Anda di halaman 1dari 21

Hukum-Hukum Fikih di Akhir Ramadhan

Khutbah Pertama:

Maasyiral mukminin, ibadallah,

Bertakwalah kepada Allah, dekatkanlah diri kepada-


Nya sebagaimana orang-orang yang mengetahui
bahwa Dia mendengar dan melihat hamba-hamba-
Nya.

Ibadallah,
Hari-hari di bulan Ramadhan yang mulia ini
disemarakkan dengan puasa, dzikir, membaca
Alquran. Sedangkan malam-malamnya diisi dengan
menegakkan shalat. Dan telah berlalu sebagian
besar hari-hari tersebut layaknya hanya potangan
waktu sesaat di siang hari. Kita memohon kepada
Allah agar mengganti apa yang telah berlalu dengan
keberkahan di masa yang tersisa. Kita juga
memohon agar Allah menyempurnakan Ramadhan
kita dengan rahmat, ampunan, dan dibebaskan dari
neraka. Semoga kita senantiasa berada dalam
keselamatan dan keislaman.

(( :



))
.


(( :




)).

Ibadallah,
Sesungguhnya Allah mensyariatkan di akhir bulan
ini suatu ibadah yang menambah keimanan kita,
menyempurnakan ibadah kita, dan melengkapi
kenikmatan dari Rab kita. amalan tersebut adalah
zakat fitri, gema takbir di akhir puasa, dan shalat Idul
Fitri.

Ibadallah,

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mewajibkan


zakat fitri dengan satu sha (satu sha itu sama
dengan empat mud. Sedangkan satu mud adalah
ukuran takaran yang sama dengan satu cakupan
dua tangan.) makanan pokok. Di dalam Shahih
Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Umar
radhiallahu anhu, ia berkata,







Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mewajibkan
zakat fitrah dengan satu sha kurma atau satu sha
gandum, kepada setiap budak atau orang merdeka,
laki-laki atau wanita, anak maupun dewasa, dari
kalangan kaum muslimin. Beliau memerintahkan
untuk ditunaikan sebelum masyarakat berangkat
shalat Id. (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam Shahihain juga terdapat hadits dari Abu Said


al-Khudri radhiallahu anhu, ia berkata,

Dahulu kami mengeluarkan zakat fithri di masa


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada hari
Idul Fithri dengan satu sha makanan. Abu Said
berkata, Dahulu yang menjadi makanan kami
adalah gandum, anggur, keju dan kurma. (HR.
Bukhari dan Muslim).
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma mengatakan,

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mewajibkan


zakat fitrah, sebagai pembersih bari orang yang
puasa dari segala perbuatan sia-sia dan ucapan
jorok serta sebagai makanan bagi orang miskin.
Siapa yang menunaikannya sebelum shalat Id maka
zakatnya diterima, dan siapa yang menunaikannya
setelah shalat Id maka hanya menjadi sedekah
biasa. (HR. Abu Daud).

Ibadallah,

Wajib bagi seorang muslim untuk mengeluarkan


zakat kepada orang-orang yang berada dalam
tanggungannya, istri dan anak-anaknya serta orang-
orang yang berada dalam tanggungannya. Tidak
wajib mengeluarkan zakat untuk bayi yang berada
dalam kandungan. Namun menzakatinya
merupakan sesuatu yang disunnahkan.

Zakat tersebut ditunaikan di daerah dimana kita


menyelesaikan Ramadhan. Walaupun seorang yang
menanggung fitrah berbeda daerah dengan orang
yang ditanggungnya, zakat tersebut tetap ditunaikan
di daerah orang yang menanggunya.

Waktu mengeluarkan zakat fitrah dimulai pada saat


terbenamnya matahari di malam Id hingga
ditegakkannya shalat Id. Boleh juga menunaikannya
satu atau dua hari sebelum shalat Id. Atau bahkan di
hari ke-28 dan 27 Ramadhan. Adapun sebelum hari
itu, maka tidak diperbolehkan. Mengakhirkannya
hingga pagi hari Id adalah yang paling utama.
Barangsiapa yang membayarkannya menjelang
shalat Id, tidak ada dosa baginya. Zakat fitrah tetap
wajib dikeluarkan walaupun terlambat dari hari Id
dan hal itu menjadi qadha.
Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat
fitra adalah sama dengan mereka yang berhak
menerima zakat mal. Dibayarkan kepada salah
seorang dari mereka atau mereka semuanya.

Kadar zakat fitrah untuk satu orang adalah


sebanyak satu sha gandum atau kurma atau kismis
(atau kalau di Indonesia beras pen.). Hal ini tidak
bisa diganti dengan uang, karena yang demikian
menyelisihi tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam juga menyelisihi amalannya para sahabat
beliau radhiallahu anhum. Mengganti zakat fitrah
dengan uang seharga barang-barang pokok
tersebut tidak dikenal di zaman sahabat, padahal di
zaman itu uang juga beredar di masayarakat.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,




Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan
yang tidak ada bagiannya dari kami, maka amalan
tersebut tertolak.

Ibadallah,

Mengenai takbir hari raya, amalan ini disyariatkan


ketika terbenamnya matahari di malam hari raya Id
hingga shalat Id ditegakkan. Allah Taala berfirman,

Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya


dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah: 185).

Disunnahkan menggemakan takbir di masjid,


tempat-tempat perbelanjaan, rumah-rumah, sebagai
pengagungan kepada Allah, menampakkan ibadah,
dan syukur atas karunia dan kenikmatan dari-Nya.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam dahulu di hari Id
keluar dari rumahnya menuju tempat shalat sambil
bertakbir hingga tiba di tempat shalat dan sampai
shalat ditegakkan. Apabila shalat telah usai
dilaksanakan, beliau pun berhenti dari takbirnya.

Lafadz takbir yang diriwayatkan dari para sahabat


adalah sebagai berikut:

Hendaknya setiap muslim mengucapkan takbir


demikian secara per orangan. Sedangkan takbir
berjamaah dengan satu suara bersama, mulainya
dan berhentinya secara bersamaan, yang demikian
bukan termasuk dari sunnah. Tidak seorang pun
pendahulu umat ini yang melakukan demikian.
Setiap kebaikan adalah dengan mencontoh dan
mengikuti mereka. Adapun bagi perempuan,
hendaknya bertakbir secara lirih.
Ibadallah,

Di antara hukum-hukum yang berkaitan dengan hari


Id juga adalah seorang muslim disunnahkan mandi
untuk Id dan berhias dengan menggunakan
pakaiannya yang terbaik. Namun tidak
diperbolehkan mengenakan pakaian yang terbuat
dari sutra bagi laki-laki baik saat Id maupun di luar
Id-, tidak juga pakaian yang membentuk (ketat, tipis,
dsb) aurat, dan tidak boleh juga mengenakan
pakaian yang merupakan kebiasaan orang-orang
kafir. Tidak diperkenankan bagi seorang laki-laki
berhias diri baik saat Id maupun di luar Id- dengan
cara mencukur jenggotnya, karena yang demikian
telah jelas keharamannya. Penampilan indah yang
hakiki adalah dengan mencontoh dan mengikuti
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Bagi perempuan muslimah wajib untuk keluar


menuju tempat shalat dengan menutup auratnya,
tidak berdandan sehingga menarik perhatian, dan
tidak juga mengenakan minyak wangi. Wajib bagi
mereka untuk menjaga kehormatan dirinya dan
menundukkan jiwanya untuk taat kepada Allah
dengan tidak membuka aurat dan berwangi-
wangian.

Ibadallah,

Disunnahkan bagi seorang muslim untuk memakan


kurma sebelum berangkat menuju tempat shalat,
sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam
melakukan hal itu. Disunnahkan juga untuk
menempuh jalan yang berbeda saat pergi dan
pulang dari tempat shalat. Perlu diperhatikan juga,
bahwa tidak ada shalat sebelum dan sesudah shalat
Id. Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma,






Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam
shalat dua rakaat di hari raya Idul Fitri. Beliau tidak
melakukan shalat baik sebelum maupun
sesudahnya.

Namun, apabila shalat Id dilakukan di masjid (tidak


di lapangan), maka seorang muslim tetap dianjurkan
untuk melakukan shalat tahiyatul masjid.

Hukum shalat Id adalah fardhu ain, wajib per


orangan. Inilah pendapat yang paling kuat di antara
pendapat para ulama. Wajib bagi setiap muslim
untuk bersemangat dalam kebaikan ini dan
hendaknya mereka tidak meremehkannya. Bagi
siapa yang terluput dari shalat Id secara berjamaah,
maka bagi mereka shalat dua rakaat sebagai
gantinya.

Shalat Id tidak didahului oleh adzan maupun


iqamah. Dari Jabir bin Samrah radhiallahu anhu, ia
berkata,
- -


Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu alaihi


wa sallam di dua shalat Id (Idul Fitri dan Idul Adha
pen.) tidak hanya sekali atau dua kali, tidak ada
adzan maupun iqomah (mendahului shalat
tersebut).

Ibnul Qayyim rahimahullah mengakatan, Apabila


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tiba di
tempat shalat (tanah lapang), beliau melaksanakan
shalat Id tanpa didahului adzan dan iqomah, tidak
juga perkataan ash-shalatu jamiah. Sunnahnya
adalah tidak melafadzkan apapun.

Tata cara shalat Id adalah seseorang shalat dengan


dua rakaat dibuka dengan tujuh kali takbir di rakaat
pertama dan lima kali takbir di rakaat kedua.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu anha,






Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam


bertakbir tujuh kali di rakaat pertama shalat Idul
Adha dan Idul Fitri, sedangkan di rakaat yang kedua
beliau bertakbir lima kali.

Perbuatan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam


yang demikian tidak hanya diriwayatkan oleh
seorang sahabat saja.

Ibadallah,

Takbir dalam shalat Id adalah sunnah bukan wajib,


jika tidak dikerjakan maka tidak membatalkan shalat.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak
mengajarkan dzikir-dzikir tertentu antara takbir.
Abdullah bin Masud radhiallahu anhu mengatakan,

Di antara dua takbir hanyalah sanjungan dan pujian


kepada Allah Azza wa Jalla.

Setelah itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam


berkhotbah di hadapan para jamaah. Beliau
menasihati umat dan memberikan arahan kepada
umatnya. Dan menghadiri khotbah ini hukumnya
tidak wajib. Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,

Sesungguhnya kami berkhotbah, siapa yang ingin


duduk mendengarkan khotbah, maka silahkan dia
duduk. Dan bagi mereka yang ingin
meninggalkannya, maka ia boleh meninggalkannya.
Namun yang utama adalah seorang muslim duduk
mendengarkan khotbah, mengambil manfaat nasihat
kebaikan yang disampaikan khotib.

Kita memohon kepada Allah Yang Maha Mulia,


Rabb dari arsy yang agung agar menerima puasa
dan shalat kita demikian juga menerima ketaatan
dan dzikir kita. Kita memohon agar Dia menjadikan
Ramadhan ini sebagai musim yang berulang dan
peluang dalam menaatinya dan melakukan yang
terbaik untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Khutbah Kedua:

,




,

: .



.
Ibadallah,

Hendaknya di sisa hari yang kita hadapi ini kita


menambah ketaatan kepada Allah Jalla wa Ala.
Bagi mereka yang bermalas-malasan di awal bulan,
maka bersungguh-sungguhlah di hari yang tersisa.
Agar hari tersisa ini menutupi kemalasannya di awal
bulan. Adapun bagi mereka yang bersemangat
sejak awal bulan, maka tambahlah lagi semangat
ketaatan tersebut. Karena amalan penutup itu
sangat menenutkan. Upayakanlah kita menutup
bulan ini dengan kesempurnaan amalan.

Ibadallah,

Hal lainnya yang perlu kita perhatikan adalah kita


bersungguh-sungguh mencari dan mengisi malam
lailatul qadr. Karena Nabi shallallahu alaihi wa
sallam memerintahkan kita mencarinya di akhir
bulan Ramadhan. Oleh karena itu, kita harus
bersemangat di setiap malam yang tersisa untuk
mengisi malam lailatul qadr. Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang shalat di malam lailatul qadr


dengan keimanan dan berharap pahala, maka
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

Inilah malam lailatul qadr, malam yang penuh


keberkahan. Malam dimana Alquran diturunkan oleh
Allah Azza wa Jalla.

Ibadallah,

Salah satu yang harus kita perhatikan untuk mengisi


malam lailatul qadr adalah mengisinya dengan
banyak berdoa. Terutama doa yang diajarkan oleh
Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu
anha, ia bertanya kepada Rasulullah,

(( :


))

Wahai Rosulullah, bagaimana pendapatmu jika aku


mendapatkan malam lailatul qadr ? Apa doa yang
aku panjatkan ketika itu? Beliau bersabda, Bacalah
(
) Ya Allah sesungguhnya

Engkau adalah Dzat Yang Maha Pemaaf dan
Mencintai Maaf maka ampunilah aku.




.




:
] . [:








.






.








.

.

.

.






.


:

.


Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdurrazzaq
bin Abdul Muhsin al-Abbad

Diterjemahkan oleh tim KhotbahJumat.com

Anda mungkin juga menyukai