Konsepsi Penanganan
Kegiatan penataan lingkungan kumuh ini menerapkan konsep dasar Tridaya yang
meliputi aspek penyiapan masyarakat melalui pemberdayaan sosial kemasyarakatan,
pendayagunaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman serta pemberdayaan
kegiatan usaha ekonomi lokal/masyarakat. Dalam penerapannya, kegiatan ini
menggunakan pemberdayaan masyarakat sebagai inti gerakannya, dengan
menempatkan komunitas permukiman sebagai pelaku utama pada setiap tahapan,
langkah, dan proses kegiatan, yang berarti komunitas pemukim adalah pemilik kegiatan.
Pelaku pembangunan diluar komunitas pemukim merupakan mitra kerja sekaligus
sebagai pelaku pendukung yang berpartisipasi pada kegiatan komunitas pemukim.
Permukiman kumuh dan informal bahkan bisa saja mendominasi proses perumahan
kota. Untuk itu diperlukan upaya memahami permukiman informal ketimbang melakukan
penggusuran yang tidak menyelesaikan masalah. Pertambahan kumuh dan informal
tetap melaju, apalagi juga tidak menyelesaikan masalah warga yang digusur tersebut.
Pemahaman terhadap permukiman informal memiliki potensi dalam penanggulangan
kemiskinan kota karena sifatnya yang dikembangkan secara swadaya, partisipatif, dan
sedikit investasi publik, memberi kontribusi persediaan rumah (housing stock) dan
terjangkau oleh masyarakat miskin. Pemahaman dan pemberdayaan permukiman
informal adalah langkah untuk meningkatkan akses keamanan bermukim. Sejalan
dengan perlindungan hak perumahan warga, maka upaya pemberdayaan permukiman
informal merupakan penanganan mendesak yang paling realistis dan rasional. Dengan
demikian diperlukan langkah sebagai berikut:
1. Percontohan penanganan permukiman informal (liar) melalui berbagai bentuk
program percontohan pemukiman kembali (resettlement). Proyek percontohan
dapat dilakukan di berbagai lokasi permukiman liar seperti di bantaran sungai,
bantaran rel kereta api, di tanah negara maupun di tanah lembaga tertentu.
Berbagai pola dan skenario dapat saja digunakan seperti skenario tetap di tempat
(in situ resettlements) maupun relokasi (ex situ resettlements) maupun
kombinasinya. Sejalan pula, berbagai ragam bentuk status bermukim yang lebih
mendukung keamanan bermukim dikembangkan secara kreatif di dalam skema
percontohan ini.
2. Peningkatan kapasitas dan pengembangan kelembagaan penanganan
permukiman kumuh dan informal (liar) secara progresif terutama di tingkat kota
(city-wide level) melalui unit-unit pemerintah daerah yang terkait. Permukiman
kumuh dan informal di kawasan prioritas perlu dilakukan secara terpadu dengan
mengkaitkannya dengan peningkatan kapasitas kunci:
Pengendalian permukiman informal (squatter control) termasuk kegiatan
penataannya.
Pemukiman kembali (resettlement) yang mirip dengan pola transmigrasi.
Pengembangan kawasan permukiman/kota baru (Kasiba-Lisiba) yang
dilekatkan dengan pengembangan kawasan-kawasan pusat pertumbuhan
baru.