Anda di halaman 1dari 2

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien seorang laki-laki berusia 56 tahun datang dengan keluhan pendengaran menurun
tiba-tiba setelah terkena petasan. Petasan menimbulkan suara yang sangat keras sehingga dapat
menyebabkan trauma akustik karena rusaknya sel-sel rambut pada koklea, disosiasi organ
Corti, ruptur membran timpani, kerusakan pada sel ganglion, saraf, membran tektoria, dan stria
vaskularis. Pasien juga mendengar suara dengungan yang terus menerus. Tinitus merupakan
salah satu tanda terjadinya SNHL. Mekanisme terjadinya tinitus belum diketahui secara jelas,
beberapa teori mengatakan tinitus mungkin terjadi karena terlepasnya sel rambut koklea terus
menerus sehingga menyebabkan stimulasi pada saraf auditorik. (Crummer RW. Diagnosis
Approach to Tinnitus. Am Fam Physician. 2004 Jan 1;69(1):120-126) Diagnosis banding lain
yang mungkin untuk pasien ini adalah iskemia koklea mengingat adanya riwayat hipertensi
dan dislipidemia pada pasien ini. Namun, iskemia koklea biasanya disertai vertigo, sedangkan
vertigo tidak didapatkan pada pasien ini. Presbikusis sebagai diagnosis banding dapat
disingkirkan karena presbikusis biasanya mengenai lansia berusia 65 tahun ke atas, bersifat
progresif dan perlahan-lahan, selain itu pasien tidak mengeluhkan pendengaran menurun
sebelum terkena petasan. (Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta:2012. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia). Pasien hanya dapat mendengar percakapan dari
jarak dekat dengan suara keras dan tidak dapat mendengar suara klakson mobil. Hal ini
menandakan penderita mengalami gangguan pendengaran sangat berat.
Pada pemeriksaan fisik dengan manuver valsava terdengar suara seperti suara siulan
dari telinga kanan. Pada otoskopi didapatkan adanya perforasi membran timpani pada telinga
kanan sebesar 10% dengan letak sentral, sedangkan pada telinga kiri tidak didapatkan adanya
perforasi. Pada tes bisik, penderita tidak dapat mendengar suara dari jarak 30 cm pada telinga
kanan dan kiri sehingga diklasifikasikan kurang pendengaran sangat berat pada telinga kanan
dan kiri. Tes garpu tala tidak dilakukan pada pasien ini karena keterbatasan alat. Pada tes
audiometri, didapatkan interpretasi MHL sangat berat (PTA=100dB) pada telinga kanan dan
MHL sangat berat (PTA=98,75) pada telinga kiri. Pada kasus ini, MHL pada telinga kanan
dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada komponen sensorineural misalnya sel rambut
pada organ korti dan adanya perforasi pada membran timpani, sedangkan MHL pada telinga
kiri disebabkan karena adanya kerusakan pada komponen sensorineural dan membran timpani
yang lebih tipis dari normal sehingga tidak dapat meneruskan getaran suara dengan baik.
Prinsip pengobatan untuk kasus ini adalah penggunaan alat bantu dengar, namun
apabila pendengaran sudah tidak mampu diperbaiki dengan alat bantu dengar, dapat dilakukan
psikoterapi agar pasien dapat menerima keadaannya.
Adanya membran timpani yang perforasi mengakibatkan adanya hubungan antara
telinga luar dengan telinga tengah dan dalam. Oleh karena itu penting dilakukan edukasi agar
telinga kanan penderita tidak terkena air ataupun dikorek agar tidak terjadi infeksi. Pasien juga
sebaiknya kontrol setiap 6 bulan untuk memantau ada tidaknya tanda infeksi.
Tuli yang disebabkan karena suara keras biasanya merupakan tuli sensorineural koklea
yang ireversibel. Oleh karena itu, prognosis pada pasien ini adalah ad malam

Anda mungkin juga menyukai