Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Penyakit Sindrom Nefrotik

1.1 Definisi/deskripsi penyakit sindrom nefrotik

Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan

protein dalam urin secara bermakna, penurunan albumin dalam darah

(hipoalbuminemia), edema, dan serum kolestrol yang tinggi dan lipoprotein

densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi

yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan

peningkatan permeabilitas glomerulus1. Kadang-kadang terdapat hematuria, dan

penurunan fungsi ginjal. Insiden tertinggi pada anak usia 3-4 tahun, rasio laki-

laki dibanding dengan perempuan adalah 2:12 (Donna, 2006)

1.2 Etiologi

Sindrom nefrotik belum diketahui sebab pastinya, secara umum penyebab dibagi

menjadi berikut:

1.2.1 Sindrom Nefrotik Bawaan

Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen

resesif autosom menyebabkan sindrom nefrotik

1.2.2 Sindrom Nefrotik Sekunder

Sindroma nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti

parasit malaria, penyakit kolagen, trombosis vena renalis, pemajanan

bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa,

1
amiloidosis dan lain-lain. Sebab paling sering sindrom nefrotik sekunder

adalah glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi keganasan

penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin dan akibat penyakit

sistemik seperti:

1.2.2.1 Glomerulonefritis primer

1) Glomerulonefritis lesi minimal

2) Glomerulosklerosis fokal

3) Glomerulonefritis membranosa

4) Glomerulonefritis membranoproliferatif

5) Glomerulonefritis proliferatif lain

1.2.2.2 Glomerulonefritis sekunder

1) Infeksi : HIV, Hepatitis virus B dan C. Sifilis, malaria,

skisotoma, TBC, Lepra

2) Keganasan : Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma

Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma ginjal.

3) Penyakit jaringan penghubung : Lupus eritematosus sistemik,

artritis reumathoid, MCTD

4) Efek obat dan toksin : obat antiinflamasi nonsteroid, preparat

emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin.

5) Lain-lain : DM, amiloidosis, preeklampsia, rejeksi alograf

kronik, refluks vesicoureter, atau sengatan lebah.

2
1.2.3 Sindrom Nefrotik Idiopatik

Sindrom nefrotik yang belum diketahui jelas sebabnya (Arif, 2007)

1.3 Tanda gejala

1.3.1 Kenaikan berat badan

1.3.2 Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata, tampak

pada saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari

1.3.3 Pembengkakan abdomen (asites)

1.3.4 Efusi pleura

1.3.5 Pembengkakan labia atau skrotum

1.3.6 Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare, anoreksia,

dan absorpsi intestinal buruk

1.3.7 Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai

1.3.8 Iritabilitas

1.3.9 Mudah letih

1.3.10 Letargi

1.3.11 Tekanan darah normal atau sedikit menurun

1.3.12 Rentan terhadap infeksi

1.3.13 Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih

1.4 Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat

pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan

dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin,

tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke

3
dalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan

intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal

karena hipovolemia.

Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi

dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon

ADH dan sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air.

Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari

peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin

atau penurunan onkotik plasma.Adanya hiperlipidemia juga akibat dari

meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena

kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria.

Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebnabkan

oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi seng (Suriadi dan

Rita, 2006)

1.5 Pemeriksaan penunjang

1.5.1 adanya tanda klinis pada anak

1.5.2 riwayat infeksi saluran nafas atas

1.5.3 analisi urine: meningkatnya protein dalam urine

1.5.4 menurunnya serum protein

1.5.5 biopsi ginjal

4
1.6 Komplikasi

1.6.1 Hipovolemi

1.6.2 Infeksi pneumokokus

1.6.3 Emboli pulmoner

1.6.4 Peritonitis

1.6.5 Gagal ginjal akut

1.6.6 Dehidrasi

1.6.7 Venous trombosis

1.6.8 Aterosklerosis

1.7 Penatalaksanaan

1.7.1.1.1 Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai

kurang lebih 1 gram per hari, secara praktis dengan menggunakan

garam secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan yang

diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.

1.7.1.1.2 Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat

digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung

pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter,

dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan

diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis

metabolik, atau kehilangan caitan intravaskular berat.

1.7.2 Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (international Study of

kidney Disease in Children) : prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas

5
permukaan badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari)

selama 4 minggu dilanjutkan pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas

permukaan badan/hari atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari

berturut-turut dalam seminggu (intermitten dose) atau selang sehari

(alternating dose) selama 4 minggu, kemudian dihentikan tanpa tappering

off lagi. Bila terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti terapi

awal sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dosis

diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi relaps sering atau

resisten steroid, lakukan biopsi ginjal.

1.7.3 Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi.

1.7.4 Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.

6
1.8 Pathway

Idiopatik Sekunder Primer

1. DM Glumeronefritis
2. SLE
3. Amyloidosis

Nefrotik sindrom

Perubahan permeabilitas glomerulus


Resiko tinggi infeksi

sistem imun Proterin terfiltrasi bersama urine


(proteinuria)

Hilangnya protein
plasma Merangsang sintesis LDL di
hati

Hipoalbuminemia
Mengangkut kolesterol
1. Kelebihan volume cairan dalam darah
2. Resiko tinggi kerusakan tekanan osmotik
integritas kulit
plasma
3. Gangguan citra tubuh Hiperlipidemia

Cairan intravaskuler
edema berpindah ke
interstitial

Peritoneal Paru Genitalia Mata vol intravaskular

Asites Efusi Bengkak Hipovolemia Resiko kehilangan cairan


pleura periorbital

Menekan Sekresi renin


gaster

renin angiotensin Vasokontriksi


Persepsi kenyang

Pelepasan ADH aldosteron Hipertensi


Anoreksia

Reabsorbsi Na dan air Ganggun perfusi jaringan


Perubahan nutrisi
7
produksi urine volume plasma
(oliguria)
2. Rencana Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sindrom Nefritis

2.1 Pengkajian

2.1.1 Riwayat keperawatan

2.1.1.1 Keluhan Utama

Badan bengkak, sesak napas, muka sembab dan napsu makan

menurun

2.1.1.2 Riwayat Penyakit Dahulu

Edema masa neonatus, malaria, riwayat glomerulonefritis akut

dan glomerulonefritis kronis, terpapar bahan kimia.

2.1.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,

konstipasi, diare, urine menurun.

2.1.1.4 Riwayat kesehatan Keluarga

Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat

ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun

pertama atau dua tahun setelah kelahiran.

2.1.1.5 Riwayat Kesehatan Lingkungan

2.1.1.6 Daerah endemik malaria sering dilaporkan terjadinya kasus

sindrom nefrotik sebagai komplikasi dari penyakit malaria.

2.1.1.7 Riwayat Nutrisi

Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya

edema.

8
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8

Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi

BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk),

< 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).

2.1.1.8 Pengkajian Kebutuhan Dasar

1) Kebutuhan Oksigenasi

Dispnea terjadi karena telah terjadi adanya efusi pleura.

Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Nadi 70110

x/mnt.

2) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya

edema, nyeri daerah perut, malnutrisi berat.

3) Kebutuhan Eliminasi

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri.

Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih.

4) Kebutuhan Aktivitas dan Latihan

Mudah letih dalam beraktivitas. Edema pada area ektrimitas

(sakrum, tumit, dan tangan). Pembengkakan pergelangan

kaki/ tungkai.

5) Kebutuhan Istirahat dan Tidur

Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan

hospitalisasi.

9
6) Kebutuhan Persepsi dan Sensori

Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah sampai pada

tahap pemikiran prakonseptual ditandai dengan anak-anak

menilai orang, benda, dan kejadian di luar penampilan luar

mereka.

7) Kebutuhan Kenyamanan

Sakit kepala, pusing, malaise, nyeri pada area abdomen,

adanya asites.

8) Kebutuhan Personal Hygiene

Kebutuhan untuk perawatan diri pada anak usia pra sekolah

selama di rumah sakit mungkin dibantu oleh keluarga. Kaji

perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama

dirawat di rumah sakit.

9) Kebutuhan Informasi

Pengetahuan keluarga tentang diet pada anak dengan

sindrom nefrotik, pertumbuhan dan perkembangan anak,

serta proses penyakit dan penatalakasanaan.

10) Kebutuhan Komunikasi

Anak usia pra sekolah dapat mengungkapkan apa yang

dirasakan. Kosakata sudah mulai meluas, kalimat kompleks

sederhana tapi dipahami. Untuk usia 3 tahun, komunikasi

lebih sering berbentuk simbolis.

10
11) Kebutuhan Seksualitas

Anak usia pra sekolah mulai membedakan perilaku sesuai

jender. Anak mulai menirukan tindakan orangtua yang

berjenis kelamin sama. Eksplorasi tubuh mencakup

mengelus diri sendiri, manipulasi genital, memeluk boneka.

12) Kebutuhan Konsep Diri

Konsep diri pada anak usia pra sekolah sudah mulai

terbentuk dengan anak mengetahui tentang identitas dirinya.

13) Kebutuhan Rekreasi

Anak yang mengalami hospitalisasi dalam waktu lama akan

mengalami kejenuhan. Kebiasaan yang sering dilakukan

mungkin berubah pada saat anak hospitalisasi.

14) Kebutuhan Spiritual

Kebutuhan spiritual pada anak mengikuti orangtua.

2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus

2.1.2.1 Pemeriksaan Kepala

Bentuk kepala mesochepal, wajah tampak sembab karena ada

edema fascialis.

2.1.2.2 Pemeriksaan Mata

Edema periorbital, mata tampak sayu karena malnutrisi.

2.1.2.3 Pemeriksaan Hidung

Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.

11
2.1.2.4 Pemeriksaan Telinga

Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya keluaran.

2.1.2.5 Pemeriksaan Gigi dan Mulut

Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal,

mukosa bibir biasanya kering, pucat.

2.1.2.6 Pemeriksaan Leher

Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan

peningkatann kerja jantung.

2.1.2.7 Pemeriksaan Jantung

Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal,

kardiomegali.

2.1.2.8 Pemeriksaan Paru

Suara paru saat bernapas mungkin ditemukan ronkhi karena

efusi pleura, pengembangan ekspansi paru sama atau tidak.

2.1.2.9 Pemeriksaan Abdomen

Adanya asites, nyeri tekan, hepatomegali.

2.1.2.10 Pemeriksaan Genitalia

Pembengkakan pada labia atau skrotum.

2.1.2.11 Pemeriksaan Ektstrimitas

Adanya edema di ekstrimitas atas maupun bawah seperti di area

sakrum, tumit, dan tangan.

12
2.1.3 Pemeriksaan penunjang

Selain proteinuria masif, sedimen urin biasanya normal. Bila

terjadi hematuria mikroskopik lebih dari 20 eritrosit/LPB dicurigai

adanya lesi glomerular (misal sklerosis glomerulus fokal). Albumin

plasma rendah dan lipid meningkat. IgM dapat meningkat, sedangkan IgG

menurun. Komplemen serum normal dan tidak ada krioglobulin.

Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi, dan

riwayat penyakit sistemik klien perlu diperhatikan. Pemeriksaan serologit

dan biopsi ginjal sering diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan

menyingkirkan kemungkinan penyebab GN sekunder. Pemeriksaan

serologit sering tidak banyak memberikan informasi dan biayanya mahal.

Karena itu sebaiknya pemeriksaan serologit hanya dilakukan berdasarkan

indikasi yang kuat.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Diagnosa 1: Kelebihan volume cairan

2.2.1 Definisi

Peningkata retensi cairan isotonik

2.2.2 Batasan karakteristik

2.2.2.1 Ada bunyi jantung S3

2.2.2.2 Anasarka

2.2.2.3 Ansietas

2.2.2.4 Asupan melebihi haluaran

2.2.2.5 Azotemia

13
2.2.2.6 Bunyi nafas tambahan

2.2.2.7 Dispnea nocturnal paroksimal

2.2.2.8 Distensi vena jugularis

2.2.2.9 Edema

2.2.2.10 Efusi pleura

2.2.2.11 Gangguan pola nafas

2.2.2.12 Gangguan tekanan darah

2.2.2.13 Gelisah

2.2.2.14 Hepatomegali

2.2.2.15 Ketidakseimbangan elektrolit

2.2.2.16 Kongesti pulmonal

2.2.2.17 Oliguria

2.2.2.18 Ortopnea

2.2.2.19 Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat

2.2.2.20 Peningkatan tekanan vena sentral

2.2.2.21 Penurunan hematrokrit

2.2.2.22 Penurunan hemoglobin

2.2.2.23 Perubahan berat jenis urine

2.2.2.24 Perubahan status mental

2.2.2.25 Perubahan tekanan arteri pulmonal

2.2.2.26 Refleks hepatojugular positif

2.2.3 Faktor yang berhubungan

2.2.3.1 Gangguan mekanisme regulasi

14
2.2.3.2 Kelebihan asupan cairan

2.2.3.3 Kelebihan asupan natrium

Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

2.2.4 Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik

2.2.5 Batasan karakteristik

2.2.5.1 Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal

2.2.5.2 Bising usus hiperaktif

2.2.5.3 Cepat kenyang setealh makan

2.2.5.4 Diare

2.2.5.5 Gangguan sensasi rasa

2.2.5.6 Kehilangan rambut berlebihan

2.2.5.7 Kelemahan otot pengunyah

2.2.5.8 Kelemahan otot untuk menelan

2.2.5.9 Karapuhan kapiler

2.2.5.10 Kesalahan informasi

2.2.5.11 Kesalahan persepsi

2.2.5.12 Ketidakmampuan memakan makanan

2.2.5.13 Kram abdomen

2.2.5.14 Kurang informasi

2.2.5.15 Kurang minat pada makanan

2.2.5.16 Membran mukosa pucat

2.2.5.17 Nyeri abdomen

15
2.2.5.18 Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat

2.2.5.19 Sariawan rongga mulut

2.2.5.20 Tonus otot menurun

2.2.6 Faktor yang berhubungan

2.2.6.1 Faktor biologis

2.2.6.2 Faktor ekonomi

2.2.6.3 Gangguan psikososial

2.2.6.4 Ketidakmampuan mencerna makanan

2.2.6.5 Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

2.2.6.6 Kurang asupan makanan

2.3 Perencanaan

Diagnosa 1

2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam keseimbangan

volume cairan tercapai dengan kriteria hasil :

2.3.1.1 Tidak ada edema

2.3.1.2 Berat badan stabil

2.3.1.3 Intake sama dengan output

2.3.1.4 Berat jenis urin atau hasil laboratorium mendekati normal

2.3.1.5 TTV dalam batas normal

2.3.2 Intervensi keperawatan

2.3.2.1 Fluid and Electrolyte Management

1) Monitor tanda vital.

16
2) Monitor hasil laboratorium terkait keseimbangan cairan dan

elektrolit seperti penurunan hematokrit, peningkatan BUN,

kadar natrium serum dan kalium.

3) Pertahankan terapi intravena pada flow rate yang konstan.

4) Kolaborasi dengan dokter jika tanda dan gejala kelebihan

cairan tetap atau semakin memburuk.

5) Monitor intake dan output cairan.

6) Monitor kuantitas dan warna haluaran urin

2.3.2.2 Fluid monitoring (4130)

1) Pantau hasil laboratorium berat jenis urin.

2) Monitor serum albumin dan total protein dalam urin.

3) Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan rasa haus.

4) Monitor tanda dan gejala asites.

5) Timbang berat badan setiap hari

Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka nutrisi

pada klien seimbang dnegan kriteria hasil:

2.3.3.1 Anak tidak mengeluh mual

2.3.3.2 Keluarga mengatakan nafsu makan anak meningkat

2.3.3.3 Protein dan albumin dalam batas normal

17
2.3.4 Intervensi keperawatan

2.3.4.1 Nutritiont Management

1) Kaji makanan yang disukai oleh klien

2) Anjurkan klien untuk makan sedikit namun sering, misal

dengan mengemil tiap jam

3) Anjurkan keluarga untuk menyuapi klien apabila klien

kesulitan untuk makan sendiri

2.3.4.2 Nutritiont Therapy

1) Anjurkan keluarga untuk tidak membolehkan anak makan-

makanan yang banyak mengandung garam

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat bagi anak

dengan sindrom nefrotik.

2.3.4.3 Nutritional Monitoring

1) Pantau perubahan kebiasaan makan pada klien

2) Pantau adanya mual atau muntah.

3) Pantau kebutuhan kalori pada catatan asupan.

18
3. Daftar Pustaka

Heardman, T. Heater. (2016). Nanda Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan:

Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2. Jakarta : Media

Aesculapius

Surjadi dan Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:

Sugeng Seto

Wong, Donna L. 2006. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC

19
Banjarmasin, Desember 2016

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik.

(Evy Noorhasanah, S.Kep., Ns., M.Imun) (......................................)

20

Anda mungkin juga menyukai