Pertanyaan:
Jawaban:
Untuk menjawab tiga pertanyaan saudari, akan kami sampaikan jawaban dengan
menyatukan pertanyaan nomor 1 dan nomor 2, kemudian disusul dengan jawaban untuk
nomor 3.
2. Pertanyaan nomor 3 pun pernah diajukan kepadakami dan sudah dijawab, dan sudah
dimuatdalam Buku Tanya Jawab Agama Jilid I halaman 238, ringkasnya sebagai
berikut:
Tidak ada bagi larangan bagi orang yang sedang haidh dan orang yang malam harinya
mengumpuli isterinya, dan siang harinya memandikan janazah.
Yang dituntunkan oleh Nabi saw ialah, agar orang yang memasukkan janazah dalam
liang kubur itu orang yangpada malam harinya tidak mengumpuli isterinya. (Lihat
HPT halaman 252).
Artinya:Dari Anas, ia berkata: Aku melihat anak perempuan Rasulullah saw ketika di
kubur dan ketika belaiu duduk di sisi kuburan itu, aku melihat mata
Rasulullah saw berlinang-linang. Ia menanyakan: Adakah di antara kamu
sekalian yang tidak mengumpuli isteri tadi malam ? Shahabat Abu Thalhah
menyahut: Saya hai Rasulullah. Nabi kemudian bersabda: Turunlah ke dalam
kubur. Lalu Thalhah turun ke dalam kubur. (HR Ahmad dan al Bukhari).
Kami tambahkan bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa mandi atau wudlu bagi
orang yang memandikan janazah adalah sunnah, sebagaimana ditegaskan dalam suatu
hadits:
Artinya:Dari Abu Hurirah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa
memandikan mayit hendaklah mandi dan barangsiapa membawanya
hendaklah berwudlu. (ditakhrijkan oleh Ahmad, an Nasai dan at Tirmidzi
dalam ash Shanani Juz I halaman 70).
Maka tidaklah berdosa apabila memandikan atau mengkafani mayit tanpa mandi dan
tanpa wudlu, sebab hadits tersebut tidak bermaksud mewajibkan. Maka wanita haidh
pun boleh memandikan mayit.
Pertanyaan:
Masruhan B.K. Choteb, No. 15 Jalan Melati, Gombak Setia, 53100, Selangor,
Darul Ehsan Malaysia.
Jawaban:
7. Sikap dan pendirian Muhammadiyah terhadap wacana dan isu Negara Islam dan
Piagam Jakarta, telah berkali-kali dijelaskan, terutama oleh pimpinan Pusat
Muhammdiyah, yang ringkasnya sebagai berikut: Muhammadiyah dalam
Anggaran Dasarnya tidak pernah mencantumkan kata Negara Islam, tetapi
Masyarakat Islam. Namun tokoh-tokohnya seperti Ki Bagus Hadikusuma, Hamka,
Abdul Kahar Muzakirdan Kasman Singodimedjo dalam siding-sidang BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia) tahun 1945 atau dalam Majlis
Konstituante (1956 1959) memang mendukung gagasan sebuah negara
berdasarkan Islam, sebagaimana juga menjadi tujuan perjuangan semua Partai
Islam.
Dalam perkembangan visi Muhammadiyah tentang Negara, telah mengalami
perubahan drastis, tidak lagi menuntut Islam sebagai dasar Negara- seperti
sebelumnya. Menurut Syafii Maarif, Muhammadiyah perlu memperjelas dan
mempertegas posisinya dalam hubungannya dengan Negara. Harusnya dinyatakan
bahwa Negara tidak lain dari pada salah satu alat penting untuk mencapai tujuan
untuk mencapai dawah Islam berupa terciptanya suatu masyarakat utama atau
masyarakat Islam dalam koridor keridlaan Ilahi. Masyarakat itu harus adil, terbuka
dan menghargai pluralisme pandangan hidup dan aspirasi politik, tetapi semua
pihak wajib tunduk kepada ketentuan konstitusi yang telah disepakati bersama.
Dalam menggagas sebuah system politik Muhammadiyah lebih baik
mengutamakan substansi tinimbang bentuk dan merek. Syafii Maarif , 2000,
Hubungan Muhammadiyah dan Negara, halaman 9).
Adapun mengenai sikap Muhammadiyah terhadap Piagam Jakarta, adalah telah
tertuang dalam Surat Edaran No. 10/EDR/1.0/1/2002 Tanggal 07 Jumadil Tsani
1423 H/16 Agustus 2002 M Penjelasan Sikap Muhammadiyah tentang
Penegakkan Syariat Islam dan Perubahan Pasal 29 UUD 1945. (Baca dalam Suara
Muhammadiyah No. 17/TH. KE 87// 1 15 September 2002).
9. Nasihat dan saran yang sering disampaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah
antara lain: