Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemakaian herbal sebagai obat-obatan tradisional telah diterima luas di

negara-negara maju maupun berkembang sejak dahulu kala, bahkan dalam 20

tahun terakhir perhatian dunia terhadap obat-obatan tradisional meningkat, baik di

negara yang sedang berkembang maupun negara-negara maju. World Health

Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia menyebutkan bahwa hingga

65% dari penduduk negara maju menggunakan pengobatan tradisional dan obat-

obat dari bahan alami (Kemenkes RI, 2007).

Indonesia merupakan negara tropis, di mana infeksi merupakan

penyumbang nomer satu angka morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu

penggunaan antibakteri merupakan hal dominan dalam pelayanan kesehatan

(Priyanto, 2008). Selain itu masalah resistensi mikroorganisme terhadap

antimikroba merupakan masalah global akibat berkurangnya penemuan-penemuan

antimikroba baru, khususnya di rumah sakit negara-negara Asia-Pasifik (Rizal,

2009).

Salah satu tanaman berkasiat obat Indonesia yang banyak digunakan di

masyarakat adalah daun nangka (Artocarpus heterophyllus). Tanaman nangka

adalah jenis tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia. Tanaman nangka

berbuah sepanjang tahun jika dirawat dengan baik dan tidak ada kemarau yang
terlalu panjang. Bahwa kita ketahui di masyarakat umum belum mengetahui dan

belum memanfaatkannya secara optimal bahwa daun nangka memiliki banyak

manfaat, seperti mengobati beberapa macam penyakit dalam tubuh, mengangkat

sel kulit mati, obat jerawat. Daun nangka mengandung saponin, flavonoid, dan

tanin, pada buah nangka yang masih muda dan akarnya mengandung saponin

(Hutapea, 1993). Daun nangka dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai

obat demam, bisul, luka, dan penyakit kulit (Prakash dkk, 2009).

Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari serangan

mikroorganisme dengan adanya tabir lemak diatas kulit yang diperoleh dari

kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit

luar yang berfungsi sebagai sawar kulit (Wasitaatmadja, 2007). Namun dalam

kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi dan

seringkali akibat bakteri yang melekat pada kulit menyebabkan terjadinya jerawat.

Jerawat merupakan penyakit kulit yang dikenal dengan acne vulgaris,

hampir semua orang pernah mengalaminya. Jerawat sering dianggap sebagai

kelainan kulit yang timbul secara fisilogis. Hal ini umumnya terjadi pada umur

sekitar 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada peria dan akan menghilang

dengan sendirinya pada usia sekitar 20-30 tahun. Namun kadang-kadang terutama

pada wanita, jerawat menetap sampai dekade umur 30 tahun lebih (Djuanda, et

al., 1999; Brook, 2005). Jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-

kelenjar polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan

nodul. Penyebaran jerawat terdapat pada muka, dada, punggung yang


mengandung kelenjar sebasues (Herper, 2007). Jerawat dapat disebabkan oleh

bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus.

Staphylococcus aureus bersifat non-motil, non-spora, aerob fakulatif,

katalase positif dan oksidase negatif. Staphylococcus aureus tumbuh pada suhu

6,5-46oC dan pada pH 4,2-9,3 (Todar, 1998; Nurwantoro, 2001; Paryati, 2002).

Koloni tumbuh dalam waktu 24 jam dengan diameter mencapai 4 mm. Koloni

pada perbenihan padat berbentuk bundar, halus, menonjol dan berkilau.

Staphylococcus aureus membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas

tua. Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 m, tersusun dalam kelompok yang tidak teratur seperti buah

anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Lebih dari

90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida

atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz, et al., 1995).

Tanaman yang ada dibumi ini memiliki banyak sekali manfaat bagi manusia

untuk antibakteri yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, salah satu

tanaman yang dapat berpotensi sebagai anti bakteri yaitu tanaman nangka.

Diantaranya dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan kosmetik wajah dan

zat aktif untuk salah satu sediaan kosmetik yaitu emulgel.

Emulgel adalah emulsi tipe minyak dalam air (o/w) atau air dalam minyak

(w/o), yang dicampur dengan basis gel. Emulgel dapat digunakan sebagai

pembawa obat hidrofobik (Anwar dkk, 2014). Emulgel memiliki sifat-sifat

menguntungkan seperti kosistensi yang baik, waktu kontak yang lebih lama,
tiksotropik, transfaran, dapat melembabkan, mudah penyerapannya, mudah

penyebarannya, mudah dihilangkan, larut dalam air, dan dapat bercampur dengan

eksipien lain (Haneefa et. al., 2013).

Menurut Anak Agung Sagung Krisna Darmawati et al (2015) aktivitas

antibakteri senyawa golongan flavonoid yang terkandung dalam daun nangka

(Artocarpus heterophyllus Lmk) terhadap bakteri Staphylococcus aureus

menghasilkan daya hambat pada konsentrasi yang tinggi, yaitu 10000 ppm

sebesar 10,50 mm untuk fraksi FA dan 7,25 mm untuk fraksi FH.

Menurut Dyta Permata Sari ekstrak etanol daun nangka mampu

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 80% dengan

diameter hambat 11,18 mm dan Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 100%

dengan diameter 8,31 mm.

Berdasarkan latar belakang di atas maka akan dilakukan penelitian

mengenai formula emulgel dari ekstrak daun nangka dan menguji aktivitasnya

sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan judul penelitian di atas maka identifikasi masalahnya yaitu

sebagai berikut :
1. Senyawa apa yang terdapat dalam daun nangka yang berpotensi sebagai

antibakteri ?
2. Bagaimana cara mengekstrak daun nangka, agar dapat dibuat suatu formulasi

yang efisien ?
3. Bagaimana skrining fitokimia dari daun nangka ?
4. Bakteri apa yang dapat menyebabkan tumbuhnya nya jerawat ?
5. Apa penyebab timbulnya jerawat ?
6. Bagaimana sifat dari bakteri yang menyebabkan jerawat ?
7. Formulasi yang efisien untuk penyembuhan jerawat ?

1.3 Batasan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka peneliti mengambil batasan

masalahnya yaitu mengetahui konsentrasi hambat minimum dari ekstrak daun

nangka sebagai antibakteri dan membuat formulasi emulgel dari ekstrak daun

nangka sebagai antibakteri

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka didapat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus) bisa diformulasikan

menjadi bentuk sediaan emulgel ?


2. Apakah emulgel ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus) memiliki

aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ?


3. Bagaimana evaluasi sifat fisik dan uji hedonik dari formula emulgel ekstrak

daun nangka (Artocarpus heterophyllus) yang dibuat ?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui formulasi ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus)

menjadi bentuk sediaan emulgel.


2. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun nangka (Artocarpus

heterophyllus) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.


3. Untuk mengetahui sifat fisik dan hasil uji hedonik dari formula emulgel

ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus) yang dibuat.


1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

formulasi emulgel dari ekstrak daun nangka.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni 2017

bertempat di Laboratorium Formulasi Program Studi Farmasi STIKes Bakti Tunas

Husada Tasikmalaya.

Anda mungkin juga menyukai