Anda di halaman 1dari 52

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Syaraf

a) Otak

Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa.Otak

terdiri dari 4 bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak Kecil),

brainstem (batang otak) dan diensefalon.

Gambar 2.1 : anatomi otak

Sumber : http://www.strokeassociation.org/

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serbri.

Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area

11
12

motorik primer yang bertanggung jawabuntuk gerakan-gerakan

voluntary,lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan

mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang

merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang

mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan

menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak didalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter

yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian

posterior serebrum.Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus pergerakan otot, serta mengubah tonus dan

kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawah keatas adalah medulla oblongata, pons

dan mensenfalon (otak tengah).Medulla oblongata merupakan pusat refleks yang

penting untuk jantung, vaskonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,

pengeluaran air liur, dan muntah.Pons merupakan mata rantai penghubung yang

penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan

serebelum.Mensenfalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi

aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat

stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

Diensenfalon dibagi 4 wilayah, yaitu thalamus, subtalamus, epitalamus dan

hipotalamus.Thalamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal

yang penting.Subtalamus fungsinyabelum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi

pada subtalamusakan menimbulkan henibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki


13

atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada

bebrapa dorongan emosi dasar seseorang.Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan

rangsangan dan system susunan syaraf otonom perifer yang menyertai ekspresi

tingkah dan emosi.

b)sirkulasi darah otak

otak menerima sekutar 20% curah jantung dan memerlukan 20%pemakaian

oksigen tubuh dan sekitar 400 kilo kalori energi setiap harinya. Otak diperdarahi oleh

dua arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vetebralis.Dari dalam rongga

cranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anatomis

yaitu sirkulus willisi.

Gambar 2.2 : sirkulus willisi

Sumber: hhtp://www.strokeassosiation.org/

Sirkulasi wilisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis

internal bersatu.Sirkulus willisi terdiri dari 2 arteri serebral, arteri komunikans


14

anterior, pertama arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior.

Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke

hemisferlain dan dari bagian anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang

memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh darah arteri mengalami

penyumbatan.

Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem yaitu kelompok vena

interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok

vena eksterna yang terletak dipermukaanhemisfer otak yang mencurahkan darah

kesinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-

vena jugularis, di curahkan menuju kejantung.

2.1.2 pengertian

Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak

dengan awitan akut disertai manifestasi klinis berupa defisit neorologis dan bukan

sebagai akibat trauma ataupun infeksi susunan syaraf pusat.Stroke adalah kerusakan

jaringan otak yang disebabkan karena berkurangnya atau terhentinya suplai darah

secara tiba-tiba. Jaringan otak yang mengalami ini akan mati dan tidak dapat

berfungsi lagi. Kadang pula stroke disebut dengan CVA (Cerebrovascular accident)

(Auryn,2007).

WHO sendiri mendefinisikan stroke sebagai suatu manifestasi klinik dari

gangguan fungsi cerebral, baik fokal maupun menyeluruh.Stroke merupakan

manisfestasi ganggungan syaraf umum, yang timbul secara mendadak dalam waktu

yang singkat, yang diakibatkan gangguan aliran darah ke otak akibat penyumbatan

(Ischemic Stroke) atau perdarahan (Hemoragic Stroke).Stroke adalah sebagai gejala


15

klinis yang muncul akibat pembuluh darah jantung (kardivaskular) yang bermasalah,

penyakit jantung, atau keduanya secara bersamaan (Wardhana, 2011).

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya fungsi

sistem syaraf pusat fokal atau global yang berkembang secara cepat. Istilah

serebrovascular disease menunjukan setiap kelainan serebral yang disebabkan karena

proses patologis pembuluh darah serebral seperti sumbatan pada lumen pembuluh

darah otak oleh thrombus atau embolus, pecahnya pembuluh darah serebri, lesi atau

perubahan permeabilitas diniding pembuluh darah dan peningkatan viskositas atau

perubahan lain pada kualitas darah yang menyebabkan pasokan oksigen dan nutrisi ke

serebral terhambat. Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf

lokal dan/atau global, munculnya mendadak, progresif dan cepat.Gangguan fungsi

saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.

Gangguan saraf tersebut menimbulkan gejala diantaranya kelumpuhan wajah atau

anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan

kesadaran (Riskesdas, 2013).

Dari beberapa pengertian diatas, didapatkan kesimpulan bahwa stroke adalah

gangguan sistem syaraf baik fokal maupun global yang disebabkan oleh gangguan

peredaran darah ke otak yang mengakibatkan defisit neurologis dengan beberapa

manifestasi klinis kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak jelas dan

perubahan kesadaran.

2.1.2 Etiologi

Stroke biasanya diakibatkan oleh satu dari empat kejadian, yang pertama oleh

thrombosis yaitu bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher. Kedua oleh
16

embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari

bagian tubuh yang lain. Ketiga iskemia yaitu penurunan aliran darah kearea otak dan

keempat hemorragik serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.

Ada beberapa faktor resiko stroke yang sering teridentifikasi sebagai

penyebab terjadinya stroke, antara lain :

a) Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat

menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat

mengganggu aliran darah serebral.

b) Aneurisma pembuluh darah serebral yaitu adanya kelaianan pembuluh darahyakni

berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan ditempat lain. Pada

daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapatmenimbulkan perdarahan.

c) Kelainan jantung atau penyakit jantung yaitu palingbanyak dijumpai pada pasien

post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis, kerusakan kerusakan kerja jantung

akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Dismping

itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan

pembuluh darah.

d) Diabetes melitus. Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan,

yaitu terjadi peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah

khususnya serebral dan adanya kelainan mikrovaskuler sehingga berdampak juga

terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

e) Usia lanjut. Pada usia lanjut terjadi proses klasifikasi pembuluh darah, termasuk

pembuluh darah otak.


17

f) Polocitemia. Pada polocitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah

menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.

g) Peningkatan kolesterol. Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan

ateroklerosisdan terbentuknya embolus dari lemak.

h) Obesitas. Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol

sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya

pembuluh darah otak.

i) Perokok. Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin

sehingga terjadi aterosklerosis.

j) Kurang aktivitas fisik. Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan

fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (pembuluh darah menjadi kaku), salah

satunya pembuluh darah otak.

2.1.3 Klasifikasi

a)Stroke Iskemik (Stroke Non Hemoragik)

Serangan stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan

darah yang disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak.Penyakit

serebrovaskuler iskemik ini dibagi menjadi 2 kategori besar yaitu oklusi trombolitik

dan okulsi embolitik.Iskemik serebrum disebabkan karena berkurangnya aliran darah

keotak yang berlangsung selama beberapa detik sampai menit, dimana bila terjadi

lebih dari beberapa menit akan terjadi infark jaringan otak. Penyumbatan bisa terjadi

pada pembuluh darah besar (arteri karotis), pada pembuluh darah sedang (arteri

serebri) atau pembuluh darah kecil.Penyumbatan pembuluh darah dapat terjadi


18

karena dinding bagian dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga

aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka

ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah (thrombus), sehingga aliran darah jadi

semakin lambat dan lama-lama menjadi sumbatan pembuluh darah, akibatnya otak

mengalami kekurang pasokan darah yang membawa nutrisi dan oksigen yang

diperlukan oleh otak. Apabila kekurangan pasokan darah berlangsung lama, otak

tidak mendapatkan nutrisi dan oksigen, maka sel-sel jarngan otak akan rusak dan

mati.

b) Stroke Hemoragik

Serangan stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau

pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi

ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang menutupi jaringan sel otak, akan

menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan ini menyebabkan kerusakan fungsi

kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darang yang

pecah (intra cerebral hemorrage) atau dapat juga genangan darah masuk kedalam

ruang sekitar otak (ssubarachnoid hemorrhage). Perdarahan pada otak dibagi 2 yaitu:

1. Perdarahan intra serebral

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi yang

mengakibatakn darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang

menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan Tekanan Intra

Kranial (TIK) yant terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena

herniasi otak.Perdarahan intra serebral yang disebabkan karena hipertensi sering

dijumpai didaerah putamen, thalamus, pons, dan serebelum.


19

2. Perdarahan subarachnoid

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau arievenous

malvormation (AVM).Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah

sirkulasi willis dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya

arteri dan keluar ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,

merenggangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang

berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal

(hemiparesis, gangguan hemisensorik, afasia, dll).Pecahnya arteri dan keluarnya

darah keruang subarachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang

mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala

hebat.Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak

lainnya.

Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan

subarachnoid pada retina dan penurunan kesadaran.Perdarahan subarachnoid dapat

mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.Vasospasme sering kali terjadi

3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya pada hari kelima sampai

kesembilan, dan dapat menghilang setelah minggu ke dua sampai kelima.Timbulnya

vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan

dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri diruang

subarachnoid.Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global maupun

fokal.Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.

Energi yang dihasilkan didalam sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses
20

oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2, jadi kerusakan dan kekurangan aliran

darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikan juga

kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari

20% mg karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari

seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga jika kadar glukosa plasma turun sampai

70% akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha

memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah otak.

2.1.4 Patofisiologi

Pada keadaaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak adalah 50-60

ml per 100 gram otak per menit.Jumlah darah untuk seluruh otak, yang kira-kira

beratnya antara 1200-1400 gram adalah 700-840 ml per menit.Dari jumlah darah itu,

satu pertiganya disalurkan melalui tiap arteri karotis interna dan satu pertiga sisanya

disalurkan melalui susunan vetebrobasiliar.Daerah otak tidak berfungsi, bisa

dikarena secara tiba-tiba tidak menerima suplai darah lagi karena arteri yang

menperdarahi daerah tersebut putus atau tersumbat (Mardjono, 2008).

Plak aterotrombolitik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat

lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah , yang menyebabkan

terbentuknya emboli, yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil, distal dari

pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat akibat

kerusakan atau ulserasi endotel, sehinggaplak menjadi tidak stabil dan mudahlepas

membentuk emboli.Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada satu atau lebih


21

pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan kolesterol, agregasi

trombosit dan fibrin. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut akan menyebabkan

matinya jaringn otak dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah

yang adekuat.

Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima perdarahan

15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh

manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal.

Energi yang diperlukan berasal dri metabolisme glukosa, yang disimpan di otak

dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit,

dan memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari 30 detik gambaran

EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktivitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit

maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan

meninggal. Bila aliran darah otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang

dibuthukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K

ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah keruang CES

sementara ion Na dan Ca berkumpul dalam sel. Halini menyebabkan permukaan sel

menjadi lebih negatif sehingga terjadi membrandepolarisasi.Saat awal depolarisasi

membran sel masihreversible, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang

menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi

menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang

hingga dibawah 0,10 ml/100 gr per menit.

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan

fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. selanjutnya asidosis menimbulkan


22

edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, dan berakibat terhadap

mikrosirkulasi.Oleh karena itu terjadi peningkatan retensi dan penurunan dari

tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik. Peranan ion Ca pada

sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada keadaan ini sudah semakin jelas, dan

hal ini menjadi dasar teori untuk mengurangi perlasan daerah iskemik dengan

mengatur masuknya ion Ca. komplikasi lebih lanjut dari iskemik serebral adalah

edema serebral. Kejadian ini terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam

jaringan otak akibat sebagai pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemis.Segera

setelah terjadi iskemi timbul edema serebral sistotoksik. Akibat dari osmosis sel

cairan berpindah dari ruang ekstraseluler bersama dengan kandungan

makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti dengan pompa Na/K dalam membran sel

dimana transport Na dan air kembali keluar kedalam ruang ekstra seluler. Pada

keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu dan neuron menjadi bengkak.Edema

sitotoksik adalah suatu interseluler edema.Apabila iskemia menetap untuk waktu

yang lama, edema vasogenic dapat memperbesar edema sitotoksik.

Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan plasma

akan mengalir kejaringan otak dan kedalam ruang ekstraseluler sepanjang serabut

saraf dalam substansia alba sehingga terjadi penggumpalan cairan. Sehingga

vasogenic edema serebral merupakan suatu edema ekstraseluler. Pada stadium

lanjut vasogenik edema serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada

substansia alba.Pada stadium awal edema sistotoksik serebral ditemukan

pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena.Hal ini menarik bahwa

gangguan sawar darah otak berhubungan dengan meningkatnya resiko perdarahan


23

sekunder setelah rekanalisasi (trauma reperfusy).Edema serebral yang luas setelah

terjadinya iskemia dapat berupa space occupying lesion. Peningkatan tekanan tinggi

intrakranial yang menyebabkan hilangnya kemampuan untuk menjaga

keseimbangan cairan didalam otak akan berkurang. Bila hal ini berlanjut, maka akan

terjadi herniasi kesegala arah, dan menyebabkan hidrosephalus obsttruktif.

Akhirnya dapat menyebabkan iskemia global dan kematian otak.


24

Bagan2.1: Pathway Stroke

Aterosklerosis, thrombus emboli,hipertensi, pecajnya pembuluh darah

Kerusakan aliran darah arteri

Suplai O2 ke otak tidak


adekuat

Depolarisasi membrane Jaringan otak kekurangan


sel neuron oksigen dan glukosa

Memicu K+ masuk
berlebih keruang CES
Odema dan kongesti Infark serebral
pada area yang Deficit pada area otak
Diikiti oleh Resiko mengelilingi infark neorologis
masuknya air perdarahan kontralateral
Kematian
Infark bertambah neuron, sel
parah ganglia, dan
Eedema Pembengkakan struktur otak
sititoksik diaera arteri
Perubahan
Edema serebral perfusi jaringan Kemampuan
Penurunan otak dalam
kesadaran mengontrol
Hemis Hemiplegi
Peningkatan fer kiri fungsi neorologis
Tekanan Intra kiri menurun
Resiko Resiko Resiko
Kranial (TIK)
aspirasi trauma jatuh

Hemis Hemiplegi
Herniasi Kerusakan fer kanan
kesegala arah fungsi N Kerusakan kanan
VII dan N komuniasi
XII verbal
Kelemahan
Kematian
fisik
jaringan/ infark Area grocca
serebral

Deficit Gangguan
perawatan mobilitas fisik
diri
25

2.1.5 Manifestasi klinis

a) Hilangnya kemampuan Gerak. Jika stroke mengenai upper motor neuron, maka

klien akan kehilangan kemampuan mengendalikan gerakan. Dimana efeknya

berlawanan dengan tempat terjadinya infark serebri. Keadaan yang sering

adalah hemiplegi. Pada tahap awal mungkin terjadi flaccid paralisis dan

hilang/berkurangnya reflek tendon dalam.

b) Hilangnya Kemampuan Komunikasi. Terjadi dysartia (kesulitan berbicara)

disebabkan oleh paralisis otot pendukung bicara. Dyspasia/aphasia karena

terjadi gangguan fungsi bahasa yang dihasilkan dari otak tengah. Apraxia (tidak

mampu mengatakan sesuai yang dikerjakan).

c) Hilangnya kemampuan melihat. Homonimous hemianopia (hilangnya sebagian

lapang pandang). Keadaan ini bisa sementrara atau menetap. Horners syndrome

paralisis dan saraf simpatik mata yang menyebabkan berkurangnya air mata,

pupil konstriksi. Agnosia merupakan gangguan menginterpretasikan

penglihatan, rasa atau informasi sensori lain.

d) Kehilangan kemampuan sensori. Terjadi kinesthesia gangguan kemampuan

sensori) antara lain hemianestesia (tidak merasakan posisi badan), parestesia

(merasakan berat, baal/mati rasa) dan hilangnya rasa otot dan sendi.

e) Gangguan eliminasi. Kurang dapat mengontrol bladder dan bowel karena

kontrol sphingters urinary dan ani berkurang atau hilang.

f) Gangguan aktivitas mental dan psikologi. Jika yang terkenaadalah bagian lobus

frontal maka akan terjadi gangguan pada kemampuan belajar, mengingat dan
26

fungsi intelektual lain. Terkadang juga timbul depresi, non kooperatif, emosi

labil sebagai masalah psikologi.

g) Berdasarkan area pembuluh darah otak yang terkena stroke

Tabel 2.1 : manifestasi klinis stroke berdasarkan area pembuluh darah

otak

Arteri karotis Arteri


vertebrovasiler
A.oftalmika A.cerebri media A.cerebri A.cerebri
anterior posterior
kebutaan hemiparese atau hemipares koma kelumpuhan di
satu mata monoparese e (tungkai hemipares satu sampai ke
amaurosis kontralateral (lengan lebih e 4 ekstremitas
fugak lebih sering dari pada lemah dari kontralater meningkatkan
(sementara) tungkai) pada al reflex tendon
buta warna Hemianastesia tangan) afasia ataksia
atau kadang hemiopsia deficit visual tanda babinski
penglihatan (kebutan) kontra sensori (buta kata) bilateral
kabur lateral kontralater kelumpuha disfagia
shade Afasia global al n syaraf disathria
Disfasia dimensia, kranialis tremor,
gerakan 3: intention, dan
menggeng hemianops vertigo (gejala
gam reflek ia serebellum)
(disfungsi koreoatosi sinkop, stupor,
lobus s koma, pusing,
frontal) dan gangguan
daya ingat
diplopic,
nistagmus
tinnitus dan
gangguan
pendengaran
rasa baal di
wajah, mulut
atau lidah.
Sumber: http://.lib.ui.ac.id

2.1.6 komplikasi

a) berhubungan dengan immobilisasi : infeksi pernafasan, nyeri pada daerah

tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.


27

b) Berhubungan dengan paralis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,

deformitas dan terjatuh

c) Berhubungan dengan kerusakan otak :epilepsy dan sakit kepala.

2.1.7 Penatalaksanaan

Harsono (2010) membedakan penatalaksanaan stroke pada tahap akut dan pasca

tahap akut yang meliputi :

a) Tahap Akut

Pada tahap akut ini sasaran pengoatan yaitu menyelamatkan neuron yang

cedera agar tidak terjadi nekrosis, serta agar proses patologis lainnya yang menyertai

tidak mengganggu atau mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan

haruslah menjamin perfusi darah ke otak adekuat dengan pemeliharaan beberapa

fungsi diantaranya respirasiyang harus dijaga agar tetap bersih dan bebas dari benda

asing.Fungsi jantung harus tetap dipertahankankan, bila perlu lakukan pemantauan

jantung dengan EKG.Tekanan darah juga harus tetap dipertahankan pada tingkat

yang optimal agar tidak meunurunkan perfusi otak.Kadar gula darah yang tinggi

pada tahap akut, tidak diturunkan dengan drastis.Bila pasien telah masukdalam

kondisi kegawatan dan terjadi penurunan kesadaran, maka keseimbangan cairan,

elektrolit dan asam basa darah harus dipantau dengan ketat.Penggunaan obat-obatan

untuk meningkatkan aliran darah dan metabolisme otak diantaranya adalah obat-

obatan anti edema seperti gliserol 10% dan kortikosteroid.Selain itu digunakan anti

agregasi trombosit dan antikoagulansia.Untuk stroke hemoragik, pengobatan

perdarahan otak ditujukan untuk hemostasis.


28

b) Tahap Pasca Akut/ tahap rehabilitasi

Setelah tahap akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan pada tindakan

rehabilitasi penderita dan pencegahan terjadinya stroke berulang.Rehabilitasi yang

dilakukan bertujuan untuk pemulihan keadaan dan mengurangi drajat

ketidakmampuan. Ini dilakukan dengan pendekatan memulihkan keterampilan lama,

untuk anggota tubuh yang lumpuh, memperkenalkan sekaligus melatih keterampilan

baru untuk anggota tubuh yang tidak mengalami kelumpuhan, memperoleh kembali

hal-hal atau kapasitas yang telah hilang dan diluar kelumpuhan, serta mempengaruhi

sikap penderita, keluarga dan therapeutic team.

Strategi intervensi rehabilitasi pada klien stroke diantaranya pada tahap akut,

biasanya pasien masuk pada keadaan koma/penurunan kesadaran, sehingga

tatalaksana yang ditujukan bersifat life saving. Pembebasan jalan nafas dan

pencegahan terjadinya peningkatan tekanan intracranial merupakan faktor utama

intervensi.Tetapi upaya pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus harus tetap

diperhatikan, selain pemeriksaan fisik yang adekuat untuk melihat perkembangan

pasien, secara menyeluruh.Posisioning atau alih baring merupakan tatalaksana yang

mempunyai dua tujuan skaligus, yaitu encegahan terjadinya kontraktur dan

dekubitus.Pada tahap ini, peran perawat sangat besar dalam keberhasilan program

yang dilakukan.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh perawat ketika melakukan posisioning

adalah alas tempat tidur yang harus cukup keras, mempertahankan posisi abduksi

lengan, mencegah foot drop dengan memasang papan pada telapak kaki pengaturan

lengan yang lebih tinggi untuk mencegah edema pada tangan, pengaturan posisi
29

tiapsatu jam pada pagi hari dan dua jam pada malam hari, serta melakukan full of

rang of motion (rentang gerak sendi) sedikitnya sekali dalam sehari.

Sedangkan pada tahap pasca akut, program rehabilitasi dimulai dnegan

mengevaluasi tingkat ketidakmampuan dan kemampuan yang tersisa. Proses evaluasi

ini meliputi pemeriksaan neorologis menyeluruh untuk menentukan deficit

neorologis yang terjadi, mencari faktor resiko yang dapat menghalangi proses

restorasi, serta mengevaluasi psiko-sosiologik pasien dan keluarga. Apabila hal

tersebut telah diketahui, maka proses restorasi dapat dimulai dengan melakukan

latihan aktif dan pasif. Latihan mobilisasi ini dilakukan denganmenggerakan semua

sendi pada anggota gerak yang lumpuh, sampai terjadi Range of Motion

(ROM)secara penuh.Apabila terjadi paralisis, maka latihan ROM pasif dapat

dilakukan oleh perawat atau dibantu oleh keluarga.

Tindakan selanjutnya yaitu melakukan aktivitas evaluasi dengancara

meninggikan letak kepala secara bertahap untuk kemudian dicapai posisi setengah

duduk dan akhirnya posisi duduk.Apabila pasien sudah dapat duduk secara aktif,

maka latihan berdiri dan berjalan dapat dimulai. Peran keluarga sangat diperlukan

dalam latihan berdiri danberjalan ini untuk meningkatkan keyakinan diri pasien

mengenai kemampuan mereka. Selain iu pasien mulai dperkenalkan program

activity daily living.ADL dalam artian sempit yaiu sebagai bebas melakukan kegiatan

kehidupan sehari-hari tanpa vantuan pihak lain. Sedangkan dalam arti luar, ADL

berkaitan dnegan aspek psikologik, komunikasi, sosial danfakosional. Aspek

psikologis berkaitan dengan kondisi kecacatan, sehingga pasien sering kali

kehilangan semangat dan kemauan untuk melakuan program rehabilitasi.Pada tahap


30

ini, peran serta keluarga sangat diperlukan untukmemberikan dorongan positif pada

pasien stroke.Gangguan komunikasi yang terjadi pada pasien stroke memerlukan

tenaga terapi bocara untuk penanganan secara khusus (National Institute of

Neurogical Disorders and Stroke, 2008).

2.2 Konsep Keperawatan Keluarga

2.2.1 Pengertian

Keperawatan adalah suatu pelayanan professional yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, dalam

bentuk bio-psilo-sosiokultural dan spiritual yang komperhensif, ditukan kepada

individu, keluarga, dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yangmencakup seluruh

proses kehidupan manusia. Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian

kegiatan dalam praktik keperawatan yang diberikan kepada klien pada berbagai

tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses keperawtan, pedoman

standar keperawatan, serta landasan etika dan etiket keperawatan dalam lingkup

wewenang dan tanggung jawab keperawatan. Keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul

serta tinggal disuatu tempat dibawah satu atapdalam keadaan saling ketergantungan

(Sudiharto, 2007).Keluarga merupakan kesatuan dari masing-masing yang terikat

dalam perkawinan, ada hubungan darah atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah

(Friedman, 2008).

2.2.2 Struktur Keluarga

Menurut Friedman 2008 struktur keluarga adalah sebagai berikut :


31

a) Struktur peran keluarga. Menggambarkan peran masing-masing anggota

keluarga, baik dikeluarganya sendiri maupun peran dilingkungan masyarakatnya.

b) Nilai dan norma keluarga. Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan

diyakini didalam keluarga.

c) Pola komunikasi keluarga. Menggambarkan bagaimana cara dan pola

komunikasi diantara orang tua, orang tua dan anak.

d) Struktur kekuatan keluarga. Menggambarkan kemampuan anggota keluarga

untuk mengendalikan atau mempengaruhi ornag lain dalam perubahan prilaku

kearah positf.

2.2.3 Ciri- Ciri Keluarga

a) Terorganisir. Keluarga adalah cerminan organisasi dimana masing-masing

anggota keluarga memiliki peran dan fungsi sehingga tujuan keluarga dapat

tercapai.

b) Keterbatasan. Dalam mencapai tujan setiap anggota keluarga memilki peran dan

tanggung jawab masing-masing sehingga dalam bentuk berinteraksi anggota

keluarga tidak semena-mena tetapi mempunyai keterbatasan yang dilandasi

tanggung jawab.

c) Perbedaan dan kekhususan. Adanya peran yang beragam dalam keluarga

menunjukan masing-masing anggota keluarga mempunyai dan fungsi yang

berbeda dan khusus seperti ibu merawat anaknya.

2.2.4 Bentuk dan Tipe Keluarga

a) Keluarga tradisional

1. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah ibu anak.
32

2. Pasangan inti adalah keluarga yang terdiri dari suami dan isteri.

3. Keluarga dengan orang tua tunggal satu orang yang mengepalai keluarga

akibat perceraian.

4. Bujangan yang tinggal sendirian.

5. Pasangan usia pertengahan.

6. Jaringan keluarga besar terdiri dari 2 keluarga inti atau lebih atau keluarga

yang tidak menikah hidup berdekaqtan dalam daerah geografis.

b) Keluarga non tradisional

1. Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak menikah

(biasanya terdiri dari ibu dan anak saja).

2. Pasangan suami istriyang tidak menikah dan telah mempunyai anak.

3. Keluarga gay lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama hidup

bersama sebagai pasnagan yang menikah.

4. Keluarga komuni adalah keluarga yang terdiri dari lebih satu pasangan

monogamy dengan anak-anak secara beresama menggunakan fasilitas

sumber dan memiliki pengalaman yang sama.

Menurut Aliender dsn Spradey

a) Keluarga tradisional

1. Keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, isteri,

dan anak kandung atau anak angkat.

2. Keluarga besar (extend family) yaitu keuarga inti ditambah keluarga lain yang

memiliki hubungan darah, misalnya nenek, kakek, paman.


33

3. Keluarga nuclear dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami isteri tanpa

anak.

4. Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari orang tua dengan anak

kandung atau anak angkat yang disebabkan karena perceraian atau kematian.

5. Single adult yaitu rumah tangga yang terdiri dari seorang dewasa saja.

b) Keluarga non tradisional

1. Commune family yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup

serumah.

2. Orang tua (ayah atau ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup

bersama dalam stu rumah tangga.

3. Homo seksual yaitu dua individu yang sejenis hidup berasama dalam satu

rumah tangga.

Menurut Carter dan Mc Goldrick

a) Keluarga berantai atau sereal family yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan

pria yang menikah lebih dari satu kali daan merupakan satu keluarga inti.

b) Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan

hidup bersama-sama.

c) Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan.

2.2.5 Fungsi Keluarga

a) Fungsi afektif yaitu fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga.

b) Fungsi sosialisasi yaitu fungsi yang mengembangkan proses intraksi dalam

keluarga.
34

c) Fungsi reproduksi/biologis adalah fungsi keluarga untuk meneruskan

kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

d) Fungsi ekonomi adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota

keluarga.

e) Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya

masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yan mengalami masalah

kesehatan.

2.2.6 Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga

a) Tahap I keluarga pemula ataunpasangan baru menikah. Tahap ini dimulai saat

dua insan dewasa mengikat janji melalui ikatan pernikahan dengan landasan

cinta dan kasih sayang. Tugas pada tahapan ini antara lainsaling memuaskan

antara pasangan, beradaptasi dengan keluarga besarmasing-masing pihak,

merencanakan jumlah anak.

b) Tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing) tahapan ini

dimulai saat I bu hamil sampai dengan kelahiran anak pertama sampai dengan

anak berusia 30 bulan. Tugas keluarga pada tahap ini yaitu mempersiapkan biaya

persalinan, persiapan mental sebagai orang tua, memberi kasih sayang, mulai

mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besr masing-masing.

c) Tahap III keluarga dengan anak pra sekolah berusia 2,5 tahun dan berakhir saat

berusia 5 tahun. Tugas yang dimilki keluarga adalah menanamkan nilai-nilai dan

norma kehidupan, mulai menanmkan keyakinan beragama, mengenalkan kultur


35

keluarga, memenuhi kebuthan bermain, membantu anak bersosialisasi dengan

lingkungan.

d) Tahap IV keluarga dengan anak sekolah dimulai saat anak pertama 6tahun dan

berakhir saat usia 12 tahun. Tugas yang dimilki keluarga antara lain memnuhi

kebuthan sekolah, baik alat sekolah maupun biaya, membiasakan belajar teratur,

memperhatikan anak menyelesaikan tugas sekolah.

e) Tahap V keluarga dengan anak remaja dimulai saat anak pertama 13tahun dan

berakhir diusia 20 tahun. Tugas perkembangan keluarga saat ini dalam posisi

dilematis, mengingat perhatian anak sudah menurun terhadap orang tua

disbanding dengan teman sebayanya. Sering ditemukan perbedsn pendapat antara

orang tua dengan anak remaja apabila hal ini tidak diselesaikan akan berdampak

pada hubungan selanjutnya.

f) Tahap VI keluarga dengan anak usia dewasa muda yaitu melepas anak

kemasyarakat ( anak pertama dan sampai anak terakhir ). Tugas perkembangan

keluarga pada tahap ini adalah memperluas siklus keluarga dengan melalui

perkawinan anak-anak, mempertahankan pola komunikasi, memperluas

hubungan keluarga antara orang tua dengan menantu, menata kembali peran dan

fungsi keluarga setelah ditinggalkan anak-anak.

g) Tahap VII orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan pensiun). Tugas

perkembangan keluarga pada tahap ini yaitu mempertahankan hubungan yang

memuaskan, menjaga keintiman, memperhatikan kesehatan masing-masing,

menjaga komunikasi dengan anak-anak.


36

h) Tahap VIII keluarga berdua kembali dalam masa pensiun dan lansia. Tugas

perkembangan keluarga ada tahap ini yaitu mempertahankan pengaturan hidup,

menyesuaikan terhadap pendapatan, saling memberi perhatian, merencanakan

kegiatan untukmengisi waku.

2.2.7 Stress, Koping dan Adaptasi Keluarga

Stress adalah respon atau keadaan ketegangan yang disebabkan oleh stessor

atau tuntutan aktual yang dirasakan dan tidak dapat teratasi.Koping adalah suatu

upaya untuk memcahkan msalah yang sedang dihadapi oleh individu dengan tntutan

yang sangat relevan dnegan kesejahteraanya, tetapi membebani sumber

seseorang.Adaptasi adalah proses mengelola tuntutan stressor melalui pemanfaatan

sumber, koping dan strategi pemecahan masalah. Hasil akhirnya adalah perubahaan

keadaan fungsi yang dapat positif atau negatif yang menyebabkan peningkatan atau

penurunan keadaan sejahtera keluarga.Koping keluaga adala proses aktif saat

keluarga memanfaatkan sumber keluarga yang ada dan mengembangkan prilaku serta

sumber baru yang akan memperkuat unut keluarga dan mengurangi dampak peristiwa

hidup penuh stress.Adaptasi keluarga adalah suatu proses saat keluarga terlibat dalam

respon langsung terhadap tuntuan stesor yang extensif dan menyadari bahwa

perubahan sistemik dibutuhkan dalam unit keluarga.


37

2.3 Konsep Peran Perawat Keluarga

2.3.1 Peran dan Fungsi Perawat Keluarga

Peran perawat keluarga yang pertama adalah Care Provider(penyedia

perawatan). Perawat sebagai care provider , yakni memberikan asuhan keperawatan

kepada individu, keluarga, dan komunitas secara langsung menggunakan prinsip tiga

tingkat pencegahan (Achjar, 2009). Peran perawatselanjutnya ada Advocate

(advokat).Peran sebagai advocat ditunjukan oleh perawat yang tanggap terhadap

kebutuhan komunitas dan mampu mengkomunikasikan kebutuhan tersebut kepada

pemberi layanan secara tepat.Perawat komunitas dan mampu mengkomunikasikan

kebutuhan tersebut kepada pemberi layanan secara tepat.Perawat komunitas juga

mampu menggunakan sumber atau dukungan yang tersedia di masyarakat serta

membantu komunitas mengambil keputusan guna mempertahankan dan

meningkatkan kesehatannya.

Peran perawat yang ketiga adalah edukator (educator).Perawat komunitas atau

keluarga memiliki tanggung jawab sebagai pendidik kepada individu, keluarga, dan

komunitas.Pemberian informasi dapat diakukan oleh perawat komunits dan institusi

formal pilihan sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat.Dilakukan dengan

fokus dan isinya meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dampak

penyakit, dan dinamika keluarga.Perawat komunitas harus mampu memberikan

informasi kesehatan yang dibutuhkan melalui pendidikan kesehatan.

Peran perawat yang keempat adalah Counselor (Konselor). Perawat dapat

mendengar keluhan klien secara objektif, memberikan umpan balik dan informasi

serta membantu klien melalui proses pemecahan masalah dan mengidentiifikasi


38

sumber yang dimiliki klien. Perawat dalam hal ini memberikan bantuan secara

profesional dengan metode yang disesuaikan kebutuhan dan masalah yang dihadapi

klien, sehingga klien memahami dan menggunakan pengertiannya atas tujuan yang di

tetapkan bersama secara wajar, dan akhirnya klien dapat menjadi lebih produktif.

Peran perawat yang kelima adalah Case Manager (Manajer Kasus). Pada peran

ini, perawat komunitas dapat mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan kesehatan

klien, merancang rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien, mengawasi

dan mengevaluasi dampak terhadap pelayanan yang diberikan perwat perlu

menunjukan kemampuan dalam megidentifikasi sumber-sumber yang ada

dikomunitas memotivasi, dan melakukan koordinasi dalam memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan pada komunitas.

Peran perawat yang keenam Consultant (Konsultan).Perawat komunitas

membantu klien untuk memahami dan membantu komunitas dalam mengambil

keputusan yang tepat. Perawat komunitas perlu bertindak sebagai konsultan bagi

perawat yang lain, profesional lain dalam memberikan informasi dan bantuan dalam

membantu komunitas dalam mengambil keputusan yang tepat. Perawat komunitas

perlu bertindak sebagai konsultan bagi erawat yang lain, profesional lain dalam

memberikan informasi dan bantuan dalam membantu mengatasi masalah. Konsultasi

perawatan dapat dilakukan pada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat

terhadap pemasalahannya dan mengambil keputusan yang bijaksana sesuai dengan

fasilitas dari sumber yang dimiliki.

Peran perawat yang ketujuh Researcher (Peneliti).Peran sebagai peneliti

ditunjukan oleh perawat komunitas dengan berbagai aktivitas penelitian,


39

mengaplikasikan hasil riset dalam praktik keperawatan, mengumpulkan data,

merancang dan meminimalisir hasil riset.Perawat dapat mengidentifikasi masalah,

mengumpulkan data, analisis data, intepretasi data, mengaplikasikan penemuan,

mengevaluasi, mendesain, dan menerapkan hasil temuan dalam pengembangan dan

perbaikan praktik keperawatan komunitas.

Peran perawat selanjutnya adalah Collaborator (Kolabolator). Peran sebagai

kolabolator dapat dilaksanakan antara perawat dengan klien, tim kesehatan serta

pihak terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan komunitas secara

komprehensif. Perawat komunitas dapat berpartisipasi dalam kerja sama membuat

keputusan kebijakan, berkomunikasi dengan anggota tim kesehatan, berpartisipasi

dalam kerja sama melaksanakan tindakan untuk menyelesaikan masalah. Kolaborasi

dapat dilakukan dengan individu, keluarga, atau sebagian bagian dari tim. Perawat

harus mampu melakukan komunikasi secara lebih efektif, kolaborasi yang efektif

dapat dilihat dari komunikasi dengan klien, keluarga, kelompok, dan tim serta

pemecahan masalah yang dilakukan.

Peran perawat yang terakhir Liaison(Penghubung).Perawat sebagai penghubung

(Liaison) membantu mempertahankan kontinuitas diantara petugas profesional dan

non-profesional perawat komunitas diharapkan merujuk permasalahan klien kepada

sarana pelayanan kesehatan serta sumber yang ada di masyarakat, seperti puskesmas,

RS, tokoh agama, tokoh masyarakat.


40

2.3.2 Intervensi Keperawatan

Intervensi pertama adalah pencegahan Primer,merupakan tahap pencegahan

yang dapat dilakukan sebelum masalah timbul. Kegiatan pada tahap ini dapat berupa

perlindungan khsusus (spesific protection) dan promosi kesehatan (health

promotion), seperti pemberian pendidikan kesehatan, kebersihan diri, penggunaan

sanitasi lingkungan yang bersih, olahraga, imunisasi, dan perubahan gaya hidup

(Achjar, 2009).Pencegahan Sekunder adalah pencegahan yang kedua yang dapat

dilakukan oleh perawat komunitas yaitu dilakukan pada awal masalah timbul maupun

saat masalah berlangsung, dengan melakukan deteksi dini, (early diagnosis) dan

melakukan penanganan yang tepat (promp treatment) seperti skrining kesehatan,

deteksi dini adanya gangguan kesehatan (Achjar, 2009).

Pencegahan tersier adalah pencegahan ketiga yang dapat dilakukan oleh

perawat komunitas. Pencegahan ini merupakan pencegahan yang dilakukan saat

masalah kesehatan telah selesai, dengan tujuan mencegah komplikasi serta

meminimalkan ketunadayaan (disability limatation) dan memaksimalkan fungsi

melalui rehabilitasi (rehabilitation), seperti melakukan rujukan kesehatan, melalui

konseling kesehatan bagi individu yang memiliki masalah kesehatan, memfasilitasi

ketidakmampuan, dan mencegah kematian (Achjar, 2009). Bentuk intervensi kegiatan

keperawatan komunitas dapat dilakukan melalui kegiatan observasi, pemberian terapi

modalitas (modalithy terapis), dan terapi pelengkap (complementary

therapies).Terapi pelengkap juga dapat digunakan untuk promosi kesehatan dan

pencegahan penyakit, yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas diberbagai

tatanan, misalnya, saat kunjungan rumah untuk mengatasi masalah


41

kesehatan.Penggunaan terapi modalitas dan terapi pelengkap dilakukan berdasarkan

peran dan fungsi perawat komunitas, terutama pada saat memberi pelayanan langsung

pada keluarga, kelompok dan masyarakat (Achjar, 2009).

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan

menggunakan pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan

individu sebagai anggota keluarga, tahap dari proses keperawatan keluarga sebagai

berikut:Pengkajian keluarga dan individu didalam keluarga, pengkajian keluarga

dilakukan dengan cara mengidentifikasi data demografi, data sosial kultural, data

lingkungan, struktur keluarga, sedangkan pengkajian terhadap individu sebagai

anggota keluarga meliputi pengkajian fisik, mental, emosi, social dan spiritual,

perumusan diagnosis keperawatan, penyusunan keperawatan, pelaksanaan asuhan

keperawatan, evaluasi.

2.4.1 Pengkajian Tahap 1

Pengkajian adalah tahapan seorang perawat mengumpulkan informasi secara

terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Secara garis besar data

dasar yang dipergunakan mengkaji status keluarga adalah:Struktur dan karakteristik

keluarga, sosial, ekonomi, dan budaya, faktor lingkungan, riwayat kesehatan dan

medis dari setiap anggota keluarga, psikologi sosial. Hal hal yang perlu di kaji

adalah sebagai berikut: Data umum meliputi nama kepala keluarga, usia, tempat

tenggal lahir, alamat, pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga.Komposisi keluarga


42

yang terdiri atas nama atau inisial, jenis kelamin, tanggal lahir, usia hubungan dengan

kepala keluarga, statuus imunisasi dari masing-masing anggota keluarga, dan

genogram (genogram keluarga dalam tiga generasi).

Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah

yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.Suku bangsa atau latar budaya

(etnik).Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut, serta mengidentifikasi budaya

suku bangsa terkait dengan kesehatan.Latar belakang etnik yaitu meliputi tempat

tinggal keluarga bagaimana (uraikan bagian dari sebuah lingkungan yang secara etnik

bersifat homogen), kegiatan-kegiatan social budaya, rekreasi, dan pendidikan.

Apakah kegiatan-kegiatan ini ada dalam kelompok kultur atau budaya keluarga,

kebiasaan-kebiasaan diet dan berbusana, baik tradisional atau modern. Bahasa yang

digunakan dalam keluarga di rumah, penggunaan jasa pelayanan kesehatan keluarga

dan praktisi, apakah keluarga mengunjungi praktik, terlibat praktik-praktik pelayanan

kesehatan, status sosial ekonomi keluarga, status ekonomi keluarga ditentukan oleh

pendapatan, baik dari kepala rumah tangga atau dari anggota atau dari anggota

keluarga lainnya. Sealin itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh

kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang

dimiliki oleh keluarga seperti jumlah pendapatan perbulan, sumber-sumber

pendapatan perbulan, jumlah pengeluaran perbulan, apakah sumber pendapatan

mencukupi kebutuhan keluarga, bagaimana keluarga mengatur pendapatan dan

pengelarannya,

Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga tidak hanya

dilihat kapan keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi


43

namun dengan menonton tv dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas

rekreasi, selain itu perlu dikaji pula penggunaan waktu luang atau senggang keluarga.

Riwayat dan tahap perkembangan keluarga, tahap pengembangan keluarga adalah

pengkajian keluarga berdasarkan tahap kehidupan keluarga, menurut Duvall, tahap

perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dan keluarga inti.Mengkaji

sejauh mana keluarga melaksanakan tugas tahapan perkembangan keluarga.

Sedangkan pada poin riwayat keluarga adalah mengkaji riwayat kesehatan keluarga

inti dan riwayat kesehatan keluarga. Tahap perkembangan keluarga saat ini,

ditentukan oleh anak tertua keluarga inti, tahap perkembangan keluarga yang belum

terpenuhi, menjelaskan bagaimana tugas perkembangan ang belum terpenuhi oleh

keluarga serta kendalanya.

Riwayat keluarga inti, menjelaskan riwayat kesehatan pada keluarga inti,

meliputi riwayat penyakit turunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota dan

sumber pelayanan yang digunakan keluarga seperti perceraian, kematian, dan

keluarga yang hilang.Riwayat keluarga sebelumnya, keluarga asal kedua orang tua

(seperti apa kehidupan keluarga asalnya) hubungan masa silam dan saat dengan orang

tua dari kedua orang tua.Pengkajian lingkungan meliputi karakteristik rumah,

gambaran tipe rumah tempat tinggal (rumah, apartemen, sewa kamar, kontrak atau

lainnya) rumah yang di tempati keluarga milik sendiri atau menyewa.Gambaran

kondisi rumah meliputi bagian intrior dan eksterior. Interior rumah meliputi: jumlah

kamar dan tipe kamar (kamar tamu, kamar tidur), penggunaan-penggunaan kamar

tersebut dan bagaimana kamar itu diatur dan bagaimana kondisi dan kcukupan

perabot penerangan ventilasi, lantai, tangga rumah dan susunan dan kondisi bangunan
44

tempat tinggal, termasuk perasaan-perasaan subjektif keluarga trhadap rumah

tinggalnya, apakah keluarga menganggap rumahnya memadai bagi mereka. Dapur,

suplai air minum penggunaan alat-alat masak, apakah ada fasillitas pengamanan

bahaya kebakaran.Kamar mandi, sanitasi, air, fasilitas toilet, ada tiddak sabun dan

handuk.Kamar tidur, bagaimana pengatur kamar tidur, apakah memadai dengan

anggota keluarga dengan pertimbangan usia mereka, hubungan dan kebutuhan-

kebutuhan khusus mereka lainnya. Kebersihan dan sanitasi rumah, apakah banyak

serangga-serangga kecil (khususnya didalam), dan masalah-masalah sanitasi yang

disebabkan binatang-binatang peliharaan lainnya sperti ayam,kambing,burung, dan

perliahraan hewan lainnya.

Pengaturan privasi, yaitu bagaiamana perasaan keluarga dengan pengaturan

privasi rumah mereka memadai atau tidak, termasuk bahaya-bahaya terhadap

keamanan rumah atau lingkungan.Perasaan secara keseluruhan dengan pengaturan

atau penataan rumah mereka.Karakteristik lingkungan dan komunikasi tempat

tinggal, tipe lingkungan tempat tinggal komunikasi kota atau desa, tipe tempat tinggal

(huniah,industri, campuuran, hunian dan industri terkecil, agrarian).Keadaan tempat

tinggal dan jalan raya (terpelihara, rusak, dalam perbaiakan atau lainnya).Sanitasi

jalan rumah bagaimana kebersihanya, cara penanganan, sampah dan

lainnya).Karakteristik demografi lingkungan komunitas tersebut, kelas sosial dan

karakteristik etnik penghuninya. Lembaga pelayanan kesehatan dan sosial, apa yang

ada dalam lingkungan dan komunikasi (klinik, rumah sakit, penanganan keadaan

gawat darurat,kesejahteraan konseling, pekerjaan).


45

Mobilitas gegrafis keluarga, mobilitas gegografis keluarga yang ditentukan,

lama tinggal keluarga di daerah ini, atau apakah sering mempunyai kebaisaan

berpindah-pindah tempat tinggal.Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan

masyarakat, menjelaskan waktu yang digunakan oleh keluarga untuk berkumpul serta

perkumpulan keluarga yang ada,sistem pendukung keluarga meliputi: jumlah anggota

keluarga yang sehat, vasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan

yang meliputi vasilitas fisik dan psikologi. Sumber dukungan dari anggota keluarga

dan vasilitas sosial atau dukungan masyarakat setempat, lembaga pemerintahan

maupun swasta, Jaminan pemeliharaan kesehatan yang dimilki keluarga, Struktur

keluarga: Pola-pola komunikasi keluarga,menjelaskan cara berkomunikasi antar

anggota keluarga, termasuk pesan yang disampaikan, bahasa yang digunakan,

komunikasi secara langsung atau tidak, pesan emosional (positif atau negatif),

frekuensi, dan kualitas komunikasi yang berlangsung. Adalah hal-hal yang tertutup

dalam keluarga untuk didiskusikan.Struktur kekuatan keluarga, keputusan dalam

keluarga, siapa yang membuat, yang memutuskan dalam penggunaan keuangan,

pengambil keputusan dalam pekerjaan atau tempat tinggal, serta siapa yang

memutuskan kegiatan dan kedisiplinan anak-anak.

Model kekuatan atau kekuasaan yang digunakan keluarga dalam membuat

keputusan.Struktur peran, menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga,

baik secara formal maupun informal.Peran formal, posisi dan peran formal pada

setiap anggota keluarga (gambarkan bagaimana setiap keluarga melakukan peran

masing-masing) dan apakah ada konflik peran dalam keluarga.Peran informal adalah

peran informal dalam keluarga, siapa yang memainkan peran tersebut, berapa kali dan
46

bagaimana peran itu dilaksanakan secara konsisten. Analisis model peran, siapa yang

menjadi model dalam menjalankan peran dikeluarga, apakah status sosial

mempengaruhi pembagian peran keluarga, apakah budaya masyarakat, bagaimana

agama mempengaruhi pembagian peran keluarga, apakah peran yang dijalankan

sesuai tahap perkembangannya, bagaimana peran kesehatan mempengaruhi peran

keluarga, adakah peran baru, bagaimana anggota keeluarga menerima peran baru,

respon keluarga yang sakit terhadap perubahan peran atau hilangnya peran, serta

apakah ada konflik akibat peran. Struktur nilai atau peran keluarga, menjelaskan

mengenai nilai norma yang dianut keluarga dengan kelompok atau komunitas, apakah

sesuai dengan norma yang di anut, seberapa penting nilai yang dianut, apakah nilai

yang di anut secara sadar atau tidak apakah konflik nilai yang menonjol dalam

keluarga, bagaimana kelas sosial dalam keluarga, bagaimana latar belakang budaya

yang mempengaruhi nilai-nilai keluarga, serta bagaimana nilai-nilai keluarga

mmpengaruhi kesehatan kelaurga.

Fungsi keluarga diantaranya fungsi afektif, pola kebutuhan keluarga, apakah

anggota keluarga merasakan kebutuhan individu lain dalam keeluarga, apakah orang

tua mampu menggambarkan kebutuhan mereka, bagaimana psikologis keluarganya

apakah setiap anggota keluarga memiliki orang yang dipercaya dalam keluarga,

apakah dalam keluarga saling menghormati satu sama lainnya, dan apakah setiap

anggota keluarga sensitif terhadap persoalan individu. Mengkaji gambaran diri

anggota keluarga.Perasaan memiliki dan dimiliki keluarga, dukungan keluarga

terhadap anggota keluarga lainnya, kehangatan pada keluarga, serta keluarga

mengembangkan sikap saling menghargai. Keterpisahan dan keterikatan, bagaimana


47

keluarga menghadapi keterpisahan dengan anggota lain, apakah keluarga merasa

danya keterikatan yang erat antara anggota keluarga satu dengan anggota keluarga

yang lain. Fungsi sosialisasi, fungsi bagaimana perilaku semua anggota kelluarga

dalam mendukung peningkatan kesehatan. Konsep dan pengetahuan keluarga tentang

konsep sehat sakit, Praktik diet keluarga,latihan dan rekreasi, kebiasaan penggunaan

obat-obatan dalam keluarga, peran keluarga dalam praktik keperawatan diri, cara

pencegahan penyakit, perasaan dan prespesi keluarga tentang pelayanan kesehatan,

Riwayat kesehatan keluarga.

Fungsi reproduksi, yaitu mengkaji beberapa jumlah anak, merencanakan

jumlah anggota keluarga. Serta metode apa yang digunakan keluarga dalam

mengendalikan jumlah anggota keluarga. Fungsi ekonomi, yaitu mengkaji sejauh

mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, bagaimana keluarga

memanfaatkan sumber yang ada dimasyarakat guna meningkatkan status kesehatan

keluarga.Stress dan koping keluarga, stresor jangka pendek, yaitu stresor yang di

alami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang lebih 6 bulan.

Stresor jangka panjang, yaitu stresor yang saat ini dialami keluarga yang memerlukan

penyelesaian lebih dari 6 bulan.Kemampuan keluarga merespon terhadap situasi atau

stresor, strategi koping keluarga digunakan apabila menghadapi permasalahan,

strategi adaptasi disfungsional.Pemeriksaan fisik, pemeriksaan fisik dilakukan pada

semua anggota.Metode yang digunakan pada pemeriksaan ini tidak berbeda dengan

pemeriksaan klinik.Selanjutnya adalah harapan keluarga, pada akhir pengkajian

perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.


48

2.4.2 Pengkajian Tahap 2

Pengkajian Tahap dua dilakukan setelah pengkajian tahap satu pengkajian

tahap dua keluarga yang harus di kaji yang pertama adalah harapan keluarga, pada

akhir pengkajian perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan

yang ada.Pengkajian tahap II mengkaji 5 masalah tugas kesehatan keluarga, yang

pertama adalah ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, termasuk

bagaimana persepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda

dan gejala, faktor penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang dialami

keluarga.Pengkajian 5 masalah tugas kesehatan keluarga yang kedua adalah

ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh mana keluarga

mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana masalah dirasakan oleh

keluarga, keluarga menyerah atau tidak terhadap masalah yang dihadapi, adakah rasa

takut terhadap akibat atau adakah sikap negatif dari keluarga terhadap masalah

kesehatan, bagaimana system pengambilan keputusan yang dilakukan keluarga

terhadap anggota keluarga yang sakit.

Pengkajian 5 masalah tugas kesehatan keluarga yang ketiga adalah

ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, seperti bagaimana

keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat dan perkembangan perawatan yang

diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap

yang sakit. Pengkajian 5 masalah tugas kesehatan keluarga yang keempat adalah

ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan, seperti pentingnya hygiene

sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan keluarga, upaya

pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga, kekompakkan anggota keluarga


49

dalam menata lingkungan dalam dan luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan

keluarga. Pengkajian 5 masalah tugas kesehatan keluarga yang kelima adalah

ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti

kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan,

keberadaan fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan keluarga terhadap penggunaan

fasilitas kesehatan, apakah pelayanan kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah

pengalaman yang kurang baik yang dipersepsikan keluarga (Achajar, 2010).

2.4.3 Diagnosa Keperawatan

Diangnosa keperawatan klasifikasi The North American Nusing Diagnosis

Association (NANDA). Gerakan diagnosis keperawatan menunjukan upaya yang

sangat bermakna atas nama pimpinan perawat untuk mensistemasi praktik

keperawatan dan meningkatkan penggunaan daftar diagnosis yang telah di

standarisasikan dalam praktik. Klasifikasi The North American Nusing Diagnosis

Association (NANDA) meskipun bersikap sekunder masukan masalah-masalah

keluarga ketika mereka mendefinisikan diagnosis keperawatan.

Tahap pertama yang dilakukan adalah pengelompokan data kegiatan ini

berbeda dengan analisis dan sintesis pada asuhan keperawatan klinik.Perawat

mengelompokan data hasil pengkajian dalam data subjektif dan objektif setiap

kelompok diagnosis keperawatan.Perumusan diagnosis keperawatan, diagnosis

keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan pada

pengkajian. Komponen diagnosis keperawatan meliputi problem atau masalah,


50

etiologi atau penyebab , sign atau tanda selanjutnya yang di kenal PES, yaitu Problem

atau (masalah), etiologi atau (penyebab), Sign and symptom atau (tanda dan gejala).

Tipologi diagnosis keperawatan, yang pertama adalah diagnosa aktual ( terjadi defisit

atau gangguan kesehatan) adalah masalah keperawatan yang sedang dialami oleh

keluarga yang memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat, yang kedua adalah

diagnosis resiko tinggi (ancaman kesehatan) adalah masalah keperawatan yang belum

terjadi, tetapi tanda untuk terjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi dengan

cepat bila tidak segera mendapat bantuan prawat. Yang ketiga adalah diagnosa

potensial (keadaan sejahtera atau wellness) adalah keadaan sejahtera dari keluarga

ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempaunyai

sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat ditingkatkan (Potter & Perry

2008).

Penilaian (scoring) diagnosa keperawatan.Scoring dilakukan apabila perawat

merumuskan diagnosa keperawatan lebih dari satu. Proses skoring menggunakan

skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Magalaya (1978). Proses skoringnya

diilakukkan untuk setiap diagnosis keperawatan: Tentukan skornya sesuai dengan

kriteria yang dibuat perawat, selanjutnya skoring dibagi skor yang tertinggi dan

dikalikan dengan bobot.

Score = Nilai x bobot

Angka

Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan jumlah bobot, yaitu

5)
51

Tabel 2.2 :scoring prioritas masalah

Kriteria Nilai Angka Bobot Score Ket


No tertingi tertinggi
1. Sifat masalah 3 3 1
a. Aktual (3)
b. Resiko (2)
c. Potensial (1)
2. Kemungkinan masalah 2 2 2
untuk diatasi
a. Mudah (2)
b. Sebagian (1)
c. Tidak dapat(0)
3. Potensial untuk dicegah 3 1 1
a. Tinggi (3)
b. Cukup (2)
c. Rendah (1)
4. Menonjolnya masalah 2 1 1
a. Segera diatasi
(2)
b. Tidak segera
diatasi (1)
Total score
Sumber: IPKKI. 2017. PanduanAsuhan Keperawatan Individu, Keluarga,

Kelompok dan Komunitas dengan Modifikasi NANDA, ICNP, NOC dan NIC di

Puskesmas dan Masyarakat. Jakarta : UI

Penentuan prioritas sesuai dengan skala, untuk kriteria pertama, prioritas

utama diberikan pada tidak atau kurang sehat karena perlu tindakan segera biasanya

disadari oleh keluarganya. Untuk kriteria kedua perlu diperhatikan pengetahuan yang

sekarang, teknologi, dan tindakan untuk mengenal masalah, sumber daya keluarga:

fisik, keuangan, dan tenaga, sumber daya perawat: pengetahuan, keterampilan dan

waktu, sumber daya lingkungan : fasilitas, organisasi, dan dukungan. Untuk kriteria

ketiga perlu di perhatikan: kepemilikan dari masalah yang berhubungan dengan

penyakit atau masalah, lamanya masalah berhubungan dengan janga waktu,tindakan

yang sedang dijalankan atau yang tepat untuuk memperbaiki masalah,adanya


52

kelompok yang beresiko untuk dicegah agar tidak aktual dan menjadi parah, untuk

kriteria keempat, perawat perlu memiliki presepsi atau bagaimana keluarga menilai

masalah keperawatan tersebut.

2.4.4 Rencana Asuhan Keperawatan

Perencanaan keperawatan mencakup tujuan umum dan khusus yang

didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kirteria dan standar yang mengacu

pada penyebab.Selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan yang berorientasi

pada kriteria standar. Rencana tindakan keprawatan terhadap keluarga, meliputi

kegiatan yaitu menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah

dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan informasi yang tepat,

mengidentifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan,mendorong

sikap emosi yang mendukung upaya kesehatan.Menstimulasi keluarga untuk

memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara mengidentifikasi konsekuensinya

bila tidak melakukan tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki dan

ada disekitar keluarga,mendiskusikan tentang konsekuensi tipe tindakan.

Memberikan kepercayaan diri selama merawat anggota keluarga yang sakit

dengan cara mendemonstrasikan cara peawatan, menggunakan fasilitas dan alat yang

ada dirumah, mengawasi keluarga melakukan perawatan. Membantu keluarga untuk

memelihara (memodifikasi) lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan

keluarga, dengan cara menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

dan melakukan perubahan lingkungan beersama keluarga seoptimal mungkin.

Memodifikasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada

disekitarnya dengan cara menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di sekitar


53

lingkungan keluarga,membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

Hal penting dalam penyusunan rencana asuhan keprawatan: tujuan hendaknya logis,

sesuai masalah, dan mempunyai jangka waktu yang sesuai dengan kondisi klien.

Kriteria hasil hendaknya dapat diukur dengan alur ukuran dan diobservasi dengan

pancaindra perawatan yang objektif. Rencana tindakan disesuaikan dengan sumber

daya dan dana yang dimiliki oleh keluarga dan mengarah ke kemandirian klien

sehingga tingkat ketergantungan dapat diminamilisir.

2.4.5 Implementasi Keperawatan

Pada tahap ini perawat yang mengasuh keluarga sebaiknya tidak bekerja

sendiri, tetapi perlu memelihara secara integrasi semua profesi kesehatan yang

menadi tim perawatan esehatan di rumah. Peran perawat yang dilaksanakan adalah

sebagai koordinator.Namun, perawat juga dapat mengambil peran sebagai pelaksana

asuhan keperawatan.Pada kegiatan implementasi, perawat perlu melakukan kontrak

sebelumnya (saat mensosialisasikan diagnosis keperawatan) untuk pelaksana yang

meliputi kapan dilaksanakan, berapa lama yang dibutuhkan, materi/topik yang

didiskusikan, siapa yang melaksanakan, anggota keluarga yang perlu mendapatkan

informasi (sasaran langsung imlementasi), dan mungkin peralatan perlu disiapkan

keluarga.Kegiatan ini bertujuan agar keluarga dan perawat mempunyai kesiapan

secara fisik dan psikis pada saat implementasi.Langkah selanjutnya adalah

implementasi sesuai dengan rencana dengan didahului perawat menghubungi

keluarga bahwa akan dilakukan implementasi sesuai kontrak.


54

2.4.6 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah diterapkan untuk melihat

keberhasilannya. Evaluasi disusun menggunakan Subjektif, Objektif, Analisis, Dan

Perencanaan (SOAP) yang oprasionalnya dengan pengertian:

S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh

keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O adalah keadaan subjektif yang dapat diidentifikasi oleh preawat menggunakan

pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan.

A adalah analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif keluarga

yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada

tujuan pada rencana keluarga.

P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan tindakan.Pada tahap ini

ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat, yaitu evaluasi formatif yang

bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan

yang dilakukan sesuai kontrak pelaksanaa dan evaluasi sumatif yang bertujuan

menilai secara keeseluruhan terhadap pencapaian diagnosis keperawatan apakah

rencana diteruskan sebagai perubahan intervensi atau dihentikan.

2.5 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Stroke

2.5.1 Pengkajian

Menurut Padila (2012) pengkajian dalam asuhan keperawatan keluarga adalah :


55

a) Identitas, terdiri dari nama kepala keluarga (KK), alamat, nomor telepon,

pekerjaan kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan komposisi keluarga

b) Tipe keluarga. Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau

masalah-masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.

c) Suku bangsa. Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi

budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan

d) Agama. Mengkajia agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat

mempengaruhi kesehatan.

e) Status social ekonomi keluarga. Menentukan pendapatan keluarga, baik yang

didapatkan dari kepala keuarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu,

status social ekonomi keluarga ditentukan pula dengan kebutuhan-kenutuhan yang

dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.

f) Aktivitas rekreasi. Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga

terlihat pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun

dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.

g) Riwayat tahap perkembangan keluarga yaitu terdiri dari tahap perkembangan

keluarga saat ini(ditentukan dengan anak pertama dari keluarga inti), tahap

perkembangan keluarga yang belum terpenuhi yaitu menjelaskan mengenai tugas

perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serat kendala, mengapa tugas

perkembangan tersebut belum terpenuhi. Misalnya keluarga tengah baya yang

seharusnya sudah mampu mendirikan keluarga sendiri, tetapi belum mempunyai

rumah sendiri sehingga bebrapa tugas tidak terpenuhi. Terakhir yaitu riwayat

keluarga intiyang menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti,


56

yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat keehatan masing-masing

anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit (status imunisasi),

sumber pelayanan kesehatan yang bisa digunakan keluarga, serta pengalaman-

pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.

h) Riwayat keluarga sebelumnya. Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada

keluarga dari pihak istri maupun suami.

i) Lingkungan megkaji tentang karakteristik rumah, karakteristik tetangga dan

komunitas setempat, moilitas geografis keluarga, perkumpulan keluarga/ interaksi

dengan masyarakat, dan sisitem pendukung keluarga.

j) Struktur keluarga yaitu menjelaskan mengenai pola komunikasi keluarga, struktur

kekuatan keuarga, struktur peran (formal dan informal), dan nilai atau norma

keluarga.

k) Fungsi keluarga. Hal yang perlu dikaji, pertama fungsi afektif yaitu menkaji

gambaran diri anggota keluarga, perasan memiliki dan dimiliki dalam keluarga,

dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan

tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap

saling menghargai. Kedua yaitu fungsi sosialisasi, hal yang perlu dikajia adalah

bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga

belajar disiplin, norma, budaya dan prilaku. Fungsi ketiga yaitu fungsi perawatan

kesehatan, yaitu menjelaskan sejauhmana keluarga menyediakan pakaian,

makanan, perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit, sejauhmana

pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit. Kesanggupan keluarga melaksanakan

perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemapuan keluarga melaksanakan 5 tugas


57

kesehatan keluarga. Fungsi yang keempat yaitu fungsi reproduksi. Hal yang perlu

dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah berapa jumlah anak, bagaiman

keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga dan metode apa yang digunakan

keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota. Fungsi yang terakhir yaitu

fungsi ekonomi. Hal perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi kleuarg adalah

sejauhmana keluarga memnuhi kebutuhan sandang, panga, papan, serta

sejauhaman keluarga memanfaatkan sumber yang ada dimasyarakat dalam upaya

peningkatan tatus kesehatan keluarga.

l) Stress dan koping keluarga. Yaitu terdiri dari stressor jangka pendek dan panjang,

strategi koping yang diguanakan (untuk menghadapi permasalahan). Stressor

jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang memerlukan

penyelesaian dalam waktu 6 bulan terakhir. Sedangkan stressor jangka panjang

yaitu stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam jangka

waktu lebih dari 6 bulan.

m) Pemeriksaan fisik

Menurut Doengus 2007

1. Aktivitas/istirahat. Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,

hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah dan susah tidur.

2. Kardiovaskuler. Adanya riwayat penyakt jantung, katup jantung, disritmia,

CHF, polisitemia, dan hipertensi arterial.

3. Integritas ego. Biasanya emosi labil, respon yang tidak tepat, mudah marah,

kesulitan untuk mengekspresikan diri.


58

4. Makanan/cairan. Biasanya terjadi nausea, vomiting, daya sensori hilang dilidah,

dipipi, tenggorokan dan dysphagia.

5. Neurosensori. Biasanya terjadi pusing, sinkope, sakit kepala perdarahan

subarachnoid, dan intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan,

gangguan penglihatan kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.

Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanandibagian ekstremitas dan

kadang-kadang pada sisi yang sama dimuka.

6. Nyeri/kenyamanan. Biasanya klien dengan stroke mengalami sakit kepala,

perubhan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.

7. Keamanan. Sensori motorik menurun atau hilang, mudah terjadi injuri.

Perubahan persepsi dan orientasi, tidak mampu menelan, tidak mampu

mengatur kebutuhan nutrisi.

8. Interaksi sosial. Biasanya terjadu gangguan dalam bicara, ketidakmampuan

berkomunikasi, dan hambatan dalam berkomunikasi.

2.5.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan masalah kesehatan

stroke diantaranya :

a) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

b) Kerusakan komunikasi verbal

c) Gangguan mobilitas fisik

d) Defisit perawatan diri

e) Resiko jatuh
59

Pembuatan etiologi dalam pembuatan diagnosa keperawatan keluarga mengacu

pada 5 tugas kesehatan keluarga, yang pertama mengenal masalah, yang kedua

mengambil keputusan, yang ketiga melakukan perawatan keluarga, yang keempat

memodifikasi lingkungan rumah dan yang kelima memanfaatkan fasilitas kesehatan.

2.5.3 Intervensi dan Implementasi Keperawatan keluarga

Intervensi keperawatan untukdx.keperawatan pertamaresiko ketidakefektifan perfusi

jaringan serebral

Tujuan : perfusi jaringan serebral efektif

Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda

peningkatan TIK, klien melaporkan adanya keadaan yang membaik.

Tabel 2.3: Intervensi dan implementasi pada klien Stroke dx. Pertama

Intervensi Implementasi
1. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian 1. Mengawasi tanda-tanda vital, kaji
kapiler, warna kulit/membran mukosa pengisian kapiler, warna kulit/membran
2. Tinggikan kepala pada tempat tidur mukosa
sesuai toleransi. 2. Meninggikan kepala pada tempat tidur
3. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan sesuai toleransi.
suhu lingkungan dan tubuh hangat 3. Mencatat keluhan rasa dingin,
sesuai indikasi pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
4. Kaji respon verbal dan gangguan hangat sesuai indikasi
memori 4. Mengkaji respon verbal dan gangguan
5. Awasi pemeriksaan laboratorium sperti memori
Hb/Ht, GDA, eritrosit 5. Mengawasi pemeriksaan laboratorium
seperti Hb/Ht, GDA, eritrosit
Sumber : hhtp://www.ejournal.stikesmucis.ac.id

Intervensi keperawatan untuk dx.keperawatankedua : kerusakan komunikasi verbal

Tujuan :klien berbicara jelas, normal


60

Kriteria hasil : klien tampak berbicara dengan lancer, tidak ada kesulitan dalam

berbicara.

Tabel 2.4: Intervensi dan implementasi pada klien Stroke dx. Kedua

Intervensi Implementasi
1. Identifikasi metode yang dapat 1. Mengdentifikasi metode yang dapat
dipahami oleh klien untuk memenuhi dipahami oleh klien untuk memenuhi
kebutuhan dasar kebutuhan dasar
2. Sediakan metode komunikasi alternatif 2. Menyediakan metode komunikasi
3. Libatkan keluarga dan diskusikan alternatif
masalah untuk meningkatkan 3. Melibatkan keluarga dan diskusikan
kemampuan komunikasi klien masalah untuk meningkatkan
4. Berikan support system untuk kemampuan komunikasi klien
mengatasi ketidakmampuan 4. Memberikan support system untuk
5. Dengarkan klien dengan penuh mengatasi ketidakmampuan
perhatian 5. Menengarkan klien dengan penuh
perhatian
Sumber : hhtp://www.ejournal.stikesmucis.ac.id

Intervensi Keperawatan untuk dx.keperawatan ketiga : gangguan mobilitas fisik

Tujuan : tidak ada gangguan dalam melakukan mobilitas fisik

Kriteria hasil :klien melaporkan dapat berjalan dan melakukan mobilitas fisik tanpa

ada gangguan maupun hambatan.

Tabel 2.5: Intervensi dan implementasi pada klien Stroke dx. Ketiga

Intervensi Implementasi
1. Kaji tingkat kemampuan Range of 1. Kaji tingkat kemampuan Range of
Motion aktif klien Motion aktif klien
2. Anjurkan klien untuk melakukan body 2. Anjurkan klien untuk melakukan body
mechanic dan ambulasi mechanic dan ambulasi
3. Berikan support pada ekstremitas yang 3. Berikan support pada ekstremitas yang
luka luka
4. Ajarkan cara-cara yang benar dalam 4. Ajarkan cara-cara yang benar dalam
melakukan macam-macam mobilisasi melakukan macam-macam mobilisasi
seperti body mechanic, ROM aktif, dan seperti body mechanic, ROM aktif, dan
ambulasi ambulasi
5. Kolaborasi dengan fisioterapi dalam 5. Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
penanganantraksi yang boleh digerakan penanganantraksi yang boleh digerakan
dan yang belum boleh digerakan dan yang belum boleh digerakan
Sumber : hhtp://www.ejournal.stikesmucis.ac.id
61

Intervensi untuk dx.keperawatan keempat : defisit perawatan diri

Tujuan : klien dapat melakukan perawatan diri

Kriteria hasil :klien melaporkan dapat melakukan perawatan diri.

Tabel 2.6: Intervensi dan implementasi pada klien Stroke dx. Keempat

Intervensi Implementasi
1. Motivasi klien untuk mandi dan 1. Motivasi klien untuk mandi dan
melakukan perawatan diri melakukan perawatan diri
2. Motivasi keluarga untuk 2. Motivasi keluarga untuk membantu
membantu klien dalam melakukan klien dalam melakukan perawatan
perawatan diri diri
3. Berikan pendidikan kesehatan 3. Berikan pendidikan kesehatan
tentang pentingnya merawat diri tentang pentingnya merawat diri
4. Beri reinforcement positif atas 4. Beri reinforcement positif atas
usaha keluarga dank lien usaha keluarga dank lien
Sumber : hhtp://www.ejournal.stikesmucis.ac.id

Intervensi untuk dx.keperawatan kelima : resiko jatuh

Tujuan : tidak terjadi jatuh

Kriteria hasil : klien melaporkan tidak terjadi jatuh dan keadaan klien membaik.

Tabel 2.7: Intervensi dan implementasi pada klien Stroke dx. Kelima

Intervensi Implementasi
1. Kaji tingkat energi yang dimiliki klien 1. Mengkaji tingkat energy yang dimiliki
2. Berikan terapi ringan untuk klien
mempertahankan keseimbangan 2. Memberikan terapi ringan untuk
3. Ajarkan penggunaan alat-alat alternatif mempertahankan keseimbangan
atau alat bantu unutk aktivitas klien 3. Mengajarkan penggunaan alat-alat
4. Motivasi keluarga untuk melakukan alternatif atau alat bantu unutk aktivitas
modifikasi lingkungan rumahnya. klien
4. Memotivasi keluarga untuk melakukan
modifikasi lingkungan rumahnya.
Sumber : hhtp://www.ejournal.stikesmucis.ac.id
62

2.5.3 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara operasional dengan tahapan

somatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan formatif yaitu dengan

proses dan evaluasi akhir. Evaluasi dapat dibagi 2 jenis, yaitu :

a) Evaluasi berjalan (sumatif) adalah evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk

pengisian format catatan perkembangan dan berorientasi kepada masalah yang

dialami oleh keluarga. Format yang dipakai adalah format SOAP.

b) Evaluasi akhir (formatif) adalah evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara

membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesnjangan

diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatn perlu ditinjau

kembali, agar didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi

(Setiadi, 2008).

Anda mungkin juga menyukai