkan obat bermutu 3) Teknik pengukuran yang obyektif sulit ditemukan dan
dengan harga yang terjangkau, dan banyak industri obat mem- seringkali tidak sensitif terhadap berbagai kondisi penyakit
promosikan penulisan resep obat dalam nama generik sebagai Cara pendekatan yang terbaik untuk memperkirakan efek
salah satu usaha untuk meningkatkan kompetisi harga obat di klinik suatu obat adalah dengan pengukuran kadar obat dalam
antara industri obat. darah, karena ada hubungan yang erat antara kadar obat dalam
Situasi ini menempatkan apoteker di tengah-tengah dua sisi darah dengan efek klinik obat tersebut. Tetapi dalam hal ini
yang ekstrim. Di sisi pertama apoteker dituntut untuk menu- juga ditemukan beberapa kelemahan seperti :
runkan biaya pemeliharaan kesehatan melalui penurunan harga 1) Uji kadar obat dalam darah biayanya mahal, memerlukan
obat, tetapi di sisi lain apoteker bertanggung jawab terhadap peralatan analitis yang canggih, tenaga ahli yang terampil, dan
kualitas obat yang baik. Apoteker bertanggung jawab dalam sejumlah sukarelawan sehat. Dengan demikian kelayakan
seleksi obat, dan dalam banyak hal peranannya semakin besar untuk melakukan uji bioavailabilitas dari setiap batch produk
obat patut dipertanyakan.
dalam pemilihan produk obat yang bermutu tinggi.
2) Konsep bioavailabilitas berpijak pada asumsi bahwa para-
Dalam pemikiran para dokter seringkali timbul beberapa
pertanyaan : meter biologis suatu obat (kadar obat dalam darah dan jaring-
1) Apakah ada perbedaan klinik yang bermakna di antara an, ekskresi obat dalam urin atau pengukuran produk meta-
produk obat komersial yang mengandung jenis dan jumlah zat bolit) secara langsung berkaitan dengan efek klinik obat. Se-
aktif yang sama ? mentara asumsi ini mungkin saja absah, tetapi sulit untuk
2) Bagaimanakah sifat perbedaan-perbedaan tersebut ? memperkirakan ketepatan korelasinya. Misalnya, jika dua
3) Faktor apa sajakah yang menyebabkan perbedaan terse- produk menunjukkan perbedaan bioavailabilitas sebesar 20%,
but ? apakah perbedaan ini secara klinik bermakna ?
4) Bagaimanakah perbedaan tersebut dapat diukur dan di- Sementara saat ini tidak mungkin untuk melakukan uji ka-
evaluasi ? dar obat dalam darah untuk setiap batch produk obat, industri
obat dapat menggunakan uji bioavailabilitas untuk menentu-
5) Kriteria apa yang digunakan apoteker untuk memilih obat
kan bahwa produk obatnya dengan formulasi dan proses pro-
yang ditulisnya dalam resep ?
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 49
duksi yang spesifik akan memberikan efek klinik yang se- obat tersebut yang diabsorpsi secara utuh oleh
banding dengan produk obat sejenis yang diproduksi industri tubuh, dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
obat lain (produk originator atau produk inovator), yang Definisi 2 : Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan
pada uji kliniknya memberikan hasil yang baik. ukuran kecepatan absorpsi obat dan jumlah
Sebagai salah satu alternatif untuk melakukan uji obat tersebut yang diabsorpsi.
bioavaila-bilitas pada setiap batch produk obat, uji in vitro
telah dikem-bangkan sebagai indikator bioavailabilitas, atau TUJUAN PENETAPAN BIOAVAILABILITAS
untuk mene-tapkan bahwa batch produk obat selanjutnya akan Dengan mengetahui jumlah relatif obat yang diabsorpsi
menunjuk-kan bioavailabilitas dan efek klinik yang sebanding dan kecepatan obat berada dalam sirkulasi sistemik, dapat di-
dengan batch sebelumnya yang telah ditetapkan uji kadar obat
perkirakan tercapai tidaknya efek terapi yang dikehendaki
dalam darah dan uji kliniknya.
menurut formulasinya. Dengan demikian, bioavailabilitas da-
Uji laju disolusi dan uji difraksi sinar X merupakan 2 con-
pat digunakan untuk mengetahui faktor formulasi yang dapat
toh prosedur laboratoris yang dapat merefleksikan perilaku obat mempengaruhi efektivitas obat. Beberapa manfaat studi
in-vivo. Uji ini telah dimasukkan dalam USP dan NF dan telah bioavailabilitas yang berkaitan dengan mutu produk obat
diterapkan pada sejumlah obat. Uji laju disolusi meng-ukur laju yaitu :
disolusi sejumlah obat dalam medium tertentu dan pada kondisi 1) bagi apoteker dalam bidang penelitian kefarmasian, bio-
tertentu. Uji difraksi sinar X melengkapi bebe-rapa indikasi dari availabilitas merupakan uji yang penting dalam penelitian
laju dan jumlah obat yang melarut, dengan demikian akan peningkatan mutu obat
bermanfaat dalam memperkirakan absorpsi obat. Sementara 2) bagi dokter dan apoteker di apotek, bioavailabilitas merupa-
kedua uji ini bukan merupakan uji bioavaila-bilitas yang kan pertimbangan kritis yang digunakan untuk pemilihan obat
sebenarnya, maka kedua uji ini hanya merupa-kan indikator yang yang bermutu baik.
dapat digunakan untuk memperkirakan bioavailabilitas obat.
Suatu industri obat yang mempunyai data klinik atau informasi PENGUKURAN BIOAVAILABILITAS
yang menunjukkan bahwa produk Jumlah obat yang diabsorpsi biasanya ditentukan dengan
obatnya secara klinik efektif, dan bila data ini dikorelasikan mengukur luas area di bawah kurva (AUC) dari kurva kadar
dengan uji in vitro dengan tepat, dan bila formulasi serta pro-
obat dalam darah versus waktu, atau dari jumlah obat kumula-
sedur produksi tidak berubah, maka konsistensi dari batch ke
tif yang diekskresikan melalui urin. Jika suatu obat diberikan
batch dapat dijamin dengan melakukan uji laju disolusi, uji per oral dan beberapa jam sesudahnya diambil satu seri dari
difraksi sinar X atau uji in vitro lainnya yang relevan. sampel darah dan dianalisis kadar obat dalarn darah, kemudian
PENGERTIAN BIOAVALABILITAS hasilnya di plot pada kertas grafik, akan diperoleh kurva kadar
darah-waktu seperti pada gambar 1.
Konsep bioavailabilitas pertama kali diperkenalkan oleh
Osser pada tahun 1945, yaitu pada waktu Osser mempelajari Gambar 1. Kurva kadar serum waktu setelah pemberian dosis tung-gal
absorpsi relatif sediaan vitamin. Istilah yang dipakai pertama- suatu obat per oral.
kali adalah availabilitas fisiologik, yang kemudian diperluas
pengertiannya dengan istilah bioavailabilitas.
Dimulai di negara Amerika Serikat, barulah pada tahun
1960 istilah bioavailabilitas masuk ke dalam arena promosi
obat. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya produk
obat yang sama yang diproduksi oleh berbagai industri obat,
adanya keluhan dari pasien dan dokter di man obat yang
sama memberikan efek terapeutik yang berbeda, kemudian
dengan adanya ketentuan tidak diperbolehkannya Apotek
mengganti obat yang tertulis dalam resep dengan obat merek
lainnya.
Sebagai cabang ilmu yang relatif baru, ditemukan berbagai
definisi tentang bioavailabilitas dalam berbagai literatur.
Bagian yang esensial dalam konsep bioavailabilitas adalah
absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik. Ada 2 unsur penting
dalam absorpsi obat yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
1) kecepatan absorpsi obat
2) jumlah obat yang diabsorpsi Obat diberikan per oral pada waktu nol; pada saat ini kadar
Ke dua faktor ini sangat kritis dalam memperoleh efek obat dalam darah adalah nol. Setelah obat melalui lambung
terapeutik yang diinginkan dengan toksisitas yang minimal. dan/atau usus, akan berdisintegrasi dan segera melarut dan
Atas dasar kedua faktor ini dapat diperkirakan bagaimana absorpsi pun berlangsung. Peningkatan kadar obat dalam darah
seharusnya definisi tentang bioavailabilitas. akan terlihat pada sampel darah berikutnya sampai tercapai
Dua definisi berikut ini merupakan definisi yang relatif kadar puncak. Titik ini disebut puncak kurva kadar serum
lebih sesuai dengan kedua faktor di atas adalah : waktu. Pada titik ini kecepatan absorpsi sebanding dengan
Definisi 1 : Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan kecepatan eliminasi. Di sebelah kiri titik puncak kurva merupa-
ukuran kecepatan absorpsi obat dan jumlah
50 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
sama dengan produk obat pertama. Aplikasi konsep bio-
availabilitas yang semacam ini disebut bioekivalensi.
Kriteria Bioekivalensi
Bioekivalensi berdasarkan data kadar obat dalam darah. Ada
tiga parameter penting dalam mengevaluasi bioekivalensi antara
dua formulasi dari obat yang sama, yaitu :
1) Kadar maksimal/kadar puncak, Cmaks
(mcg/ml) Pada Gambar 1, Cmaks = 4,0 mcg/ml.
Kadar maksimal dari kurva kadar darah waktu merupakan
kadar dalam darah tertinggi yang dicapai setelah pemberian
obat per oral.
2) Waktu mencapai kadar maksimal, tmaks (jam)
Pada Gambar 1, tmaks = 2,0 jam.
Waktu mencapai kadar maksimal merupakan waktu yang di-
perlukan untuk mencapai kadar maksimal setelah pemberian
obat. Parameter berkaitan erat dengan kecepatan
absorpsi obat dan dapat digunakan sebagai ukuran yang se-
derhana untuk mengukur kecepatan absorpsi.
3) Luas area di bawah kurva, AUC (mcg/ml x jam)
0-12
Pada Gambar 1, AUC = 21,5 mcg/ml x jam.
Luas area di bawah kurva merupakan parameter yang terpen-
ting dan merupakan ukuran banyaknya obat yang diabsorpsi
setelah pemberian dosis tunggal suatu obat per oral.
Bioekivalensi berdasarkan data ekskresi obat dalam urin.
Bila yang diukur adalah ekskresi obat dalam urin kumulatif,
parameter-parameter yang penting adalah :
1) Jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin
2) Kecepatan ekskresi obat dalam urin
Jika kecepatan dan jumlah obat yang diekskresikan melalui
urin setelah pemberian 2 macam produk obat yang mengan-
dung obat aktif yang sama itu identik, dapat disimpulkan bah-
wa ke dua produk obat tersebut adalah bioekivalen. Ini dida-
sarkan pada konsep bahwa obat yang diekskresikan ke dalam
urin berasal dari darah.
Jika kedua profil kadar obat dalam darah dan pengukuran
ekskresi obat dalam urin diperoleh dari satu subyek yang sama,

t
maks
kan fase absorpsi, di mana kecepatan absorpsi lebih besar
daripada kecepatan-eliminasi. Di sebelah kanan titik puncak
kurva disebut fase eliminasi, di man kecepatan absorpsi lebih
kecil daripada kecepatan eliminasi.
Hubungan antara bioavailabilitas dan efektivitas klinik
obat didasarkan pada asumsi bahwa intensitas dan durasi
respon farmakologik obat berkaitan erat dengan kadar dan
durasi obat aktif dalam darah atau sirkulasi sistemik. Profil
kadar obat dalam darah memungkinkan perhitungan kece-
patan dan jumlah obat yang diabsorpsi dari suatu produk obat,
dengan demikian data ini sangat membantu dalam
mengevalua-si besarnya pengaruh formulasi pada perilaku
obat dalam tu-buh.
Bila suatu industri obat telah memiliki data efektifitas obat
melalui uji klinik dari suatu formulasi obat, maka industri
obat lainnya yang ingin memasarkan obat yang sejenis haruslah
melakukan suatu penetapan bioavailabilitas yang dapat menun-
jukkan bahwa formulasinya memberikan kadar puncak yang
sama, kecepatan absorpsi yang sama, dan jumlah obat yang
diabsorpsi yang sama dengan formulasi dari industri obat yang
pertama. Jika ke tiga kriteria di atas dipenuhi, adalah beralasan
untuk mengharapkan bahwa formulasi yang dikembangkan
industri obat ke dua akan memberikan efek terapeutik yang
2) memilih bentuk sediaan yang mempunyai bioavailabilitas
maka ke dua data tersebut merupakan komplemen satu sama terbaik dari beberapa alternatif bentuk sediaan yang akan di-
lain. kembangkan.
3) mengontrol variabilitas yang mungkin terjadi antar batch
JENIS PENELITIAN BIOAVAILABILITAS OBAT dari bentuk sediaan yang sama dari batch yang berlainan.
Penelitian bioavailabilitas obat dapat merupakan : 4) membandingkan secara komparatif produk pabrik mana
yang mempunyai bioavailabilitas terbaik.
1) Penelitian bioavailabilitas absolut, yaitu membandingkan
bioavailabilitas suatu bentuk sediaan obat per oral dengan PELAKSANAAN PENELITIAN BIOAVAILABILITAS
pemberian secara intravena. OBAT :
Penelitian bioavailabilitas obat memerukan fasilitas labora-
torium analisis/bioanalitik yang canggih dengan tenaga ahli
2) Penelitian bioavailabilitas relatif, yaitu membandingkan yang profesional dan harus memenuhi persyaratan tertentu.
secara relatif bioavailabilitas suatu bentuk sediaan obat per Untuk beberapa macam obat, persyaratan pelaksanaannya
oral dengan bentuk sediaan obat sejenis lainnya. telah dikeluarkan oleh American Pharmaceutical Association
dalam bukunya 'The Bioavailability of Drug Products.'
Protokol penelitian bioavailabilitas obat hendaknya me-
muat tujuan percobaan, latar belakang obat yang hendak di-
Sebagai produk standar dapat digunakan : teliti, bahan obat, pemilihan sukarelawan, disain penelitian,
1) produk larutan oral penanganan sampel, metoda analisis kadar obat dalam darah,
2) produk inovator/originator, yaitu produk yang dibuat oleh dan hal-hal lain.
pabrik penemunya, yang dianggap mempunyai Secara garis besar pelaksanaan suatu penelitian
bioavailabilitas terbaik yang sudah teruji secara klinik dengan bioavailabi-litas obat dilakukan sebagai berikut :
hasil terapi yang baik (biasanya ditentukan oleh lembaga 1) Pemilihan sukarelawan yang mencakup pemeriksaan kese-
resmi, misalnya FDA). hatan, penandatanganan informed consent.
Penelitian bioavailabilitas relatif dapat diterapkan untuk : 2) Periode puasa dari minum obat apapun (1 minggu)
1) memilih satu dari alternatif dua atau lebih bentuk sediaan 3) Puasa 1 malam sebelum pemberian obat
yang sama dengan formulasi yang berbeda yang akan dipro- 4) Pemberian obat
duksi oleh suatu pabrik, sehingga diketahui pengaruh kompo- 5) Pengambilan sampel material hayati (darah dan/atau urin)
nen formulasi terhadap bioavailabilitas. pada interval waktu tertentu.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 51
5) Penyimpanan dan preparasi sampel 1) Obat-obat yang batas keamanannya sempit
6) Analisis kadar obat dalam material hayati 2) Obat-obat yang absorpsinya berfluktuasi
Langkah 2) s/d 6) dapat berulang sesudah periode wash-out 3) Obat-obat yang variasi individunya besar dalam kadar
sesuai dengan protokol. plasma pada dosis biasa
7) Tabulasi data, perhitungan parameter-parameter farma- 4) Diperlukan untuk mempertahankan MEC/MIC obat dalam
kokinetika, analisis statistik. cairan hayati selama terapi
8) Penyusunan laporan. 5) Obat-obat baru
OBAT-OBAT YANG PERLU DITELITI BIOAVAILABILI- KEPUSTAKAAN
TASNYA :
1. Birkett DJ et al. Drug Absorption and Bioavailability, Medical
Perlukah penelitian bioavailabilitas dilakukan untuk setiap Progress, August 1979, vol. 6 No. 8, pp. 51-61.
obat? Memang masih belum ada suatu ketentuan yang berlaku 2. Dittert LW et al. The Bioavailability of Drug Products, Cumulative
umum untuk bioavailabilitas produk obat. Walaupun demiki- Edition, 1978, American Pharmaceutical Association, pp. 9-20.
an, penelitian bioavailabilitas perlu dilakukan dalam hal ber- 3. Weser JK. Bioavailability of Drugs, New England J. Med., Vol. 291
No. 5, pp. 233-237.
ikut :
52 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Bagaimana Pengaruh Tubuh
Terhadap Obat
Dr. Mathilda B. Widianto
Unit Bidang Farmakologi Jurusan Farmasi
Institut Teknologi Bandung, Bandung
Untuk dapat menjawab pertanyaan yang kelihatannya se- aktivitas enzim yang berbeda. Tentu saja hal ini dapat menye-
derhana ini, ada sejumlah parameter yang harus diperhatikan. babkan adanya efek obat yang jauh menyimpang dari yang
Pada prinsipnya setiap orang harus menyadari bahwa tidak ada diharapkan. Setelah pemberian beberapa obat seperti sulfa-
"tubuh standar", tiap organisme akan memberikan pengaruh yang sulfa, nitrofurantoin, primaquin, maka pada sekitar 10% orang
tidak sama terhadap suatu obat. Di samping perbedaan genetik, negro dan sebagian penduduk sekitar Laut Tengah (Iran,
juga harus disadari bahwa individu yang sakit tidak sama Junani, Sardinia) timbul anemia hemolitik yang parah. Ter-
reaksinya terhadap obat dibandingkan individu yang sehat dan nyata ini disebabkan kurangnya enzim glukose-6-fosfat de-
normal. Belum lagi pengaruh lain,misalnya interaksi dengan obat hidrogenase yang berperan pada biotransformasi senyawa-
lain, makanan, lingkungan hidup sehari-hari yang senyawa tersebut. Gangguan pada enzim glukuronil transferase
kesemuanya ini dapat mempengaruhi absorpsi, distribusi, misalnya menyebabkan hiperbilirubinemia di samping tentu-
biotransformasi maupun ekskresi obat. Jika kita perhatikan nya juga akan menghambat ekskresi senyawa seperti paraseta-
hal-hal tersebut, kebiasaan memberikan obat sehari 3 kali mol yang juga membutuhkan enzim ini. Polimorfisme genetik
akan berkurang, apalagi kalau kronofarmakologi ikut diper- ini juga terjadi untuk senyawa lain misalnya INH (asetilasi),
timbangkan. suksametonium (hidrolisis) dan lain-lain.
FARMAKOGENETIKA: apa itu ? FARMAKOKINETIKA : seringkali terjadi tidak sesuai
Kalimat yang sangat trivial : "tiap individu berbeda" ber- dengan dugaan
laku pada penggunaan obat-obatan. Dosis yang sama dari Besaran farmakokinetika yang tertera pada pustaka dan
suatu obat dapat memberikan efek utama maupun efek sam- brosur obat adalah keadaan kinetika obat pada individu
pingan yang berbeda pada individu yang berbeda. Dengan normal. Di sinilah letak problem utamanya : obat justru di-
demikian, pengaturan dosis sesuai kebutuhan perorangan gunakan pada orang sakit, hingga misalnya konstanta eliminasi
merupakan dasar yang baik pada setiap terapi. yang dinyatakan untuk obat bersangkutan akan dapat sangat
Pada umumnya faktor seperti pengaruh usia, kelamin, berbeda. Terutama pada penderita penyakit ginjal, hati dan
makanan dan sebagainya sudah banyak dipertimbangkan, gangguan kardiovaskular, perubahan besaran ini sudah harus
sedangkan faktor genetik sebagai determinan kerja obat ku- diduga pasti terjadi. Dalam hal ini tentu sudah seharusnyalah
rang mendapat perhatian. baik dosis maupun interval pemberiannya diubah untuk men-
Adanya perbedaan kerja obat di sini disebabkan karena : dapatkan efek terapi yang diinginkan, atau menghindari efek
Adanya perbedaan individual bail( jumlah reseptor maupun sampmg yang mungkin terjadi. Khusus untuk obat-obat yang
affinitas obat untuk dapat terikat pada reseptor tersebut. mempunyal indeks terapi kecil, sudah banyak dilakukan
Adanya perbedaan pola absorpsi, distribusi, penelitian farmakokinetika pada keadaan insufisiensi organ
biotransformasi maupun ekskresi obat, hingga dosis yang eliminasinya.
sama dapat me-nyebabkan berbedanya kadar obat dalam Untuk mendapatkan gambaran kinetik obat bersangkutan,
plasma pasien bersangkutan. dapat dilakukan dengan melihat kurva waktu vs kadar obat
Perbedaan genetik ini biasanya disebabkan polimorfismus dalam plasma. Untuk beberapa senyawa sudah ada petunjuk
enzim-enzim tertentu, di man terbentuk isoenzim dengan pengaturan dosis pada keadaan patofisiologis tertentu. Jelas-
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 53
lah, hanya dokter yang mengetahui sifat kinetika obat pada paling banyak diteliti pada penderita penyakit hati dan tiroid.
keadaan khusus inilah yang dapat melakukan terapi dengan Perubahan yang dapat terjadi pada berbagai jenis penyakit
tepat. Hal lain yaitu terjadinya induksi enzim hingga obat yang hati antara lain perubahan aktivitas enzim, ketersediaan
digunakan akan diuraikanlebih cepat. Dari sekian banyak- kofaktor, aliran darah ke hati, susunan hepar sendiri dan lain-
nya sistem enzim dalam tubuh kita, yang paling berperan pada lain yang masing-masing dapat mempengaruhi disposisi obat.
metabolisme senyawa asing adalah sitokrom P450 yang ter- Sangatlah sulit untuk meramalkan sampai seberapa jauh
sebar di paru-paru, ginjal, dinding usus halus, kulit, hati, metabolisme suatu senyawa dipengaruhi oleh keadaan penya-
Jumlah enzim ini akan dapat meningkat pada pemakaian kit pasien tertentu, karena dari data biokimia tidak dapat
suatu senyawa untuk waktu yang cukup lama. Karena peng- dicari korelasi yang tepat. Karena itu, terapi obat secara
uraian obat dipercepat tentu saja kerja obat menjadi lebih individual harus didasarkan pada respons klinis atau kon-
singkat dan lebih lemah. Sulitnya lagi karena enzim bekerja sentrasi obat dalam plasma pasien bersangkutan.
pada banyak jenis obat, tentu pengaruhnya juga akan dialami Pada penyakit tiroid, hasil penelitian menunjukkan bahwa
obat-obat ini, bahkan oleh substrat tubuh sendiri. hipertiroidea akan menstimulasi metabolisme obat dan ke-
Barbiturat, terutama feniletilbarbiturat merupakan induk-tor adaan sebaliknya terjadi pada penderita hipotiroidea.
enzim yang kuat. Pemakaian senyawa ini untuk waktu yang lama
KONTAK DENGAN SENYAWA KIMIA TERTENTU
akan jelas mempengaruhi terapi dengan obat lain, karena waktu
paruh senyawa tersebut akan berkurang. Sebagai contoh, terapi Kontak kronis dengan senyawa kimia tertentu seperti DDT,
dengan difenilhidantoin. Di sini diamati bahwa kadar hidrokarbon polisiklik dan lain-lain dapat mengubah aktivitas
difenilhidantoin akan turun dengan drastis dalam waktu satu enzim pemetabolisir obat. Walaupun penelitian untuk ini
minggu pemberian feniletilbarbiturat. Dengan belum banyak, dapat dikatakan bahwa kemungkinan besar
demikian, untuk mendapatkan kadar obat dalam plasma yang senyawa yang larut lemak akan menyebabkan terjadinya
cukup untuk mencegah serangan epilepsi, mau tidak mau induksi sedangkan logam-logam berat seperti Pb akan ber-
dosis difenilhidantoin harus ditinggikan. Akan tetapi harus tindak sebagai inhibitor enzim. Tentu saja faktor penentu
pula diingat, untuk menurunkan dosis jika pemakaian obat lainnya seperti waktu kontak, dosis harian dan sebagainya
lain yang bertindak sebagai induktor enzim tersebut dihenti- akan sangat berpengaruh.
kan. Contoh lain yaitu percepatan eliminasi kontraseptiva Konsekuensi dari pembicaraan di atas tentulah perlunya
oral setelah pemakaian barbiturat. pengaturan dosis obat pada terapi, terutama pada obat -obatan
Beberapa obat lain justru melakukan inhibisi sistem enzim yang jarak dosis terapeutik dan dosis letalisnya cukup dekat.
(nortriptilin, simetidin, alopurinol, kloramfenikol, steroida Untuk pengembangan obat baru perlu diperhatikan faktor-
kontraseptif), sehingga obat-obat yang dimetabolisir oleh faktor tersebut di atas, apakah biotransformasi obat dalam
sistem enzim yang sama akan diuraikan lebih lambat, dan tubuh dipengaruhi oleh faktor genetika, makanan tertentu atau
dengan demikian kadar obat dalam plasma akan lebih tinggi. faktor lain. Jawaban tentu sudah harus didapat sebelum
melangkah ke percobaan klinik double blind, pada saat mana
MAKANAN/MINUMAN pasien biasanya mendapat dosis obat dan bentuk sediaan yang
Pola makanan seseorang serta komposisi dietnya mem- sama. Ini tentu merupakan penentu reputasi obat tersebut
pengaruhi metabolisme banyak senyawa. Orang-orang vege- hingga pengaturan dosis sudah dapat diatur pada tahap awal
tarier akan memetabolisir obat tertentu dengan kecepatan obat disebarluaskan..
yang jauh lebih lambat daripada "pemakan segala". Dengan mempertimbangkan faktor -faktor tadi, di samping
Makanan dengan jumlah karbohidrat tinggi akan memper- faktor lain seperti first pass effect yang belum dibahas di sini,
lambat kecepatan metabolisme obat-obat seperti antipirin dan maka untuk mendapatkan terapi yang rasional dan sesuai
teofilin, sedangkan protein sebaliknya. Beberapa penelitian dengan tujuan pengobatan, dosis obat dan interval pemberian
lain menunjukkan, intake kronik minuman yang mengandung harus disesuaikan hingga indikasi "sehari 3 kali" harus diubah
teobromin, misalnya kopi, teh, kakao akan dapat menghambat sesuai kebutuhan.
metabolisme beberapa obat. Pengaruh alkohol pada metabolis-
me obat tidak selalu sama. Alkohol yang diminum dalam jum-
lah banyak akan menginduksi enzim, hingga lamanya obat da- KEPUSTAKAAN
lam organisme akan lebih singkat. Akan tetapi pada peminum 1. La Du BN, Mandel HG, Way EL. Fundamentals of Drug Metabolism
kronis dan berat, justru sebaliknya karena hatinya sudah ter- and Drug Disposition, New York: Krieger Publ Co., 1979.
kena sirosis. 2. Dtsch Ap Z, 1984; 124: 233-235.
Pengaruh merokok pada metabolisme obat juga sudah 3. .
Clin Pharmacol Ther, 1976; 20: 643 653.
banyak diteliti. Perokok berat pada umumnya mempunyai 4. Eur J Clin Pharmacol, 1984; 27: 595-602.
sistem sitokrom P448 yang terinduksi, hingga obat-obat se- 5. Mutschler E. Arzneimittelwirkungen, 4 Auflage, Stuttgart: Wissen-
schaftliche Verlagsgesellschaft mbH, 1981.
perti teofilin, genasetin akan diurai lebih cepat. Pada orang-
orang ini, klirens ("Clearance") teofilin dua kali lebih tinggi
daripada tidak perokok, hingga pada pengobatan asma tentu
perlu pengaturan dosis.
KEADAAN PENYAKIT
Faktor patologis yang mempengaruhi metabolisme obat,
54 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Konsultasi Farmakologik
di Samping Penderita
dr. Budiono Santoso
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Yogjakarta
Universitas Gadjah Mada.
PENDAHULUAN dokter, yaitu memberikan pengalaman langsung dalam penera-
Salah satu peran farmakologi yang bisa dikembangkan da-lam pan farmakologi klinik dalam penanganan masalah-masalah
penanganan penderita adalah mekanisme konsultasi lang-sung penyakit pada masing-masing tipe penderita. Jelas bahwa hal ini
mengenai kasus-kasus, di mana dijumpai adanya permasa-lahan hanya berlaku di pusat-pusat pendidikan kedokteran atau di
obat dan pengobatan. Judul makalah "konsultasi farma-kologi di rumah-rumah sakit pendidikan. Jika hal ini disimak lebih lanjut,
samping penderita" mungkin tidak begitu jelas dan terlalu agresif, sebenarnya merupakan perwujudkan dari konsep pe-
tetapi yang dimaksudkan di sini yaitu adanya mekanisme ngajaran farmakologi yang tidak sekedar bersifat didaktik
konsultasi antara klinikus sebagai penanggung ja-wab penanganan melalui kuliah-kuliah konvensional, tetapi dengan memberikan
penderita dengan salah satu sistem pendu-kungnya (back up pengalaman nyata bagi calon-calon dokter dalam penanganan
system) untuk meningkatkan secara maksi- penderita. Secara kritilc seorang calon dokter mendapatkan
mal kemanfaatan terapi, dan mengurangi sekecil mungkin ri - pengalaman dalam berbagai hal, menyangkut :
siko efek samping pengobatan. Halkin (19841 ) dalam kuliah 1). Pemilihan obat berdasarkan diagnosis yang ditegakkan. Di
tamu pada "The Second World Conference of Clinical Phar- sini analisis manfaat-risiko (benefit-risk) dan manfaat-ong-kos
macology & Therapeutics" mengajukannya dengan istilah (benefit-cost) mau tidak mau juga pasti harus terpikirkan.
"Beside clinical pharmacology and concultation". 2). Penentuan dosis, dan individualisasi dosis pada keadaan-
Dalam tulisan ini akan dibicarakan secara ringkas menge- keadaan tertentu yang berhubungan dengan kondisi pasien.
nai tujuan, manfaat, lingkup kegiatan dan pelaksanaannya. Misalnya, penyesuaian dosis obat pada keadaan gangguan faal
Khusus dengan melihat permasalahan farmakoterapi di Indone- ginjal.
sia, nampaknya kegiatan semacam ini perlu dikembangkan.
3). Penilaian respons penderita terhadap terapi. Apakah ke-
TUJUAN & MANFAAT adaan penderita membaik dengan terapi yang diberikan ?
Essensi utama dari penerapan farmakologi klinik dalam pe- Apa yang dinilai? Kapan harus dipertimbangkan ganti alterna-
nanganan penderita sehari-hari adalah memastikan kualitas tif terapi (switch of therapy) bila tidak ada respons ? Menga-pa
farmakoterapi. Telah disadari bahwa setiap pemberian obat tidak ada respons? Apakah tidak adanya respons terhadap
pada penderita selalu disertai dengan kemungkinan timbulnya pengobatan disebabkan karena faktor-faktor dalam tingkat ki-
risllco, walau paling ringan sekali pun. Kualitas farmakoterapi netik, yang mungkin masih bisa dikoreksi dengan peningkatan
yang di tuju dalam penerapan farmakologi klinik untuk pe- dosis, misalnya jika dikarenakan kadar yang tercapai tidak
nanganan penderita adalah tercapainya "keseimbangan" antara mencapai kadar terapeutik minimal. Ataukah dalam tingkat
manfaat dan risiko tersebut. Dengan kata lain, bagaima- dinamik, misalnya karena adanya resistensi pada keadaan
na manfaat farmakoterapi bisa dicapai secara maksimal demi infek si?
perawatan atau penyembuhan penderita dengan risko sekecil 4). Mencari kemungkinan timbulnya efek yang tidak dike-
mungkin. Sehingga manfaat dari mekanisme konsultasi lang- hendaki (adverse reaction) dari terapi, baik berupa efek sam-
sung adalah dalam upaya peningkatan kualitas penanganan ping ataupun efek toksik, dalam berbagai tingkat.
pe-nyakit penderita, bila ditinjau dari segi pelayanan.
Manfaat lain dari segi proses pendidlkan bagi calon-calon Fenomena-fenomena dalam farmakologi dan terapeutika
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 55
yang secara konvensional didapatkan dari kuliah-kuliah di ke- LINGKUP KEGIATAN & PERAN FARMAKOLOGIK
las mungkin bisa didapatkan dalam kenyataan klinik yang di- Walaupun mungkin farmakologi klinik merupakan ilmu
hadapi, misalnya tentang antar aksi obat pada pengobatan- 3
yang bersifat "eksperimental , jika dilihat dari definisi "the
pengobatan kombinasi. Satu hal yang perlu disadari dan di- 4
scientific study of drugs in man" , namun langsung atau ti-
tandaskan pada calon-calon dokter, setiap pemberian obat, dak bidang ini berkaitan erat dengan pelayanan perawatan
apapun jenisnya, harus dipertimbangkan dan dipikirkan ke- penderita.
mungkinan (prediction) timbulnya berbagai pengaruh, baik Seperti telah dikatakan di awal tulisan ini, sesuai penera-pan
pengaruh klinik atau pengaruh buruk. farmakologi klinik dalam penanganan penderita adalah
Apa yang dikemukakan di atas mungkin merupakan be-ban mendorong tercapainya keseimbangan dalam manfaat terapi yang
dari klinikus, tetapi bukankah hal-hal yang disebutkan tadi bisa dicapai, dan risiko pengobatan yang mungkin timbul pada
sebenarnya juga merupakan konsekuensi logis dari terapeuti- kasus-kasus individual. Untuk memenuhi tugas terapeu-tik ini
ka? Suatu hal yang biasa dan logis, hanya mungkin sering ter- diperlukan kemampuan dan pengetahuan dalam :
kesampingkan.
Mekanisme konsultasi langsung juga bermanfaat dalam men- a). Penanganan (manajemen) dalam berbagai bidang klinik
dukung ke arah terapi rational (rational drug therapy). Hal-hal secara luas (misalnya ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan
yang berkaitan dengan ketidaktepatan dan ketidaksesuaian tempi anak)
pada suatu keadaan klinik, tidak perlu terjadi atau bisa ditekan se b). Penerapan prinsip-prinsip pemilihan obat, farmakoki-
minimal mungkin dengan mekanisme konsultasi. netika dan farmakodinamika klinik
Kerangka dalam rasionalisasi terapi mulai dari keputusan c). Rancangan (disain), pelaksanaan dan analisis data pene-lit
dan pertimbangan-pertirnbangan yang perlu diperhatikan, se- ian klinik.
l
cara sistematik meliputi
Keputusan Dengan kemampuan dan pengetahuan seperti yang disebutkan
di atas, konsultasi farmakologi dapat mempengaruhi/mening-
1. Diagnosis
katkan penanganan kasus-kasus individual (individual patient
a. Tepat (akurat) atau
b. Paling tidak diagnosis yang paling mungkin (probable) care), melalui antara lain1 :
1. Detoksi kuantitatif adanya ketidak-tepatan terapi atau ke-
2. Pengertian penyakit
tidak-sesuaian terapi, pada keadaan-keadaan di mana
a. Patofisiologi pengama-tan-pengamatan klink tidak jelas. Untuk ini di
b. Riwayat alamiah perlukan pe-ngukuran kadar obat dalam cairan biologik.
3. Mengobati atau tidak 2. Memeriksa mekanisme ketidak-sesuaian respons terhadap
a. Obat mungkin tidak diperlukan : pengobatan, untuk memastikan apakah perlu mengganti pi-
Sama sekali tidak perlu obat lihan obat (dinamika atau mengganti aturan dosis (kinoti-ka).
Terapi lain lebih bermanfaat
b. Jika diperlukan obat : 3. Penilaian kembali (reappraisal) strategi terapeutik yang
Keuntungan (manfaat) yang diharapkan ?
Kemungkinan efek buruk ? telah efinisi "the scientific study of drugs in man"
Kerugianbila obat tidak diberikan? 4. Merancang dan menganalisis data penelitian-penelitan kli-
4. Obat dan aturan dosis nik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul da-
a. Pemilihan obat, dosis, sediaan, dan cara pemberian lam prektek klinik sehari-hari.
b. Pemilihan dosis dan aturan dosis yang tepat pada 5. Monitoring pemilihan obat, kebiasaan resep (prescribing
pende-rita dengan melihat kondisi si penderita. habit) dan penggunaan informasi obat.
c. Lama pengobatan berdasarkan perjalanan alamiah Konsultasi farmakologik tidak perlu untuk setiap kasus.
penya-kit. Mungkin prioritas utama adalah kasus-kasus serius, atau me-
Pertimbangan-pertimbangan ngancam kehidupan (life threatening) yang perlu penanganan
secara intensif. Pertanggungan jawab penanganan penderita tetap
1. Kecocokkan (kompatibilitas) antara obat dan pasien (ke-
berada di tangan klinikus. Konsultasi farmakologik hanya sebagai
mungkinan terjadinya efek buruk) salah satu sistem pendukung (back up system), sehingga klinikus
2. Kompatibilitas antar obat (intereksi) harus benar-benar mempertimbangkan semua kemungkinan dari
3. Pertimbangan masak-masak keputusan 4.a di atas. saran-saran yang diterima dalam konsultasi.
Tindakan Kapan, di man dan bagaimana mekanisme konsultasi di
organisir dan dikerjakan akan sangat tergantung pada keada-
1. Menulis resep/instruksi pengobatan an masing-masing tempat dan juga kegiatan-kegiatan akademik
2. Instruksi-instruksi khususjika perlu : lain yang dijalankan. Tetapi yang mungkin paling bermanfaat
a. Efek samping yang mungkin timbul untuk dikembangkan adalah unit-unit ilmu penyakit dalam, ilmu
b. Cara pemberian obat kesehatan anak, kemudian ilmu bedah, kebidanan dan ne-urologi.
3. Evaluasi (follow-up) Hal ini membatasi kemungkinan unit-unit lain.
a. Dari gejala yang ada. Titrasi-dosis Karena kegiatan mekanisme konsultasi sebenarnya me-
b. Ketaatanminum obat perlu dikontrol. nyangkut hubungan antar orang, diperlukan kesiapan-kesiapan
56 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
dari pihak yang terlihat. Seperti dikatakan di depan, dari atau tidak akan mendorong upaya peningkatan kualitas pera-watan
farmakologi diperlukan kesiapan-kesiapan dalam alternatif- penderita. Mekanisme konsultasi langsung akan berman-faat
alternatif pemilihan obat, individualisasi dosis monitoring man- untuk setiap kali menilai strategi terapi yang sudah di-
faat klinik, efek buruk, penilaian strategi terapeutk, dan lain- terima tersebut, berdasarkan pengalaman dari pasien ke
lain. Selain kesiapan-kesiapan dalam bidang terapeutika, pe- pa-sien.
ningkatan sarana laboratorium farmakologi klinik untuk anali-
KESIMPULAN
sis kadar obat-obat tertentu dalam cairan biologik perlu diper-
hatkan. Sebagai penutup, bisa disimpulkan bahwa mekanisme kon-
sultasi famakologik langsung akan sedikit banyak membantu
PEMBAKUAN STRATEGI TERAPI dalam peningkatan kualitas terapi, dan di samping itu meru-
Di pusat-pusat pelayanan atau pusat-pusat pendidiikan dok- pakan media yang sangat bermanfaat untuk pengajaran farina-
tor, biasanya berdasarkan masalah-masalah penyakit yang di- kologi klinik melalui pengalaman.
hadapi, telah dibuat suatu strategi terapi standar untuk Lingkup konsultasi diharapkan beranjak dari pemilihan
masing-masing jenis penyakit. Strategi terapeutik dibuat obat, penentuan dan penyesuaian dosis, monitoring terapi,
berdasarkan tulisan-tulisan atau laporan-laporan penelitian identifikasi efek samping dan evaluasi strategi terapi. Kerjasa-
yang dimuat dalam berkla-berkala kedokteran, atau ma dari klinikus dan pihak farmakologi akan sangat menentu-
berdasarkan tambahan pengalaman setempat yang telah di kan bermanfaat atau tidaknya mekanisme ini.
telaah secara tuntas. Evalu-
asi pengalaman setempat akan banyak bermanfaat dalam me
ngembangkan standar terapeutik di masing-masing rumah-
sakit. Misalnya, dalam menghadapi satu kasus meningitis pada KEPUSTAKAAN
anak, sebelum hasil pemerlksaan mikrobiologk untuk me- 1. Halkin H. Principles of Clinical Pharmacology. IV. Bedside Clinical
mastkan kuman penyebabnya dan pola sensitifitas kuman ter- Pharmacology & Consultation. In : Lemberger, L. & Reidenberg, M.M.
hadap antibiotika di terima, di mana ini akan makan waktu be- (eds). Procoodings of the Second World Conference of Clinical Pharma-
cology & Therapeutics. Published by the American Society for Phar-
berapa hari, dokter harus secepat mungkin memberikan tera- macology and Experimental Therapeutics, Bethesda, Maryland 1984
pi. Bagaknana dokter harus memilih antibiotika yang tepat? pp: 31-36.
Pemilihan alternatif sebelum ada kepastian hasil laboratorium, 2. Sjoqvist F. Borga 0 & Orme ME.
dibuat berdasarkan pustaka dan perkiraan-perkiraan ilmiah Fundamentals of Clinical Pharmacology. In : Avery. G.S (ed) Drug Tre-
(scfentfic guess) berdasarkan data epedemiologik maupun atment - Principle and Practice of Clinical Pharmacology & Therapeu-
pola sensitifitas se tempat yang dikumpulkan dari data sebe- nd
tics. 2 ed. Sydney : Adis Press, pp : 1 - 61
lumnya di Rumah-Sakit yang bersangkutan. Ketidak-cocokan 3. Gross F. Clinical Pharmacology is an exporimental science. M.M.
dengan hasil laboratorium, bisa dlkoreksi kemudian dengan (eds).. Principles of Clinical Pharmacology & Therapeutics. Published
melihat evaluasi terapeutik dari penderita yang bersangkutan. by the American Society for Pharmacology and Expreimental Therape-
utics. Bethesda, Maryland. 1984 pp : 316 - 330.
Strategi-strategi terapeutik untuk tiap-tiap keadaan klinik
4. World Health Organization. Clinical Pharmacology : Scope, Orga-
yang dominan perlu dikembangkan, dan dinilai kembali dari
nization, Training. WHO Technical Report Series, No. 446, 1970.
waktu ke waktu. Pertimbangan-pertimbangan farmakologi kli-
ntk bisa dtberkan dalam pengembangan strategi terapeutik
seperti ini dan dalam penelaahannya kembali. Hal ini langsung
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 57
Sekilas Tentang
Sub Bidang Farmakokinetika Bagian
Penelitian dan Pengembangan PT
Kalbe Farma
LATAR BELAKANG PENDIRIANNYA
Dengan dicapainya kemajuan-kemajuan yang pesat dalam
bidang farmakologi klinik, biofarmasi dan farmakokinetika,
sekarang bisa diketahui bahwa :
a). terdapat hubungan yang erat antara jumlah/konsentrasi
obat dalam tubuh (pada "site of action") dengan intensitas
efek yang ditimbulkannya.
b). persyaratan beberapa sifat fisik dan kandungan zat aktif
sediaan tidak cukup untuk bisa menjamin tercapainya efekti-
fitas obat yang diharapkan. Dengan kata lain, dua sediaan
(dengan komposisi zat aktif dan bentuk sediaan yang sama)
yang ekivalen dalam hal persyaratan tersebut belum tentu
dapat menghasilkan ketersediaan zat aktif dalam tubuh (bio-
availabilitas) yang ekivalen.
Sesuai dengan motto PT. Kalbe Farma : "Mengabdikan ilmu
untuk kesehatan dan kesejahteraan", maka adanya perkem- Gambar 1. Staf peneliti pada sub bidang Biofarmasi & Farmako-
bangan ilmu-ilmu tadi telah dengan sendirinya menyebabkan kinetika bergambar bersama Kepala Bidang Farmakologi dan Manager
Puslitbang. Berdiri dari kiri ke kanan : Dr. A. Hadyana P. (Manager
perubahan pandangan dalam menilai kualitas sediaan yang Puslitbang), dr. Bambang Suharto (Ka. Bid. Farmakologi), Dr. Yeyet Cahyati
dihasilkan. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh obat-obat S., Apt. (Konsultan, Staf. Pengajar pada Jurusan Farmasi FMIPA ITB), Drs.
yang diproduksi tidak lagi cukup hanya dengan memenuhi Victor S. Ringoringo (Ka. Sub. Bid. perioda 1982 1984); duduk dari kiri
persyaratan- persyaratan resmi yang ada saja (kandungan zat - ke kanan : Yuniwati A. Chandra, Erni Suwaro, dan Tuti Resmiati (analis), Dra.
Umi BS Apt. (Ka. Sub. Bid. Bio-farmasi & Farmakokinetika sejak 1984 s/d
aktif, sifat fisik sediaan, dll.) tetapi harus benar-benar memiliki sekarang).
potensi terapeutik yang tinggi : bioavailabilitas yang baik.
Dengan demikian, pada awal tahun 1982 pada saat Sub
FUNGSI-FUNGSI YANG SUDAH DIJALANKAN
Bidang Farmakologi dinaikkan posisinya menjadi Bidang
Farmakologi, lahirlah beberapa Sub Bidang yang berada di ba- Sesuai dengan kedudukan PT. KALBE FARMA sebagai se-
wah Bidang Farmakologi, salah satu diantaranya adalah Sub buah industri farmasi yang memproduksi sediaan obat jadi,
Bidang Farmakokinetika yang tugas utamanya melaksanakan fungsi-fungsi yang sudah dilaksanakan oleh Sub Bidang ini
uji bioavailabilitas. meliputi :
Pada tahap selanjutnya, fungsi-fungsi yang dijalankan Sub 1). Pemilihan bahan baku zat aktif (sumbernya) yang paling baik
Bidang ini ternyata mengalami perkembangan, di antaranya dengan melihat kecepatan disolusinya. Sebagaimana kita
adalah : pemeriksaan kecepatan disolusi zat aktif dari sediaan tahu, suatu senyawa aktif yang dihasilkan/diproduksi oleh
(dissolution rate), sehingga kalau melihat fungsinya yang ada industri -industri yang berbeda belum tentu berkualitas sama,
sekarang ini, Sub Bidang ini mungkin akan lebih tepat kalau sedangkan kualitas bahan baku yang dipergunakan akan dapat
disebut Sub Bidang Biofarmasi & Farmakokinetika. mempengaruhi kualitas sediaan yang dihasilkan. Kecepatan
58 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
mutunya dengan menilai bioavailabilitasnya. Penilaian bio-
availabilitas dilakukan secara komparatif dengan membanding-
kannya terhadap bioavailabilitas sediaan lain (dalam bentuk
sediaan dan komposisi zat aktif yang sama), yang diproduksi oleh
pabrik farmasi lain yang patut dijadikan sebagai patokan yang
baik. Penelitian ini dilakukan terhadap sukarelawan sehat, di
mana terhadap mereka ini terlebih dahulu dijelaskan beberapa hal
yang meliputi : tujuan penelitian, obat yang dicoba, efek samping
yang mungkin terjadi, tanggung jawab perusahaan, dan lain-lain.
Sebelum penelitian dimulai.
4). Penilaian ketepatan aturan dosis (dosage regimen). Dengan
mengetahui therapeutic window dan data farmakokinetika-nya,
aturan dosis obat dinilai kembali, apakah dosis tidak ter-lalu
besar sehingga pemakaian obat tidak efisien atau malah
mungkin akan timbul efek-efek yang tidak diharapkan, atau
mungkin terlalu kecil sehingga obat tidak akan bekerja secara
Gambar 2. "HANSON Dissolution Tester", alat uji laju disolusi type efektif.
USP dengan kapasitas 6 labu yang dilengkapi dengan peralatan sampling
dan penggantian cairan dissolusi otomatis, yang sudah di-miliki oleh Sub
Data farmakokinetika yang dipakai di sini adalah data far-
bidang Biofarmasi & Farmakokinetika Puslitbang PT. Kalbe Farma. makokinetika yang telah dihasilkan dan diamati pada orang-
orang Indonesia sendiri, yang penelitiannya dilakukan oleh
PT. Kalbe Farma. Sebugaimana kita ketahui, data farma-
kokinetika suatu obat yang dihasilkan oleh orang-orang Barat
belum tentu sama dengan yang dihasilkan oleh orang-orang
Indonesia. Oleh karena itu, aturan dosis yang sudah disusun
untuk orang-orang Barat belum tentu sama dengan yang di-
perlukan oleh orang-orang Indonesia. Dengan demikian, se-
benarnya aturan pemakaian obat di Indonsia harus didasar-kan
kepada kondisi- kondisi yang ada di Indonesia sendiri. Hal
inilah yang sedang dirintis oleh PT. Kalbe Farina dalam
rangka pemakaian obat yang lebih rasional di negara kita.
SARANA YANG TERSEDIA
Untuk melaksanakan fungsi -fungsi di atas tadi, Sub
Bidang Biofarmasi & Farmakokinetika telah melengkapi diri
dengan sarana- sarana yang diperlukan, baik ruang dan
peralatan mau-pun sumber daya manusia.
Gambar 3. Kamar dan peralatan khusus untuk pengambilan sampel cairan Ruangan
biologis dari sukarelawan. Sampai dengan saat ini, Sub Bidang Biofarmasi & Farma-
disolusi zat aktif dari sediaan dalam saluran pencernaan ma-
kanan cukup erat kaitannya dengan kecepatan absorbsi obat
tersebut dalam tubuh.
2). Evaluasi sifat/kualitas sediaan dalam tahap pengembangan.
Sub Bidang Biofarmasi. & Farmakokinetika ini ikut membantu
bidang formulasi dalam pengembangan dan perbaikan formula
sediaan, khususnya sediaan padat (tablet, kapsul, kaplet)
dengan efek sistemik yang digunakan secara oral, yaitu dengan
menentukan profil disolusi zat aktif dari masing-masing formula
yang dicoba. Data ini kemudian akan menjadi suatu
bahan pertimbangan untuk bidang formulasi dalam menentu-
kan langkah-langkah selanjutnya mengenai formula -formula
yang sudah dikembangkan tadi. Apakah harus ada perbaikan
lagi, atau langsung ke penentuan bioavailabilitas dengan me-
milih satu atau beberapa formula yang terbaik.
3). Penilaian tahap akhir mutu sediaan. Sediaan - sediaan yang
formulasinya sudah selesai dan siap untuk diproduksi dalam Gambar 4. "DESAGA Tri-dimensional Shaker ", pengocok tiga
skala besar untuk mulai dipasarkan, khususnya sediaan-sedia- dimensi yang khusus digunakan untuk ekstraksi senyawa aktif dari
an dalam bentuk padat yang digunakan secara oral, diperiksa cairan biologis.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 59
Alat disolusi (dissolution tester) type USP, model
Hanson, kapasitas 6 labu dengan alat pengambil dan peng-
ganti cairan disolusi yang otomatis.
Alat simulasi (absorption simulator) SARTORIUS.
Peralatan untuk pengolahan data. Untuk pengolahan
data Sub Bidang Farmakokinetika memiliki kalkulator yang
dapat diprogram (programmable calculator) dan mendapat
bantuan dari bagian pengolahan data elektronik (Electronical
Data Processing) untuk penggunaan komputer, khususnya
untuk keperluan penentuan parameter farmakokinetika dengan
cara regresi non-linier dan untuk simulasi perkembang-an
kadar obat dalam tubuh.
Personalia
Sejak mulai berdiri sampai dengan sekarang, Sub Bidang
ini dipnnpin oleh seorang tenaga Apoteker yang dibantu be-
berapa orang tenaga analis.
Karena fungsinya yang semakin meningkat sehingga masa-
lah-masalah yang dihadapi menjadi lebih banyak, pada saat ini
Sub Bidang Biofarmasi & Farmakokinetika mendapat
tambahan bantuan tenaga, yaitu seorang tenaga Apoteker
yang telah mendapatkan pendidikan khusus dalam bidang
farmakokinetika. Bantuan lainnya adalah bantuan pelayanan
dariSub Bidang Bio-analitik, dalam hal pengembangan
metoda analisis dan pelaksanaan analisis yang sebenarnya yang
dilaku-kan secara fisikokimia (HPLC, CC, TLC-
spektrofotodensito-metri, dan lain-lain).
HASIL-HASIL YANG SUDAH DICAPAI
Gambar 5.Satu. set alat penguapan pelarut organik yang Telah cukup banyak penelitian- penelitian yang dilakukan
dirancang sendiri, yang memakai sistem hampa udara dan aliran gas
nitrogen di samping thermostat sendiri. oleh Sub Bidang Farmakokinetika, khususnya penelitian
kokinetika telah memiliki beberapa ruangan sendiri untuk da-lam hal bioavailabilitas.
Penelitian bioavailabilitas yang sudah diselesaikan di antara-
pelaksanaan aktivitasnya, di antaranya adalah ruang labora- nya adalah penelitian bioavailabilitas untuk sediaan : ampisilin
torium untuk penyiapan sampel (sample preparation) dan
kapsul dan kaplet (Kalpicilin ), amoksisilin kapsul dan kaplet
analisis, dan "ruang sukarelawan" yang digunakan untuk pem-
(Kalmoxilin ), eritromisin stearat kapsul dan kaplet (Kalthro-
berian sampel obat dan pengambilan sampel cairan biologis.
Peralatan cun ), furosemid tablet (Salurix ), Josamisin tablet (Josa-
Sub Bidang ini sudah memiliki seju mlah peralatan yang
cukup lengkap untuk mclaksanakan tugas -tugasnya. Peralat-
an yang tersedia dapat diperinci sebagai berikut :
Peralatan sampling dan penyimpanan sampel
meliputi sejumlah meubelair untuk sukarelawan, lemari
pendingin (freezer), dan lain-lain.
Peralatan untuk pengolahan dan penyiapan sampel :
alat sentrifus, alat pengocok tiga dimensi (tridimensional
shaker), tabung ekstrasksi khusus (dapat dipakai sekaligus
untuk pengocokan, sentrifugasi, penguapan pelarut, dan untuk
rekonstitusi ekstrak), satu set alat penguapan pelarut (terdiri
dari pemanas, sistem hampa dan sistem aliran gas nitrogen),
thermostat, oven, whirlimixer, dan lain-lain.
Peralatan untuk analisis : seperangkat peralatan untuk
analisis mikrobiologik (cawan petri, inkubator, dan lain -lain),
dan peralatan analisis lain yang ditunjang oleh Sub Bidang
Standardisasi seperti : kromatograf cair penampilan tinggi Gambar 6. Kromatograf cair penampilan tinggi (HPLC) Merek
(HPLC), kromatograf gas (GC), TLC-Scanner, spektrofoto- Hewlett-Packard type 1084 B, satu di antara beberapa alat analisis
modern yang sudah dimiliki oleh Puslitbang PT. Kalbe Farma, yang juga
meter UV-Visible, spektrofotometer serapan atom (AAS), digunakan untuk penentuan kadar zat aktif terapeutik dalam cair-
an biologis.
60 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Hasil-hasil tersebut di atas sudah
dipublikasikan baik pada seminar-seminar
maupun pada majalah-majalah yang sifatnya
ilmiah. Di antaranya adalah :

1. Victor SR, Bioavailabilitas komparatif dua preparat kapsul Amoksi-


silin 250 mg, Pekan Ilmiah & Simposium Fakultas Farmasi UGM,
Yogyakarta. September 1981.
2. Victor SR, Bioavailabilitas komparatif dua preparat kapsul Rifam-
pisin 300 mg, Kongres Nasional Mikrobiologi ke 3, Jakarta, 26
28 Nopcmber 1981.
3. Victor SR, Ern Suwaro dan Yuniwati ACh, Bioavailabilitas kom-
paratif tiga preparat tablet ampisilin 500 mg, Kongres Ilmiah
Far-masi Nasional ke IV, Jakarta, 20 22 Januari 1983.
4. Victor SR, Erni Suwaro dan Yuniwati ACh, Bioavailabilitas kom-
paratif tiga preparat kapsul ampisilin 250 mg, Kongres Nasional ke V
Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia, Semarang, 27 Nopember
1 Desember 1983.
Gambar 7. Salah satu =sin komputer milik PT. Kalbe Farina yang 5. Victor SR, John Tilly dan Erni Suwaro, Penetapan bioavailabilitas
digunakan untuk identifikasi parameter farmakokinetik dcngan cara komparatif dua preparat tablet ampisilin 500 mg dengan metoda
ekskresi urin kumulatif, Kongres Ilmiah Farmasi Nasional ke V,
rcgresinon-linier.
Bandung, 26 28 Agustus 1984.
6. Victor SR, Bioavailabilitas komparatif tiga preparat Amoksisilin
xin 1, parasetamol tablet (Procold , rifampisin 500 mg, Majalah Farmakologi Indonesia & Terapi, Th. II (1), 1985,
kapsul (Kalrifam), dan lain-lain. 17.21.

(Yeyet CahyatiS.)

(Sambungan dari halaman 25)


Better Savety of Drugs and Pharmaceutical Products. Elsevier 6.Suryawati S & Santoso B. Penurunan kecepatan eliminasi renal
Biomedical Press, 1980: 11742. salisilat karena pra perlakuan propranolol. In press: Majalah Farma-
2.Ritschel WA. Handbook of Basic Pharmacokinetics, first edition, kologi & Terapi Indonesia, 1985b.
Hamilton: Drug Intelligence Publication Inc, 1976 : 14359. 7.Rane A & Wilson JT. Clinical pharmacokinetics in infants and
3.Rowland M & Tozer TN. Clinical Pharmacokinetics: concepts and children. Clin Pharmacokin, 1976; 1 : 224.
applications, Philadelphia: Lea & Febiger, 1980 : 4864. 8.Crooke J, O'Malley K & Stevenson IH. Pharmacokinetics in the
4.Brun C, Hilden T & Raaschou F. The significance of the difference elderly. Clin Pharmacokin, 1976; 1 : 28096.
in systemic arterial and venous blood concentrations in renal 9.Beckett AH & Rowland M. Urinal)) excretion kinetics of methyl-
clearance methods. J Clin Invest, 1949 : 14452. amphetamine in man. Nature, 1965; 206 : 12601.
5.Tucker GT. Measurement of the renal clearance of drugs. Br J Clin 10.Suryawati S & Santoso B. Pengaruh dosis terhadap eliminasi renal
Pharmac, 1981; 12 : 76170. salisilat, sulfadiazin dan sulfametazin. Akan dipublikasi, 1985a.
(Sambungan dari halaman 20)

2. VF Smolen. Quantitative determinations of drug bioavailability and 5. J Lindenbaum, MH Mellow, MO Blackstone, VP Butler Jr. Variation
biokinetic behavior from pharmacological - data for ophthalmic and in biologic availability of digoxin from four preparations, New Engl
oral administrations of a mydriatic drug, J Pharm Sci 1971; 60;354
365. J Med 1971; 285 1344 47.
3. VF Smolen, WA Weigand . Drug bioavailability and pharmacokinetic 6. Blair DC, Barnes RW, Wildner EL, Murray WJ. Biological availability
analysis from pharmacological data, J. Pharmacokin Biopharm of oxytetracycline hydrochloride capsules. A comparison of all
1973;1: 329 -- 335.
manufacturing sources supplying the United States market, JAMA
4. RL Wolen, A Rubin BE Rodda, AS Ridolfo, CM Gruber Jr. Pro- 1971; 215 : 251 254.
blems associated with bioavailability and dosage regimen studies in
7. WH Hauck, S Anderson. A New Statistical procedure for testing
man, J Pharmacokin Biopharm. 1974; 2 : 365 377.
equivalence in two - group comparative bioavailability trials. J
Pharmacokin Biopharm. 1984;12 : 83 117.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 61
Cara Menentukan Kualitas
Protein Suatu Bahan Makanan

Dra. Oey Kam Nio


Unit Penelitian Gizi Diponegoro
dari
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan
Kualitas suatu protein bahan makanan ditentukan oleh pola Dengan cara kimia ini tidak diperhitungkan besarnya daya
asam aminonya, serta jumlah masing - masing asam amino cerna (digestibility) protein, dan pula apakah asam amino ber-
esensialnya. Asamamino esensial, yaitu asamamino yang tidak ada dalam bentuk yang dapat dipakai tubulr (bio-availability).
dapat disintesis oleh tubuh kita sendiri, dan dengan demikian Juga perlu perhatian bahwa pola asam amino suatu protein
harus diperoleh dari makanan sehari-hari adalah : valin, leusin, akan berubah dari keadaan semula, sesudah mengalami pe-
iso-leusin, lisin, triptofan, metionin, fenilalanin, threonin. nyerapan dan pemecahan (absorpsi dan pencernaan).
Asam amino non-esensial juga diperlukan oleh tubuh, te-
CARA BIOLOGIK
tapi karma dapat disintesis oleh tubuh sendiri, jadi tak mutlak
harus ada dalam makanan sehari-hari. Kualitas suatu protein Binatang percobaan untuk keperluan ini, yang umum di-
nrakanan akan semakin tinggi, bola pola asam aminonya se- pakai adalah tikus putih (albino rats), tetapi dapat dipakai
makin menyamai pola asamamino protein tubulr kita. Kualitas juga binatang lain, misalnya ayam. Tikus putih dipakai karena
suatu protein dapat ditentukan dengan beberapa cara, misal- tikus putih seperti juga manusia, adalah omnivor, dan telah
nya cara Knnia dan cara Biologik. terbukti bahwa kebutuhan akan asarn amino esensialnya me-
nyamai kebutuhan manusia, khususnya anak-anak. Di samping
CARA KIMIA itu pemeliharaannya relatif murah, misalnya makanan dan
Penentuan Chemical Score atau Amino Acid Score dengan kandang, pula dapat berkembang biak dengan pesat. Tikus
menggunakan kadar asam amino (esensial) dapat memberikan laboratorium dalam keadaan sehat dapat hidup 2 - 3 tahun.
perkiraan tentang kualitas protein, tapi tidak tentang bio- Satu minggu umur tikus putih ekivalen dengan 30 minggu
availability asam-aminonya. umur manusia, sehingga pengaruh zat gizi terhadap pertum-
Dengan cara ini, sesudah kadar masing-masing asam-amino buhan dapat dipelajari dengan cepat pada tikus putih.
esensial-nya ditentukan, kadar ini dibandingkan dengan yang Untuk penelitian ilmiah harus dipakai tikus putih dari
tertera pada suatu reference protein. Sebagai Reference pro- inbred strain, dengan syarat tertentu mengenai usia, kelamin
tein sekarang dipakai whole hen's egg protein atau Cow's milk dan berat badan. Juga harus memenuhi syarat defined labo-
protein1 . Sebelumnya digunakan Provisional Amino Acid ratory animal. Artinya apabila genotype, phenotype dan
Pattern (PAAP) dari FAO/WHO. PAAP adalah suatu "pro- dramatype-nya telah konstan.
tein" hepotetis yang mempunyai nilai biologik yang tinggi Syarat-
syarat ini perlu diperhatikan, karena hasil yang
dan pola asam amino yang spesifik2. First limiting amino acid diperoleh harus dapat dibandingkan dengan hasil lain dari
adalah asam amino esensial yang juinlahnya terkecil dibanding penentuan sendiri (reproducibility). Juga untuk dapat di-
dengan jumlah asam amino yang sama yang ada pada suatu bandingkan dengan hasil peneliti lain yang menggunakan
reference protein. First limiting amino acid ini dapat dipakai tikus-tikus putih yang sama. Tikus putih yang memcnuhi
untuk menghitung chemical score 3 atau amino acid score 4 syarat ini (defined) tcrsedia di Unit Penelitian Gizi Dipone-
yang merupakan suatu ramalan ilmiah mengenai kualitas suatu goro dari Badan Penclitian dan Pengembangan Kesehatan,
protein. Asam amino dengan kadar yang kedua terkecil Dep Ke, Jakarta.
dibandingkan dengan yang ada pada reference protein Tikus putih ini sejak tahun 1954 khusus dibiakkan di Unit
dinamakan second limiting amino acid, dan seterusnya. Penelitian Gizi Diponegoro, dan dinamakan Lembaga Makanan
62 Ccrmin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Rakyat (LMR)-strain, asal Wistar (Wistar derived). yang untuk mempertahankan jaringan-jaringan yang sudah ada
Ada beberapa cara biologik untuk menentukan kualitas (maintenance). Untuk mengatasi kelemahan ini, diperkenalkan
suatu protein makanan, misalnya BV atau Biological Value, suatu pengertian baru yaitu Net Protein Ratio8 dengan
PER atau Protein Efficiency Ratio, dan NPU atau Net Protein definisi :
Utilization. dan NPU
6,7 Kenaikan berat badan (gram) + Penurunan berat badan
5
Syarat untuk penentuan PER dengan tikus kelom-
putih adalah sebagai berikut : NPR= pok tikus dengan makanan tanpa protein (gram)
Protein Efficiency Net Protein Jumlah protein yang dimakan (gram)
Ratio (P.E.R.) Utilization (N.P.U.)
Kenaikan berat N yang ditahan Penentuan NPR sama seperti penentuan PER, akan tetapi di-
badan (g) tubuh (g) tambah dengan kelompok tikus yang diberi makanan tanpa
Jumlah protein yang N yang dimakan (g)
dimakan (g) Standard | Operative
protein (protein free diet).
Hasil PER selalu dikemukakan dengan menunjukkan kadar
Lamanya penelitian 4 minggu 10 hari
protein yang ada pada tes diet (umumnya 10%), dan dibanding
Binatang percobaan Tikus putih muda
(inbred) (dikonversi) dengan hasil reference protein yang umumnya
Umur 28 hari 30 1 hari terdiri dari reference casein. Karena reference casein yang baik sulit
Kelamin Biasanya semua jantan Dapat dipakai jantan diperoleh di Jakarta, maka digunakan sebagai reference protein itu
atau betina susu bubuk skim, dengan pengertian bahwa susu
Induk Anak tikus putih diperoleh dari :
beberapa induk 4 induk bubuk skim yang digunakan adalah susu bubuk skim yang masih
Tempat Tikus dalam satu 4 tikus dari tiap induk baru dan ditranspor /disimpan dalam kondisi yang
kandang ditempatkan dalam satu sesuai.
kandang dan dianggap
sebagai satu kesatuan. NILAI BIOLOGIK (BIOLOGICAL VALUE), DAN NET
Makanan eksperimen : PRO-
(experimental diet) untuk se- TEIN UTILIZATION (NPU).
a) Tanpa protein Tidak dipakai untuk Diperlukan
(Protein free diet) PER tetapi dipakai tiap penentuan (untuk 9
untuk NPR perhitungan) Pengertian Nilai Biologik atau Biological Value BV) sudah
b) Reference diet | diperkenalkan oleh Thomas sejak tahun 1909. Angka nilai
Susu bubuk skim 10% |
10% biologik menunjukkan persentase nitrogen yang dapat di-tahan
c) Kadar protein |
Makanan percobaan | > 10%
oleh tubuh dari yang di absorpsi.
(Test diet) 10% 10%
Kadar protein Tikus tetap hidup Tikus dimatikan untuk
Pada akhir percobaan N-
penentuan kadar
tubuh (dikeringkan da- atau : menurut Mitchell (1923 1924) sebagai berikut
lam oven pada temp.
o
105 C) selama 3 hari.
hasil penunjukan : Efek protein terhadap | Efisiensi
Kualitas

pertumbuhan | penggunaan
protein
| protein da-
| Penentuan angka Nilai Biologik merupakan suatu balance
lam tubuh.
study, dengan harus pula ditentukan kadar nitrogen dalam tin-
ja dan air seni. lni suatu prosedur yang sangat memakan wak-
PROTEIN EFFICIENCYRATIO. 5 tu. Dalam rumus Nilai Biologik tidak diperhitungkan Daya
Cerna (Digestibility) protein, sedangkan daya cerna merupa-
Pengertian PER telah diperkenalkan oleh Osborne, pada
tahun 1919, dan hingga sekarang masih tetap dipakai secara
kan faktor penting, apakah suatu protein besar manfaatnya
resmi di USA dan Canada untuk evaluasi kualitas suatu pro- untuk tubuh atau tidak.
tein, walaupun memerlukan waktu yang lama, yaitu 4 minggu. Definisi untuk Digestibility (D) 10 atau Daya Cerna adalah
Kecepatan pertumbuhan suatu binatang percobaan dalam
sebagai berikut
kondisi tertentu dapat dipakai sebagai ukuran untuk kualitas
suatu protein makanan. Bila makanan kekurangan akan satu
atau lebih dari satu asam amino esensial, maka pertumbuhan
akan lambat atau berhenti sama sekali. I = Jumlah N
Definisi Protein "Efisiensi Rasio" adalah sebagai berikut : F= Nitrogen tinja tikus (dengan makanan percobaan)
Fk = Nitrogen tinja metabolik (dari tinja tikus dengan makanan tanpa
Untuk tikus : protein)
U = Nitrogen air seni tikus (dengan makanan percobaan)
Uk = Nitrogen air seni endogen (air seni tikus dengan makanan tanpa protein).
Diponegoro, Badan
Khusus untuk menyederhanakan seluruh prosedur tersebut, Peneliti-an dan
Miller dan Bender telah memperkenalkan pengertian Pengembangan Kesehatan,
Salah satu kelemahan PER Protein Utilization. 6,7 yang mempunyai rumus sebagai ber- Dep Kes, Jakarta.
adalah, dianggapnya seluruh ikut : NPU.s
- NPU = B.V. x D Metoda ini dibanding dengan
pro-tein yang dimakan Whole Hen's Egg 95
dipakai untuk pertumbuhan, balance-study Whole Milk Powder, Cow's 80
asli dari Mitchell Skim Milk Powder, good quality 80
dan tidak ada Cermin Dunia Kedokteran No. 37 bad quality
1985 63 jauh lebih sederhana
(Yellow colour)
dengan memberi hasil
Viobin fish protein concentrate
yang cukup ber-guna
Ikan kecil kering (lokal market)
untuk screening nilai Kacang kedela, rebus dan 50
berbagai jenis protein. dikeringkan
Tempe 50
Kacang tanah, goreng 50
Oncom kacang tanah 50
NPU-s

dengan pengertian : Bahan makanan campuran


kaya akan protein :
B = Nitrogen tubuh tikus dengan Corn Soy Milk (CSM) 69
makanan percobaan (tes diet) Wheat Soy Beverage (WSB) 53
I = Jumlah Nitrogen yang dimakan
tikus dengan makanan
percobaan (tes diet)
Bk = Nitrogen tubuh tikus dengan
makanan tanpa protein
(protein free diet)
Ik = Jumlah Nitrogen yang dimakan
.
tikus dengan makanan tanpa
protein (protein free diet).
Menurut Miller dan
Bender7, penentuan
nitrogen tubuh tikus tak
perlu ditentukan secara
langsung, karena untuk
suatu tikus putih inbred
perbandingan N/H 2 0 adalah
konstan, sehingga cukup
dengan menentukan kadar H
2 O dalam tubuh
tikus pada akhir percobaan.

Y dapat dihitung
dengan formula
log (4.8 Y) = 0.437
1.0123 X
X : umur tikus dalam hari pada
akhir percobaan.

Berlakunya perbandingan

konstan harus dibuktikan


H
20 dahulu
untuk tiap
strain tikus
yang
dipakai.
Beberapa contoh hasil NPU
- standar dan NPU
-operative yang diperoleh di
Unit Penelitian Gizi
(def Net Protein Utilization by Value of Protein. J Biol Chem,
PENGGUNA Carcass Analysis. Brit J Nutr. 19231924; 58: 873.
atte
1957; 11: 138-43. 10. Bressani R. Human Assays and
AN d) 3. Application. In: Evaluation of
PRAKTIS Ca 7. Miller DS and Bender AE. The Pro-teins for Humans, Bodwell
mpu Determination of The Net Utili- CE (ed) Westport-Connecticut-
NPU zation of Proteins by a USA: The AVI Publishing
ran Shirtened Method. Brit J Nutr, Company Inc. 1976; 86-89.
ADALAH : (1) 1955; 9: 382-88. 11. Nomura T and Tajima Y
dan Defined Laboratory Animals.
Evaluasi (2). 8. Bender AE and Doell BH. In: Ad-vanced in Pharmacology
Biological Evaluation of and Therapeutics II. Yoshida H,
kualitas 4. Bila campuran Proteins: A New Aspect. Brit J Hagihara Y and Ebashi S (ed).
bahan-bahan Nutr, 1957; 11: 140. Oxford and New York:
protein makanan ditambah 9. Mitchell HH. A Method for Pergamon Press. 1982;5: 325-
Determining The Biological 33.
1. Bahan makanan kaya dengan asam-asam
akan protein : asal amino sintetis.
nabati Meramalkan secara ilmiah
Ketetapan
asal penggunaan
hewani
(suitability) dari campuran
2. Limba industri, bahan makanan untuk :
yang murah dan infant's milk formulas.
lokal dapat weaning
diperoleh seperti : foods
ampas kelapa
ampas kacang Nilai gizi (protein)
kedela (ampas makanan sehari-hari
pembuatan tahu) penduduk di bawah garis
ampas kacang kemiskinan (dinyatakan
tanah sebagai NDpCals%).
c Menentukan naik atau
o
turunnya nilai gizi
t
t (protein) suatu makanan
o selama pengolahan,
n penyimpanan dan lain-
s lain.
e
e
d
KEPU
m STAK
e AAN
a
1. Ross Hackler L. In Vitro
l Indices: Relationships to
Estimating Pro-tein Value for
k teh Human. In: Evaluation of
a Protein for Humans, Bodwell
p CE (ed). Westport-
Connecticut-USA: The AVI
o Publishing Company Inc.
k 1976; 55-67.
s 2. FAO, Nutrition Studies No. 16,
e 1957.
e 3. Block RJ and Mitchell HH.
The Correlation of the Amino
d Acid Composition of Protein
with Their Nutritive Value.
m Nutr Abst Rev. 19461947;
1,6: 249-78.
e 4. FAO/WHO. Energy and
a Protein Requirements. WHO
l Tech Rept Ser, Geneva,
biji karet Switzerland: World Health
b Organization, 1973; 522.
5. AOAC. Official Methods of
ekat th
Analysis, 12 ed. Washington
ul DC: Official Agricultural
Chemists. 1975.
bera 6. Bender AE and Doell BH.
s Note on the Determination of
64 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
PERKEMBANGAN
Bunuh Diri Bersama menyatakan bahwa keputusan itu keputusan bersama. Tapi,
perlu diperhatikan bahwa inisiatif umumnya dimulai oleh satu
orang, dan kadang kala perlu banyak paksaan. Kematian buda-
BANYAK kisah rakyat tentang percintaan yang diakhiri yawan besar Arthur Koestler setahun yang lalu bersama istri-nya,
dengan mati bersama. Ada Sam Pek Eng Tai, ada Pranacitra yang tampaknya seperti bunuh diri bersama, sebenarnya
Rara Mendut , kita kenal juga tragedi Romeo & Yuliet-nya merupakan dua keputusan yang berbeda. Seperti halnya de-
William Shakespeare. Namun, dari segi kedokteran, ngan Romeo dan Yuliet, yang bunuh diri berturut-turut, atas
bagaimana ini dapat diterangkan? prakarsa sendiri-sendiri.
Bunuh diri bersama keputusan dua orang untuk mati Mengingat hal-hal di atas, dokter perlu benaribenar
bersama jarang terjadi. Cohen, dengan penelitiannya yang memperhatikan pasien yang menderita depresi berat. Potensi
diterbitkan tahun 1961, masih tetap merupakan nara-sumber agresivitas dan potensi bunuh dirinya perlu diikuti dengan
yang paling baik. Ia hanya menemukan 58 kejadian demiki- sek-sama.
an di Inggris selama tahun 1955 8. Kematian ini hanya
me-rupakan 0,6% dari seluruh angka bunuh diri dalam masa Lancet 1984; 288:i,346 - 7
itu. Sainsbury, yang lebih dulu meneliti masalah ini,
menemukan 8 kematian dari 4 kejadian bunuh diri bersama di
tahun 1936-8, dari seluruh angka bunuh diri, yaitu 390. Mastektomi: sedikit
Kebanyakan orang yang melakukan bunuh-diri-bersama
mati, sehingga penelitian menjadi sulit. Data-data demografik mungkin sama
dapat dicatat, dan catatan/pesan-pesan pelakunya kalau ada
dapat memberikan informasi yang berharga; namun terlalu dengan banyak
tergesa-gesa mengasumsi bahwa pernyataan dari mereka yang Secara historis, mastektomi radikal, yang diperkenalkan sekitar
berhasil diselamatkan ini kadang sulit atau tak mungkin tahun 1900, ditujukan buat wanita dengan tumor yang besar.
dibedakan dari pembunuhan disertai dengan bunuh diri, atau Belakangan, pemeriksaan menunjukkan adanya penyebaran lewat
bahkan dari kecelakaan. saluran getah bening dari tumor primer ke kelenjar-
Suatu artikel baru-baru ini mencoba merangkum tulisan West kelenjar aksila. Sehingga operasi besar tadi dibenarkan.
dan penelitian dari orang-orang yang selamat.Dinyatakan bahwa Ada konsensus umum bahwa kanker mulai sebagai penyakit
penganjur perbuatan itu biasanya pria, secara psikiatrik sakit jiwa lokal, menyebar secara langsung maupun lewat getah bening,
dengan depresi psikotik, dan biasanya mati. Ia punya riwayat dan secara bedah "dapat disembuhkan" sampai terjadi meta-
sakit jiwa. Orang yang selamat umumnya wanita, yang tak punya statis jauh yang saatnya tak diketahui. Konsep ini menye-
riwayat perilaku suisidal, dan secara psikiatrik tidak sakit jiwa. Si babkan operasi makin lama makin besar, dengan asumsi
penganjur itu sering memberi paksaan dan tekanan yang besar bahwa bila tumor primer dapat diangkat cukup cepat dan
sekali pada pasangannya. Di sini tampak persamaan antara si cukup luas, dengan kelenjar regional sekaligus, maka harapan
penganjur dengan pembunuh yang hidup akan meningkat.
kemudian bunuh diri, suatu peristiwa yang jauh lebih sering Namun, setelah Perang Dunia II, sementara pencatatan
terjadi. Pada kasus ini pun pelakunya umumnya pria, dengan penderita tumor di negara-maju lebih cermat, analisa tabel-
riwayat penyakit psikiatrik, serta riwayat perilaku suisidal. kehidupan (life-table analysis) menjadi alat pengukurnya, dan
Te-lah lama West mencatat hubungan erat antara bunuh diri data yang lebih baik tentang harapan hidup dapat diperoleh.
dan pembunuhan ipi: "satu dari tiga pembunuhan diikuti Data ini mulai menunjukkan bahwa survival tidak diperbaiki
dengan bunuh diri." dengan operasi yang lebih luas itu. Maka dilakukan berbagai
Dokter, apalagi ahli psikiatri, sering prihatin akan risiko penelitian klinik terkontrol, secara acak dan multicenter, untuk
bunuh diri pada mereka yang menderita penyakit-penyakit menelitinya lebih jauh.
depresif. Adanya riwayat keluarga, usia setengah baya atau Salah satu penelitian itu dilakukan oleh Fischer B dkk. Ia
usia tua, adanya penyakit fisik, usaha bunuh diri sebelumnya menunjukkan, bahwa pada wanita dengan kelenjar aksila yang
dan hilangnya salah satu orang tua pada masa kanak-kanak, negatif, pengangkatan buah dada secara sederhana (mastek-
merupakan pertanda yang tak baik. Apakah pertanda dari bu- tomi total), dengan atau tanpa terapi sinar X, memberikan
nuh-diri bersama misalnya hubungan yang terlalu erat harapan hidup yang sama dengan mastektomi radikal yang
perlu dicari? Seharusnya demikian. Terutama karena kita se- merusak badah itu. Pada wanita dengan kelenjar aksila positif,
ring mengecilkan kemungkinan pembunuhan terhadap mastektomi radikal tidak memberikan survival yang lebih baik
anggota keluarga dekat. daripada mastektomi sederhana plus iradiasi. Data ini me-
Namun, selain agresi, ada juga motif lain dari bunuh diri nunjukkan bahwa pasien yang akan mati karena kanker payu-
bersama itu. Lima dari contoh Cohen tak punya unsur agresi, dara itu meski telah dioperasi dan diiradiasi telah mem-
melainkan pakta percintaan (meskipun salah satu pria tidak punyai mikrometastasis, yang membuat kedua jenis terapi itu
ingin mati). Ia mencatat: "keputusan itu umumnya keputusan sama hasilnya. Kalau benar begini, maka keberhasilan mas-
bersama." Catatan-catatan yang ditinggalkan hampir selalu tektomi tadi pada pasien tadi harus diukur dengan ada tidak-
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 65
nya rekurensi di dinding dada, di flap operasi, graft kulit, atau keuntungan pemberian profilaktiknya harus dibandingkan
aksila. Penelitian tadi juga menunjukkan bahwa rekurensi dengan keuntungan menyimpan senjata itu untuk 15 25
lokal meningkat dengan pasti dalam 5 tahun pertama setelah persen survivor yang nanti akan mengalami rekurensi yang
operasi; setelah itu, peningkatannya minimal. Penelitian lain dapat ditangani dengan radiasi.
juga menunjukkan bahwa rekurensi lokal lebih berhubungan Manfaat diseksi aksila pada penerita yang aksilanya negatif
dengan status kelenjar aksila dibandingkan dengan prosedur juga diteliti pada penelitian ini. Meskipun banyak penelitian
operasi. menunjukkan bahwa pemeriksaan negatif-palsu dan positif-
Lebih jauh lagi, angka kematian wanita dengan penyakit palsu itu cukup sering, data dari penelitian 10 tahun ini me-
Stadium I (kelenjar negatif) berbeda dengan yang Stadium II nunjukkan bahwa meski tidak didiseksi, survival pasien tak
(kelenjar positif), pengamatan yang didukung oleh banyak pe- berbeda. Diseksi aksila pada penderita yang kelenjarnya tak
nelitian lain. Semua ini membawa kita kepada kemungkinan teraba dapat dibenarkan bila interpretasi diagnostik diinginkan
yang menarik: yaitu bahwa wanita dengan Stadium II bukan- atau diperlukan, namun ia bukanlah tindakan terapeutik.
lah mereka yang terlambat berobat ke dokter, melainkan me- Menunggu sampai kelenjar menjadi besar dan baru direseksi
reka yang tumornya lebih agresif, yang metastasis kelenjar tampaknya tidak mempengaruhi survival.
aksilanya lebih nyata, yang metastasis jauhnya lebih cepat Kesimpulan yang menarik dari mastektomi segmental da-
muncul, yang rekurensi lokalnya lebih sering, dan yang lam penelitian ini mesti ditaruh pada konteksnya. Operasi ini
kemati-annya lebih cepat datang. dilakukan pada pasien dengan Stadium I dan II, dengan tumor
Penelitian lebih lanjut oleh Fischer B dkk. meneliti apakah yang diameternya sama atau kurang dari 4 cm, yang dapat
operasi yang lebih kecil lagi, yaitu mastektomi segmental, direseksi dengan bersih (pinggirnya bebas tumor). Pada 10%
dengan pinggir yang bebas tumor, dapat menggantikan mas- pasien yang pinggir reseksinya tak bebas tumor, dan pada
tektomi sederhana (simple mastectomy). Kelompok yang semua yang tumornya muncul lagi pada payudara ipsilateral,
menjalani mastektomi segmental ini dibagi lagi menjadi dilakukan mastektomi total sebagai prosedur kedua. Pasien
mereka yang mendapat iradiasi pada sisa payudaranya dan dengan kelenjar positif diberi kemoterapi tambahan.
mereka yang tidak. Tidak begitu mengherankan bahwa Dari pembicaraan ini, dapat disimpulkan bahwa tujuan
ternyata survival 5 tahun bagi semua kelompok itu sama saja. pembedahan pada kanker payudara dapat dicapai dengan
Masalah utama buat mastektomi segmental, setidaknya operasi yang lebih konservatif daripada yang biasa dilakukan.
buat 5 tahun pertama pasca bedah, bukanlah angka survival- Namun masih diperlukan waktu lagi untuk memastikannya.
nya, melainkan jumlah rekurensi lokal dan timbulnya kanker
N Engl J Med 1985; 312: 713-4
primer kedua pada payudara yang sama. Di antara mereka
yang dapat hidup setelah 5 tahun, 28 persen dari yang tidak
diiradiasi dan 8 persen dari mereka yang menerima radiasi
mempunyai tumor payudara rekurens. Sayang, dari data yang ada,
lebih sulit menentukan angka rekurensi lokal atau regional
lainnya pada ketiga kelompok terapi itu. Tapi, tampaknya, angka
itu hampir sama pada kelompok mastektomi dan mastektomi (Sambungan dari halaman 12)
segmental, dan lebih rendah pada kelompok mas-tektomi
segmental plus iradiasi. Rekurensi lokal pada dua kelompok 6. Sutton G & Kupferberg HJ. Isoniazid as an inhibitor of primidone
metabolism. Neurology, 1975; 25 : 1179 1181.
pertama itu tak berbeda dengan data pada peneliti-an pertama. 7. Ellard GA. Variations between individuals and populations in the
Telah menjadi pendapat umum bahwa rekurensi lokal berasal dari acetylation of isoniazid and its significance ofr the treatment of
eksisi yang tidak adekuat, meskipun bebe-rapa penelitian pulmonary tuberculosis. Clin Pharmacol Ther, 1976; 19 : 610 624.
menunjukkan bahwa wanita dengan kelenjar
8. Santoso B. Genetic and covironmental influences on polymorphic drug
positif lebih sering mengalami rekurensi lokal daripada mereka
acetylation. Ph-D thesis, Univ Nowcastle Upon Tyne UK, 1983.
yang kelenjarnya negatif; fakta yang menunjukkan bahwa
rekurensi itu lebih merupakan sifat tumor tersebut dan bukan 9. Jenne JW Mc Donald FM & Mondoza E. A study of the fonal cle-
karena ketidakmampuan ahli bedah. arances, metabolic inactivation rates, and serum fall-off interac-tion of
Kegunaan terapi sinar X dalam penelitian ini muncul pada isoniazid and para-amino salicylic acid in man. Amer Rev Resp Dis,
1961; 84 : 371 378.
saat beberapa ahli menganjurkan penghentian pemakaiannya. 10. Vessel E. Geno-environment interactions in drug metabolism. In : Turner
Terapi sinar X, seperti halnya pembedahan, adalah upaya lokal P (ed), Clinical Pharmacology & Therapeutics. Procoo-dings of the first
yang keefektifannya tidak dinilai dari survival pasien, namun dari world conference. MacMillan Publisher;1980; pp : 63 79.
rekurensi regional atau lokal-nya. Dalam penelitian operasi
mastektomi radikal di atas tadi, rekurensi aksila lebih sedikit 11. Park BK. Assessment of the drug metabolism capacity of the li-ver. Br J
Clin Pharmac,1982;14 : 631 651.
terjadi bila diberikan radiasi profilaktik pada aksila yang tak 12. Krishnaswamy K. Drug metabolism and pharmacokinetics in mal-
didiseksi. Pada penelitian mastektomi segmental di atas, re- nutrition. Clinical Pharmacokinetics, 1979; 3 : 216 240.
kurensi lokal dan kanker ipsilateral lebih jarang pada wanita 13. Buchanan M Eyeberg C & Davies, M. Isoniazid pharmacokinetics in
yang payudaranya diiradiasi. Observasi yang belakangan ini kwashiorkor. S Afr Med J, 1979; 56 : 299 300.
14. Shastri RA & Krishnaswamy. Metabolism of sulphadiazine in mal-
agak tersamar oleh pemberian kemoterapi pada wanita yang
nutrition. Br J Clin Pharmac, 1979; 7 : 69 73
kelenjarnya positif.
Bagaimana kegunaan radiasi sinar X dibandingkan dengan
kemoterapi? Tidak cukup jelas untuk dapat memilih salah
satunya. Iradiasi adalah senjata yang "sekali buang". Maka
66 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Hukum & Etika
Tepatkah Tindakan
Saudara ?
Sebagai dokter praktek, anda tentunya pernah menghadapi Kedua kejadian tersebut sebenarnya tidak/kurang etis, tapi
pengalaman seperti ini. Tapi, tindakan apa yang seharusnya justru sudah dianggap lumrah.
dan sebarknya anda lakukan, inilah pokok yang kami persoal- Begitu pula dalam kasus yang drkemukakan di atas. Untuk
kan kali ini. gampangnya, sejawat kita langsung saja memenuhi perminta-
Problemnya begini : Suatu kali, teman sejawat kita keda- an pasien dan menjalin resep yang disodorkan. Sepintas lalu
tangan pasien dengan keluhan sesak nafas, dan memang ada ini dianggap wajar saja. Buat apa repot-repot mempersoalkan
riwayat asma. Pemerrksaan fisik pun menyokong kearah itu. hal demikian, hanya buang-buang waktu dan sebagainya.
Setelah disuntik, dan dan teman sejawat kita baru akan menu- Dari segi etis, perlu dipertimbangkan apakah isi resep itu
lis resep ketika tiba-tiba saja pasien mengedorkan sehelai co- sesuai dengan ksakitan sejawat tadi. Bila sesuai, ya tidak ada
py resep. Katanya : "Dok, tolong obatnya yang seperti ini sa- masalah. Jadi, pertimbangannya itu atas dasar ilmiah, yaitu
ja, karena biasanya saya minum obat itu dan selalu sembuh." medik-farmakologik kita setuju dengan isi resep yang akan di-
Di atas copy resep itu memang tertulis nama seorang dok- salin, dan bukan karma pertimbangan non medis, seperti
ter specialis. takut pasien lari/pindah ke dokter lain, dan sebagainya.
Teman sejawat kita-rupanya karena takut pasiennya nanti Bila isi resep yang disuruh salin tidak sesuai dengan penda-
lad ke dokter lain- menurut saja, dan menulis resepnya pat sejawat tersebut, ia harus berani menolak dan memberikan
sesuai dengan copy resep. penjelasan yang meyakinkan terhadap pasien, misalnya sakit-
Dalam menghadapi persoalan demikian, dokter dapat ber- nya saat ini tidak persis sama seperti saat pasien menerima
tindak sebagai berikut : re-sep dari dokter spesialis duku, dan sebagainya.
a. Setuju dengan obat-obat yang tertulis dalam copy resep ter- Bila pasien tidak dapat diyakinkan, saya kira yang terbaik
sebut dan menulis resep yang sama. dari segi etik yaitu mengajurkan agar pasien kembali ke dok-
b. Tidak setuju, tapi tetap menyalin nama seperti yang tertulis ter spesialisnya. Kita tidak perlu memaksakan pasien untuk
dalamcopy resep. menerima resep dari kita. Karena kepercayaan pasien atau
c. Tidak setuju, dan menolak dengan tegas untuk menyalin- suatu obat itu kadang - kadang memberikan efek sugestif
kan copy resep tersebut dalam resepnya. bagi penyembuhannya.
Secara etika kedokteran dan hukum, bagaimana perjabaran Jadi, dalam tiap kasus harus ada pertimbangan sendiri, dan
dari ke tiga tindakan di atas?? tidak bisa meniru kasus yang pernah ada saja. Untuk itu, tang-
gapan atas tiga alternatif yang dikemukakan adalah sebagai
Atau, mungkin saudara dapat mengusulkan cara lain berikut :
yang lebih baik ???
ad (a). Bisa benar, asal pertimbangannya sesuai secara medik-
farmakologi, bukan karena ingin menjaga pasien agar tidak lari
kedokter lain, dan lain-lain alasan non medik.
Komentar ad (b). Saya kira secara etik kurang baik, yaitu memberi re-sep
tidak atas keyakinan sendiri. Bagaimana bila ternyata ada
TANGGAPAN DARI SEGI ETIK KEDOKTERAN reaksi yang tidak dingini, tentu tidak dapat dijawab. "Saya
sudah bilang tidak setuju, tapi pasien yang mendesak." Setiap
Dalam menilai suatu tindakan dokter dari segi etik itu tidak dokter harus berbuat sesuai dengan keyakinanya.
selalu mudah. Lebih-lebih pada kasus "marginal". ditambah si-
tuasi dan kondisi yang sudah tidak ideal. Artinya, bila dalam ad (c). Tidak setuju, juga tidak menyalinkan resep, adalah
kejadian sehari-hari, hal-hal yang kurang etis sudah terlanjur kurang bijaksana. Sebaiknya pasien disarankan kembali saja
dianggap biasa atau wajar saja. Misalnya, seorang dokter pada dokter spesialis yang bersangkutan. Bila perlu dengan su-
umum mengirim pasiennya ke dokter spesialis untuk rat pengantar yang jelas! Tapi sebelumnya jelaskan dahulu
konsultasi. Bia-sanya terjadi : pertimbangan sendiri yang bukan karena gengsi, tapi ilmiah.
Demikianlah pendapat saya dapat permasalahan yang diaju-
* Sejawat spesialis langsung mengambil alih pengobatan pa-
sien, tanpa memberitahu si dokter umum; ini sudah hampir- kan di atas.
hampir dianggap lumrah. dr. H. Masri Rustam
* Kadang- kadang pasien dikembalikan ke dokter umum de-
Direktorat Transfusi Darah
ngan anjuranyang tertulis dalam amplop tertutup. Sering jus-
PMI/Ketua IDI Cabang
tru si sakit yang protes, karena merasa dirinya di "pingpong"
Jakarta Pusat
dan harus membayar dua kali.
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 67
TANGGAPAN DARI SEGI HUKUM KEDOKTERAN
Selama tidak terjadi apa-apa pada diri si pasien, maka tidak Menurut hukum perdata
akan ada masalah hukum. Jika sampai terjadi sesuatu pada diri Seperti telah kita ketahui, hubungan dokter -pasien
si pasien, barulah timbul masalah hukum, balk pidana merupa-kan suatu persetujuan/kontrak terapeutik.
maupun Dalam K.U.H.Perdata pasal 1338 antara lain dikatakan,
perdata. suatu persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Selanjutnya menurut K.U.H.Perdata. pasal 1339, suatu
Menurut hukum pidana per-setujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan
Apapun yang menjadi pilihan dokter itu, jika dapat tegas dinyatakan di dalamnya, tapi juga untuk segala sesuatu
dibukti-kan adanya kesalahan/kealpaan dari fihak dokter, yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan,
maka dapat kebiasaan atau undang -undang.
dilakukan tuntutan berdasarkan K.U.H.Pidana pasal 360 Jika dokter itu tidak setuju dengan copy resep dokter
yang spesialis tadi, tapi ia tetap menyalinnya, jelas tidak ada itikad
berbunyi : baik dari fihak dokter itu, maupun tidak sesuai dengan ke-
1). Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebab- patutan, kebiasaan atau undang -undang. Kalau sampai terjadi
kan orang lain mendapat luka berat, diancam dengan pidana sesuatu pada si pasien, maka dokter itu tidak dapat meng-
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling geser kesalahan/kealpaan kepada si pasien. Ia tidak dapat
lama satu tahun. mengatakan: "Salahnya sendiri. Mengapa minta obat itu."
2). Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebab- Dalam hal pilihan dokter itu adalah sub a). atau sub c).,
kan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul dengan sendirinya kesalahan/kealpaan menjadi tanggung
pe-nyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau jawab dokter itu sepenuhnya.
pen- Jadi apapun pilihan dokter itu, jika karena kesalahan/
carian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara kealpaannya si pasien sampai menderita kerugian, misalnya
paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling harus dirawat di rumah sakit dan tidak dapat bekerja, dokter
lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat itu dapat dituntut berdasarkan K.U.H.Perdata pasal 1365
ribu lima yang berbunyi: Tiap perbuatan melanggar hukum yang
ratus rupiah. mem-bawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
Misalnya dokter itu menyalin begitu saja copy resep dokter yang
spesialis tadi dan terjadi overdoses, karena penyakitnya se-
karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti
karang sudah jauh lebih ringan daripada waktu diperiksa oleh
kerugian tersebut.
dokter spesialis dulu, dokter itu tidak dapat menggeser ke-
salahan/kealpaan itu kepada si pasien. Dokter harus bertang- dr. Handoko
gung jawab sepenuhnya atas apa yang ia tulis dalam Tjondroputranto
resepnya (kecuali yang merupakan tanggung jawab apoteker Lernbaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta
atau asis-tennya, yaitu tentang obat-obat dengan dosis
maksimal),
karena dokterlah yang memiliki pengetahuan kedokteran dan
bukan si pasien.
68 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
Catatan
Singkat

pada tangan-
Mengapa manusia berciuman? Diduga waktu berciuman Beberapa jenis burung peliharaan mahal sulit dibedakan
itu terjadi pertukaran "semio - chemical" dan "phero- mana yang jantan atau betina (bahkan burung- burung
mone", yaitu sejenis hormon yang dapat meningkatkan itu sendiri bingung memilih lawan jenisnya, hingga
rangsang seksual. kopulasi biasanya dilakukan dengan coba-coba dahulu).
Berciuman itu biasanya dilakukan dengan saling Untuk membantu mereka, ahli-ahli bedah hewan
menghisap, atau saling merasakan sekresi-sekresi kulit memeriksa rongga abdomen burung itu dengan teknik
pasangannya. Sebum yang diproduksi kulit itu kaya endoskopi fibreoptik. Teknik ini juga dilakukan oleh
akan substansi- substansi "semio-chemical", karena para staf dari Institute Zoology di London, dalam mem-
pada kulit wajah banyak terdapat kelenjar-kelenjar bedakan jenis kelamin dari 1056 burung -burung yang
sebaseus yang mencapai puncaknya pada usia dewasa. terdiri dari 144 spesies yang berlainan.
Brit J Dermatol 1984; 111: 623-7 Veterinary Record, 8 Des. p596-8

Alat masak listrik (oven) itu memanaskan makanan ter- Pada pria muda yang pekerjaannya sehari-hari memegang
utama di bagian tengahnya. Oleh sebab itu, bila kita daging mentah, risiko timbul kutil (warts)
terburu-buru menggigit kue dari oven yang tampaknya nya dua kali lipat daripada pekerja lainnya.
sudah dingin, dapat membuat lidah terbakar karena ba- Diduga virus kutil itu lebih cepat menyebar pada
gian tengahnya inasih panas. kulit yang lembab, seperti pada kulit tangan pemegang
Hal yang sania bila para ibu memanaskan susu botol. daging!
Botol yang diraba sudah dingin jangan langsung dimi- Archives Dermatol 1984; 120: 1314-7
numkan pada bayi, karena susunya sendiri masih panas!
J. Paed 1984; 105: 864-7 Infeksi ulangan dengan gonore itu seung terjadi, walau-
pun pasien telah berulang-ulang mendapat suntikan an-
Pembedahan tidak selalu dianjurkan pada anak-anak tibiotika. "Vaksin untuk mencegah penyebarannya per-
dengan ventrikular septal defek (VSD) yang kecil dan lu dikembangkan." Demikianlah argumentasi yang di-
tidak menimbulkan gejala; karena defek tersebut dapat muat dalam buletin WHO dan dengan problem resis-
menutup secara spontan. Kegiatan fisik anak juga tidak tensi yang makin meningkat terhadap antibiotika, vak-
perlu dibatasi secara ketat. Ini terbukti dari hasil per- sin tersebut merupakan kunci untuk mengontrol penya-
cobaan terhadap 35 anak dengan VSD yang dilakukan kit gonore itu.
kateterisasi jantung sambil melakukan latihan. Ternyata
Bull WHO 1984; 62 : 671-80
latihan fisik tersebut tidak mernberikan perubahan efek

hemodinamik yang berarti.
Anda tidak merokok? Risiko anda sama seperti perokok
Circulation; 1984; 70: 729-34 bila senantiasa berdekatan dengaa seorang perokok.
Ada istilah "honeymoon distance", yaitu suatu jarak
Adakah kepribadian pramorbid yang karaktcristik pada sejauh 1,5 meter. Di luar jarak tersebut, asap rokok akan
penderita -penderita Parkinson? Kebanyakan penderita terdilusi sehingga dapat dikatakan aman.
itu mcnunjukkan emosi dan sikap yang kaku, dengan
afek yang dangkal, dan adanya kecenderungan pula
Brit Med J 1984; 289 : 1385
untuk menderita dcpresi.

J Neurol, Neurosurg and Psychiatry 1985; 48: 97-100 Skizofrenia dapat disebabkan oleh virus! Demikian hi-
potesis Timothy Crow yang dimuat dalam British
Kebakaran yang terjadi di Tokyo akhir tahun lalu te- Journal of Psychiatry. Virus dapat berintegrasi dengan
lah merusak seluruh jaringan telekomunikasi dari satu gen dan diturunkan pada anak mereka.
bagian kota tersebut. Apa akibatnya? 217 cabang dari bank Virus yang sama diduga sebagai penyebab penyakit
Mitsubishi harus menghentikan kegiatannya, sistem manik depresif, karena ada bukti di mana banyaknya
medical record dari satu rumah sakit terganggu, demi-kian penderita manik depresif pada satu generasi akan diikuti
juga sistem telex, credit card, dan telepon-telepon dengan meningkatnya penderita skizofrenia pada ge-
putus. Diperlukan waktu beberapa minggu sebelum se- nerasi selanjutnya.
luruh jaringan tersebut diperbaiki.
Brit J Psy 1984; 145:24353
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 69
BEDA SEKALI SAYA SUDAH SIAP DOK
Disebuah kantor rumah sakit terde- Seorang pasien pria menghadap seorang dokter untuk keluhannya yaitu nafsu sex yang
ngar percakapan dua orang mantri juru terlalu besar.
rawat, yang satu sudah agak Dokter : "Baik sebelum saya periksa, saudara perlu disiapkan dulu oleh suster: yaitu
tua dan satunya lagi masih muda. telanjang sampai pinggang !"
Dan dengan itu dokter menyuruh perawatnya, yang cukup cantik wajahnya untuk
Muda: "Mas, saya ini belum mahir
orang sakit tersebut.
memasang kateter. Tadi pagi
Beberapa saat kemudian terdengar teriakan dari suster tadi dari ruang periksa, dan suster
pasiennya teriak-teriak kesa-
berlarian keluar. Dengan keget dokter lari masuk ruang periksa dan menanya-
kitan sewaktu kateter saya kan apa yang terjadi.
masukkan". Pasien : "Saya sudah siap dok.
"

Tua: "Pasiennya laki-laki atau pe- Dokter : "Astaga, saya memang mengatakan supaya saudara telanjang sampai pinggang,
rempuan?" tapi yang saya maksud dari kepala sampai pinggang, bukan
Muda: "Laki-laki." dari kaki sampai pinggang. "
Tentunya saudara pembaca dapat menebak, apa kiranya yang membuat suster tersebut lari
Tua : "Ya jelas kesakitan kalau di-masuki.
Coba kalau dimasuk-kan, pasti terbirit-birit keluar dari ruang praktek.
enak sekali." OLH

Muda : ??? Umi


GANGGUAN KESEIMBANGAN
Seorang pasien datang ke tempat praktek Dokter Ahli saraf
Pasien: "Dok, akhir-akhir ini saya selalu pusing. Kenapa kiranya Dok?"
Dokter: "Apakah anda bekerja?"
Pasien: "Ya, saya bekerja di kota pada sebuah perusahaan swasta, tapi masih harian Dok!"

Dokter: "Berapa orang yang anda tanggung?"


Pasien: "Tujuh orang Dok, satu istri dan enam orang anak". Sambil mengerutkan da-hi
Dokter mangguk-mangguk.
"Oooooo............begitu, jadi pusing anda ini akibat gangguan keseimbangan".
Pasien terheran-heran : "Tidak Dok, kalau jalan saya tidak pernah sempoyongan".
Dokter: "Ya, memang, yang terganggu keseimbangan pemasukan dan pengeluaran Anda".

Pasien: ??????????
dr. IGN Mayun
Lab. Histologi FK
UNUD Denpasar-Bali
70 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985
PASIEN LUGU BERMAIN UHU UHU
Seorang gadis 16 tahun ingin berkon- Serombongan dokter dari suatu negara Arab berkunjung ke sebuah kota besar di
sultasi dengan seorang Dokter. Jerman Barat untuk mengikuti sebuah konferensi ilmu kedokteran dan tinggal di se-
Gadis : ..Dokter, apakah ada obat un- buah hotel M. Setelah acara ilmiah selesai, dapat difahami bahwa para dokter tersebut
tuk menumbuhkan buah da- mencari hiburan malam yang tak terdapat di negerinya sendiri. Salah seorang di
da? Katanya kalau diremas- antaranya berjumpa dengan seorang wanita Jerman dan mereka berdua bersepakat
untuk berkencan malam itu. Dibawanya dokter negara Arab tadi ke dalam kamar
remas bisa tumbuh sempur-
sebuah hotel besar.
na, apakah betul Dok?"
Wanita Jerman mengusulkan agar mereka berdua bermain Uhu, yaitu tiap kali si
Dokter : "Siapa yang memberi tahu wanita berseru "uhu", dokter tadi haru smenanggalkan sepotong pakaiannya. Bila
anda?" semua potong pakaian dokter tersebut sudah dilepas, tiba giliran sang dokter untuk
Gadis: "Teman sekolah saya, Dok! berseru "uhu" dan sang wanita yang akan melepaskan pakaiannya. Gagasan ini di-
(Maksudnya teman pria) terima dengan gembira oleh dokter tersebut. Untuk membuat suasana lebih menarik
Dokter : "Anda percaya?" maka semua lampu dipadamkan. Nah, permainan Uhu ini berlangsung baik sampai
dokter tersebut telah telanjang bulat dan ia telah berkali-kali berseru uhu-uhu dengan
Gadis : "Ya, Dok sudah saya laku- genitnya. Setelah selesai sekian kali berseru uhu, oleh dokter tersebut diperkirakan
kan". tentunya semua pakaian wanita sudah terlepas dan dinyalakannya kembali lampu-
Dokter: "Bagaimana hasilnya ?" lampu kamar.
Dengan rasa terkejut sekali diketahui wanita Jerman telah pergi beserta semua pa-
Pasien : "Masih tetap kecil Dok, apa- kaian dokter (beserta uangnya tentunya). Dokter tersebut dihadapkan pada persoalan,
kah salah, Dok? cara me- cara bagaimana dapat kembali ke hotel di man rombongannya menginap. Sewaktu
remasnya ?" melihat keluar jendela, dilihatnya serombongan orang berjubah putih (seperti orang-
Dokter; (kebingungan) ??? orang "safari" padang pasir) sedang berjalan. Timbul gagasannya yang cemerlang
dalam benaknya dan dengan cepat disambarnya sprei putih dari atas tempat tidur, dan
dr. I G N Mayun sambil berkerudung meninggalkan hotel untuk bergabung dengan rombongan
Lab. Histologi FK UNUD berjubah putih di jalanan.
DenpasarBali Dalam bahasa Arab ditanyakan kepada seseorang di sebelahnya hendak kemana
PASIEN YANG SATU INI rombongan ini. "Ke hotel M, dan anda tentunya juga habis bermain Uhu, bukan ?"
Seorang dara wanita datang pada dok- OLH
ter ahli penyakit kulit. Diketuknya TAKTIK.
pintu tempat dokter itu praktek. Baru
saja dipersilahkan masuk oleh dokter Seorang pengemis tua minta sedekah pada seorang nyonya dokter yang kaya tetapi
tersebut dan menongolkan kepalanya, pe-lit.
si pasien tersebut kelihatan terkejut Nyonya : "Pergi! Tak ada uang!"
"
dan....... klepat ... keluar lagi. Dokter Pengemis : Memang benar kata Udin, nyonya itu tidak pernah pegang uang. Se-
penasaran lari keluar memanggilnya : mua gaji suaminya diserahkan kepada pelayannya yang cantik "
"He neng mau apa sih sebenarnya ?" Sambil menggerutu pengemis itu berlalu.
Dengan malu-malu si pasien muda Nyonya kaya itu marah dan melemparkan uang Rp. 1000, sambil
ter-sebut mengatakan "
Dok, berkata : "Apa kamu bilang! Saya tidak pernah pegang uang? Huhh !".
sebenarnya saya mau berobat jerawat Pengemis itu mengambil uang sambil menggerutu kembali, kali ini dengan
saya ini pada dokter. Tapi setelah saya lirih "Memang benar kata Udin, bahwa cara ini lebih berhasil ..........".
lihat dokter juga jerawatan .......... dr Adhi P.
??????? Semarang
SRI
SALAH PENGERTIAN .
BAYAR BERAPA
Dalam tempat praktek terjadi dialog antara seorang psikiater dengan pasien nenek tua.
Ketika mengobati seorang
penderita wanita setengah umur di "
(dengan
Puskesmas di daerah Riau, terjadilah
"
percakapan se-bagai berikut : + : Mengapa tidak dapat tidur dan gelisah, nek ?"
Dokter (setelah selesai memeriksa) : : "Memang dokter, sebab saya dikatakan terlibat kasus sex, kata polisi.
Nah Ibu. Ibu ini perlu disuntik, mau suara gugup dan gemetar).
"
kan ? + : Hmm, sudah tua begini masih kuat juga di bidang sex ! Apa nenek tidak punya
Pasien (dengan spontan) : Satu jarum suami ?"
"
bayar berapa, dok ? Apa hubungannya dengan suami saya dok ? Ini cuma urusan pemalsuan. "
+ : " Pemalsuan apa, nek ?"
Dokter : ??? "Itu kertas sek, yang untuk ambil uang itu."
dr. Tjandra Yoga Aditama + : "Oooooooo itu............ rupanya masalah cek kosong . . . . hahaha ...."
dr. A. Hannie AC
Dumai
Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 71
ABSTRAK -ABSTRAK
LEDAKAN PENDUDUK
Demikian gawatkah keadaannya? Memang demikian! Bahkan jauh lebih buruk dari-
pada yang dapat kita bayangkan. Ambil kota Meksiko sebagai contoh; mungkin kota
terbesar di dunia, dalam perjalanannya menuju kota megalopolis pertama. Dengan 17
juta penduduk (seperempat dari total penduduk negara tersebut) yang hanya menem-
2 2
pati luas permukaan bumi sebesar 2395 km (densitasnya 7000 orang/km ). Lebih
dari 5 juta penduduknya hidup dalam kemiskinan. Dari 3 juta lebih unit perumahan,
dua dari setiap tiga rumah tidak memenuhi syarat-syarat sanitasi dan konstruksi: 19%
tidak ada sarana pembuangan, 21% tidak ada saran air bersih. Kenyataannya, sistem
suplai air memang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk sebanyak 6
milyar liter air per hari.
Setiap hari, diperlukan 20 juta liter bensin, listrik sebanyak 11,1 juta kilo watt/ jam,
3750 ekor hewan potong, dan 5,35 juta kilogram tortillas (sejenis makanan khas
Meksiko). Setiap 24 jam, penduduknya membuat 20 juta perjalanan dalam 1728 kereta
bawah tanah, lebih dari 10.000 bis, 86.700 taksi, dan 2,7 juta mobil pribadi. Pada jam
jam sibuk, rata-rata kecepatan mobil di jalan hanya 20 km/jam. Asap dari kendaraan
bermotor setiap hari menghasilkan 14.000 ton karbon monoksid. Bila ini ditambah
dengan 3850 ton yang dihasilkan dari 130.000 pabrik, dan 11.000 ton dari asap dapur,
hasilnya merupakan problem polusi yang luar biasa . Pada daerah tertentu,
diperkirakan polusi udara itu 200% di atas level yang diperbolehkan. Petugas kesehat-
an kota mengingatkan: bernafas dalam daerah tersebut sama seperti merokok 40 ba-
tang per hari! Kris
International dateline, June 1984

KOMPLIKASI LUKA STERNUM DAPAT TERJADI KARENA IKAT PINGGANG


PENGAMAN MOBIL.
Para dokter dari bagian Gawat Darurat RS. Royal Victoria, Belfast, memperi-
ngatkan bahwa penggunaan ikat pinggang pengaman di mobil memungkinkan terjadi-
nya akibat yang serius. Telah dialami oleh 3 orang penderita bahwa ikat pinggang pe-
ngaman dapat menginduksi terjadinya fraktur sternum.
Dalam hal ini penderita hanya mengalami memar pada jaringan lunak sepanjang
ikat pinggang pengaman tersebut. Hasil EKG ternyata normal, tapi dengan foto sinar
X menunjukkan fraktur sternum yang abnormal. Selang waktu 2 4 hari, terbukti
bah-wa memar miokardium berkembang dengan meningkatnya DK MB (Creati-
ne Kinase - Myocardium Band), suatu isoensim yang hanya ditemukan pada sel sel
miokardium. Peningkatan kadar isoensim ini menunjukkan derajat kerusakan mio-
kardium. Salah seorang penderita kemudian mengalami kegagalan ventrikel sehingga
diperlukan pengobatan dengan digoksin dan diuretika.
Hampir 1/3 bagian penderita dengan memar miokardium kemungkinan dapat
mengalami komplikasi kardiak yang membahayakan. Tetapi hal ini sering kali tidak
di-perhatikan karena penderita tampak sehat setelah mengalami trauma kecil.
DYT
Injury, 1984; NOV. 16 : 3 p. 155
72 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985

Anda mungkin juga menyukai