PENDAHULUAN
Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
rakyat sesuai Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Saat ini kerusakan lingkungan telah
mengarah pada keadaan sektor sumber daya air yang kritis dan konflik penggunaan
untuk berbagai keperluan seperti air minum, air irigasi, pembangkit listrik tenaga air,
air industri. Untuk mencapai pemecahan yang efektif dan berkelanjutan atas
permasalahan air yaitu: air berlebih (banjir), air kekurangan (kekeringan), air
terkontaminasi (tercemar) dan alokasi air, diperlukan adanya paradigma baru dalam
pengelolaan sumber daya air yang amanah (good water governance) pada
pengelolaan sumber daya air termasuk pengelolaan banjir, sumber daya hutan dan
lainnya.
Suatu pendekatan pengelolaan sumber daya air terpadu yang baru harus
air tradisional, dengan ciri-ciri pendekatan yang akan diterapkan , yaitu : hulu-hilir
2008; Kodoatie dan Sjarief, 2008; UU No.7, 2004). Untuk mengatasi kemungkinan
pendekatan satu sungai (one river), satu rencana (one plan) dan satu pengelolaan
terkoordinasi (and one integrated management) yang perlu diwujudkan secara nyata
(Sjarief, 2008).
tenaga kerja, kesenjangan potensi ekonomi, dan untuk mengembangkan sumber daya
air serta mengendalikan banjir maka diperlukan suatu sistim pengendalian banjir.
pengembangan kota Medan dan sekitarnya, yaitu dengan konsep Mebidang (Medan
2. Sungai Deli dengan anak sungainya, sungai Babura, Sikambing dan sungai Putih
3. Sungai Kera
4. Sungai Percut
5. Sungai Tuan
Sungai Deli adalah sungai yang mengalir membelah inti kota Medan. Sungai
ini sering mengalami banjir dan melimpasi areal di sekitarnya. Bencana banjir tanggal
26 Nopember 1990 tercatat sebagai banjir yang terutama melimpasi daerah utara kota
jiwa. Sungai Percut yang melintasi di sekitar kota Medan juga mempunyai kondisi
air di daerah sekitar sungai dan daerah utara, dengan luas yang hampir sama dengan
yang diakibatkan banjir sungai Deli. Limpasan air terjadi karena tidak cukupnya
Kejadian banjir di kota Medan yang hampir rata-rata 10-12 kali/tahun sangat
dipengaruhi oleh kondisi DAS sungai Deli dan DAS Belawan di daerah hulu.
Mencakup kabupaten Karo, kabupaten Deli Serdang dan kota Medan serta
2. Banjir di kota Medan sendiri akibat kondisi drainase kota yang sangat buruk
(poor drainage).
Bencana banjir di kota Medan sebagian besar terjadi di sepanjang sungai Deli.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli dengan luas 481,62 km2 berawal dari pegunungan
Bukit Barisan pada ketinggian 1.725 m di atas permukaan laut hingga pantai Selat
Malaka. Sungai Deli dengan panjang 75,8 km mengalir melalui kota Medan yang
berada di bagian hilir DAS Deli dengan ketinggian berkisar 0-40 m di atas permukaan
laut. Sungai ini merupakan saluran utama yang mendukung drainase kota Medan
dengan cakupan luas wilayah pelayanan sekitar 51% dari luas kota Medan.
Dari hasil observasi yang telah dilaksanakan pada daerah aliran sungai Deli,
terbatasnya peningkatan kapasitas sungai Deli oleh karena banyaknya bangunan, baik
daerah genangan 9.000 ha yang terdiri dari daerah pemukiman, industri dan areal
transportasi yang semua ini terjadi antara lain disebabkan akibat penampang
daerah tangkapan air di hulu sungai, dan kurangnya tingkat kesadaran masyarakat
dimana sering membuang sampah ke sungai/anak sungai dan sangat minimnya biaya
operasi serta pemeliharaan untuk bangunan drainase yang sudah ada, diantaranya
suatu studi yang dikenal dengan The Detailed Design Study on Medan Flood
puncak banjir pada sungai Deli sebelum memasuki daerah kota Medan dan kemudian
Banjir pada hakekatnya hanyalah salah satu output dari pengelolaan DAS
yang tidak tepat. Bencana banjir menjadi populer setelah dalam waktu yang hampir
bersamaan (akhir bulan Januari 2002) beberapa kota dan kabupaten di Indonesia
terpaksa harus mengalami bencana ini. Bahkan, Medan yang notabene merupakan
ibukota Provinsi Sumatera Utara, terpaksa harus terendam air. Sudah tentu kerugian
yang harus diderita oleh masyarakat sangatlah besar. Dari hasil investigasi Tim
Peneliti BTP DAS di dua DAS di Sumatera Utara, yaitu DAS sungai Deli dan DAS
kota Medan disimpulkan bahwa bencana banjir secara fisik disebabkan oleh (1) curah
hujan yang tinggi, (2) karakteristik DAS itu sendiri, (3) penyempitan saluran
drainase, (4) perubahan penutupan lahan. Dari ke 4 (empat) penyebab banjir tersebut,
2 (dua) penyebab pertama berada diluar kemampuan manusia untuk dapat melakukan
intervensi yaitu curah hujan yang tinggi dan karakteristik DAS itu sendiri. Artinya,
dua penyebab pertama merupakan keadaan kiriman dari suatu DAS. Manusia dalam
hal ini hanya mampu atau mungkin untuk melakukan intervensi pada faktor penyebab
banjir diatas. Namun demikian, untuk dapat melakukan intervensi yang tepat perlu
dikarenakan perubahan tata guna lahan tersebut akan mempengaruhi pengaliran air
yang terjadi, yaitu koefisien C (koefisien Run-off) dalam rumus debit pengaliran air.
Apabila lahan berubah dari lahan resapan menjadi lahan kedap air seperti perkerasan
aspal dan atap bangunan akan mengasilkan aliran hampir 100% setelah permukaan
menjadi basah, berapapun kemiringannya artinya air tidak dapat meresap dan
langsung mengalir di atas permukaan sehingga mengakibatkan debit air yang besar.
Apabila saluran (drainase) yang ada dibangun dengan perencanaan lahan yang resap
air, maka perubahan tata guna lahan yang kedap air dapat menjadi penyebab
bagian alur sungai saja (in-stream) dan belum menyentuh pada pengelolaan DAS (off
floodway yang telah selesai dibangun dimana proses pembangunan dikerjakan Dinas
Pengairan Provinsi Sumatera Utara Cq. Proyek Pengendalian Banjir dan Perbaikan
Sungai. Sedangkan penanganan drainase kota Medan dilakukan oleh Project Medan
mencapai 75% dan Pemko Medan untuk drainase sekunder dan kota mencapai 100%
(pekerjaan rutin setiap tahun). Gambar berikut ini akan dijelaskan Rencana Induk
Gambar 1.1 Rencana Induk Proyek Pengendalian Banjir Medan dan Sekitarnya
diharapkan akan memotong puncak banjir dengan pada sungai Deli sebelum
Percut, sehingga dengan demikian kota Medan dapat terhindar dari banjir.
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas maka yang menjadi
yang dititik beratkan pada pencegahan banjir yang didasarkan pada cara
kajian ilmiah bidang sumber daya air untuk mengkaji pengaruh tingkat
kemampuan kanal banjir (floodway) dalam menampung debit air sungai yang
berasal dari hulu sungai Deli, air hujan dan drainase-drainase kota Medan.
kebijakan dalam pengelolaan alur sungai Deli dan pengaturan tata ruang kota,