BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah akit yang berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi
klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma
lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care).
1
1.3 Ruang Lingkup Pelayanan
Lokasi:
1. Farmasi Rawat Jalan dan Rawat Inap
2. Perencanaan
3. Distribusi (Gudang) Farmasi
Kegiatan:
1. Pemilihan/seleksi perbekalan farmasi:
a. Pemilihan
b. Perencanaan
c. Pengadaan
d. Penerimaan
2. Penyimpanan perbekalan farmasi
3. Peresepan
a. Pengkajian Instruksi Pengobatan/Resep Pasien
4. Dispensing sediaan farmasi
a. Penyiapan Perbekalan Farmasi
b. Pelabelan
c. Pendistribusian
5. Administrasi
a. Penyerahan Obat
b. Pemberian Obat
6. Pemantauan
a. Pemantauan Efek Terapi
b. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat
c. Pelayanan Informasi Obat
d. Konseling
e. Visite Pasien
f. Pengkajian Penggunaan Obat
7. Dokumentasi
2
Instalasi Farmasi adalah suatu bagian dari rumah sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh kegiatan
pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit.
Sistem satu pintu: RS hanya memiliki satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan dan pendistribusian alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan
medis habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien.
Berdasarkan definisi tersebut maka Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara umum dapat
diartikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah
pimpinan seorang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku
dan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian.
3
15. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit oleh Dirjen Binfar dan
Alkes DepKes RI.
16. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan oleh Dirjen Binfar
Komunitas dan Klinik-Dirjen Binfar dan Alkes tahun 2007.
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5
BAB III
STANDAR FASILITAS
6
Cool: 8 s.d 15 C
Warm: 30 s.d 40 C
Bahan disusun berdasarkan jenisnya sesuai Bahan Berbahaya dan
dengan label/simbol yang tertera pada kemasan Beracun (B3)
dan tidak menimbulkan interaksi antar bahan
berbahaya
Penyimpanan B3 selain di Gudang B3
menggunakan lemari khusus B3
Dilengkapi dengan MSDS
Kriteria Penyimpanan Sediaan Farmasi
Narkotika dan psikotropika disimpan di lemari Narkotika dan psikotropika
double lock, dalam kondisi selalu terkunci, kunci
dipegang oleh 2 orang petugas (penanggung
jawab atau petugas yang dikuasakan).
High alert medication disimpan di lemari khusus Daftar obat high alert
yang terkunci. terlampir
3.2.3 Peralatan
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan
penyiapan obat (dispensing) baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk obat luar
atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran serta memenuhi
persyaratan, peneraan, dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun. Peralatan minimal
yang harus tersedia :
Peralatan untuk penyimpanan, peracikan, dan pembuatan obat baik nonsteril maupun
7
aseptik
Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat
Lemari penyimpanan khusus untuk obat narkotika dan psikotropika, serta obat-obat high
alert
Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat yang termolabil
Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik
Macam-macam Peralatan :
1. Peralatan Kantor :
Furniture ( meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet dan lain-lain)
Komputer
Alat tulis kantor
Telepon
2. Peralatan Produksi
Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan obat
Peralatan harus dapat menunjang persyaratan keamanan cara pembuatan obat yang
baik
3. Peralatan Penyimpanan
Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum: 1) Lemari/rak yang rapi dan terlindung
dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan, 2) Lantai dilengkapi dengan
palet
Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus : 1) Lemari pendingin dan AC untuk obat
yang termolabil, 2) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat
psikotropika
Peralatan Pendistribusian/Pelayanan: 1) Pelayanan farmasi rawat jalan dan rawat
inap, 2) Kebutuhan ruang perawatan/unit lain
Peralatan Konsultasi: 1) Buku kepustakaan dan bahan-bahan leaflet, 2) Meja, kursi
untuk apoteker dan 2 orang pasien, 3) Komputer, 4) Telepon, 5) Lemari arsip
Peralatan Ruang Informasi Obat: 1) Kepustakaan yang memadai untuk
melaksanakan pelayanan informasi obat, 2) Meja, kursi, rak buku 3) Komputer
dilengkapi dengan koneksi internet, 4) Telepon, 5) Lemari arsip
Peralatan Ruang Arsip: 1) Lemari Arsip
8
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
4.1.1.2 Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi
yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan, dan dasar-dasar perencanaan yang
telah ditentukan yaitu metode konsumsi yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman Perencanaan :
1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), Formularium Rumah Sakit Jantung Hasna
Medika
2. Anggaran yang tersedia
3. Penetapan prioritas
4. Sisa persediaan
5. Data pemakaian periode yang lalu
6. Rencana pengembangan
9
Sistem perencanaan pengadaan setiap item perbekalan farmasi dilakukan secara periodic
review system (pengecekan stok dan pemakaian perbekalan farmasi setiap perencanaan).
4.1.1.3 Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui
pengadaannya, melalui:
4.1.1.3.1 Pembelian
Pembelian perbekalan farmasi dilakukan oleh bagian logistik sesuai usulan perencanaan
yang dibuat oleh Instalasi Farmasi.
Sumber pembelian perbekalan farmasi :
1. Penyedia Barang / Jasa Resmi
2. Apotek Langganan, Apotek Luar, atau Rumah Sakit Lain
Kriteria pembelian :
1. Rutin : Dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan 2 minggu.
2. Tidak rutin :
Insidentil : Dilakukan bila ada resep dari dokter atau permintaan ruangan melalui
prosedur pembelian rutin.
Cito : Dilakukan bila ada resep dari dokter atau permintaan ruangan melalui prosedur
pembelian cito (barang didatangkan tidak lebih dari 2 x 24 jam dan administrasi
diselesaikan kemudian).
4.1.1.4 Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan oleh bagian
Logistik. Petugas penerimaan Distribusi (Gudang) Farmasi menerima perbekalan farmasi di
ruang penerimaan perbekalan farmasi. Petugas Distribusi Farmasi mencocokkan antara fisik
barang dengan surat pemesanan dari Logistik.
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi:
1. Barang harus bersumber dari penyedia barang / jasa resmi.
2. Pabrik harus mempunyai sertifikat analisa.
3. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) bagi material B3, dan khusus
untuk alat kesehatan harus mempunyai certificate of origin.
4. Obat dan alkes harus sudah teregistrasi di Depkes RI atau Badan POM.
5. Obat yang tersedia di layanan farmasi adalah obat dengan expired date minimal 6 bulan.
obat dengan expired date kurang dari 6 bulan, namun sangat dibutuhkan untuk
10
penggunaan pada saat tersebut, sehingga dapat dipastikan obat habis digunakan sebelum
tanggal kedaluwarsa.
6. Perbekalan farmasi yang tidak memenuhi persyaratan kualitas (rusak, cacat, sudah
kedaluwarsa) tidak diterima dan dikembalikan ke distribusi.
4.1.2 Penyimpanan
Penyimpanan Perbekalan Farmasi adalah proses menyimpan dan memelihara perbekalan
farmasi dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Area yang berhak menyimpan perbekalan farmasi meliputi:
1. Gudang farmasi
2. Instalasi farmasi
3. Lantai rawat (troli emergensi; KCl 7,46%, atau MgSO4 di ruang rawat tertentu)
4. Bagian radiologi (kontras, dengan mengikuti standar Material Safety Data Sheet/MSDS)
5. Bagian laboratorium
6. Bagian Cath Lab
Persyaratan yang ditetapkan untuk penyimpanan:
1. Dibedakan menurut suhu penyimpanan, yang terkontrol, dan terdokumentasi.
2. Dibedakan menurut bentuk sediaan.
3. Masing-masing kelompok diurutkan secara alfabetis dengan memperhatikan prinsip FIFO
(first in first out) dan tanggal kedaluwarsa (FEFO, first expired first out).
4. Mudah tidaknya meledak/terbakar.
5. Obat-obat dengan perhatian khusus (high alert medication) disimpan terpisah dan diberi
label high alert berwarna merah.
6. Obat dengan tampilan mirip dan bunyi (Look Alike Sound Alike/LASA) disimpan
dengan penandaan LASA dan diberi jarak antara obatnya.
7. Obat-obat narkotika disimpan dalam lemari berpintu ganda yang terkunci, obat
psikotropika disimpan dalam lemari terkunci.
8. Obat-obatan di lantai rawat (KCl 7,46%, oksitosin, atau MgSO4 di ruang rawat tertentu)
disimpan dalam lemari obat yang terkunci.
9. Obat-obat emergensi di lantai rawat disimpan dalam troli emergensi terkunci.
10. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disimpan di Gudang B3 atau lemari khusus B3
(untuk Layanan Farmasi / Lantai Rawat). Bahan disusun berdasarkan jenisnya sesuai
11
dengan MSDS (Material Safety Data Sheet) dan tidak menimbulkan interaksi antar bahan
berbahaya.
11. Pengecekan tanggal kedaluwarsa dilakukan setiap bulan saat stok opname. Perbekalan
farmasi dikembalikan tiga bulan menjelang tanggal kedaluwarsa ke gudang farmasi untuk
ditukar atau dimusnahkan.
12. Obat dan alat kesehatan yang telah kedaluwarsa/rusak/menjelang kedaluwarsa disimpan
di lemari yang terpisah dan diberi label PENARIKAN PERBEKALAN FARMASI-
TIDAK UNTUK DIGUNAKAN
4.1.3 Peresepan
Pemesanan dan Peresepan Perbekalan Farmasi adalah penulisan permintaan perbekalan
farmasi oleh dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis yang
disampaikan ke layanan farmasi (rawat jalan, instalasi gawat darurat atau rawat inap) untuk
disediakan.
Ketentuan Peresepan:
1. Tenaga kesehatan yang kompeten menulis permintaan obat (pada resep atau catatan
pengobatan) adalah dokter yang memiliki surat ijin praktik (SIP), yaitu dokter umum,
dokter spesialis dan dokter PPDS. Permintaan obat dilakukan sesuai kebijakan dan SPO
yang berlaku.
2. Obat/alat kesehatan yang berasal dari Instalasi Farmasi dan tidak digunakan lagi oleh
pasien dapat dikembalikan, kecuali: obat yang telah kedaluwarsa, obat racikan, kemasan
obat rusak, atau segel obat sudah dibuka, obat sudah tidak utuh, atau telah digunakan
sebagian (inhaler, insulin, turbohaler, salep, krim, dll).
3. Proses peresepan perbekalan farmasi dilakukan oleh dokter umum, dokter spesialis dan
dokter PPDS, sementara penyediaan obat dilakukan oleh Instalasi Farmasi. Peresepan
tersebut dilakukan dengan menggunakan sistem peresepan secara tertulis.
4. Resep yang dapat diterima oleh Instalasi Farmasi adalah resep yang dikeluarkan oleh
RSPP.
5. Resep hanya dapat ditulis oleh dokter umum atau dokter spesialis yang memiliki Surat
Izin Praktik di Rumah Sakit Jantung Hasna Medika yang masih berlaku dan dokter
PPDS.
6. Dalam resep harus tercantum:
a. Identitas pasien secara lengkap (barcode pasien)
12
b. Nama obat
c. Bentuk sediaan
d. Dosis dan frekuensi
e. Jumlah obat
f. Rute pemberian
g. Nama dokter/dokter gigi penulis resep dan paraf
h. Tanggal penulisan resep
i. Berat badan untuk pasien anak atau jika perlu
j. Alergi obat
7. Nama obat yang ditulis di resep dapat berupa nama generik atau nama dagang dan ditulis
dengan lengkap tanpa disingkat.
8. Satuan dosis obat ditulis dengan lengkap dan jelas.
9. Obat racikan diresepkan hanya jika obat tersebut tidak tersedia bentuk jadinya, dan terdiri
dari maksimal empat bahan aktif.
10. Obat berikut tidak dapat diberikan dalam bentuk racikan:
a) Obat dalam bentuk sediaan khusus yang tidak dapat diracik, seperti bentuk Sustained
Release (SR), higroskopis, Enteric Coated, Extended Release (XR/ER), Once Daily
(OD/CD), dll.
b) Obat dalam bentuk sediaan kombinasi.
c) Antibiotika yang dicampur dengan obat simptomatis.
11. Penulisan resep dilakukan di lembar resep yang terdiri dari resep rawat jalan dan resep
rawat inap dan Catatan Pengobatan (CP).
12. Permintaan perbekalan farmasi di Cath Lab
13. Penulisan di Catatan Pengobatan dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP) atau dokter ruangan dan pengisian Catatan Pengobatan tersebut sesuai standar
prosedur yang berlaku.
14. Obat yang dibawa pasien dari luar Rumah Sakit jantung Hasna Medika dituliskan di
dalam catatan pengobatan. Dokter umum/ dokter spesialis melakukan pengkajian
terhadap obat-obatan tersebut untuk ditentukan kelanjutan pemberiannya.
15. Dokter umum/dokter spesialis dapat memberikan instruksi pemberian obat untuk pasien
secara lisan, perawat atau dokter jaga ruangan mencatat instruksi tersebut dalam CP.
Dokter melakukan verifikasi instruksi tersebut secara tertulis dengan membubuhkan paraf
maksimal 24 jam setelah instruksi diberikan.
13
16. Dalam meresepkan obat, sumber informasi yang digunakan adalah Formularium Rumah
Sakit Jantung Hasna Medika dan MIMS.
17. Petugas farmasi harus melakukan telaah resep sebelum memberikan perbekalan farmasi
yang diresepkan.
18. Petugas farmasi melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep untuk:
a. Ketidak lengkapan administratif
b. Ketidak sesuaian persyaratan farmasetis
c. Ketidak sesuaian persyaratan klinis
19. Peresepan obat narkotika dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis yang memiliki
surat izin Praktik (SIP) di Rumah Sakit Jantung Hasna Medika.
20. Obat-obat high alert tertentu diberikan dengan menggunakan suatu Protokol Pemberian
Obat High Alert.
21. Penulis resep untuk order pertama kali harus melakukan rekonsiliasi (membandingkan
order obat pertama dengan daftar obat pasien sebelum masuk rawat yang diperoleh dari
anamnesis oleh dokter atau perawat).
22. Resep yang telah dikerjakan disimpan menurut urutan tanggal penerimaan resep dan
harus disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun. Resep yang telah disimpan lebih dari tiga
tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan dilakukan oleh Kepala Instalasi Farmasi bersama
sekurang-kurangnya satu orang saksi petugas farmasi. Berita acara pemusnahan
dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota dengan tembusan Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM).
4.1.4 Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi,
menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian
15
informasi obat yang memadai dengan sistem dokumentasi dan evaluasi yang baik.
4.1.4.1 Penyiapan Perbekalan Farmasi
Ketentuan penyiapan perbekalan farmasi:
1. Penyiapan perbekalan farmasi dikerjakan oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
yang memiliki Surat Ijin Praktik/ Surat Ijin Kerja yang dikeluarkan oleh lembaga yang
berwenang, dan di bawah pengawasan penanggung jawab bagian.
2. Peracikan obat non steril
3. Obat racikan non steril dikerjakan oleh petugas farmasi dengan memperhatikan teknik
aseptik dan dilakukan di ruangan terpisah / tertutup dengan sirkulasi udara keluar.
4. Obat racikan non steril dikerjakan oleh TTK dengan menggunakan peralatan yang
memadai.
5. Penyiapan obat injeksi dilakukan di lantai rawat oleh perawat terlatih dan dilakukan di
ruang yang bersih.
6. Saat pengemasan perbekalan farmasi, petugas mengecek kembali kesesuaian etiket dengan
resep (Nama pasien, nama obat, jumlah obat, dan signa), dan kesesuaian resep dengan
perbekalan farmasi.
7. Obat / alat kesehatan yang berasal dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jantung Hasna
Medika dan tidak digunakan lagi oleh pasien selama perawatan di Rumah Sakit Jantung
Hasna Medika dapat dikembalikan ke Instalasi Farmasi untuk mengurangi tagihan rawat
pasien, kecuali : obat racikan, kemasan obat rusak atau segel obat sudah dibuka, obat tidak
utuh atau telah digunakan sebagian (inhaler, insulin, turbohaler, salep, krim, dan lain-lain),
dan obat kedaluwarsa.
8. Sisa obat narkotika dan psikotropika tablet / patch yang tidak utuh dalam kemasan terkecil,
dikembalikan ke Instalasi Farmasi dengan tidak mengurangi tagihan rawat pasien.
4.1.4.2 Pelabelan
Pelabelan perbekalan farmasi adalah pemberian identitas perbekalan farmasi melalui
pencetakan atau penulisan label / etiket yang jelas terbaca dan melekat pada kemasan
perbekalan farmasi untuk menjamin ketepatan penggunaan perbekalan farmasi yang beredar
di Rumah Sakit Jantung Hasna Medika
Ketentuan pelabelan:
1. Semua perbekalan farmasi yang disiapkan Instalasi Farmasi harus diberi label atau etiket
yang berisi identitas pasien, aturan minum atau aturan penggunaan, dan nama perbekalan
16
farmasi, kecuali alat kesehatan yang dapat diberikan lebih dari satu hanya dengan
menempelkan satu etiket.
2. Label perbekalan farmasi yang disiapkan di Layanan Farmasi menggunakan kertas
berwarna putih (obat yang diminum / oral) atau biru (rute pemberian non oral dan alat
kesehatan) serta berisi informasi sebagai berikut :
1) No. Rekam Medis.
2) No. urut item perbekalan farmasi.
3) Tanggal etiket (tanggal penerimaan resep).
4) Nama pasien.
5) Nama dokter penulis resep.
6) Signa (cara pakai), peringatan, dan waktu penggunaan.
7) Nama perbekalan farmasi (nama dagang dan / isi generiknya).
8) Kuantitas perbekalan farmasi.
9) Tanggal kadaluarsa atau Beyond Use Date / BUD (khusus untuk sediaan racikan).
3. Obat injeksi yang telah disiapkan atau dilarutkan / dicampur tetapi belum akan diberikan
(seperti obat kemoterapi) harus diberi label yang berisi: Identitas pasien (nama lengkap dan
tanggal lahir), identitas obat (nama dan kekuatan), tanggal dan jam
penyiapan/pencampuran, pelarut, dan beyond use date.
4. Etiket dicetak menggunakan perangkat elektronik, kecuali terdapat gangguan pada Sistem
Informasi Manajemen (SIM) sedangkan obat dibutuhkan segera, maka etiket dapat ditulis
manual oleh TTK atau Apoteker.
5. Pada tahap pengemasan petugas memberikan label-label tambahan yang dianggap perlu
untuk penggunaan (misal KOCOK DAHULU) dan penyimpanan (misal DISIMPAN DI
LEMARI PENDINGIN BUKAN FREEZER) untuk menjamin ketepatan penggunaan dan
stabilitas sediaan selama penyimpanan.
6. Label perbekalan farmasi yang ditarik Instalasi Farmasi harus mencantumkan informasi
sebagai berikut :
1) Tanggal penarikan.
2) Tujuan penarikan (penukaran / pemusnahan / ditarik dari peredaran)
3) Informasi perbekalan farmasi yang ditarik.
7. Obat dengan kategori High Alert Medication diberi label HIGH ALERT atau "HIGH
CONCENTRATE" (khusus KCl 7,46; MgSO4; Dekstrose 40%; dan NaCl 3%) berwarna
merah pada kemasan luar obat atau stiker "LASA" berwarna hijau pada kotak obat.
8. Obat injeksi atau infus yang telah disiapkan atau dilarutkan / dicampur namun belum akan
17
diberikan harus diberi label yang berisi identitas pasien (nama dan tanggal lahir pasien,
nama dan kekuatan obat, tanggal dan jam penyiapan / pencampuran obat, nama dan jumlah
pelarut, dan waktu kedaluwarsa stabilitas atau Beyond Use Date (BUD).
9. Pelabelan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus jelas terbaca, melekat pada kemasan
bahan dan dinding lokasi penyimpanan, dan dilengkapi dengan Material Safety Data Sheet
(MSDS).
10. Obat bawaan pasien selama perawatan di Rawat Inap Rumah Sakit Jantung Hasna
Medika diberi barcode / identitas pasien; label "Obat Bawaan Pasien" untuk obat-obat yang
diteruskan penggunaannya; atau label "STOP" untuk obat yang dihentikan pemakaiannya
saat di Rawat Inap Rumah Sakit Jantung Hasna Medika.
4.1.4.3 Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan
bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem
distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien, dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada.
Sistem pendistribusian yang ada di Rumah Sakit Jantung Hasna Medika:
Sistem floor stock (alkes dan bahan penunjang pelayanan medis; obat high alert tertentu,
yaitu KCl 7,46%, oksitosin, dan MgSO4).
Sistem dosis sehari.
Sistem resep perorangan (untuk pasien rawat jalan dan pasien pulang rawat).
Untuk perbekalan farmasi yang berupa reagensia dan beberapa alat kesehatan untuk
kebutuhan Cath Lab, dilakukan distribusi langsung ke bagian terkait setelah barang diterima.
Perbekalan farmasi yang telah diserahterimakan ke bagian lain (di luar Instalasi Farmasi) di
bawah tanggung jawab bagian tersebut dengan dilakukan supervisi secara periodik oleh
petugas farmasi.
4.1.4.4.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi yang Dibawa / Dibeli Pasien dari Luar
Rumah Sakit Jantung Hasna Medika
Pasien dapat menggunakan perbekalan farmasi yang diperoleh / dibelinya sendiri dari luar
Rumah Sakit Jantung Hasna Medika selama masa terapi di Rawat Jalan / Rawat Inap dengan
mengisi surat pernyataan khusus dan mengikuti cara penanganan Perbekalan Farmasi yang
berlaku di Rumah Sakit Jantung Hasna Medika. Untuk pasien Rawat Inap bila masih memiliki
perbekalan farmasi sisa selama masa terapinya di Rawat Jalan atau dari RS / Klinik lain
diwajibkan menyerahkan seluruh perbekalan farmasi tersebut melalui perawat dan disimpan
di Instalasi Farmasi.
4.1.5 Administrasi
4.1.5.1 Penyerahan Obat
Merupakan penyerahan perbekalan farmasi dari pihak farmasi kepada pasien (di Farmasi
Rawat Jalan) atau perawat (di Farmasi Rawat Inap).
Ketentuan:
19
1. Penanggung jawab penyerahan perbekalan farmasi pasien adalah Apoteker.
2. Penyerahan obat disertai pemberian informasi obat yang memadai.
3. Apabila Apoteker berhalangan, maka:
a. Penyerahan perbekalan farmasi pasien dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian
kepada pasien/ keluarga yang mengambil perbekalan farmasi langsung ke Layanan
Farmasi.
b. Pemberian perbekalan farmasi pasien dilakukan oleh Perawat kepada pasien rawat
jalan/ inap.
4. Penerima perbekalan farmasi membubuhkan paraf pada lembar resep saat serah terima.
4.1.6 Pengendalian
Penarikan obat
Penarikan obat merupakan suatu proses penilaian kembali (reevaluasi) terhadap obat
jadi yang telah terdaftar dan beredar di masyarakat. Tahap tahap proses penarikan
obat antara lain sebagai berikut :
1. Mencatat nama dan nomer batch / lot produk
2. Menelusuri histori mutasi stok keluar
3. Mencatat sisa stok atau nama pasien yang telah dilayani
4. Mengambil produk dari tempat penyimpanan
5. Melakukan proses karantina produk dengan memberi label JANGAN
DIGUNAKAN sampai produk diambil oleh distributor/ pabrik
6. Mendokumentasikan nama, nomer batch / Lot obat yang ditarik, tindakan yang
diambil dan hasil penarikan produk. Dokumen disertai dengan lampiran form
21
pemberitahuan penarikan dari distributor serta dokumen serah terima barang
dengan distributor / pabrik.
7. Mengirim memo pemberitahuan penarikan produk ke dokter dan perawat
8. Memberitahukan pada pasien akan kan penarikan produk, bila perlu dilakukan
penarikan hingga ke tangan pasien.
4.1.7 Pemusnahan
Pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap obat-obatan dan perbekalan kesehatan yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak,
ataupun mutunya sudah tidak memenuhi standar.
Tahap tahap proses pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan adalah :
1. Inventarisasi terhadap obat dan perbekalan kesehatan yang akan dimusnahkan
2. Persiapan administrasi meliputi laporan dan berita acara pemusnahan
3. Penentuan jadwal, metode, dan tempat pemusnahan, dan koordinasi dengan pihak
terkait.
4. Persiapan tempat pemusnahan
5. Pelaksanaan pemusnahan, menyesuaikan jenis dan bentuk sediaan
6. Pembuatan laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, yang memuat :
22
4.1.8 Pencatatan dan Pelaporan
4.1.8.1 Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu keguatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi
perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan instalasi farmasi. Adanya pencatatan
akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang
sub standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dilakukan dengan menggunakan SIM
RS dan komputerisasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencatatan :
a) Pencatatan / entri data dilakukan secara rutin dari waktu ke waktu secara real time saat
pelayanan obat
b) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan.
Informasi yang bisa diperoleh dari kartu stok antara lain :
a) Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok)
b) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima
c) Jumlah perbekalan farmasi yang keluar
Manfaat informasi yang didapat:
a) Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi
b) Penyusunan laporan
c) Perencanaan pengadaan dan distribusi
d) Pengendalian persediaan
e) Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian
f) Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala Instalasi Farmasi
4.1.8.2 Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan
farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang
berkepentingan.
Tujuan pelaporan adalah :
a) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
b) Tersedianya informasi yang akurat
c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
d) Mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan
23
Jenis laporan yang dibuat oleh IFRS meliputi:
4.1.10
Pemantauan
4.1.6.1 Pemantauan Efek Terapi
Ketentuan pemantauan efek terapi:
24
1. Petugas kesehatan (dokter, perawat, apoteker, dll) berkolaborasi untuk memantau efek obat
yang digunakan oleh pasien menyangkut:
a. Efektivitas obat
b. Keluhan pasien berkaitan dengan penggunaan obat
c. Reaksi yang tidak diharapkan (hipersensitivitas, efek samping, interaksi obat)
d. Toksisitas
2. Pasien dan keluarganya diedukasi untuk dapat memantau efek obat sesuai dengan jenis
obat yang digunakan.
3. Obat yang digunakan untuk pertama kalinya harus dipantau efeknya.
4. Respon pasien terhadap obat-obatan (baik respon yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan) harus dicatat dalam rekam medis.
5. Efek obat yang tidak diharapkan yang dialami pasien segera dilaporkan oleh petugas ke
DPJP/dokter jaga. Pelaporan didokumentasikan di rekam medis.
6. Petugas melaporkan efek samping obat sesuai dengan SPO Pelaporan Efek Samping Obat
kepada Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Jantung Hasna Medika.
7. Hasil pemantauan efek obat digunakan sebagai pertimbangan untuk melakukan modifikasi
terapi.
25
5. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang masuk
dalam formularium dan obat yang terbukti dalam literatur menimbulkan efek samping
serius.
4.1.6.4 Konseling
Konseling adalah kegiatan aktif apoteker dalam memberikan layanan kefarmasian kepada
pasien dengan mengeksplorasi pemahaman pasien terkait obat, dan bertujuan meningkatkan
kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat.
Tujuan :
1. Meningkatkan keberhasilan terapi
2. Memaksimalkan efek terapi
3. Meminimalkan risiko efek samping
4. Meningkatkan cost effectiveness
5. Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi
Faktor yang perlu diperhatikan :
Kriteria pasien :
1. Pasien dengan penyakit kronis
26
2. Pasien yang mendapat obat dengan indeks terapetik sempit dan polifarmasi (menerima
lebih dari 5 item obat)
3. Pasien geriatrik
4. Pasien pediatrik
5. Pasien pulang rawat sesuai dengan kriteria diatas
Sarana dan Prasarana :
1. Ruangan khusus (untuk pasien rawat jalan dengan kriteria yang sudah ditentukan)
2. Kartu pasien/catatan konseling
3. Sistem Informasi Manajemen (SIM)
4.1.7 Dokumentasi
Pemantauan efek terapi dan efek samping didokumentasikan di catatan pengobatan, rekam
medis, lembar resep, dan SIM.
4.2.1.2 Tujuan
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat, serta
evaluasi.
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang
berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan
4.2.1.5.2 Batasan
Ketentuan mengenai Formularium:
1. Formularium adalah daftar obat yang direkomendasikan oleh Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT) agar disetujui dan ditetapkan oleh Direktur untuk digunakan di Rumah Sakit
Jantung Hasna Medika pada periode waktu tertentu.
2. Formularium berisi nama dagang, nama generik dan informasi penting lainnya tentang
obat yang diperlukan sebagai pertimbangan klinik dokter umum, dokter spesialis, dan
apoteker dalam menentukan pengobatan terhadap penyakit pasien.
3. Formularium disusun oleh PFT yang anggotanya terdiri dari dokter, apoteker dan perawat,
serta penunjang yang kehadirannya diperlukan secara insidentil.
4. Formularium ditelaah keefektifannya setiap tahun berdasarkan ilmu pengobatan terkini.
5. Formularium direvisi setiap 3 (tiga) tahun.
6. Satu nama generik obat maksimal terdiri dari 3 (tiga) produk
7. Jumlah obat dalam Formularium adalah jumlah yang paling efisien.
8. Kriteria Obat yang akan dikeluarkan dari Formularium adalah :
a. Obat yang tidak diproduksi lagi.
b. Obat yang ditarik dari peredaran oleh produsennya atau BPOM (Badan Pengawas
Obat dan Makanan).
c. Obat yang mengakibatkan adverse effect yang berakibat fatal
29
d. Obat dengan kategori slow moving, yaitu obat yang tidak pernah diresepkan selama 3
(tiga) bulan berurutan.
9. PFT menetapkan nama obat-obat yang akan dikeluarkan dari Formularium.
10. Dokter pengusul berkewajibkan menghabiskan sisa persediaan obat-obat yang akan keluar
Formularium.
11. Instalasi Farmasi menyediakan obat baru yang masuk Formularium segera setelah
persedian obat yang keluar Formularium habis.
12. Dokter umum dan dokter spesialis yang membutuhkan Obat Non Formularium,
mengajukan permohonan persetujuan Wadir Yanmed melalui Formulir Obat Non
Formularium terlebih dahulu.
13. Instalasi Farmasi melaksanakan pengadaan kebutuhan obat Non Formularium, segera
setelah Wadir Yanmed menyetujui permohonan Formulir Obat Non Formularium tersebut.
14. Satu Formulir Obat Non Formularium hanya untuk permohonan pemakaian satu jenis
obat.
15. PFT melakukan monitoring efektivitas terapi dan ESO terhadap obat baru yang masuk
dalam Formularium, dan melaporkannya kepada dokter pengusul.
16. PFT melaporkan efek samping obat yang tidak biasa terjadi pada pemakaian obat tersebut
kepada Pusat Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Nasional.
17. PFT menentukan target kepatuhan peresepan terhadap Formularium pada program kerja
PFT.
30
BAB V
LOGISTIK
5.1 Pendahuluan
31
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
6.1 Pendahuluan
Berbagai upaya untuk menjamin keselamatan pasien di rumah sakit telah dilakukan.
Instalasi Farmasi berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication errors,
sebagai bagian dari tim penyedia layanan kesehatan. Kontribusi yang mungkin dilakukan
antara lain dengan menggunakan obat dan alat kesehatan, serta lingkungan yang aman,
membuat sistem identifikasi dan pelaporan efek samping obat di Instalasi Farmasi, pemberian
informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan
regimen pengobatan pasien, dan berperan aktif dalam Tim Keselamatan Pasien.
34
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
7.1 Pendahuluan
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu bagian dari perlindungan bagi
tenaga kerja dan secara umum bertujuan untuk mencegah serta mengurangi terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan agar tercapai pelayanan kefarmasian dan
produktivitas kerja yang optimal.
7.2 Tujuan
1. Mencegah kecelakaan kerja, paparan/pajanan bahan berbahaya.
2. Mengamankan peralatan kerja, bahan baku, dan hasil produksi.
3. Menciptakan alur dan cara bekerja yang baik dan benar.
7.3 Potensi Bahaya dan Langkah Pencegahan/Penanggulangan
Ancaman bahaya di rumah sakit terdiri atas: ancaman bahaya biologi, ancaman bahaya
kimia, ancaman bahaya fisika, ergonomi, serta ancaman bahaya psikososial.
No Jenis Contoh Langkah
Bahaya Pencegahan/Penanggulangan
1 Bahaya Penularan infeksi dari pasien Cuci tangan untuk mencegah infeksi
Biologi lewat droplet/kontak silang.
langsung Pemakaian alat pelindung diri jika
diperlukan kontak dengan pasien
infeksius (misal saat penyerahan
obat).
2 Bahaya Adanya kontak dengan Bahan berbahaya disimpan di
Kimia bahan berbahaya gudang farmasi, terpisah dari
perbekalan farmasi lain, diberi label
bahan berbahaya, dan dilengkapi
dengan material safety data sheet
(MSDS).
Diperlukan SPO untuk penanganan
bila terjadi kontaminasi bahan
berbahaya
35
No Jenis Contoh Langkah
Bahaya Pencegahan/Penanggulangan
3 Bahaya Bising, listrik, panas, getaran, Diperlukan kerjasama dengan bagian
Fisika radiasi, cahaya LK3 dan layanan teknik untuk
pengendalian sumber bahaya.
4 Bahaya Bahaya pada postur (kaku Pengorganisasian kegiatan
Ergonomi pada tubuh, cedera (bagaimana pekerjaan disusun)
punggung/leher) akibat sehingga terdapat penggiliran beban.
ruang kerja/ beban kerja Pengaturan ruang kerja dan desain
yang tidak ergonomis. sarana kerja
Pemeriksaan kesehatan secara
berkala (setiap tahun)
5 Bahaya Adanya stres akibat bentuk Mengidentifikasi penyebab stres
Psikososial tugas yang monoton Edukasi pekerja dan manajemen
dan stres Beban kerja yang terlalu stres pekerjaan
tinggi Penyusunan kebijakan dan prosedur
Jam kerja yang ketat, tidak yang dapat meminimalisir stres
fleksibel, atau bahkan tidak
dapat diprediksi
Adanya kendala dalam
pengembangan karir, status,
dan pembayaran
Adanya masalah dalam
hubungan antar individu
36
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
8.1. Tujuan
8.1.1 Tujuan Umum
Agar setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan dan dapat
memuaskan pasien.
8.2. Evaluasi
8.2.1. Metode Evaluasi
8.2.1.1. Audit (pengawasan)
Audit dilakukan terhadap proses dan hasil kegiatan untuk mengetahui kesesuaian pelayanan
dengan standar. Audit juga dilakukan terhadap posisi stok material melalui kegiatan stok
opname. Di Instalasi Farmasi, stok opname dilakukan secara mandiri setiap bulan, dan
bersama bagian keuangan setiap 3 bulan. User juga melakukan stok opname dengan supervisi
dari petugas farmasi dan melaporkan data mutasi kepada Instalasi Farmasi setiap bulan.
8.2.1.2. Review (penilaian)
Penilaian dilakukan terhadap kinerja sumber daya, kelengkapan penulisan resep, kepatuhan
penulisan resep sesuai standar.
8.2.1.3. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket dan atau wawancara langsung.
8.2.2.4. Observasi
Waktu tunggu pelayanan, ketepatan penyerahan obat.
38
8 Kriteria Inklusi Jumlah lembar resep racik FRJ yang selesai <30 menit
9 Kriteria Eksklusi -
10 Pencatatan Setiap hari oleh petugas layanan FRJ
11 Analisis dan Analisis dilakukan dengan merujuk pada data evaluasi waktu
Pelaporan tunggu harian yang diambil dari sistem informasi
manajemen (SIM).
12 Area Farmasi Rawat Jalan
13 PIC Kordinator
3. Waktu Tunggu Penyerahan Obat Non Racik di Layanan Farmasi Rawat Jalan
1 Judul Indikator Waktu tunggu penyerahan obat non racikan di Layanan
Farmasi Rawat Jalan
2 Tipe Indikator Struktu Proses Outcom Proses &
r e outcome
3 Tujuan Tergambarnya upaya Instalasi Farmasi dalam mempercepat
waktu tunggu layanan resep di Farmasi Rawat Jalan.
3 Definisi Operasional Waktu yang diperlukan mulai dari resep non racik dientri
sampai obat diserahkan kepada pasien kurang dari 15 menit.
4 Alasan/Implikasi/Ra Tergambarnya waktu tunggu layanan resep non racik di
sionalisasi Farmasi Rawat Jalan
6 Formula untuk Jumlah lembar resep non racik FRJ yang
Kalkulasi selesai <15 menit x 100%
Total jumlah lembar resep non racik FRJ
*perhitungan dalam satu bulan
7 Numerator Jumlah lembar resep non racik FRJ yang selesai <15 menit
8 Denominator Total jumlah lembar resep non racik FRJ
9 Target 50 %
7 Metode Pengumpulan data dilakukan dengan total sampling
Pengumpulan Data
8 Kriteria Inklusi Jumlah lembar resep racik FRJ yang selesai <15 menit
9 Kriteria Eksklusi -
10 Pencatatan Setiap hari oleh petugas layanan FRJ
11 Analisis dan Analisis dilakukan dengan merujuk pada data evaluasi waktu
39
Pelaporan tunggu harian yang diambil dari sistem informasi
manajemen (SIM).
12 Area Farmasi Rawat Jalan
13 PIC Kordinator
40
BAB IX
PENUTUP
41
42