Anda di halaman 1dari 6

I.

Pendahuluan
Kata protein berasal dari kata protos atau proteos yang berarti pertama atau
utama. Protein merupakan komponen penting sel hewan atau manusia sehingga
fungsi utama protein yaitu sebagai zat pembentukan dan pertumbuhan tubuh
(Salirawati, dkk). Protein adalah komponen yang terdiri atas atom karbon,
hydrogen, oksigen, nitrogen, dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Tersusun
dari serangkaian asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat besar, yaitu
berkisar 8.000 sampai 10.000 (Devi, 2010).
Protein merupakan zat penting bagi tubuh karena protein dibutuhkan sebagai
zat pembangun dan fungsi lain nya yang berperan penting. Protein memiliki sifat
yang spesifik yaitu sifat fisiko kimia protein, sifat fisiko kimia protein diantaranya
adalah kelarutan, emulsi, buih, viskositas, dan sifat alir.
Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam amino yang
tersusun dari atom nitrogen, karbon, hidrogen dan oksigen, beberapa jenis asam
amino yang mengandung sulfur (metionin, sistin, dan sistein) yang dihubungkan
oleh ikatan peptida. Dalam makhluk hidup, protein berperan sebagai pembentuk
struktur sel dan beberapa jenis protein memiliki peran fisiologis. Berdasarkan
bentuk molekulnya, protein digolongkan menjadi protein globular (albumin,
globulin, dan hemoglobin) dan protein serabut (keratin pada rambut dan fibroin
pada sutra) (Bintang, 2010).
pH yang menghasilkan konsentrasi keseimbangan zwitterion asam amino yang
maksimum disebut pH isoionik atau pI. Harga pH ini adalah hampir atau sama
dengan titik isoelektrik, yang didefinisikan sebagai harga pH suatu larutan asam
amino, yang asam aminonya (atau protein) tidak bergerak dalam medan listrik.
Titik isoelektrik merupakan jumlah yang secara eksperimen ditentukan yang
tergantung pada sifat garam buffer dan ion-ion lain dalam larutan (Page, 1997).
Faktor yang mempengaruhi kelarutan protein telur salah satunya adalah pH.
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung gula
terpor belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi
dan tembaga. (Winarnno, 1997).
Protein murni tidak berwarna dan tidak berbau. Jika protein tersebut
dipanaskan, warnanya berubah menjadi coklat dan baunya seperti bau bulu atau
bau rambut terbakar. Keratin misalnya, yaitu protein yang monomernya banyak
mengandung asam amino sistein. Jika keratin dibakar, timbul bau yang tidak enak.
Protein alam yang murni juga tidak memiliki rasa, tetapi hasil hidrolisis protein,
yaitu proteosa, pepton, dan peptida, mempunyai rasa pahit (Sumardjo, 2008).
Pada umumnya, protein terdapat dalam bentuk amorf dan hanya sedikit sekali
yang terdapat dalam bentuk Kristal. Protein nabati umumnya lebih mudah
membentuk Kristal dibandingkan dengan protein hewani. Protein hewani seperti
hemoglobin mudah membentuk suatu Kristal, sedangkan albumin sukar. Beberapa
protein enzim, seperti tripsin, pepsin, urease, dan katalase juga dapat membentuk
Kristal (Sumardjo, 2008).
Viskositas larutan protein dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi protein. Pada
konsentrasi yang sama, larutan protein fibrosa mempunyai viskositas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan protein globular. Jadi, juga pada konsentrasi yang
sama, larutan protein bermolekul besar mempunyai viskositas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan larutan protein bermolekul kecil. Viskositas protein paling
rendah yaitu pada titik isoelektriknya (Sumardjo, 2008).
Protein murni tidak berwarna dan tidak berbau. Jika protein tersebut
dipanaskan, warnanya berubah menjadi coklat dan baunya seperti bau bulu atau
bau rambut terbakar. Keratin misalnya, yaitu protein yang monomernya banyak
mengandung asam amino sistein. Jika keratin dibakar, timbul bau yang tidak enak.
Protein alam yang murni juga tidak memiliki rasa, tetapi hasil hidrolisis protein,
yaitu proteosa, pepton, dan peptida, mempunyai rasa pahit (Sumardjo, 2008).
Kelarutan protein dalam pelbagai pelarut (air, alcohol, dan garam encer)
berlainan. Protein yang kaya akan radikal-radikal nonpolar bebas lebih mudah
larut dalam campuran alcohol-air dari pada dalam air. Protein yang miskin akan
radikal-radikal polar bebas cenderung untuk mengendap dengan penambahan
sedikit alcohol atau aseton. Protein tidak larut dalam air, tetapi kaya akan radikal-
radikal yang bermuatan, dan mudah larut dalam garam-garam netral (Sumardjo,
2008).
Tinggi rendahnya suhu dapat memengaruhi kelarutan protein dalam larutan
garam. Dalam larutan garamfosfat misalnya karboksi hemoglobin kuda pada suhu
0oC mempunyai kelarutan sepuluh kali lebih besar dari pada suhu 25oC. Protein
yang terdapat pada biji-biji tanaman lebih mudah larut dalam larutan garam pada
suhu tinggi dibandingkan dengan suhu rendah. Namun, kenaikan suhu tidak
banyak memengaruhi kelarutan albumin telur dalam larutan garam (Sumardjo,
2008).
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul
protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan
bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun dengan basa). Dalam kimia,
amfoter merujuk pada zat yang dapat bereaksi sebagai asam atau basa. Perilaku ini
dapat terjadi karena memiliki dua gugus asam dan basa sekaligus atau karena
zatnya sendiri mempunyai kemampuan seperti itu. Zat amfoter yang klasik adalah
asam amino, protein, dan air. Beberapa logam, seperti seng, timah, aluminium,
dan berilium, dapat membentuk oksida amfoterik. Gejala ini dapat dimanfaatkan
untuk memisahkan kation dalam larutan, misalnya seng dari mangan (Linggih,
1988).

II. Tujuan
Mempelajari sifat sifat protein yang terdiri dari sifat koagulasi, sifat amfoter,
dan sifat reveresibel protein

III. Alat dan Bahan


Alat:
Gelas piala
Tabung reaksi
pH meter atau kertas indikator pH
Magnetic Stirer
Pipet ukur 5 mL
Pemanasa air
Buret

Bahan:

HCl 0,1N
NaOH 0,1N
Putih telur @200 mL dari (ayam ras, ayam kampung, bebek, piyuh)
Aquadest
IV. Cara Kerja
1. Kelarutan protein terhadap pemanas
Putih telur dimasukkan dalam tabung reaksi dengan bantuan spoit
sebanyak 1 ml. diamati dan dicatat sifat fisiknya.
Tabung reaksi dimasukkan ke dalam air yang mendidih selama 5 menit
kemudian diamati dan dicatat perubahan yang terjadi. Prosedur yang
sama dilakukan pada sampel susu (murni, skim) dan sari kedelai.
Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.
2. Pengamatan sifat amfoter:
Ambil 20 mL putih telur. Cacat pH awalnya menggunakan kertas pH
Tambahkan 5mL Larutan HCl 0,1 N, aduk hungga homogen. Ukur dan
catat perubahan pH-nya
Penambahan HCl dilakukan berulang kali sampai pH-nya sampai 1
Catat volume HCl yang digunakan
Setelah itu, larutan HCl diganti dengan larutan NaOH 0,1 N dan
dilakukan prosedur yang sama sampai pH-nya menjadi 12. Setelah itu
buat kurva titrasinya
Catt: skala perhitungan HCl berjarak 5. Misalkan putih telur + 5 mL
HCl hasilnya... Putih + 50 mL HCl .... Lakuakan sama dengan
NaOH.

V. Hasil Pengamatan
1. Kelarutan protein terhadap pemanasan
No Nama Bahan Sifat awal Perubahan
1 Telur bebek Putih, keruh, amis Putih Keruh,
2 Telur ayam kampung Kuning jernih, tidak Kuning lebih keruh
terlalu amis
3 Telur Ayam ras Kuning Agak keruh Kuning keruh, banyak
4 Puyuh Kunig keruh Putih keruh
2. Pengamtan sifat amfoter
No Nama bahan uji Jumlah HCl Jumlah NaOH pH Gumpalan Sifat fisik
1 Telur bebek 30 mL 10 mL 10 + Berubah warna menjadi
hijau
2 Telur ayam 40 mL 9 mL 10 + Berubah warna jadi hijau
kampung
3 Telur ayam Ras 30 mL 10 mL 10 + Berubah warna jadi hijau
4 Telur Puyuh 40 mL 9 mL 10 + Berubah jadi hijau

VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, praktikan menguji sifat fisik dan kimia protein,
khusuhnya protein albumin. Bahan yang digunakan untuk menjadi sampel adalah
putih telur bebek, putih telur ayam ras, putih telur ayam kampung, putih telur
puyuh. Uji yang dilakukan adalah uji kelarutan protein terhadap pemanasan dan
pengamatan sifat amfoter. Prinsip uji kelarutan protein terhadap pemanasan adalah
praktikan ingin mengetahui perbedaan sifat fisika dan kimia pada albumin
sebelum dan sesudah pemasan. Pada hasil pengamatan yang didapat bahwa pada
setiap sampel yang diuji didapati perubahan warna dan hal ini sesuai dengan teori,
bahwa ketika protein dipanaskan akan berubah warna. Pemanasan pada protein
juga dapat mengakibatkan denaturasi protein. Denaturasi yang menyebabkan
perubahan warna pada albumin karena hilangnya aktivitas biokimia yang terdapat
pada albumin.
Uji kedua adalah uji amfoter. Uji amfoter bertujuan untuk mengetahui apakah
sampel merupakan zat yang dapat bereaksi sebagai asam atau basa. Pada uji
amfoter masih menggunakan sampel yang sama seperti uji sebelumnya, hanya
saja ditambahkan larutan NaOH sebagai pelarut asam dan KOH sebagai pelarut
basa. Pada hasil yang didapat adalah albumin untuk mencapai pH 1 atau
bersuasana asam dibutuhkan 30 40 mL HCl ) 0,1 N, sedangkan albumin untuk
mencapai pH 12 atau bersuasana basa. Hal ini menandakan bahwa albumin lebih
cenderung bereaksi sebagai basa. Karena penambahan KOH lebih sedikit dari
pada penambahan HCl.
VII. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa protein akan berubah sifat fisiknya ketika diberi
pemanasan. Sifat kimia protein ditentukan dari uji amfoter, albumin lebih mudah
bereaksi dengan basa.

VIII. Daftar Pustaka


Bintang, Maria. 2010. Biokimia-Teknik Penelitian. Erlangga, Jakarta
Devi, Nirmala. 2010. Nutrition and Food Gizi untuk Keluarga. PT Kompas Media
Nusantara, Jakarta
Linggih, S. R dan P. Wibowo. 1988. Ringkasan Kimia. Ganeca Exact Bandung,
Bandung
Page, David. 1997. Prinsip-prinsip biokimia. Erlangga, Jakarta
Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai