Anda di halaman 1dari 13

RESPONSI

ERISIPELAS

Disusun oleh
Faris Khairuddin Syah
NIM. G99141114

Pembimbing
Nugrohoadji Dharmawan, dr., Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : Nugrohoadji Dharmawan, dr., Sp.KK, M.Kes


Nama : Faris Khairuddin Syah
NIM : G99141114

Erisipelas
I. Pendahuluan
Erisipelas adalah infeksi bakteri yang melibatkan dermis bagian
atas yang meluas ke kelenjar getah bening kulit superfisial.
Penampakannya tegang, sangat eritem dan muncul indurasi dengan
batas yang tegas1. Erisipelas telah muncul sejak zaman Middle Ages,
yang sering dikenal dengan St. Anthony's fire, nama tersebut diberikan
oleh pastur-pastur pada orang-orang yang datang berobat pada mereka.
Sekitar tahun 1095 terbentuk sebuah kongres pemeluk Katolik Roma
yang menangani kasus-kasus penyakit yang tersebar disana bernama
the Order of St. Anthony di Prancis. Pada waktu itu, beberapa penyakit
masuk dalam eponim ini seperti ergotisme dan herpes zoster2,3.
Data penelitian mutakhir mengenai kultur bakteri berdasar
aspirasi jarum halus dan biopsi, ditambah dengan pemeriksaan serologi
antibodi anti-streptokokus dan pengecatan imunoflouresensi dari hasil
biopsi, The Infectious Disease Society of America (IDSA) menyatakan
bahwa penyebab hampir seluruh kasus erisipelas adalah bakteri
streptokokus, tidak hanya Streptococcus pyogenes (streptokokus grup
A) akan tetapi juga streptokokus grup B, C, atau G1,46.
II. Etiologi
Pada erisipelas infeksi masuk dan menyebar sangat cepat
melalui saluran limfatik. Sehingga hal ini dapat menyebabkan
penebalan kulit dan pembengkakan limfonodus regional. Streptokokus
adalah penyebab utama erisipelas5.

1
Sebagian besar infeksi wajah disebabkan oleh streptokokus
grup A sedangkan pada ekstremitas inferior lebih banyak disebabkan
oleh streptokokus non-grup A. Toksin streptokokus ditengarai menjadi
penyebab inflamasi pada erisipelas. Belum ditemukan bukti terbaru
mengenai jenis bakteri yang lain yang menjadi penyebab erisipelas,
walaupun beberapa kali ditemukan bakteri lain pada tempat inokulasi
streptokokus3,5.

Inokulasi bakteri mengawali proses terjadinya erisipelas.


Walaupun ulserasi, dermatitis, dermatofitosis, gigitan serangga maupun
insisi bekas operasi dapat menjadi port d entry. Sumber inokulasi
bakteri pada erisipelas wajah terdapat pada nasofaring dan sepertiga
dari kasus yang telah dilaporkan memiliki riwayat faringitis
streptokokal2,7.

III. Epidemiologi
Insidensi erisipelas menurun sejak pertengahan abad ke-20,
ditengarai karena perkembangan antibiotik, perbaikan sanitasi dan
penurunan virulensi. Namun kembali meningkat sejak akhir 1980-an.
Terdapat perubahan kecenderungan lokasi penyakit dari wajah ke
ekstremitas bawah yang seringnya terkait dengan penuaan dengan
gangguan sirkulasi kelenjar limfe. Tidak terdapat perbedaan
kecenderungan ras pada penyakit ini. Erisipelas lebih sering terjadi
pada wanita, namun pada usia muda kejadian pada laki-laki lebih
banyak. Pada distribusi umur lebih banyak terjadi pada, bayi, anak-anak
dan lansia. Insidensi tertinggi terdapat pada pasien berusia 60-80 tahun
terutama dengan gangguan kekebalan dan sirkulasi kelenjar limfe
seperti (contoh: pasca mastektomi, operasi pelvis dan bypass grafting)7
9
.

IV. Patogenesis
Setelah bakteri masuk infeksi menyebar ke dalam jaringan dan
menembusnya setelah hyaluronidase merusak substansi dinding

2
polisakarida, fibrinolisin mendestruksi barier fibrin, lecithinase
merusak membran sel. Penurunan intergritas jaringan misal melalui
trauma dapat menjadi media infeksi bakteri anaerob. Organisme yang
masuk biasanya berjumlah sedikit, mengindikasikan bahwa reaksi
sitokin dan superantigen bakteri lebih dominan daripada reaksi infeksi
jaringan itu sendiri7,10.
V. Manifestasi Klinis
Periode inkubasi bakteri berlangsung selama 2-3 hari. Muncul
gejala prodormal pada masa inkubasi seperti kelemahan, anoreksia dan
demam bahkan menggigil dengan cukup cepat walaupun manifestasi
klinis belum muncul. Demam tinggi (38,5 oC ) dan menggigil biasanya
disebabkan oleh Streptokokus Grup A. Terdapat riwayat gejala nyeri
lokal dan nyeri tekan. Pada port d entry akan muncul kemerahan,
panas, bengkak dengan permukaan mengkilat, batas tegas. Dapat
ditemukan vesikel, bula, erosi, abses, jaringan hemoragik dan jaringan
nekrotik dalam lesi. Kelenjar limfe regional biasanya membengkak dan
terasa nyeri tekan. Distribusi lesi pada orang dewasa paling banyak
pada ekstremitas bawah, lalu sela jari, lengan, badan dan wajah. Se-
dangkan pada anak-anak lebih banyak pada wajah, leher lalu ektremi-
tas2,11.
VI. Pemeriksaan Klinis
a. Fisik
Pasien dengan erisipelas biasanya memiliki plak
eritematosa kecil merah cerah, edema, meninggi dan mengkilap
dengan sedikit peninggian tepi lesi yang membatasi lesi dari kulit
sekitarnya. Gejala ini paling sering muncul pada wajah dan kaki.
Infeksi dapat menyebar dengan cepat, tidak teratur, lateral hanya
selama beberapa hari dan dapat berkembang menjadi infeksi yang
lebih parah dengan terbentuknya bula dan nekrosis yang berat.
Dalam kasus bayi baru lahir, daerah yang sering terkena adalag
periumbilikalis dengan eritema menyebar di sepanjang dinding

3
perut. Pasien atau orang tuanya kemungkinan besar memiliki ri-
wayat infeksi pernapasan. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
palpasi lembut dan hangat saat disentuh pada daerah infeksi dengan
garis-garis limfatik dan limfadenopati. Sering disertai dengan
gejala prodromal demam, menggigil, dan malaise2,11.
b. Penunjang
Tes diagnostik tertentu mungkin berguna dalam
membedakan dari gangguan lain. Hitung darah lengkap dengan
diferensial mungkin menunjukkan leukositosis dan pergeseran kiri,
tapi mungkin normal, terutama pada aspirasi
immunocompromised. Aspirasi jarum halus dapat dilakukan lalu
dibiakan dengan kultur. Kultur swab dari nasofaring dapat
membantu dalam mengisolasi patogen etiologi. Kultur darah
penggunaan terbatas hanya untuk saat bakteremia diduga karena
mereka positif hanya 5% dari kasus. MRI dan CT mungkin berguna
untuk mendeteksi infeksi yang lebih dalam2.
VII. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dapat menjadi sangat lebar. Gigitan dan sen-
gatan serangga, selulitis, ecthyma gangrenosum, dermatitis kontak
alergi, urtikaria, erysipeloid, herpes simpleks, necrotizing fasciitis, dan
erysipeloides karsinoma. Gigitan dan sengatan Arthropoda dapat
menyebabkan lymphedema, hangat, dan eritema di sekitar area
gigitan/sengatan. Namun, wilayah ini sering hanya muncul pruritus dan
cenderung tidak menyakitkan. Temuan ujud kelainan kulit mengalami
perkembangan dalam hitungan jam. Selulitis mirip dengan erisipelas
namun tidak memiliki batas jelas seperti erisipelas. Selulitis adalah
infeksi yang lebih dalam. Ini melibatkan kulit dan jaringan lunak, dan
sering fasia, otot, dan tendon2.
Angioinvasi adalah karakteristik dari ecthyma gangrenosum,
erupsi vesikulobulosa biasanya disebabkan oleh infeksi Pseudomonas
aeruginosa. Ecthyma gangrenosum biasanya diawali dengan makula

4
eritematosa, yang menjadi berjerawat dan akhirnya berkembang
menjadi nodul nekrotik dan bula. Dermatitis kontak alergi memiliki
gejala plak eritematosa dengan vesikel dan bula di atasnya. Kondisi ini
cenderung pruritus dan nyeri tekan. Urtikaria ditandai dengan bercak
eritematosa atau putih, yang dapat berbentuk linear, annular
(melingkar), arkuata (setengah lingkaran), atau serpiginous. Gejala
dominan adalah pruritus. Diferensial juga harus mencakup erupsi obat
lokal2.
Ketika membedakan dengan erysipeloid, penting untuk meng-
gali riwayat pekerjaan. Nelayan, pedagand ikan, tukang daging, dan
orang-orang yang datang dalam kontak dengan makanan laut mentah
atau daging mentah beresiko infeksi bakteri ini. Herpes zoster
bermanifestasi sebagai eritematosa, ruam vesikuler, biasanya sepanjang
satu dermatom. Secara khusus, keterlibatan wajah mungkin bingung
dengan erisipelas dan dapat dibedakan oleh kultur, Tzanck test, dan
pemeriksaan fisik Bells palsy2.
Necrotizing fasciitis adalah infeksi menyebar dengan cepat dari
fasia profunda dan jaringan subkutan yang akhirnya mengarah pada
nekrosis. Tempat yang paling umum untuk infeksi adalah kaki, diikuti
oleh perineum. Infeksi dimulai seperti erisipelas, dengan luas kulit
eritematosa itu, dalam beberapa jam ke hari, menjadi kehitaman dengan
pembentukan bula. Perubahan ini segera diikuti oleh nekrosis dan
gangren, seringkali dengan krepitus jika karena organisme infektif yang
memproduksi gas. Infeksi menyebar dengan cepat, meluas secara
horizontal dan vertikal sepanjang bidang fasia dalam. CT Scan dan MRI
dapat membantu untuk menggambarkan tingkat infeksi, dan biopsi
dengan kultur jaringan dapat membantu terapi antibiotik langsung. Ne-
crotizing fasciitis adalah keadaan darurat bedah yang memerlukan
debridement yang cepat bedah, fasiotomi, dan, kadang-kadang,
amputasi ekstremitas yang terkena2

5
VIII. Tatalaksana
Tatalaksana erisipelas dapat mengacu pada algoritma pada
Gambar 1.

Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Pyoderma4


Antibiotik adalah pengobatan utama untuk erisipelas. Strep-
tokokus Grup A rentan terhadap antibiotik beta-laktam. Oleh karena itu,
penisilin oral selama 5 sampai 14 hari. Bagi mereka dengan alergi
penisilin dapat dipakai eritromisin. Terapi antibiotik dapat disesuaikan
dengan temuan sensitivitas antibiotik berdasarkan kultur bakteri. Rawat
inap umumnya direkomendasikan untuk pasien anak-anak atau
immunocompromised selama beberapa hari, setelah itu pasien dapat
diikuti secara rawat jalan dengan terapi antibiotik oral terus selama 5
sampai 14 hari2,4.
Pada infeksi kulit superfisial yang tidak menyebar, mupirocin
mempunyai beberapa keuntungan. Mupirocin dapat membunuh bakteri
patogen yang menyebabkan infeksi, bahkan banyak menyelesaikan ma-

6
salah resistensi antibiotik dan pemberian topikal dapat memberikan lo-
kasi target dengan sepsifik dan dosis tinggi. Mupirocin diberikan tiga
kali sehari sampai lesi bersih. Pemberian obat topikal dapat didukung
dengan pemakaian sabun antibiotik seperti Hibiclens atau Betadine.
Krusta-krusta harus dibersihkan dengan salin normal untuk mem-
bersihkan jalur pemberian antibiotik dan mendinginkan luka3.
Pemberian ibuprofen 400 mg 4 kali per hari selama 5 hari
selama atau prednisone dapat membantu memperbaiki gejala dengan
pemberian 40 mg per hari selama 7 hari4. Elevasi disarankan pada ba-
gian yang terinfeksi untuk bagian yang terinfeksi4.
IX. Komplikasi
Infeksi lebih lanjut dan penyebaran infeksi dapat terjadi jika
pengobatan terlambat. Katup jantung abnormal maupung prostetik
dapat menjadi target infeksi dan tempat kolonisasi bakteri. Pada zaman
sebelum ditemukan antibiotik angka kematian penyakit ini sangat
tinggi7,12.
X. Prognosis
Jika tidak terdapat bakteriemia maka prognosis yang muncul
lebih baik. Pada pasien imunokompomi prognosis dapat dilihat dengan
penilaian jumlah netrofil. Perbaikan penyakit dapat dilihat dengan per-
baikan jumlah netrofil7. Kekambuhan setelah pengobatan antibiotik
muncul 18% to 30% kasus. Pasien yang rentan terhadap penyakit ini
dapat mengalami gejala sakit yang cukup lama dan dapat muncul pene-
balan kulit permanen karena obstruksi limfa. Kambuhnya erisipelas
dapat diawali bahkan dengan trauma kecil maupun muncul spontan dan
lebih lanjut dapat menyebabkan penebalan kulit yang ireversibel3,12.

7
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : An. KBP
Umur : 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum kawin
Pekerjaan :-
Alamat : Kalijambe, Sragen
Tanggal Pemeriksaan : 12 Februari 2015
No RM : 01 28 82 91
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Bengkak dan nyeri di tangan kanan dan kaki kanan.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantarkan ibunya dengan keluhan utama bengkak
pada tangan kanan dan kaki kanan sejak dua minggu sebelum
pemeriksaan. Pasien merupakan rujukan dari poli anak. Ibu pasien
mengeluhkan muncul bengkak di tangan kanan dan kaki kanan dua
minggu sebelum pemeriksaan pada bekas tusukan jarum infus saat
dirawat di RS Assalam Sragen dengan keluhan demam tinggi dan
didiagnosis demam berdarah. Bengkak sudah diobati dengan salep
dan kompres (namun lupa nama obanya). Keluhan terasa sedikit
berkurang namun masih tetap nyeri dan panas.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat atopi : disangkal
Riwayat mondok : demam berdarah pada Februari 2015

8
D. Riwayat Keluarga
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat atopi : disangkal
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang putra pertama dari pasangan muda
yang berstatus ekonomi menegah ke bawah.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
i. Keadaan Umum : Keadaan umum pasien sakit sedang,
compos mentis dan responsif terhadap pemeriksa, GCS
E4V5M6 PB: 70 cm dan BB: 10 kg
ii. Kepala : normosefal
iii. Mata : dalam batas normal
iv. Hidung : dalam batas normal
v. Mulut : dalam batas normal
vi. Leher : dalam batas normal
vii. Toraks : dalam batas normal
viii. Abdomen : dalam batas normal
ix. Ektremitas Atas : lihat status dermatologis
x. Ektremitas Bawah : lihat status dermatologis
B. Status Dermatologis
Regio cruris dextra dan regio manus dextra tampak plakat eritem
berbatas tegas dan sedikit krutsa coklat di atasnya.

9
C. Gambaran Klinis

Gambar 2. Regio Antebrachii Dextra

Gambar 3. Regio Cruris Dextra


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kultur sensitivitas antibiotik dengan spesimen pus
V. DIAGNOSIS
Erisipelas
VI. DIAGNOSIS BANDING
Selulitis
DVT

10
VII. TERAPI
Medikamentosa: Eritromycin syrup 3 x 1, 25 ml dan Mupyrocin
cream 2 kali oles per hari.
Non medikamentosa: Elevasi daerah infeksi dan kompres NaCl 0, 9 %
2 kali 30 menit pada bengkak.
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Sanam : bonam
Ad Fungsionam : bonam
Ad Kosmetik : bonam

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunderson, C. G. & Martinello, R. a. A systematic review of


bacteremias in cellulitis and erysipelas. J. Infect. 64, 148155 (2012).

2. Celestin, R., Brown, J., Kihiczak, G. & Schwartz, R. a. Erysipelas: a


common potentially dangerous infection. Histopathology 16, 123127
(2007).

3. Habif, T. P. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and


Therapy Fifth Edition. Clin. Dermatology (2009). doi:10.1016/B978-
0-7234-3541-9/00001-8

4. Stevens, D. L. et al. Practice guidelines for the diagnosis and


management of skin and soft tissue infections: 2014 update by the
infectious diseases society of America. Clin. Infect. Dis. 59, (2014).

5. Bernard, P. Management of common bacterial infections of the skin.


Curr. Opin. Infect. Dis. 21, 1228 (2008).

6. Loc, V. Erysipelas and lymphedema. Phlebolymphology 14, 120124


(2007).

7. Carter, D. M. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology


(Book). J. Invest. Dermatol. 81, 383383 (1983).

8. Bartholomeeusen, S., Vandenbroucke, J., Truyers, C. & Buntinx, F.


Epidemiology and comorbidity of erysipelas in primary care.
Dermatology 215, 118122 (2007).

9. Cireap, N. Erysipelas Of Upper Limb: A Complication Of Breast. 6,


132136 (2010).

10. Linder, A. et al. Erysipelas caused by group A streptococcus activates


the contact system and induces the release of heparin-binding protein.
J. Invest. Dermatol. 130, 13651372 (2010).

11. Krasagakis, K. et al. Local complications of erysipelas: A study of


associated risk factors. Clin. Exp. Dermatol. 36, 351354 (2011).

12. Inghammar, M., Rasmussen, M. & Linder, A. Recurrent erysipelas -


risk factors and clinical presentation. BMC Infect. Dis. 14, 270 (2014).

12

Anda mungkin juga menyukai