Anda di halaman 1dari 7

A.

Keterampilan Metakongnitif

Secara terminologis metakognitif berasal dari kata meta dan cognition, awalan kata

meta disini bukan dimaksudkan untuk menunjuk ke makna yang fundamental seperti kata

metafisika atau metamemori, melainkan seperti yang ditegaskan Lawson (1984), the meta

prefix refers to a reflective of cognitive processes and of cognition yang memaknai meta

sebagai refleksi proses kognitif dan kontrol kognitif. Selanjutnya kata kognitif itu sendiri

didefinisikan secara sempit sebagai kesadaran dan secara luas didefinisikan sebagai proses

mental yang lebih tinggi seperti kecerdasan, penalaran, kreativitas, ingatan, pemecahan

masalah dan persepsi Murray & Morsberg (1982) dalam Corebima (2007) menyatakan

metakognitif pertama kali dipergunakan oleh Ann Brown dan John Flavel pada awal tahun

1970 (Schneider, 2008).

Flavell & Brown menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan (knowledge)

dan regulasi (regulation) pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya.

Sedangkan Moore (2004) menyatakan bahwa: Metakognitif mengacu pada pemahaman

seseorang tentang pengetahuannya, sehingga pemahaman yang mendalam tentang

pengetahuannya akan mencerminkan penggunaannya yang efektif atau uraian yang jelas

tentang pengetahuan yang dipermasalahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan-kognisi

adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya dan regulasi-kognisi

adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognisifnya secara efektif. Karena itu,

pengetahuan-kognisi memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedang

regulasi-kognisi mencakup kegiatan perencanaan, prediksi, monitoring (pemantauan),

pengujian, perbaikan (revisi), pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi.


Berdasarkan beberapa pengertian metakognitif beberapa ahli di atas disimpulkan

bahwa metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif

kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk

keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas

metakognitif dapat diistilahkan sebagai thinking about thingking.

a. Perkembangan Kemampuan Metakognitif Anak

Kemampuan metakognitif tumbuh dan berkembang seiring dengan pertambahan usia.

Secara umum, kemampuan metakognitif mulai berkembang pada usia sekitar 5 hingga 7 tahun

(Woolfolk, 2008). Model Piaget tentang perkembangan intelektual menjelaskan adanya

perkembangan, sehingga kecerdasan dibangun dalam suatu kurun waktu dalam rangkaian yang

tersusun dari tahapan-tahapan yang saling terkait atau berhubungan, dan tiap tahap ini

menentukan perkembangannya. Perkembangan ini merupakan proses fundamental dimana tiap

elemen dari pembelajaran sebagai fungsi dari perkembangan secara keseluruhan. Sehingga,

perkembangan intelektual seseorang menentukan apa yang bisa dipelajarinya pada taraf itu.

Ketika siswa mempelajari sesuatu, Ia masih berada dalam tingkat intuitif, dan sangat

tergantung pada cara materi itu ditunjukkan padanya. Jika konsep yang baru diberikan terlalu

jauh dari skemanya, ia mungkin tidak dapat mengasimilasikannya, khususnya bila tingkat

penerimaan yang mungkin dengan intuisi lebih rendah daripada yang bisa dicapai oleh refleksi.

Sehingga pada tahap awal, analisis konseptual oleh guru harus digunakan sebagai dasar untuk

merencanakan presentasinya dengan seksama yang memungkinkan siswa dapat mensintesis

kembali dalam pikirannya sendiri. Situasi yang terbentuk berupa pertanyaan yang bisa

diajukan, penjelasan yang diberikan, seorang guru yang peka dapat memenuhi titik
pertumbuhan dari skema siswanya, dan memberikan materi yang tepat pada saat yang tepat.

Fleksibilitas dalam pendekatan ini menghasilkan ketuntasan pada subjek pebelajar daripada

dengan pendekatan yang kaku menurut rencana, sebaik apapun rencana tersebut. Akhirnya,

guru secara bertahap mengurangi ketergantungan siswa padanya. Begitu seseorang dapat

menganalisa sendiri suatu materi baru, ia dapat menyesuaikannya dengan skemanya sendiri

dalam cara yang paling bermakna baginya, yang mungkin saja berbeda dengan cara materi itu

disajikan semula.

Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menyesuaikan materi pembelajarannya dengan

tahap perkembangan skema siswanya, ia juga harus menyesuaikan cara penyajiannya pada

kecenderungan berfikir yang dikuasai siswanya. Kecenderungan penalaran intuitif dan konkrit

saja, atau intuitif, konkrit dan juga formal. Dan akhirnya, guru secara bertahap meningkatkan

kemampuan analitis siswa, sehingga siswa tidak lagi tergantung pada guru. Perkembangan

kemampuan intuisi dan refleksi membentuk kemampuan berfikir secara formal.

Pada taraf berfikir formal, anak mampu bernalar secara ilmiah, melakukan pengujian

terhadap hipotesis yang dibuatnya, dan mereka mampu merefleksikan suatu akibat melalui

pemahaman yang dibangunnya dengan baik. Pada masa ini, mereka mulai mengembangkan

penalaran dan logika untuk memecahkan berbagai masalah (Wadsworth, 1984). Taraf berfikir

operasional formal pada hakikatnya merupakan metakognisi, karena operasional formal

melibatkan berfikir tentang proposisi, hipotesis dan membayangkan semua objek kognitif yang

mungkin (Flavell, 1985).

b. Peranan Metakognitif Dalam Pembelajaran

Keberhasilan Belajar
Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metakognitif pada

dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar dilakukan yang

didalamnya dipertimbangkan dan dilakukan aktivitas-aktivitas sebagai berikut (Taccasu

Project, 2008).

a) Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar.

b) Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya berkenaan dengan kegiatan belajar.

c) Menyusun suatu program belajar untuk konsep, keterampilan, dan ide-ide yang

baru.

d) Mengidentifkasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai sumber

belajar.

e) Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar.

f) Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah kelompok.

g) Belajar dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu yang telah

berhasil dalam bidang tertentu.

h) Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya.

Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas dapat dinyatakan bahwa keberhasilan

seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh kemampuan metakognisinya. Jika setiap kegiatan

belajar dilakukan dengan mengacu pada indikator dari learning how to learn maka hasil

optimal akan mudah dicapai.

Pengembangan Metakognitif dalam Pembelajaran

Mengingat pentingnya peranan metakognitif dalam keberhasilan belajar, maka upaya

untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan meningkatkan
metakognitif mereka. Mengembangkan metakognitif pembelajar berarti membangun pondasi

untuk belajar secara aktif. Guru sebagai perancang kegiatan belajar dan pembelajaran,

mempunyai tanggung jawab dan banyak kesempatan untuk mengembangkan metakognisi

pembelajar. Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan

metakognisi peserta didik melalalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut

(Taccasu Project, 2008).

1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengan:

a) Mendorong pembelajar untuk memonitor proses belajar dan berpikirnya.

b) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan strategi-strategi belajar yang

efektif.

c) Meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul

atau disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau pelejari.

d) Membimbing pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya.

e) Menunjukkan kepada pembelajar bagaimana teknik mentransfer pengetahuan,

sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan dari suatu situasi ke situasi yang

lain.

2) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik

melalui :

a. Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri

Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri dapat dilakukan dengan : (1)

mengidentifikasi gaya belajar yang paling cocok untuk diri sendiri (visual, auditif, kinestetik,

deduktif, atau induktif); (2)memonitor dan meningkatkan kemampuan belajar (membaca,


menulis, mendengarkan, mengelola waktu, dan memecahkan masalah); (3) memanfaatkan

lingkungan belajar secara variatif (di kelas dengan ceramah, diskusi, penugasa, praktik di

laboratorium, belajar kelompok, dst).

b. Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif

Kebiasaan berpikir positif dikembangkan dengan :

a) meningkatkan rasa percaya diri (self-confidence) dan rasa harga diri (self-esteem)

b) mengidentifikasi tujuan belajar dan menikmati aktivitas belajar.

c. Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis

Kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis dikembangkan dengan :

a) membuat keputusan dan memecahkan masalah dan

b) memadukan dan menciptakan hubungan-hubungan konsep-konsep yang baru.

d. Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya

Kebiasaan bertanya dikembangkan dengan :

a) Mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep utama dan bukti-bukti pendukung

b) Membangkitkan minat dan motivasi

c) Memusatkan perhatian dan daya ingat.

Pengembangan metakognitif pembelajar dapat pula dilakukan dengan aktivitas-aktivitas yang

sederhana kemudian menuju ke yang lebih rumit.

B. SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

Anda mungkin juga menyukai