Keterampilan Metakongnitif
Keterampilan Metakongnitif
Keterampilan Metakongnitif
Secara terminologis metakognitif berasal dari kata meta dan cognition, awalan kata
meta disini bukan dimaksudkan untuk menunjuk ke makna yang fundamental seperti kata
metafisika atau metamemori, melainkan seperti yang ditegaskan Lawson (1984), the meta
prefix refers to a reflective of cognitive processes and of cognition yang memaknai meta
sebagai refleksi proses kognitif dan kontrol kognitif. Selanjutnya kata kognitif itu sendiri
didefinisikan secara sempit sebagai kesadaran dan secara luas didefinisikan sebagai proses
mental yang lebih tinggi seperti kecerdasan, penalaran, kreativitas, ingatan, pemecahan
masalah dan persepsi Murray & Morsberg (1982) dalam Corebima (2007) menyatakan
metakognitif pertama kali dipergunakan oleh Ann Brown dan John Flavel pada awal tahun
dan regulasi (regulation) pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya.
pengetahuannya akan mencerminkan penggunaannya yang efektif atau uraian yang jelas
adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya dan regulasi-kognisi
adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognisifnya secara efektif. Karena itu,
bahwa metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif
kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk
keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas
Secara umum, kemampuan metakognitif mulai berkembang pada usia sekitar 5 hingga 7 tahun
perkembangan, sehingga kecerdasan dibangun dalam suatu kurun waktu dalam rangkaian yang
tersusun dari tahapan-tahapan yang saling terkait atau berhubungan, dan tiap tahap ini
elemen dari pembelajaran sebagai fungsi dari perkembangan secara keseluruhan. Sehingga,
perkembangan intelektual seseorang menentukan apa yang bisa dipelajarinya pada taraf itu.
Ketika siswa mempelajari sesuatu, Ia masih berada dalam tingkat intuitif, dan sangat
tergantung pada cara materi itu ditunjukkan padanya. Jika konsep yang baru diberikan terlalu
jauh dari skemanya, ia mungkin tidak dapat mengasimilasikannya, khususnya bila tingkat
penerimaan yang mungkin dengan intuisi lebih rendah daripada yang bisa dicapai oleh refleksi.
Sehingga pada tahap awal, analisis konseptual oleh guru harus digunakan sebagai dasar untuk
kembali dalam pikirannya sendiri. Situasi yang terbentuk berupa pertanyaan yang bisa
diajukan, penjelasan yang diberikan, seorang guru yang peka dapat memenuhi titik
pertumbuhan dari skema siswanya, dan memberikan materi yang tepat pada saat yang tepat.
Fleksibilitas dalam pendekatan ini menghasilkan ketuntasan pada subjek pebelajar daripada
dengan pendekatan yang kaku menurut rencana, sebaik apapun rencana tersebut. Akhirnya,
guru secara bertahap mengurangi ketergantungan siswa padanya. Begitu seseorang dapat
menganalisa sendiri suatu materi baru, ia dapat menyesuaikannya dengan skemanya sendiri
dalam cara yang paling bermakna baginya, yang mungkin saja berbeda dengan cara materi itu
disajikan semula.
Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menyesuaikan materi pembelajarannya dengan
tahap perkembangan skema siswanya, ia juga harus menyesuaikan cara penyajiannya pada
kecenderungan berfikir yang dikuasai siswanya. Kecenderungan penalaran intuitif dan konkrit
saja, atau intuitif, konkrit dan juga formal. Dan akhirnya, guru secara bertahap meningkatkan
kemampuan analitis siswa, sehingga siswa tidak lagi tergantung pada guru. Perkembangan
Pada taraf berfikir formal, anak mampu bernalar secara ilmiah, melakukan pengujian
terhadap hipotesis yang dibuatnya, dan mereka mampu merefleksikan suatu akibat melalui
pemahaman yang dibangunnya dengan baik. Pada masa ini, mereka mulai mengembangkan
penalaran dan logika untuk memecahkan berbagai masalah (Wadsworth, 1984). Taraf berfikir
melibatkan berfikir tentang proposisi, hipotesis dan membayangkan semua objek kognitif yang
Keberhasilan Belajar
Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metakognitif pada
Project, 2008).
c) Menyusun suatu program belajar untuk konsep, keterampilan, dan ide-ide yang
baru.
belajar.
f) Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah kelompok.
seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh kemampuan metakognisinya. Jika setiap kegiatan
belajar dilakukan dengan mengacu pada indikator dari learning how to learn maka hasil
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan meningkatkan
metakognitif mereka. Mengembangkan metakognitif pembelajar berarti membangun pondasi
untuk belajar secara aktif. Guru sebagai perancang kegiatan belajar dan pembelajaran,
pembelajar. Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan
metakognisi peserta didik melalalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut
efektif.
c) Meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul
atau disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau pelejari.
lain.
melalui :
mengidentifikasi gaya belajar yang paling cocok untuk diri sendiri (visual, auditif, kinestetik,
lingkungan belajar secara variatif (di kelas dengan ceramah, diskusi, penugasa, praktik di
a) meningkatkan rasa percaya diri (self-confidence) dan rasa harga diri (self-esteem)