Anda di halaman 1dari 29

Laporan Praktikum Tanggal: Senin /26 November 2012

M.K. TPPN PJP : Ambar Sulistiowati,S.Gz, M.Si


Asisten : Wirayani Febi H, Amd

PENGOLAHAN DAN UJI HEDONIK MIE


Oleh:
Kelompok 2/A-P1
Ardantyo Gunawan B J3E111002
Fadillah Hutami J3E111033
Rico Fernando T J3E111044
Aqmila Muthi Rafa J3E111066
Dina Crownia J3E111087
Humaira Rahmah J3E111096

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN


DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini pola kehidupan masyarakat semakin modern, hal ini
menjadikan pola makan dan kebutuhan yang berbeda. Sehingga mereka
menginginkan suatu kemudahan dan kepraktisan, termasuk dalam pemenuhan
kebutuhan pangan dengan makanan yang cepat saji. Hal tersebut tentu sangat
menguntungkan, ditinjau dari sudut pandang yang begitu beragamnya konsumsi
pangan. Dengan demikian kita akan terhindar dari ketergantungan pada suatau
bahan pangan pokok saja. Akhir- akhir ini semakin banyak orangyang memilih
makanan cepat saji, diantaranya adalah mie (Ritantiyah, 2010).
Mie banyak dikonsumsi oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia baik
dari kalangan anak- anak hingga orang tua. Hal ini dikarenakan mie mudah
didapatkan dan mudah dalam penyajiannya. Berbagai keunggulan yang dimiliki
mie terutama dalam hal rasa, yang memiliki berbagai macam pilihan, tekstur dan
kenampakan yang menarik, harga terjangkau, praktis dalam pengolahannya, serta
memiliki kandungan gizi yang cukup baik. (Ritantiyah, 2010).
Salah satu produk industri hasil pertanian adalah mie. Mie merupakan alah
satu produk olahan yang terbuat dari bahan dasar gandum (tepung terigu) dengan
atau tanpa penambahan bahan pangan lainnya yang diizinkan. Dalam ilmu
pangan, mie dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu mie segar atau mie
mentah, mie basah, mie kering dan mie instant. Mie basah adalah jenis mie yang
mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan mengandung kadar
air 52%. Mie kering adalah mie segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya
mencapai 8- 10%. Sedangkan mie instant adalah mie yang dihasilkan dari proses
penggorengan setelah diperoleh mie segar.

1.2 Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap proses
pembuatan mie mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam proses
pembuatannya.
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah talenan, pisau, mangkuk
stainless, nampan, piring plastik, sendok, panci, timbangan, mesin pembuat mie,
saringan, deep fryer dan gelas ukur. Bahan yang digunakan adalah tepung terigu,
garam, sodium karbonat, air, NaCl, K2O3, Na2CO3, STTP (sodium tipolyphospat)
dan guar gum.
2.2 Metode
2.2.1 Mie Basah
Alat dan bahan disiapkan

Bahan-bahan ditimbang (tepung terigu, garam, sodium karbonat)

Garam, sodium karbonat, dan air dilarutkan

Tepung dimasukkan kedalam bowl dan dimasukkan 2 butir kuning telur serta
diaduk bersamaan

Larutan air, garam dan sodium karbonat dimasukkan secara sedikit demi
sedikit

Adonan diaduk hingga kalis (tidak lengket)

Adonan diistiratkan selama 15 menit

Adonan dimasukkan kedalam roll noodle machine dengan jarak roll 3 mm,
hingga menjadi lembaran

Adonan dipotong seperti persegi panjang


Hasil potongan diroll dengan jarak 2,1 mm sampai dengan 1,5 mm dan taburi
tapioka

Air panas dimasak dan diberikan sedikit minyak goreng

Mie direbus selama 8 menit dan ditiriskan

Mie diolesi dengan minyak goreng kembali (agar mie dapat terpisah satu sama
lain)

Mie disajikan dalam piring

Dilakukan uji hedonik mie basah

2.2.2 Mie instant


Alat dan bahan disiapkan

Bahan-bahan ditimbang (tepung terigu, NaCl, K2CO3, NA2CO3, STPP, dan


Guar Gum)

NaCl, K2CO3, NA2CO3, STPP,Guar Gum dilarutkan dalam air

Tepung dimasukkan kedalam bowl dan dimasukkan 2 butir kuning telur serta
diaduk bersamaan

Larutan air, NaCl, K2CO3, NA2CO3, STPP,Guar Gum dimasukkan secara


sedikit demi sedikit

Adonan diaduk hingga kalis (tidak lengket)

Adonan diistiratkan selama 15 menit


Adonan dimasukkan kedalam roll noodle machine dengan jarak roll 3 mm,
hingga menjadi lembaran

Adonan dipotong seperti persegi panjang

Hasil potongan diroll dengan jarak 2,1 mm sampai dengan 1,5 mm dan
ditaburi tapioka

Air panas dimasak untuk mengukus untaian mie

Mie dikukus dengan suhu 100oC selama 8 menit dan ditiriskan

Mie digoreng dengan minyak panas pada suhu 140oC selama 1 menit 15 detik,

Mie ditiriskan

Mie instan direbus (direhidrasi)

Dilakukan uji hedonik mie instant


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Hasil Uji Hedonik Mie Basah
Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Uji Hedonik Mie basah
3.1.2 Hasil Uji Hedonik Mie Instan
Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Uji Hedonik Mie Instan

Keterangan:
TMI = Kelompok 1 [1] = Sangat Tidak suka
GBK = Kelompok 2 [2] = Tidak Suka
OZN = Kelompok 3 [3] = Biasa
CUS = Kelompok 4 [4] = Suka
TMN = Kelompok 5 [5] = Sangat Suka
TOD = Kelompok 6
3.2 Pembahasan
Pada praktikum ke 10 tanggal 26 November 2012, mahasiswa diminta
untuk membuat produk mie, yaitu mie basah dan mie instan. Mie adalah produk
pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain
dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (Anin 2008). Mie terbuat dari
adonan tipis dan panjang yang telah digulung, dikeringkan, dan dimasak dalam air
mendidih dengan atau tanpa tambahan kuning telur. Produk mie umumnya
digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif
tinggi. Mie dengan bahan dasar utama terigu dapat dibagi menjadi 2 kelompok:
yaitu mie basah dan mie instan.
Mie basah merupakan untaian mie hasil dari pemotongan lembaran
adonan dihasilkan dari mie mentah yang dikukus atau direbus. Mie basah
memiliki kadar air 35% dan biasanya ditaburi dengan tapioka untuk menjaga agar
mie tidak saling lengket. Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses
perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat
mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu
kamar).
Sedangkan mie instan adalah mie yang dibuat dari untaian adonan yang
selanjutnya dikukus dan dikeringkan. Proses pengukusan dan pengeringan, akan
memodifikasi pati sehingga dihasilkan tekstur mie kering yang porous dan mudah
direhidrasi.
3.2.1 Bahan Dasar Pembuatan Mie
3.2.1.1 Mie Basah
3.2.1.1.1 Tepung Terigu
Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari
bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi dan
roti. Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan mi, yaitu
sekitar 90% dari total bahan padatan dalam mie. Tepung terigu tersusun
dari berbagai komponen heterogen, salah satunya protein. Tepung terigu
yang digunakan dalam pembuatan mie biasanya berkadar protein 10-12%.
Tepung terigu mengandung protein yang terhidrasi menghasilkan
gluten. Diantara jenis tepung lain, hanya tepung terigu yang dapat
membentuk struktur gluten. Terigu yang ditambahkan air lalu diuleni akan
membentuk gluten yang bersifat ulet dan kenyal. Semakin tinggi kadar
protein yang ada maka semakin tinggi kemampuan menyerap air sehingga
adonan mie menjadi tidak putus. Hal ini membuat adonan mie semakin
tahan lama dalam proses perebusan.
3.2.1.1.2 NaCl
Penambahan garam dapur (NaCl) disamping memberikan rasa
pada mie juga untuk memperkuat tesktur, membantu reaksi gluten dan
karbohidrat dalam mengikat air (Winarno dan Rahayu, 1994). Garam
(NaCl) mampu meningkatkan tekanan osmotik substrat yang
menyebabkan terjadinya penarikan air dari dalam bahan pangan sehingga
mikroorganisme tidak dapat tumbuh, ionisasi garam juga akan
menghasilkan ion khlor yang bersifat racun bagi mikroorganisme.
Selain itu garam juga merupakan suatu bahan pemadat (pengeras),
apabila adonan tidak memakai garam maka adonan tersebut akan agak
basah. Garam juga berfungsi untuk memperbaiki butiran dan susunan pati
menjadi lebih kuat serta secara tidak langsung membantu pembentukan
warna dan dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amilase
sehingga mie tidak bersifat lengket dan mengembang secara berlebihan
(Astawan 2008).
3.2.1.1.3 Air
Air dalam pembuatan mie mempunyai banyak fungsi. Dengan
tercampurnya tepung dengan air akan memungkinkan terbentuknya gluten.
Selain itu air juga berfungsi mengontrol kepadatan adonan dan membantu
penyebaran bahan-bahan lain agar dapat tercampur rata. Pada proses
pembuatan mie, air bersama terigu akan menghasilkan gluten. Air juga
berfungsi untuk melarutkan garam alkali sebelum proses pencampuran dan
membantu proses pengukusan pada mie.
3.2.1.1.4 Na2CO3
Natrium karbonat anhidrida (Na2CO3) berfungsi sebagai bahan
pengenyal yang sering digunakan dalam pembuatan mie. Selain itu
Na2CO3 juga berfungsi untuk memperkuat tekstur dan memperkuat gluten.
Penambahan Na2CO3 dimaksudkan untuk mengembangkan adonan.
Apabila dilarutkan dalam air, soda tersebut akan terurai dan melepaskan
CO2 sebagai gas untuk mengembangkan adonan mie. Penambahan
senyawa alkali selama pembuatan adonan akan menyebabkan proses
penyerapan air menjadi lebih cepat. Reaksi senyawa alkali dengan pati dan
air akan menghasilkan CO2 sehingga terbentuk rongga antar ruang granula
pati. Alkali akan melepas ikatan sehingga air dapat melakukan penetrasi
ke dalam granula pati. Akibatnya granula pati menjadi lebih mudah
menyerap air dan kemudian pengikatan air meningkat yang menyebabkan
semakin besarnya pengembangan granula pati.
3.2.1.2.9 Kuning Telur
Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi pada pembuatan mie
karena di dalam kuning telur terdapat lesitin. Sebagai pengemulsi, lesitin
juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung untuk mengembangkan
adonan. Penambahan kuning telur bersamaan dengan garam alkali juga
dapat membantu proses pembentukan gluten, memperkuat testktur, dan
menghasilkan sifat yang kenyal.

3.2.1.2 Mie Instan


3.2.1.2.1 Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung
terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling.
Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya
membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten
pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus
pada proses pencetakan dan pemasakan.
3.2.1.2.2 STTP
Sodium Tri Poly Phosphat (STPP) berfungsi sebagai pengemulsi
sehingga akan dihasilkan adonan yang lebih homogen (rata). Adonan yang
lebih rata akan memberikan tekstur yang lebih baik. Sodium Tri Poly
Phosphat (STPP) berfungsi sebagai pengemulsi sehingga akan dihasilkan
adonan yang lebih homogen (rata). Adonan yang lebih rata akan
memberikan tekstur yang lebih baik. Penggunaan Sodium Tri Poly
Phosphat menurut SNI adalah sekitar 0,3 %. Pada tahap pembuatan
adonan sering ditambahkan alkali dengan tujuan untuk meningkatkan daya
rehidrasi, ekstensibilitas, elastisitas, dan kehalusan dari mie yang
dihasilkan. Penambahan senyawa alkali menyebabkan pH lebih tinggi (pH
7,0-7,5), warna mie menjadi kuning, dan menghasilkan flavor yang lebih
disukai (Soraya, 2011).
3.2.1.2.3 Minyak goreng
Minyak dapat digunakan sebagai medium penggorengan bahan.
Dalam penggorengan, minyak berfungsi sebagai medium penghantar
panas, menambah rasa gurih dan kalori dalam bahan. Selain itu dalam
pembuatan mie basah, minyak goreng juga berfungsi untuk memisahkan
struktur adonan mie hingga membentuk untaian.
3.2.1.2.4 NaCl
Penambahan garam dapur (NaC1) disamping memberikan rasa
pada mie juga untuk memperkuat tekstur, membantu reaksi gluten dan
karbohidrat dalam mengikat air (Winarno, 1994). Garam dapur juga dapat
menghambat aktifitas enzim protease dan amilase sehingga mie tidak
bersifat lengket dan mengembang secara berlebihan (Astawan, 2008).
Selain itu garam berfungsi untuk meningkatkan temperatur
gelatinisasi pati. Garam berpengaruh pada aktifitas air selama gelatinisasi
yaitu menurukan Aw untuk gelatinisasi.
Garam merupakan bahan penyedap yang bisa digunakan dalam
makanan. Garam digunakan untuk memberi rasa gurih dan meningkatkan
kelihatan gluten. Selain itu garam merupakan suatu bahan pemadat
(pengeras). Apabila adonan tidak memakai garam maka adonan tersebut
akan agak basah. Garam memperbaiki butiran dan susunan pati menjadi
lebih kuat serta secara tidak langsung membantu pembentukan warna
(Astawan, 2008).
3.2.1.2.5 Air
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat,
melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten
akan mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya
memiliki pH antara 6 - 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat
dengan naiknya pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak
mudah patah. Jumlah air yang optimum membentuk pasta yang baik
(Anonim, 2010).
3.2.1.2.6 Na2CO3
Soda abu adalah nama dagang untuk Natrium karbonat anhidrida
(Na2CO3). Natrium karbonat anhidrida mempunyai sifat larut dalam
air. Soda abu (Na2CO3) telah dikenal luas oleh masyarakat sebagai bahan
pengenyal yang sering digunakan sebagai pengenyal dalam pembuatan
mie.
3.2.1.2.7 K2CO3
Kalium karbonat (K2CO3) merupakan garam alkali yang berfungsi
untuk mengikat gluten, meningkatkan elastisitas, meningkatkan kehalusan
tekstur dan meningkatkan sifat kenyal apabila dilarutkan ke dalam air.
Selain sebagai alkali, kalium karbonat juga digunakan untuk flavour dan
mengontrol pH.
3.2.1.2.8 Guar Gum
Bahan ini berfungsi memperbaiki tekstur mie, mengurangi
penyerapan minyak pada mie instan, meningkatkan kelembutan mie, rata
rata pengunaan adalah sekita 0,1% - 0,2. Gum yang sebagian besar
terdapat pada bahan alami dibutuhkan sebagai bahan tambahan yang
berfungsi sebagai pengental, pembentuk gel, dan pembentuk lapisan tipis
selain itu juga berfungsi sebagi pembentuk suspensi, pengemulsi,
pemantap emulsi (Tranggono,1990)
3.2.1.2.9 Kuning Telur
Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi pada pembuatan mie
karena di dalam kuning telur terdapat lesitin. Sebagai pengemulsi, lesitin
juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung untuk mengembangkan
adonan. Penambahan kuning telur bersamaan dengan garam alkali juga
dapat membantu proses pembentukan gluten, memperkuat testktur, dan
menghasilkan sifat yang kenyal.
3.2.2 Proses Pembuatan Mie Basah
Proses pembuatan mie dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu dimulai
dengan pencampuran bahan, pengadukan (mixing), pembentukan adonan menjadi
lembaran (roll-sheeting), pembelahan lembaran menjadi untaian mie (slitting),
pemotongan dan pelipatan (cutting and folding), pengukusan (steaming) dan
pengemasan (packing). Setelah bahan ditimbang, garam dan Na2CO3 dilarutkan ke
dalam air. Air berfungsi untuk mendispersikan garam alkali. Apabila dilarutkan
dalam air, soda tersebut akan terurai dan melepaskan CO2 sebagai gas untuk
mengembangkan adonan mie.
Penambahan senyawa alkali selama pembuatan adonan akan menyebabkan
proses penyerapan air menjadi lebih cepat. Reaksi senyawa alkali dengan pati dan
air akan menghasilkan CO2 sehingga terbentuk rongga antar ruang granula pati.
Alkali akan melepas ikatan sehingga air dapat melakukan penetrasi ke dalam
granula pati. Akibatnya granula pati menjadi lebih mudah menyerap air dan
kemudian pengikatan air meningkat yang menyebabkan semakin besarnya
pengembangan granula pati. Pemberian larutan alkali akan meningkatkan
elastisitas mi yang dihasilkan. Warna adonan menjadi kekuningan, akibat terjadi
reaksi antara alkali dengan pigmen flavanoid dari tepung terigu.
Proses pencampuran bahan untuk dibentuk adonan, dimana adonan yang
dihasilkan harus benar-benar tercampur menjadi campuran yang homogen.
Tepung terigu dimasukkan ke dalam mixer dan dan diaduk. Sementara itu larutan
garam dan sodium karbonat juga turut dimasukkan ke dalam mixer. Pada proses
pencampuran perlu dilakukan pengadukan agar hidrasi tepung dengan air
berlangsung secara merata, menarik serat-serat gluten dan terbentuk campuran
yang homogen.
Gluten pada tepung terigu akan mulai terbentuk pada saat tepung terigu
dibasahi dengan air yaitu pada tahap pencampuran adonan. Pada saat gluten
dibasahi, komponen di dalam gluten akan mengembang dan saling mengikat
dengan kuat sehingga akan membentuk adonan yang bersifat liat (Anonim 2011).
Oleh karena itu, kadar protein di dalam tepung terigu akan berpengaruh dalam
kekenyalan dan elastisitas mie basah, sehingga mie basah yang dihasilkan tidak
akan mudah putus (Soraya 2011). Proses pengadukan sampai adonan mie yang
terbentuk kalis, yaitu tidak lengket dan tidak mudah putus.
Setelah dilakukan proses pengadukan, adonan dimasukkan ke dalam roll
machine untuk pembentukan lembaran. Pembentukan lembaran (roll-sheeting)
bertujuan untuk membentuk struktur gluten dengan arah yang sama secara merata
dan lembaran adonan menjadi lembut serta elastis. Proses ini merupakan proses
pembentukan adonan menjadi lembaran yang menentukan tekstur mie yang
dihasilkan karena pada proses inilah terjadi pembentukan struktur gluten
(Astawan, 2008). Hal ini disebabkan gluten berperan dalam pembentukan
lembaran adonan dan untaian mie yang kenyal dan elastis. Lembaran yang keluar
dari mesin dilumuri dengan tepung tapioka supaya adonan menyatu kembali dan
tidak lengket.
Setelah itu adonan didiamkan selama 15 menit. Saat didiamkan air akan
mendispersikan garam alkali sehingga garam alkali akan larut ke dalam air. Hal
ini akan mempengaruhi tekstur adonan mie karena terbentuk gluten. Setelah
didiamkan lembaran adonan dibentuk menjadi untaian mie serta dikukus.
Pengukusan dimaksudkan untuk memasak mie menjadi mie masak dengan sifat
fisik yang solid sehingga akan diperoleh tekstur mie basah yang baik yaitu
lembut, lunak dan elastis (Astawan, 2008).
Pada proses pengukusan ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten
sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten yang akan menyebabkan
timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen,
sehingga rantai ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum
dikukus, ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus, ikatan menjadi
keras dan kuat. Setelah dikukus, mie tersebut diolesi dengan minyak goreng. Hal
ini bertujuan agar untaian mie yang masih tergabung menjadi satu dapat terlepas.
3.2.3 Proses Pembuatan Mie Instan
Proses pembuatan mie melalui beberapa tahap, yaitu dimulai dengan
pencampuran bahan ke hopper, selanjutnya dilakukan pengadukan (mixing),
pembentukan adonan menjadi lembaran (roll-sheeting), pembelahan lembaran
menjadi untaian mie (slitting), pengukusan (steaming), pemotongan dan pelipatan
(cutting and folding), penggorengan (frying), pendinginan (cooling), dan
pengemasan (packing) (Ritantiyah, 2010).
Setelah bahan ditimbang, garam, Na2CO3, K2CO3, STTP dan Guar Gum
dilarutkan ke dalam air. Air berfungsi untuk mendispersikan garam alkali. Apabila
dilarutkan dalam air, soda tersebut akan terurai dan melepaskan CO2 sebagai gas
untuk mengembangkan adonan mie. Fungsi air alkali sebagai bahan tambahan
membuat mie instan adalah media reaksi antara glutenin dan karbohidrat yang
membentuk sifat kenyal pada glutein (Anonim, 1987). Pada pembuatan mie
instan, air alkali berfungsi untuk meningkatkan daya rehidrasi, kekenyalan, dan
kehalusan tekstur. Selain sebagai alkali, natrium karbonat dan kalium karbonat
juga digunakan untuk flavour dan mengontrol pH. Natrium karbonat pada
makanan juga dapat berfungsi sebagai anti oksidan (Muchtadi dan Sugiono,
1992).
Dalam proses pengadukan (mixing) semua bahan dimixer menjadi satu
sampai terbentuk adonan. Tujuan proses ini adalah mendapatkan adonan yang
cukup kadar airnya untuk membentuk struktur gluten sehingga diperoleh adonan
yang homogen dan memudahkan dalam proses pembentukan lembaran.
Pembentukan lembaran (roll-sheeting) bertujuan untuk membentuk
struktur gluten dengan arah yang sama secara merata dan lembaran adonan
menjadi lembut serta elastis. Proses ini merupakan proses pembentukan adonan
menjadi lembaran yang menentukan tekstur mie yang dihasilkan karena pada
proses inilah terjadi pembentukan struktur gluten (Astawan, 2008).
Setelah adonan diuleni akan terbentuk adonan yang kalis, licin dan
transparan. Dan adonan berbentuk lembaran, selanjutnya lembaran adonan
tersebut dibelah sehingga berbentuk gelombang. Selanjutnya, dilakukan proses
steaming atau pengukusan. Pengukusan atau steaming dimaksudkan untuk
memasak mie menjadi mie masak dengan sifat fisik yang solid sehingga akan
diperoleh tekstur mie yang baik yakni lembut, lunak dan elastis (Astawan, 2008).
Kemudian setelah mie keluar dari panci, selanjutnya dilakukan
pemotongan dan pelipatan (cutting and folding). Pemotongan adalah proses
memotong lajur mie pada ukuran tertentu, dan melipat menjadi dua bagian yang
sama panjang.
Selanjutnya setelah proses pemotongan dan pelipatan kemudian dilakukan
proses penggorengan. Penggorengan merupakan pemberian sejumlah panas
kepada suatu bahan dengan media minyak atau lemak agar bahan tersebut menjadi
matang atau setengah matang saja. Tujuan proses ini adalah untuk megurangi
kadar air didalam mie dan pemantapan pati tergelatin. Kadar air setelah
penggorengan adalah 3% sehingga mie menjadi matang, kaku dan awet.
Berikutnya setelah penggorengan dilakukan pendinginan. Pendinginan (cooling)
adalah proses pengangkutan mie panas setelah penggorengan ke dalam ruang
pendingin mie dengan blower. Tujuan dari proses pendinginan mie ini adalah
untuk mendinginkan mie panas yang keluar dari proses penggorengan hingga
diperoleh suhu mendekati suhu kamar (Ritantiyah, 2010).
Setelah diilakukan proses pendinginan, dilakukan proses perebusan
kembali pada mie instan (rehidrasi). Penggorengan mengakibatkan pori-
pori mie bagian luar menjadi lebih halus sehingga waktu rehidrasi mie menjadi
lebih singkat. Penambahan garam alkali mempengaruhi tekstur mie instan ketika
disimpan. Ketika mie instan disimpan, garam alkali dapat mengikat air sehingga
menjaga tekstur mie agar tetap kering.
3.2.4 Uji Hedonik Mie Basah
Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan atau dalam bahasa
Inggrisnya disebut acceptance test atau preference test. Soekarto (1985)
mengatakan bahwa uji hedonik menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat
atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Menurut
Rahardjo (1998) bahwa pada uji hedonik, panelis mengemukakan tanggapan
pribadinya yaitu berupa kesan yang berhubungan dengan kesukanan atau
tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensori atau kualitas yang dinilai.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap rasa, aroma,
dan elastisitas sampel mie basah yang berbeda. Panelis disediakan tiga sampel mie
basah yang telah dibuat oleh semua kelompok dan disajikan secara acak. Panelis
disediakan tiga contoh uji mie basah dengan kode berbeda, yaitu TOD
[Kelompok 6], CUS [Kelompok 4], dan GBK [Kelompok 2]. Setelah itu
panelis diminta untuk menyatakan kesukaaan mie basah. Adapun skala hedonik
atau skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak
suka [2], dan sangat tidak suka [1]. Hal ini bertujuan untuk melihat kesan pertama
yang timbul saat panelis melakukan penilaian terhadap karakteristik mutu yang
diujikan.
3.2.4.1 Uji Hedonik Rasa Mie Basah
Rasa pada makanan atau minuman merupakan faktor kedua yang
mempengaruhi cita rasa setelah ptigapilan makanan atau minuman itu
sendiri. Rasa meruapakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang
sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar manis, asin,
asam dan pahit.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap rasa
ketiga produk mie basah dari tiga kelompok. Panelis disediakan tiga
contoh uji mie basah dengan kode berbeda yaitu, TOD [Kelompok 6],
CUS [Kelompok 4], dan GBK [Kelompok 2]. Panelis diminta untuk
mencicipi rasa ketiga mie basah tersebut lalu memberikan penilaian berupa
suka atau tidak suka terhadap rasa ketiga mie basah tersebut pada
kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang
diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2], dan
sangat tidak suka [1].
Uji hedonik mie basah untuk parameter rasa berdasarkan pada
Tabel 1 panelis menyukai sampel Mie basah TOD dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 3,21. Mie basah CUS dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,21. Mie basah GBK dengan
rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,25. Berdasarkan hasil
penilaian, dapat dikatakan bahwa dari segi parameter rasa mie basah GBK
paling disukai diantara rasa mie basah yang lain karena memiliki penilaian
tertinggi, yaitu 3,25 dengan skala kriteria penilaian antara [biasa] dan
[suka].
Penambahan minyak goreng pada pembuatan mie basah turut
berperan dalam pembentukan cita rasa pada mie basah. Penambahan lemak
berfungsi untuk menambah kolesterol serta memperbaiki cita rasa dari
bahan pangan (Ketaren 1986).
Selain itu, penambahan garam dan senyawa alkali juga
mempengaruhi cita rasa makanan. Garam merupakan bahan penyedap
yang bisa digunakan dalam makanan. Garam digunakan pada pembuatan
mie untuk memberi rasa gurih dan meningkatkan kelihatan gluten.
Senyawa alkali yang ditambahkan pada proses pembuatan mie basah juga
ikut berperan pada pembentukan flavor (cita rasa) mie basah.
3.2.4.2 Uji Hedonik Aroma Mie basah
Aroma atau bau suatu makanan menentukan kelezatan makanan
tersebut. Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera
pembau. Menurut Winarno (1997), bau yang diterima oleh hidung dan
otak umumnya merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam,
tengik, dan hangus.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap
aroma ketiga produk mie basah dari tiga kelompok. Panelis disediakan tiga
contoh uji mie basah dengan kode, yaitu TOD [Kelompok 6], CUS
[Kelompok 4], dan GBK [Kelompok 2]. Panelis diminta untuk mencium
aroma ketiga mie basah tersebut lalu memberikan penilaian berupa suka
atau tidak suka terhadap aroma ketiga mie basah tersebut pada kolom
respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang diberikan,
yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2], dan sangat tidak
suka [1].
Uji hedonik mie basah untuk parameter aroma berdasarkan pada
Tabel 1 panelis menyukai sampel Mie basah TOD dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 3,14. Mie basah CUS dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,14. Mie basah GBK dengan
rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,18. Berdasarkan hasil
penilaian, dapat dikatakan bahwa dari segi parameter aroma mie basah
GBK paling disukai diantara aroma mie basah yang lain karena memiliki
penilaian tertinggi, yaiut 3,18 dengan skala kriteria penilaian antara [biasa]
dan [suka].
Aroma pada mie basah dipengaruhi oleh adanya senyawa yang
bersifat volatil dan senyawa alkali (Soraya 2011). Senyawa volatil adalah
bahan atau senyawa organik yang mudah menguap yang dihasilkan berupa
gas dari beberapa bahan padat atau cair. Contoh senyawa volatil yang
terdapat pada mie adalah asam lemak dan senyawa ester. Selain itu
penambahan minyak goreng juga mempengaruhi pembentukan aroma mie
basah.

3.2.4.3 Uji Hedonik Elastisitas Mie basah


Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap
elastisitas ketiga produk mie basah dari tiga kelompok. Panelis disediakan
tiga contoh uji mie basah dengan kode berbeda, yaitu TOD [Kelompok
6], CUS [Kelompok 4], dan GBK [Kelompok 2]. Panelis diminta
untuk meraba elastisitas ketiga mie basah tersebut lalu memberikan
penilaian berupa suka atau tidak suka terhadap elastisitasketiga mie
basah tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau
skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3],
tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].
Uji hedonik mie basah untuk parameter elastisitas berdasarkan
pada Tabel 1 panelis menyukai sampel Mie basah TOD dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,36. Mie basah CUS dengan
rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,43. Mie basah GBK
dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,43.
Berdasarkan hasil penilaian, dapat dikatakan bahwa dari segi parameter
elastisitas mie basah CUS dan GBK paling disukai diantara elastisitas mie
basah yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 3,43 dengan
skala kriteria penilaian antara [biasa] dan [suka].
Berdasarkan bahan yang digunakan, sifat keelastisan pada mie
basah dipengaruhi oleh air, tepung terigu, air alkali, dan garam. Pada
proses pembuatan mie, air bersama terigu akan menghasilkan gluten. Sifat
keelastisan pada mie dipengaruhi oleh kandungan protein yang ada pada
tepung terigu. Semakin tinggi kadar protein yang ada maka semakin tinggi
kemampuan menyerap air sehingga adonan mie menjadi tidak putus. Hal
ini membuat adonan mie semakin tahan lama dalam proses perebusan.
Penambahan senyawa alkali selama pembuatan adonan akan
menyebabkan proses penyerapan air menjadi lebih cepat. Reaksi senyawa
alkali dengan pati dan air akan menghasilkan CO2 sehingga terbentuk
rongga antar ruang granula pati. Alkali akan melepas ikatan sehingga air
dapat melakukan penetrasi ke dalam granula pati. Akibatnya granula pati
menjadi lebih mudah menyerap air dan kemudian pengikatan air
meningkat yang menyebabkan semakin besarnya pengembangan granula
pati. Pemberian larutan alkali akan meningkatkan elastisitas mi yang
dihasilkan.
Penambahan garam dapur (NaC1) disamping memberikan rasa
pada mie juga untuk memperkuat tekstur, membantu reaksi gluten dan
karbohidrat dalam mengikat air (Winarno, 1994). Garam dapur juga dapat
menghambat aktifitas enzim protease dan amilase sehingga mie tidak
bersifat lengket dan mengembang secara berlebihan (Astawan, 2008).
Penggunaan garam 1-2% akan meningkatkan kekuatan lembaran adonan
dan mengurangi kelengketan.
Selain berdasarkan bahan yang digunakan, proses pembuatan juga
mempengaruhi sifat keelastisan pada mie basah. Pada proses pencampuran
perlu dilakukan pengadukan agar hidrasi tepung dengan air berlangsung
secara merata, menarik serat-serat gluten dan terbentuk campuran yang
homogen. Gluten pada tepung terigu akan mulai terbentuk pada saat
tepung terigu dibasahi dengan air yaitu pada tahap pencampuran adonan.
Pada saat gluten dibasahi, komponen di dalam gluten akan mengembang
dan saling mengikat dengan kuat sehingga akan membentuk adonan yang
bersifat elastis.
Proses pembentukan lembaran (roll-sheeting) pada mie juga
bertujuan untuk membentuk struktur gluten dengan arah yang sama secara
merata dan lembaran adonan menjadi lembut serta elastis. Selain itu proses
pengukusan juga berpengaruh terhadap sifat keelastisan mie basah. Pada
proses pengukusan ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten
sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten yang akan
menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh
putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati dan gluten
lebih rapat. Pada waktu sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak dan
fleksibel, tetapi setelah dikukus, ikatan menjadi keras dan kuat sehingga
bersifat elastis.

3.2.5 Uji Hedonik Mie Instan


Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan atau dalam bahasa
Inggrisnya disebut acceptance test atau preference test. Soekarto (1985)
mengatakan bahwa uji hedonik menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat
atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Menurut
Rahardjo (1998) bahwa pada uji hedonik, panelis mengemukakan tanggapan
pribadinya yaitu berupa kesan yang berhubungan dengan kesukanan atau
tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensori atau kualitas yang dinilai.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap rasa, aroma,
dan elastisitas sampel mie instan yang berbeda. Panelis disediakan tiga sampel
mie instan yang telah dibuat oleh semua kelompok dan disajikan secara acak.
Panelis disediakan tiga contoh uji mie instan dengan kode berbeda, yaitu TMI
[Kelompok 1], TMN [Kelompok 5], dan OZN [Kelompok 3]. Setelah itu
panelis diminta untuk menyatakan kesukaaan mie instan. Adapun skala hedonik
atau skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak
suka [2], dan sangat tidak suka [1]. Hal ini bertujuan untuk melihat kesan pertama
yang timbul saat panelis melakukan penilaian terhadap karakteristik mutu yang
diujikan.
3.2.4.1 Uji Hedonik Rasa Mie instan
Rasa pada makanan atau minuman merupakan faktor kedua yang
mempengaruhi cita rasa setelah ptigapilan makanan atau minuman itu
sendiri. Rasa meruapakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang
sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar manis, asin,
asam dan pahit.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap rasa
ketiga produk mie instan dari tiga kelompok. Panelis disediakan tiga
contoh uji mie instan dengan kode berbeda yaitu, TMI [Kelompok 1],
TMN [Kelompok 5], dan OZN [Kelompok 3]. Panelis diminta untuk
mencicipi rasa ketiga mie instan tersebut lalu memberikan penilaian
berupa suka atau tidak suka terhadap rasa ketiga mie instan tersebut
pada kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala numerik
yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2],
dan sangat tidak suka [1].
Uji hedonik mie instan untuk parameter rasa berdasarkan pada
Tabel 1 panelis menyukai sampel Mie instan TMI dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 3,29. Mie instan TMN dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,14. Mie instan OZN dengan
rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,18. Berdasarkan hasil
penilaian, dapat dikatakan bahwa dari segi parameter rasa mie instan TMI
paling disukai diantara rasa mie instan yang lain karena memiliki penilaian
tertinggi, yaitu 3,29 dengan skala kriteria penilaian antara [biasa] dan
[suka].
Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen
rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin
peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test
compensation).
Minyak goreng merupakan sumber lemak (lemak pada pada suhu
ruang) yang ditambahkan ke dalam mie. Penambahan lemak berfungsi
untuk menambah kolesterol serta memperbaiki cita rasa dari bahan
pangan. Pada saat penggorengan, terjadi perubahan pembentukan flavor
mie dan pemantapan proses gelatinisasi pati oleh penggorengan akan
dibebaskan zat- zat volatil pembentukan flavor (Winarno, 2004).
Rasa gurih pada mie instant disebabkan oleh penambahan garam,
Garam merupakan bahan penyedap yang bisa digunakan dalam makanan.
Garam digunakan untuk memberi rasa gurih (Astawan, 2008).
3.2.4.2 Uji Hedonik Aroma Mie instan
Aroma atau bau suatu makanan menentukan kelezatan makanan
tersebut. Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera
pembau. Menurut Winarno (1997), bau yang diterima oleh hidung dan
otak umumnya merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam,
tengik, dan hangus.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap
aroma ketiga produk mie instan dari tiga kelompok. Panelis disediakan
tiga contoh uji mie instan dengan kode, yaitu TMI [Kelompok 1],
TMN [Kelompok 5], dan OZN [Kelompok 3]. Panelis diminta untuk
mencium aroma ketiga mie instan tersebut lalu memberikan penilaian
berupa suka atau tidak suka terhadap aroma ketiga mie instan tersebut
pada kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala numerik
yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2],
dan sangat tidak suka [1].
Uji hedonik mie instan untuk parameter aroma berdasarkan pada
Tabel panelis menyukai sampel Mie instan TMI dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 3,54. Mie instan TMN dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,29. Mie instan OZN dengan
rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,11. Berdasarkan hasil
penilaian, dapat dikatakan bahwa dari segi parameter aroma mie instan
TMI paling disukai diantara aroma mie instan yang lain karena memiliki
penilaian tertinggi, yaiut 3,54 dengan skala kriteria penilaian antara [biasa]
dan [suka].
Menurut Anonim (2005), pada saat frying juga terjadi denaturasi
protein dan reaksi maillard. Denaturasi protein dapat meningkatkan daya
cerna. Reaksi maillard merupakan reaksi antara gugus reduksi dari
karbohidrat pada pati dengan gugus amino pada protein. Reaksi ini
menimbulkan aroma yang khas pada mie instan.
3.2.4.3 Uji Hedonik Elastisitas Mie instan
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap
elastisitas ketiga produk mie instan dari tiga kelompok. Panelis disediakan
tiga contoh uji mie instan dengan kode berbeda, yaitu TMI [Kelompok
1], TMN [Kelompok 5], dan OZN [Kelompok 3]. Panelis diminta
untuk meraba elastisitas ketiga mie instan tersebut lalu memberikan
penilaian berupa suka atau tidak suka terhadap elastisitasketiga mie
instan tersebut pada kolom respon form uji Adapun skala hedonik atau
skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3],
tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].
Uji hedonik mie instan untuk parameter elastisitasberdasarkan pada
Tabel 1 panelis menyukai sampel Mie instan TMI dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 3,29. Mie instan TMN dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,39. Mie instan OZN dengan
rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,32. Berdasarkan hasil
penilaian, dapat dikatakan bahwa dari segi parameter elastisitas mie instan
TMN paling disukai diantara elastisitas mie instan yang lain karena
memiliki penilaian tertinggi, yaitu 3,39 dengan skala kriteria penilaian
antara [biasa] dan [suka].
Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah
kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air.
Sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan
tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Gluten adalah
campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari protein yang terkandung
bersama pati dalam endosperma (dan juga tepung yang dibuat darinya)
beberapa serealia, terutama gandum, gandum hitam, dan jelai (Soraya,
2011). Dari ketiganya, gandumlah yang paling tinggi kandungan
glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam
tepung, dan terdiri dari protein gliadin danglutenin. Gluten membuat
adonan kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara.
Gluten pada tepung terigu akan mulai terbentuk pada saat tepung
terigu dibasahi dengan air yaitu pada tahap pencampuran adonan. Pada
saat gluten dibasahi, komponen di dalam gluten akan mengembang dan
saling mengikat dengan kuat sehingga akan membentuk adonan yang
bersifat liat (Soraya, 2011).
Pembuatan alkali adalah dengan melarutkan beberapa ingridient
seperti garam-garam mineral (NaCl, K2CO3, Na2CO3) guar gum dengan
air. Fungsi air alkali sebagai bahan tambahan membuat mie instan adalah
media reaksi antara glutenin dan karbohidrat yang membentuk sifat kenyal
pada glutein (Anonim, 1987).
Natrium karbonat dan kalium karbonat. Penggunaan senyawa
Natrium karbonat dan kalium karbonat sebagai tambahan pada mie instant
mengakibatkan pH lebih tinggi yaitu pH 7,0-7,5 warna sedikit kuning dan
flavor disukai oleh konsumen. Komponen-komponen tersebut berfungsi
untuk mempercepat pengikat gluten, meningkatkan elastisitas dan
fleksibilitas (garam fosfat) dan meningkatakan Sodium tripolifosfat
digunakan sebagai bahan pengikat air agar air dalam adonan tidak
menguap sehingga adonan tidak mengalami pengerasan atau kekeringan
dipermukaan sebelum proses pembentukan lembaran adonan. Perbaikan
terhadap sifat-sifat adonan tidak menunjukan penghambatan. Jadi larutan
alkali sangat berperan dalam menentukan mutu mie instant yaitu sebagia
pengatur pH untuk mempercepat proses gelatinisasi pati dan karena
terdapat pada bentuk garam karbonat maka larutan alkali berfungsi sebagai
zat pengembang adonan mie instant (Anonim, 1987).
STPP (Sodium Tri Poly Phosphat dikenal sebagai pengenyal
karena sifatnya yang dapat mempengaruhi terbentuknya gluten pada mie,
sehingga sangat berpengaruh terhadap tekstur mie yang dihasilkan, dimana
tekstur mie akan menjadi lebih liat (Soraya, 2011).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum mie basah dan mie instan, dapat disimpulkan
bahwa kombinasi kadar sodium karbonat, kadar garam, kadar air, dan kadar
tepung terigu yang digunakan serta alat pengolahan dan proses pengolahan mie
akan memberikan pengaruh terhadap pembentukan sifat organoleptik yang akan
dihasilkan pada mie basah. Sedangkan kombinasi kadar tepung terigu, air, NaCl,
K2CO3, NA2CO3, STPP, dan guar gum yang digunakan serta alat pengolahan dan
proses pengolahan mie akan memberikan pengaruh terhadap pembentukan sifat
organoleptik yang akan dihasilkan pada mie instan.
Hasil uji hedonik mie basah, mie basah GBK [Kelompok 2] memiliki
rasa mie yang paling disukai. Pada parameter aroma, mie basah GBK
[Kelompok 2] memiliki rasa mie yang paling disukai. Pada parameter elastisitas,
mie basah GBK [Kelompok 2] dan CUS [Kelompok 4] memiliki elastisitas
mie yang paling disukai. Hasil uji hedonik mie instan, mie instan TMI
[Kelompok 1] memiliki rasa mie yang paling disukai. Pada parameter aroma, mie
instan TMI [Kelompok 1] memiliki rasa mie yang paling disukai. Pada
parameter elastisitas, mie instan TMN [Kelompok 5] memiliki elastisitas mie
yang paling disukai

4.2 Saran
Bahan-bahan yang akan digunakan sebaiknya diperiksa kualitas dan
ketersediaannya terlebih dahulu sehingga mie yang dihasilkan bermutu tinggi.
Formula yang akan digunakan harus dibuat berbeda dalam komposisi dan bahan
baku yang akan digunakan agar produk yang didapat lebih beragam. Selain itu,
disediakan plastik sebagai wadah untuk membawa hasil olahan agar tidak
terbuang percuma.
DAFTAR PUSTAKA

Anin. 2008. Mie. http://id.shvoong.com [30 November 2012]


Anonim. 1987. Standard Industri Indonesia. Jakarta: Departemen Perindustrian.
Anonim. 2005. Theory instan noodles. www.mostproject.org [29 November 2012]
Anonim. 2010. Pengaruh air pada mie. http://www.Indohalal.com [29 November
2012]
Anonim. 2011. Resep Membuat Mie http://obetnego.blogspot.com [30 November
2012]
Astawan, Made. 2008. Membuat Mie dan Bihun. Bandung: Penebar Swadaya..
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pengan. Jakarta: UI Press.
Muchtadi dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Rahardjo. 1998.Uji Inderawi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
Ritantiyah. 2010. Laporan magang di Pt. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (quality
control mie instant). Surakarta: Program Diploma Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
Soekarto. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara
Soraya. 2011. Pembuatan mie. http://gunasoraya.blogspot.com [29 November
2012].
Winarno dan Rahayu. 1994. Bahan Makanan Tambahan untuk Makanan dan
Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Winarno, F. G. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno, F G. 1997. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Resep Pembuatan Mie Basah
Tepung Terigu 100% 400 gr
NaCl 1,2% 4,8 gr
Na2CO3 0,5% 2 gr
Air 36% 144 ml
Lampiran 2. Resep Pembuatan Mie Instan
Tepung terigu 100% 400 gr
Air 34% 136 ml
NaCl 1% 4 gr
K2CO3 0,1% 0,4 gr
Na2CO3 0,1% 0,4 gr
STTP 0,1% 0,4 gr
Guar Gum 0,2% 0,8 gr

Lampiran 3. Perhitungan Formulasi Mie Basah


Tepung terigu : = 400 gr

NaCl : = 4,8 gr

Na2CO3 : = 2 gr

Air : = 144 ml

Lampiran 4. Perhitungan Formulasi Mie Instan


Tepung terigu : = 400 gr

NaCl : = 4 gr

Na2CO3 : = 0,4 gr

Air : = 136 ml

K2CO3 : = 0,4 gr

STTP : = 0,4 gr

Guar Gum : = 0,8 gr

Anda mungkin juga menyukai