Referat Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

HIPERTENSI

DISUSUN OLEH:
FITRIA FADZRI
RELANFA FARANDO
SASADARA PRAMUDITA

PEMBIMBING:

dr. Librantoro, Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RS TK.II MOH. RIDWAN MEURAKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 26 SEPTEMBER 2016 04 DESEMBER 2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah,

rahmat, nikmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW

pembawa rahmat bagi seluruh alam, suri tauladan seluruh umat di dunia.

Atas berkat rahmat dan hidayah serta mengucapkan syukur kehadirat Ilahi

Rabbi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul:

HIPERTENSI. Referat ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan

untuk menyelesaikan kepaniteraan ilmu kesehatan penyakit dalam.

Terwujudnya referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan semangat baik

berupa bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini,

penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Eny Ambarwati, Sp.PD, MARS, FINASIM selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit

Dalam RS. Moh. Ridwan Meuraksa

2. dr. Librantoro, Sp.JP selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktunya

untuk membimbing penulis disaat padatnya aktivitas beliau dan selalu meberikan

masukan, arahan, dan petunjuk yang berguna dalam penyusunan referat ini.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada dokter

sekeluarga.

3. SMF Ilmu Penyakit Dalam RS. Moh. Ridwan Meuraksa, dr. Andi Sutanto,

Sp.PD, Sp.PD dan dr. Endah Arya Astuti, Sp.P


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala

yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung

koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah

menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di

beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka

jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah.

Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang

tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15

milyar kasus di tahun 2025.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,

etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis,

komplikasi, hingga bagaimana penatalaksanaannya.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur

dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran

manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung

tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah

merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan

sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer

untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang

diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)

klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,

prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M, 2006).

2.2 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.

1) Hipertensi esensial Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak

faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf

simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca

intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol,

merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 50 tahun
(Schrier, 2000). 2) Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi renal

terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen,

penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom

cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan

kehamilan, dan lain lain (Schrier, 2000).

2.3 Epidemiologi

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala

yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung

koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah

menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di

beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka

jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah.

Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang

tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15

milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi

saat ini dan pertambahan penduduk Universitas Sumatera Utara saat ini (Armilawati

et al, 2007). Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak

dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita yang

belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case finding maupun

penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar

penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6

sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa

Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar

0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Wade,

2003).
2.4 Klasifikasi

Sumber : https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf

2.5 Manifestasi Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada

hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang

timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala,

dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal,

mata, otak dan jantung (Julius, 2008). Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan.

Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun tahun.

Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ

yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit

kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah,

telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang.

Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat dapat mengakibatkan kematian
karena payah jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini

dan parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas (Julius,

2008).

2.6 Patofisiologi

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian

tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar: Tekanan Darah = Curah Jantung x

Tahanan Perifer. (Yogiantoro, 2006). Mekanisme patofisiologi yang berhubungan

dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain : 1) Curah jantung dan tahanan

perifer Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap

kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung

biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh

konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel

otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler.

Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan

pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal

meningkatnya tahanan perifer yang irreversible (Gray, et al. 2005).

2) Sistem Renin-Angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui

pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin

merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin

disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus

underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf

simpatetik (Gray, et al. 2005). Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui

terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme

(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak

aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin

II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan

tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu: a.

Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di

hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan

volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke

luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk

mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik

cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga

meningkatkan tekanan darah. b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl

(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl

akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang

pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, et al. 2005).

3) Sistem Saraf Otonom Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan

vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang

penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi

antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama sama dengan faktor

lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, et al. 2005). 4)

Disfungsi Endotelium Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting

dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif

lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak
terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi

menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit (Gray, et al. 2005). 5)

Substansi vasoaktif Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium

dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan

vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan

sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin

lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung

dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam

dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi

(Gray, et al. 2005). 6) Hiperkoagulasi Pasien dengan hipertensi memperlihatkan

ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan

sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga

hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama

akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan

pemberian obat anti-hipertensi (Gray, et al. 2005). 7) Disfungsi diastolik Hipertropi

ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan

diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama

pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan

penurunan tekanan ventrikel (Gray, et al. 2005).

2.7 Diagnosis

Evaluasi pasien dengan hipertensi :

(1) untuk menilai gaya hidup dan mengidentifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular

lain atau bersamaan gangguan yang dapat mempengaruhi prognosis dan petunjuk

pengobatan (tabel 3);


(2) untuk mengungkapkan penyebab diidentifikasi dari tinggi BP (tabel 4); dan (3)

untuk menilai ada atau tidak adanya kerusakan organ target dan CVD. Data yang

dibutuhkan adalah diperoleh melalui riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik,

laboratorium rutin tes, dan prosedur diagnostik lainnya. Pemeriksaan fisik harus dengan

pengukuran BP yang tepat, dilakukan pada kontralateral lengan; pemeriksaan fundus

optik; perhitungan indeks massa tubuh (BMI) (pengukuran lingkar pinggang juga dapat

berguna); auskultasi untuk karotis, perut, dan bruit femoralis; palpasi kelenjar tiroid;

pemeriksaan menyeluruh dari jantung dan paru-paru; Pemeriksaan abdomen untuk

ginjal membesar, massa, dan denyut aorta abnormal; palpasi ekstremitas bawah untuk

edema dan pulsasi; dan penilaian neurologis.


PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes laboratorium rutin dianjurkan sebelum memulai terapi mencakup

elektrokardiogram; urinalisis; glukosa darah dan hematokrit; kalium serum, kreatinin

(atau perkiraan yang sesuai laju filtrasi glomerulus [GFR]), dan kalsium; 20 dan profil

lipid, setelah 9- 12 jam cepat, yang mencakup high density kolesterol lipoprotein dan

kolesterol low-density lipoprotein, dan trigliserida. Tes opsional termasuk pengukuran

ekskresi albumin urin atau rasio albumin / kreatinin. Pengujian yang lebih luas untuk

identifikasi penyebab tidak diindikasikan umumnya kecuali kontrol BP tidak tercapai.

1.7 Tatalaksana

Tujuan terapi antihipertensi adalah pengurangan morbiditas dan mortalitas

kardiovaskular dan ginjal. Karena sebagian besar orang dengan hipertensi, terutama

yang usia> 50 tahun, fokus utama harus pada pencapaian SBP. Mengobati SBP dan

DBP untuk target yang <140/90 mmHg berhubungan dengan penurunan komplikasi

CVD. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes atau penyakit ginjal, tujuan BP

adalah <130/80 mmHg.


Sumber : http://www.nmhs.net/documents/27JNC8HTNGuidelinesBookBooklet.pdf
Modifikasi Gaya Hidup

Adopsi gaya hidup sehat oleh semua orang sangat penting untuk pencegahan BP tinggi

dan merupakan bagian tak terpisahkan dari manajemen hipertensi. Modifikasi gaya

hidup terbukti dapat menurunkan BP termasuk berat badan pengurangan orang-orang

yang kelebihan berat badan atau obesitas, adopsi Dietary Approaches to Stop

Hypertension (DASH), makan yang kaya kalium dan kalsium, pengurangan diet

sodium, aktivitas fisik, dan moderasi konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup

mengurangi BP, meningkatkan khasiat obat antihipertensi, dan menurunkan risiko

kardiovaskular. Misalnya, 1.600 mg sodium DASH rencana makan memiliki efek

mirip dengan obat tunggal therapy. Kombinasi dua (atau lebih) modifikasi gaya hidup

dapat mencapai hasil yang lebih baik.


Sumber : https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf

2.9 Komplikasi

Ischemic Heart Disease

Penyakit jantung iskemik (IHD) adalah bentuk paling umum dari kerusakan organ

target yang berhubungan dengan hipertensi. Pada pasien dengan hipertensi dan

angina pektoris stabil, obat pilihan pertama biasanya BB; alternatif, long-acting

CCBs dapat digunakan. Pada pasien dengan sindrom koroner akut (angina tidak

stabil atau infark miokard), hipertensi harus diperlakukan awalnya dengan BBS

dan ACEI, dengan penambahan obat lain yang diperlukan untuk kontrol BP. Pada
pasien dengan infark miokard, ACEI, BBS, dan antagonis aldosteron telah terbukti

paling menguntungkan. manajemen lipid intensif dan terapi aspirin juga.

Heart Failure

Gagal jantung (HF), dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik atau diastolik, hasil

terutama dari hipertensi sistolik dan IHD. BP kritis dan kontrol kolesterol adalah

langkah-langkah pencegahan utama bagi mereka yang berisiko tinggi untuk HF.

Pada individu asimtomatik dengan disfungsi ventrikel telah dibuktikan, ACEI dan

BBS direkomendasikan. Bagi mereka dengan gejala disfungsi ventrikel atau

penyakit jantung stadium akhir, ACEI, BBS, ARB dan aldosteron blockers

direkomendasikan bersama dengan diuretik loop.

Diabetic Hypertension

Kombinasi dari dua atau lebih obat biasanya diperlukan untuk mencapai tujuan

target <130/80 mmHg. diuretik thiazide, BBS, ACEI, ARB, dan CCBs yang

bermanfaat dalam mengurangi CVD dan kejadian stroke pada pasien dengan

diabetes. ACEI- atau perawatan berbasis ARB positif mempengaruhi

perkembangan nefropati diabetik dan mengurangi albuminuria, dan ARB telah

terbukti mengurangi perkembangan ke macroalbuminuria.

Chronic Kidney Disease

Pada orang dengan penyakit ginjal kronis (CKD), seperti yang didefinisikan oleh

salah satu (1) mengurangi fungsi ekskretoris dengan perkiraan GFR di bawah 60

ml / menit per 1,73 m2 (sesuai sekitar dengan kreatinin> 1,5 mg / dL pada pria

atau> 1,3 mg / dL pada wanita), atau (2) kehadiran albuminuria (> 300 mg / hari

atau 200 mg albumin / g kreatinin), tujuan terapi adalah untuk memperlambat


penurunan fungsi ginjal dan mencegah CVD. Hipertensi muncul di sebagian besar

pasien tersebut, dan mereka harus menerima manajemen BP agresif, sering dengan

tiga atau lebih obat untuk mencapai target nilai BP dari <130/80 mmHg. ACEI dan

ARB telah menunjukkan efek menguntungkan pada perkembangan penyakit ginjal

diabetes dan nondiabetes. Kenaikan terbatas di kreatinin serum sebanyak 35 persen

di atas dasar dengan ACEI atau ARB diterima dan bukan alasan untuk menahan

pengobatan kecuali hiperkalemia berkembang. Dengan penyakit ginjal lanjut (GFR

terduga <30 ml / menit 1,73 m2 yang berhubungan dengan kreatinin serum 2,5-3

mg / dL), meningkatkan dosis diuretik loop biasanya diperlukan dalam kombinasi

dengan golongan obat lain.

Cerebrovascular Disease

Risiko dan manfaat dari akut menurunkan BP selama stroke akut masih belum

jelas; kontrol BP di tingkat menengah (sekitar 160/100 mmHg) sesuai sampai

kondisi telah stabil atau membaik. tingkat stroke berulang diturunkan oleh

kombinasi dari ACEI dan diuretik tipe diuretik.

2.10 Pencegahan

Model perilaku menyarankan bahwa terapi yang diterapikan oleh dokter dapat

mengontrol tekanan darah pasien hanya bila pasien tersebut memiliki motivasi

untuk menjalani pengobatan dan menjalankan modifikasi gaya hidup yang baik.

Motivasi timbul ketika pasien mendapatkan pengalaman yang positif, percaya

kepada dokternya. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hasil pengobatan;

empati dapat membangun kepercayaan dan merupakan motivator yang potensial

(National Institutes of Health, 2003).


Hubungan dokter-pasien adalah berdasarkan kepercayaan, menghormati, dan

pengetahuan holistik pasien berkorelasi dengan hasil positif dari perawatan, seperti

kepatuhan, kepuasan, dan status kesehatan. Pasien sering mengevaluasi

kompetensi dokter berdasarkan keterampilan layanan pasien mereka, bukan

keterampilan klinis mereka. Layanan pasien adalah termasuk kemudahan akses,

waktu tunggu yang minimal, dan tanggapan yang positif dari staf pekerja, semua

mempengaruhi kepuasan penyedia dan kepatuhan pasien. Dokter adalah model

peran dan harus melatih staf dengan meningkatkan positif interaktif, dan

lingkungan empati. Hal Ini akan meningkatkan kenyamanan pasien dan kesediaan

untuk berpartisipasi dalam perawatan mereka sendiri (National Institutes of Health,

2003). Menurut Boulware (2001), Intervensi perilaku pada pasien, seperti

konseling, terbukti efektif meningkatkan kontrol tekanan darah. Edukasi pasien

terhadap hipertensi, diantaranya adalah: a. Menilai pemahaman pasien dan

penerimaan atas diagnosa hipertensi b. Diskusikan keluhan pasien dan

mengklarifikasi ketidakpahaman pasien c. Beritahu pasien tentang pembacaan

tekanan darah dan memberikan salinan tertulis d. Dokter dan pasien sepakat

mengenai target tekanan darah yang akan dicapai e. Menginformasikan pasien

tentang pengobatan yang direkomendasikan, dan memberikan informasi tertulis

yang spesifik tentang peran gaya hidup termasuk diet, aktivitas fisik, suplemen

makanan, dan konsumsi alkohol, penggunaan brosur standar bila tersedia f.

Menunjukkan keprihatinan dan memberikan kesempatan bagi pasien kesempatan

perilaku tertentu untuk melaksanakan rekomendasi perawatan g. Menekankan: 1.

Perlunya melanjutkan pengobatan 2. Kontrol tidak berarti menyembuhkan 3.

Tekanan darah yang meninggi tidak dapat dikatakan melalui perasaan atau

gejala; tekanan darah harus diukur Menurut Yogiantoro (2003), strategi untuk
meningkatkan kepatuhan kepada pengobatan adalah: a. Empati dokter akan

meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan pasien b. Dokter harus

mempertimbangkan latar belakang budaya kepercayaan pasien serta sikap pasien

terhadap pengobatan c. Pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, target

yang masih harus dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya

mengikuti rencana tersebut


DAFTAR PUSTAKA

Fisch, B.J., 2000. The Patient with Chronic Renal Disease. In: Schrier, R.W., 2000. Manual
of Nephrology. ed 5rd. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 155-166.

Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., dan Simpson, I.A., 2005. Kardiologi : Lecture
Notes. ed 4. Jakarta : Penerbit Erlangga, 57-69.

https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf. National Institutes of


Health. Accessed on 17 November 2010

http://www.nmhs.net/documents/27JNC8HTNGuidelinesBookBooklet.pdf Accessed
on 17 November 2010

National Institutes of Health, 2003. The Seventh Report of the Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. Available from:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/.[Accesed 16 Maret 2010].

Nolan, C.R., 2000. The Patient with Hypertension. In: Schrier, R.W., 2000. Manual of
Nephrology. ed 5rd. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 231- 262.

Wilson, L.M., & Price, A.P., 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi ke-4. Jakarta: EGC.

Yogiantoro, M., 2006. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar Penyakit Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 599-603.

Anda mungkin juga menyukai