Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Dasar Manusia

Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi

kebutuhan perawatan diri pasien untuk mencapai kemandirian dan kesehatan

yang optimal. Salah satu teori orem ialah self care deficit, Inti dari teori ini

menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu

memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan-

keterbatasan dalam mencapai taraf kesehatannya. Perawatan yang diberikan

didasarkan kepada tingkat ketergantungan; yaitu ketergantungan total atau

parsial. Defisit perawatan diri menjelaskan hubungan antara kemampuan

seseorang dalam bertindak/beraktivitas dengan tuntutan kebutuhan tentang

perawatan diri. Sehingga bila tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka ia

akan mengalami penurunan/defisit perawatan diri.

Setiap makhluk hidup mempunyai kebutuhan, tidak terkecuali

manusia. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam. Namun, pada

hakikatnya setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama.

Kebutuhan tersebut bersifat manusiawi dan menjadi syarat untuk

keberlangsungan hidup manusia. Siapapun orangnya pasti memerlukan

pemenuhan kebutuhan dasar (Asmadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Kegagalan pemenuhan kebutuhan dasar menimbulkan kondisi yang

tidak seimbang, sehingga diperlukan bantuan terhadap pemenuhannya

kebutuhan dasar tersebut. Disinilah pentingnya peranan perawat sebagai

profesi kesehatan dimana salah satu tujuan pelayananan keperawatan adalah

membantu klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Jenis-jenis kebutuhan

dasar manusia yang menjadi lingkup pelayanan keperawatan bersifat holistik

yang mencakup kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Asmadi ,

2008).

Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap

orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena

terdapat perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebutpun ikut berbeda. Dalam

memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang

ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih

keras dan bergerak untuk berusaha mendapatkannya (Hidayat, 2000).

Dalam pemenuhan kebutuhan dasar, dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang terjadi pada seseorang sehingga kebutuhan dasarnya terpenuhi atau tidak

terpenuhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan dasar

adalah sebagai berikut :

1. Penyakit. adanya penyakit didalam tubuh dapat menyebabkan

perubahan pemenuhan kebutuhan, baik secra fisiologis maupun

psikologis, karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan

pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya.

Universitas Sumatera Utara


2. Hubungan Keluarga. Hubungan keluarga yang baik dapat

meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling

percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-

lain.

3. Konsep diri. Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan

kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan

keutuhan(wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang sehat

menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa positif

terhadap dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan

dan mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga mudah

memenuhi kebutuhan dasarnya.

4. Tahap Perkembangan. Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia

mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut

memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis,

psikologis, sosial, maupun spiritual mengingat berbagai fungsi organ

tubuh juga mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang

berbeda.

Manusia mempunyai kebutuhan dasar (kebutuhan pokok) untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Walaupun setiap individu

mempunyai karakteristik yang unik, kebutuhan dasarnya sama. Perbedaannya

hanya dalam pemenuhan kebutuhan dasar tersebut.

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun

Universitas Sumatera Utara


psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankkan kehidupan dan

kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam teori

hierarki kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima

kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum), keamanan,

cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter & Patricia, 1997).

Menurut Maslow pemenuhan berbagai kebutuhan tersebut didorong

oleh dua kekuatan (motivasi) yakni motivasi kekurangan (deficiency

motivation) dan motivasi pertumbuhan atau perkembangan (growth

motivation). Motivasi kekurangan bertujuan untuk mengatasi masalah

ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada. Misalnya, lapar

akan mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi; haus untuk

memenuhi kekurangan cairan dan elektrolit tubuh; sesak nafas untuk

memenuhi kekurangan memenuhi oksigen di tubuh; takut dan cemas

merupakan kebutuhan untuk memenuhi kekurangan rasa aman; dan

sebagainya. (Asmadi, 2008).

Kebutuhan Maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting

dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat

merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan

yang berada pada tingkat di bawahnya.

Lima kebutuhan dasar manusia menurut Maslow, diambil dari Asmadi

(2008) sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Kebutuhan Fisiologi (Phisiological Needs)

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer dan

mutlak harus dipenuhi untuk memelihara homeostatis biologis dan

kelangsungan kehidupan bagi tiap manusia. Kebutuhan ini

merupakan syarat dasar apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka

dapat mempengaruhi kebutuhan lainnya.

Perawat membantu pasien pada setiap tingkat umur untuk

memenuhi kebutuhan fisiologis mereka. Pemenuhan kebutuhan

fisiologis bersifat lebih mendesak untuk didahulukan daripada

kebutuhan-kebutuhan lain yang ada pada tingkat yang lebih tinggi.

Kebutuhan fisiologis meliputi : oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi,

istirahat, tidur, terbebas dari rasa nyeri, pengaturan suhu tubuh,

seksual, dan lain sebagainya. Apabila kebutuhan fisiologis ini

sudah terpenuhi, maka seseorang akan berusaha untuk memenuhi

kebutuhan lain yang lebih tinggi dan begitu seterusnya. Dominasi

kebutuhan fisiologi ini relatif lebih tinggi dibanding dengan

kebutuhan lain dan dengan demikian muncul kebutuhan-kebutuhan

lain.

2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan (Self Security Needs)

Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah

kebutuhan untuk melindungi diri dari berbagai bahaya yang

mengancam, baik terhadap fisik maupun psikososial. Ancaman

terhadap keselamatan dan keamanan fisik seseorang dapat

Universitas Sumatera Utara


dikategorikan ke dalam ancaman mekanik, kimia, termal dan

bakteri.

Kebutuhan keselamatan dan keamanaan berkenaan dengan

konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keselamatan dan

keamanan dalam konteks secara fisiologis berhubungan dengan

sesuatu yang mengancam tubuh seseorang dan kehidupannya.

Ancaman bisa nyata atau hanya imajinasi, misalnya penyakit,

nyeri, cemas, dan lain sebagainya.

3. Kebutuhan Mencintai dan Dicintai (Love ad Belongingness Needs)

Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang

menggambarkan emosi seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu

dorongan dimana seseorang berkeinginan untuk menjalin

hubungan yang bermakna secara efektif atau hubungan emosional

dengan orang lain. Dorongan ini akan makin menekan seseorang

sedemikian rupa, sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin

untuk mendorongkan pemenuhan kebutuhan akan cinta kasih dan

perasaan memiliki.

4. Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Needs)

Harga diri adalah penilaian individu mengenai nilai

personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik

perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri (Stuart & Sundeen,

1998). Menurut hierarki kebutuhan dasar manusia, seseorang dapat

Universitas Sumatera Utara


mencapai kebutuhan harga diri bila kebutuhan terhadap mencinta

dan dicintai telah terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan harga diri

seseorang tampak dari sikap penghargaan diri.

5. Kebutuhan Aktualisasi diri (Self Actualization Needs)

Kebutuhan aktualisasi diri adalah tingkatan kebutuhan yang

paling tinggi menurut Maslow dan Kalish. Oleh karenanya untuk

mencapai tingkat kebutuhan aktualisasi diri ini banyak hambatan

yang menghalanginya. Secara umum hambatan tersebut terbagi dua

yakni internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan

yang berasal dari dalam diri seseorang. Seperti ketidaktahuan akan

potensi diri serta perasaan ragu dan takut mengungkapkan

potensial diri, sehingga potensinya terus terpendam. Berdasarkan

teori maslow mengenai aktualisasi diri, terdapat asumsi dasar

bahwa manusia pada hakikatnya memiliki nilai intrinstik berupa

kebaikan. Dari sinilah manusia memiliki peluang untuk

mengembangkan dirinya.

Apabila dikaji berdasarkan konsep manusia dalam perspektif

keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk holistik, maka

hierarki kebutuhan dasar manusia tidak cukup ada lima, tetapi enam. Dalam

perspektif keperawatan tersebut, kebutuhan dasar yang keenam ini dapat

dikategorikan ke dalam aspek spiritual pada konsep manusia. Hierarki

Universitas Sumatera Utara


kebutuhan dasar yang keenam adalah kebutuhan akan transendental diri

dimana seseorang memerlukan adanya kedekatan dengan Tuhan. Kebutuhan

transendental diri ini merupakan puncak kesadaran eksistensi manusia dimana

secara fitrah manusia menyadari akan adanya tuhan dan memerlukan

pertolongan-Nya. Dengan demikian, individu yang telah mencapai level ini

mengalami keseimbangan hidup dimana hidup bukan hanya sekedar

pemenuhan jasmani semata, tetapi unsur rohanipun terpenuhi (Asmadi, 2008).

Beberapa ahli lain sepertin viriginia Henderson dan Watson memiliki

penjelasan lain mengenai kebutuhan dasar manusia. Virginia handerson

(Potter & Perry) membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam 14 komponen

berikut :

1. Bernapas dengan normal.

2. Makan dan minum yang cukup.

3. Eliminasi.

4. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.

5. Tidur dan istirahat.

6. Memilih pakaian yang tepat.

7. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan

menyesuaikan pakaian yang dikenankan dan memodifikasi

lingkungan.

8. Menjaga kebersihan dari dan penampilan.

9. Menghindari bahaya dan lingkungan dan menghindari membahayakan

orang lain.

Universitas Sumatera Utara


10. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,

kebutuhan, kekhawatiran, dan opini.

11. Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.

12. Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan

hidup.

13. Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai untuk rekreasi.

14. Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang

mengarahkan pada perkembangan yang normal, kesehatan, dan

penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.

2.2 Defisit Perawatan Diri

2.2.1 Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam

memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya,

kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya

pasien, dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat

melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri

adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan

diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang

yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau

melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi

Universitas Sumatera Utara


(hygiene), berpakaian/ berhias,makan BAB/BAK (toileting) (Fitria,

2009).

Carpenito (2000) mendefenisikan defisit perawatan diri adalah

keadaan dimana individu mengalami kerusakan fungsi motorik atau

kognitif, menyebabkan penurunan kemampuan dalam melakukan

setiap kelima perawatan diri.

Klasifikasi kurang perawatan diri menurut Carpenito (2000)

sebagai berikut :

a) Kurang perawatan diri, makan

Keadaan individu yang mengalami gangguan kemampuan

untuk melakukan aktivitas makan untuk dirinya sendiri,

dengan karakteristik : tidak dapat memotong makanan atau

membuka bungkusan makanan, tidak dapat menyuap sendiri ke

mulut.

b) Kurang perawatan diri, mandi/hygenie

Keadaan dimana individu mengalami gangguan untuk

melakukan sebagian atau keseluruhan aktivitas mandi/hygiene

untuk diri sendiri, dengan karakteristik : tidak dapat atau tidak

ingin mandi, tidak dapat mengambil air, tidak dapat mengatur

suhu aliran air, tidak mampu merasakan kebutuhan kebersihan.

c) Kurang perawatan diri, berpakaian/berdandan

Keadaan dimana individu mengalami gangguan

kemampuan untuk melakukan tindakan memakai baju atau

Universitas Sumatera Utara


aktivitas berpakaian untuk dirinya, dengan karakteristik : tidak

mampu meletakkan atau mengambil baju, tidak dapat memakai

baju dengan cepat, tidak dapat memakai baju dengan

bagus/memuaskan, tidak dapat memasang atau melepaskan

asesoris yang menempel di tubuh.

d) Kurang perawatan diri, toileting

Suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan

dalam kemampuannya untuk melakukan aktivitas toileting

dengan lengkap, dengan karakteristik : tidak dapat atau tidak

ingin menuju ke toilet, tidak dapat atau tidak ingin melakukan

hyigine yang benar, tidak dapat pindah dari atau ke toilet, tidak

dapat memegang baju untuk melakukan toileting, tidak dapat

menyiram toilet.

e) Kurang perawatn diri, instrumentasi

Keadaan dimana individu mengalami gangguan dalam

kemampuan melakukan aktifitas tertentu atau akses pelayanan

kesehatan tertentu untuk memperoleh pelayanan esensial

tertentu, dengan karakteristik : mencuci, menyetrika,

menyiapkan makanan, memperoleh transportasi.

2.2.2 Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri

Adapun tanda gejala defisit perawatan menurut Fitria (2009)

adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


a. Mandi/ hygiene

Pasien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan

badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur

suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi,

mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.

b. Berpakaian/ berhias

Pasien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau

mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta

memperoleh atau menukar pakaian. Pasien juga tidak memiliki

ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih

pakaian menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing

tarik melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,

mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan,

mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.

c. Makan

Pasien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan

makanan, mempersiapkan makanan, menangani perkakas,

mengunyah makanan, menggunakkan alat tambahan,

mengambil makanan, mengunyah makanan dalam mulut,

melengkapi makanan, mencerna makanan menurut cara yang

Universitas Sumatera Utara


diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta

mencerna cukup makanan dengan aman.

d. BAB/BAK

Pasien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam

mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari

jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan

diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau

kamar kecil.

Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala pasien dengan defisit

perawatan diri adalah:

a. Fisik

1) Badan bau, pakaian kotor; 2) Rambut dan kulit kotor; 3)

Kuku panjang dan kotor ; 4) Gigi kotor disertai mulut bau; 5)

Penampilan tidak rapi.

b. Psikologis

1) Malas, tidak ada inisiatif; 2) Menarik diri, isolasi diri; 3)

Merasa tak berdaya dan merasa hina.

c. Sosial

1) Interaksi kurang; 2) Kegiatan kurang; 3) Tidak mampu

berperilaku sesuai norma; 3) Cara makan tidak teratur

BAK/BAB disembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak

mampu mandiri.

Universitas Sumatera Utara


2.2.3 Etiologi

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang

perawatan diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.

Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah:

a. Faktor predeposisi

1. Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan

memanjakan Pasien sehingga perkembangan inisiatif

terganggu.

2. Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan pasien tidak

mampu melakukan perawatan diri.

b. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri

adalah kurang penurun motivasi, kerusakan kognisi atau

perseptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga

menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan

diri.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Peran Perawat

2.3.1 Defenisi peran perawat

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh

orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu

sistem (Indrawati, 2009). Peran perawat menurut Hidayat (2000)

merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat

dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari

luar profesi keperawatan yang konstan.

Sedangkan menurut Ali (2001), peran perawat adalah tingkah laku

yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain (dalam hal ini

adalah perawat) untuk berproses dalam sistem sebagai berikut :

a. Pemberian asuhan keperawatan

b. Pembela pasien

c. Pendidikan tenaga keperawatan dan masyarakat

d. Koordinator dalam pelayanan pasien

e. Kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain

sejawat

f. Konsultan/ penasihat pada tenaga kerja dan pasien

g. Pembaharu sistem, metodologi, dan sikap

peran perawat menurut Lokakarya Nasional 1983 dalam Ali

(2001) antara lain :

Universitas Sumatera Utara


a. Pelaksana pelayanan keperawatan

b. Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan

c. Pendidikan dalam keperawatan

d. Peneliti dan pengembangan keperawatan

2.3.2 Peran-peran perawat

Menurut weiss ( 1947) yang dikutip oleh Stuart & Sundeen dalam

Principles and Practice of Psychiatric Nursing Care (1995), peran

perawat adalah sebagai attitude therapy, yakni :

a. Mengobservasi perubahan, baik kecil atau menetap yang terjadi

pada pasien

b. Mendemonstrasikan penerimaan

c. Respek

d. Memahami pasien

e. Mempromosikan ketertarikan dan berpartisipasi dalam

interaksi

Sedangkan menurut Peplau, peran perawat meliputi :

a. Sebagai pendidik

Perawat jiwa memberikan pendidikan kesehatan jiwa

kepada individu, keluarga, komunitas agar mampu melakukan

perawat diri sendiri, anggota keluarga, dan anggota masyarakat

Universitas Sumatera Utara


lainnya sehingga setiap anggota masyarakat bertanggung jawab

atas kesehatan jiwa (Sulistiawati, 2005)

b. Sebagai pemimpin

Peran kepemimpinan diri perawat mencakup tindakan-

tindakan yang dilaksanakkan oleh perawat saat ia mengemban

tanggung jawab untuk mempengaruhi tindakan orang lain yang

ditunjukkan untuk menentukan dan mencapai tujuan (Smeltzer

& Bare, 2005 ).

Menurut Sulistiawati (2005), perawat kesehatan jiwa harus

menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab

dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa.

c. Sebagai konselor

Perawat sebagai konselor mempunyai tujuan membantu

klien dalam memilih keputusan yang akan diambil terhadap

penyakit yang dideritanya. Untuk mempermudah didalam

mengambil keputusan klien wajib mempertanyakan langkah-

langkah yang akan diambil terhadap dirinya (kusnanto, 2004).

Dan sebagai tambahan dari peran perawat adalah :

a. Penyuluh

Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada pasien

konsep dan data-data tentang kesehatan, mendemonstrasikan

prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah pasien

memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan

Universitas Sumatera Utara


dalam pembelajaran. Perawat menggunakkan metode

pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan

pasien serta melibatkan sumber-sumber lain misalnya keluarga

dalam pengajaran yang direncankkannya (Potter & Perry 2005).

b. Peneliti

Penelitian keperawatan bertujuan untuk memberikan

konstribusi pada dasar ilmiah praktik keperawatan. Kajian

dibutuhkan untuk menentukan keefektifan intervensi dan asuhan

keperawatan. Dengan demikian ilmu keperawatan akan

berkembang dan rasional yang didasarkan secara ilmiah untuk

membuat perubahan dalam praktik keperawatan akan tercipta

(Smeltzer & Bare, 2001 ).

Perawat psikiatri berperan dalam bidang keperawatan jiwa

dalam mengidentifikasi masalah dalam bidang keperawatan

jiwa dan menggunakan hasil penelitian untuk meningkatkan

mutu pelayanan keperawatan jiwa (Sulistiawati, 2005).

c. Manajer kasus

Sebagai manejer kasus, perawat mengkordinasikan aktivitas

anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi

fisik dalam perawatan kepada pasien. Selain itu, perawat dapat

mengatur waktu kerja dan sumber kerja ditempat kerjanya

(Potter & Perry, 2005 ).

Universitas Sumatera Utara


d. Rehabilitator

Rehabilitasi merupakan proses dimana individu kembali

ketingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan atau

kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Pasien

dapat mengalami gangguan yang mengubah kehidupan mereka

dan perawat membantu mereka beradaptasi semaksimal

mungkin dengan keadaan tersebut ( Potter & Perry, 2005).

2.3.3 Perawat jiwa

Defenisi keperawatan jiwa menurut American Nurses

Association: suatu bentuk spesialisasi praktik keperawatan yang

menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan

diri yang bermanfaat sebagai kiatnya.

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya

meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan

pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri

secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup

menjalankan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya (Sulistiawati,

2005).

Praktik keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan

lingkungan. Peran keperawatan jiwa profesional kini mencakup

dimensi kompetensi klinis, advokasi pasien-keluarga, tanggung jawab

Universitas Sumatera Utara


fiskal, kolaborasi antar disiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter

legal-etik.

Center for Mental Health Service secara resmi mengakui

keperawatan kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin

kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan ilmu

psikososial, biofisik, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk

mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik

keperawatan.

Ada 4 faktor yang membantu menentukan tingkat fungsi dan jenis

aktivitas yang dilakukan oleh perawat jiwa:

a. Legislasi perawat jiwa.

b. Kualifikasi perawat, termasuk pendidikan, pengalaman

kerja, dan status sertifikasi.

c. Tatanan praktik perawat.

d. Tingkat kompetensi personal dan inisiatif perawat.

Menurut (Stuart dan Sundeen, 1995) perawat jiwa harus memliki

kemampuan yang khusus yaitu : kesadaran/tilik diri, mengobservasi

dengan akurat, berkomunikasi secara teraupetik, berespon secara

efektif.

Yosep (2007) mengemukakan bahwa perawat harus mempunyai

asuhan kompeten khusus, kompeten tersebut yaitu ;

Universitas Sumatera Utara


a. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.

b. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk

pasien dan keluarga.

c. Peran serta dalam pengelolaan kasus : mengorganisasikan,

mengkaji, negoisasi, koordinasi pelayanan bagi individu

dan keluarga.

d. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga,

kelompok, untuk menggunakan sumber yang tersedia di

komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait,

teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.

e. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental serta

mengatasi pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan

dan konseling.

f. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami

masalah psikologis dan penyakit jiwa dan masalah fisik.

g. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang

mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga, staf, dan

pembuat kebijakan.

Menurut Orem (2001), perawatan merupakan fokus khusus pada

manusia yang membedakan keperawatan dari pelayanan masyarakat

lainnya. Dari sudut pandang ini, peran keperawatan untuk

memampukan individu dalam mengembangkan dan melatih

kemampuan perawatan diri mereka agar mereka dapat memenuhi

Universitas Sumatera Utara


kebutuhan perawatan yang berkualitas dan memadai pada diri mereka

sendiri.

Dari uraian diatas, diketahui bahwa pada pasien defisit perawatan

diri akan sangat terganggu akan pemenuhan kebutuhan dasar terutama

kebutuhan fisiologis, itu akan menjadi masalah utama yang jika tidak

di intervensi, segala kebutuhan lainnya tidak akan tercapai. Peran

perawat memengang andil penting dalam memberikan asuhan yang

sesuai agar kebutuhan dasar, terutama fisiologis terpenuhi pada pasien

defisit perawatan diri, sehingga dapat meningkatkan kesehatan mental

fisik pasien defisit perawatan diri.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai