Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Appendisitis akut didefinisikan sebagai inflamasi pada appendiks vermiformis


dan merupakan salah satu dari kegawatdaruratan bedah umum paling sering di
dunia, dengan estimasi prevalensi seumur hidup 7-8%. Appendisitis akut terjadi
pada kisaran 90-100 orang setiap 100.000 penduduk setiap tahunnya pada negara
berkembang (Stewart et al, 2014). Insidensi puncak biasanya terjadi pada dekade
kedua atau ketiga kehidupan dan jarang terjadi pada usia tua. Sebagian besar
penelitian menunjukkan jenis kelamin laki-laki lebih sedikit mendominasi (1,4:1).
Perbedaan secara geografis dilaporkan, dengan risiko seumur hidup terhadap
appendisitis sebanyak 16% di Korea Selatan, 9% di USA dan 1,8% di Afrika (Lee et
al, 2010; Ohene-Yeboah dan Abantanga, 2009). Meskipun dengan kemajuan
perkembangan diagnosis dan terapi, appendisitis akut masih menyebabkan
morbiditas (10%) dan mortalitas (1-5%) yang bermakna (Prystowsky et al, 2005).
Morbiditas dan mortalitas meningkat pada appendisitis komplikata, yaitu appendisitis
disertai abses peri-appendikuler, gangrene atau appendiks perforata (van Rossem et
al, 2016; Faiz et al, 2008).

Riwayat klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium merupakan


hal yang paling penting untuk diagnosis awal appendisitis akut. Akurasi keseluruhan
untuk mendiagnosis appendisitis akut sekitar 90%, dengan kisaran appendektomi
negatif palsu sebesar 10%. Hal ini lebih sering terjadi pada kasus atipikal, terutama
pada wanita usia produktif, karena gejala sering tumpang tindih dengan kondisi
lainnya (Andersson et al, 2000; Bimbaun dan Wilson, 2000). Observasi aktif
dilakukan pada pasien yang secara sistemik baik dengan gejala yang ambigu,
pemeriksaan serial dan darah dilakukan pada periode 24-48 jam secara signifikan
meningkatkan sensitivitas. Pencitraan sering dilakukan terutama pada anak-anak,
wanita muda dan dewasa tua bila terdapat keraguan diagnosis. Kewaspadaan
khusus diperlukan pada kelompok berisiko tinggi, usia tua, immunocompromised,
obesitas, diabetes mellitus dan kehamilan. Kelompok tersebut lebih cenderung
mengalami gejala yang tidak terlihat dan tanda atipikal saat terjadi appendisitis
komplikata (Sellars dan Boorman, 2017).

Laparoskopi diagnostik merupakan sebuah pilihan yang biasanya


dicadangkan bila gejala menetap pada pasien dengan risiko rendah untuk
pembedahan, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, khususnya pada
wanita muda dan dapat mendiagnosis endometriosis, penyakit inflamasi pelvis dan
adhesi. Riwayat klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lebih lanjut memfokuskan
pada diagnosis banding berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada praktek klinisnya,
appendisitis akut merupakan tantangan bagi klinisi untuk mendiagnosis dan
mentatalaksana. Membatasi progresi penyakit dari simple menjadi komplikata
merupakan tujuan terapi definitif awal. Appendiktomi yang dilakukan pada
kecurigaan appendisitis dengan hasil pemeriksaan histopatologis yang normal
disebut sebagai appendiktomi negatif. Appendiktomi negatif memiliki angka
komplikasi postoperatif sekitar 10%, menunjukkan betapa pentingnya pendekatan
diagnosis yang akurat pada appendisitis akut (Sellars dan Boorman, 2017).

Pada referat ini, kami akan membahas mengenai appendisitis akut yang
meliputi etiologi, klasifikasi, pendekatan diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi.
Diharapkan tulisan ini dapat membantu untuk lebih memahami appendisitis akut
melalui pendekatan holistik terhadap pasien sehingga penegakan diagnosis dan
penatalaksanaannya tepat dan menghasilkan outcome yang lebih baik.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang etiologi,
klasifikasi, pendekatan diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi appendisitis
akut.

1.3. Batasan Masalah


Referat ini membahas tentang etiologi, klasifikasi, pendekatan diagnosis,
penatalaksanaan dan komplikasi appendisitis akut.
Sellars H, Boorman P. Acute appendicitis. Surgery (Oxford). 2017;35:432-438.

Van Rossem CC, Bolmers MDM, et al. Diagnosing acute appendicitis: surgery or
imaging? Colorectal Dis. 2016;18:1129-32.

Faiz O, Clark J, Brown T, et al. Traditional and laparoscopic appendectomy in adults.


Outcomes in English NHS hospitals between 1996 and 2006. Ann Surg.
2008;248:800-6.

Stewart B, Khanduri P, McCord C, et al. Global disease burden of conditions


requiring emergency surgery. Br J Surg. 2014;101:e9-22.

Lee JH, Park YS, Choi JS. The epidemiology of appendicitis and appendectomy in
South Korea: national registry data. J Epidemiol. 2010;20:97-105.

Ohene-Yeboah M, Abantanga FA. Incidence of acute appendicitis in Kumasi, Ghana.


West Afr J Med. 2009;28:122-25.

Prystowsky JB, Pugh CM, Nagle AP. Current problems in surgery. Appendicitis. Curr
Probl Surg. 2005;42(10):688-742.

Andersson RE, Hugander A, Ravn H, et al. Repeated clinical and laboratory


examinations in patients with an equivocal diagnosis of appendicitis. World J Surg.
2000;24:479-85.

Bimbaun BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology. 2000;215:337-


48.

Anda mungkin juga menyukai