Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

Tuberkulosis Paru Dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAMILY FOLDER

Sabrina Ayu Putri


10.2014.190
1|Page
Daftar Isi
JUDUL LAPORAN 1
DAFTAR ISI 2
PENDAHULUAN 3
I. Latar Belakang 3-4
II. Tujuan 4
III. Metode dan Materi 5
PENGUMPULAN DATA 6-9
PEMBAHASAN 10-11
PENUTUP 12
I. Kesimpulan 12
II. Saran 12-15
PENGAWASAN MINUM OBAT 15-16
GEJALA TUBERKULOSIS PARU 16
DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU 16-17
TAHAP PENCEGAHAN 17-18
PRINSIP PENGOBATAN 18-21
LAMPIRAN 22-23

2|Page
Pendahuluan
I. Latar Belakang :
Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit menular yang
boleh menyumbangkan kepada penyebab kematian di seluruh dunia. Pada tahun 1993,
World Health Organization (WHO) telah mencanangkan bahawa TBC merupakan
kedaruratan global penyakit TBC (global public health emergency). Peyebab utama
TBC adalah Mycobacterium tuberculosis dan infeksinya bersifat sistemis di mana
dapat mengenai hampir seluruh organ tubuh dengan lokasi tebanyak di paru-paru yang
biasanya merupakan lokasi infeksi pertama yang sering terjadi. Penyebab lain adalah
Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum. Basil tuberkulum merupakan
ahli dalam famili Mycobacteriaceae dan dalam order Actinomycetales. M tuberculosis
adalah bakteri aerob, tidak berspora, tidak bergerak, lambat tumbuh dengan
morfologinya berbentuk batang melekung, dan merupakan Bakteri Tahan Asam
(BTA).
Dewasa ini, penyakit tuberkulosis merupakan penyakit yang prevalensinya
masih tinggi di dunia. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
oleh Mycobacterium tuberculosis, dan sebagian besar terjadi di Negara berkembang.
Penyakit TB di Indonesia menempati urutan ke-3 di dunia, di bawah India dan Cina.
Tingginya prevalensi tuberkulosis di Indonsia karena:
- Kemiskinan dan kurangnya tingkat pendidikan pada berbagai
kelompok masyarakat.
- Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
o Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan.
o Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses
oleh masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak
standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan
pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan
sebagainya).
o Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan
obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah
didiagnosis)
o Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
o Infrastruktur kesehatan yang buruk.

3|Page
- Perubahan demografik karena meningkatnya jumlah penduduk dan
perubahan struktur umur kependudukan.
- Dampak HIV.
- Serta, timbulnya Multi Drug Resistent (MDR) akibat penggunaan obat
OAT yang tidak benar.
II. Tujuan :
Dengan melakukan kunjungan ke rumah salah seorang pasien Tuberkulosis,
diharapkan kita dapat melakukan analisa kasus Tuberkulosis dengan pendekatan
keluarga, yakni:
- Meningkatkan kesadaran pasien dan keluarganya mengenai pentingnya
kesehatan.
- Memantau perkembangan penyakit pasien serta kepatuhan pasien
menjalani terapi. Serta memberikan penjelasan mengenai pentingnya
kepatuhan minum obat terhadap kesembuhan pasien.
- Memberikan penyuluhan mengenai faktor faktor yang dapat
mempengaruhi kesembuhan dan penularan penyakit pasien. Sehingga
dapat mencegah terjadinya KLB.
- Menciptakan komunitas masyarakat yang sehat dan bebas dari
penyakit Tuberkulosis.

III. Metode dan Materi :


Metode yang digunakan adalah penemuan penderita pasif (Passive case
finding). Penemuan penderita pasif adalah kegiatan mendatangi pasien ke rumahnya
dengan berdasarkan data yang didapat dari puskesmas, puskesmas pembantu, balai
pengobatan, atau posyandu. Hal yang dilakukan adalah:
- Mendapatkan data lengkap mengenai pasien dari aspek biologis,
psikologis, dan sosialnya.
- Mendapatkan data lengkap mengenai keadaan rumah dan keluarga
pasien.
- Mendapatkan data lengkap tentang keadaan lingkungan tempat tinggal
pasien.

4|Page
- Menganalisa dan memberikan penjelasan pada pasien mengenai faktor
faktor yang mempengaruhi kesembuhan serta penularan penyakit
Tuberkulosis pasien berdasarkan data data yang telah didapatkan.
Materi yang disampaikan pada saat kunjungan adalah:
- Cara dan resiko terjadinya penularan penyakit Tuberkulosis paru.
- Pengenalan secara dini mengenai gejala Tuberkulosis paru. Serta
melakukan pemeriksaan medis yang rutin untuk memantau perjalanan
penyakit Tuberkulosis.
- Aturan dan kepatuhan minum obat OAT demi mencapai kesembuhan.
- Pengawasan Minum Obat (PMO).
- Upaya perilaku hidup bersih dan sehat.
- Upaya imunisasi lengkap dan meningkatkan gizi agar daya tahan tubuh
baik.
- Upaya menciptakan rumah yang sehat.
- Segera melaporkan jika terjadi peningkatan penderita Tuberkulosis di
lingkungannya kepada kader / puskesmas.

Pengumpulan Data
Puskesmas : Duri Kepa

I.Identitas Pasien :
a. Nama : Ibu Masriah
b. Umur : 71 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Pendidikan : Akademik
f. Alamat : Jln. Angsana Raya I No.26 RT.06 RW.07
II. Riwayat Biologis Keluarga
g. Keadaan kesehatan sekarang : Baik
h. Kebersihan perorangan : Baik
i. Penyakit yang sering diderita : Batuk pada malam hari
j. Penyakit keturunan :-
k. Penyakit kronis / menular : TB paru
l. Kecacatan anggota keluarga : -
m. Pola makan : Baik
n. Pola istirahat : Baik
5|Page
o. Jumlah anggota keluarga : 5 orang
II. Psikologis Keluarga :
a. Kebiasaan buruk :-
b. Pengambilan keputusan : Sendiri
c. Ketergantungan obat :-
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas Duri Kepa
e. Pola rekreasi : Sedang

III. Keadaan rumah / lingkungan :


a. Jenis bangunan : Permanen
b. Lantai rumah : Keramik
c. Luas rumah : 11x19 m2.
d. Penerangan : Baik
e. Kebersihan : Baik
f. Ventilasi : Baik
g. Dapur : Ada, bersih.
h. Jamban keluarga : Ada, bersih
i. Sumber air minum : Air galon
j. Sumber pencemaran air :-
k. Pemanfaatan pekarangan : Ada
l. Sistem pembuangan air limbah : Ada
m. Tempat pembuangan sampah : Ada
n. Sanitasi lingkungan : Baik

IV. Spiritual Keluarga :


a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Baik
Keluarga pasien selalu memeriksakan diri ke puskesmas atau klinik terdekat
jika sakit. Selain itu, keluarga selalu mengikuti pengobatan gratis di masjid
dekat tempat tinggal mereka.
V. Keadaan Sosial Keluarga :
a. Tingkat pedidikan : Tinggi
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Baik
e. Keadaan ekonomi : Sedang

VI. Kultural Keluarga :


a. Adat yang berpengaruh : Betawi
b. Lain lain :-

VII. Keluhan Utama :-


VIII. Keluhan tambahan :-
IX. Riwayat Penyakit Dahulu :-
X. Pemeriksaan fisik :
6|Page
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu.
- Nafas yang pendek dan sakit dada.
- Kadang terdapat mengi.
- TD : 100/60mmHg
- Suhu : 36C
XI. Diagnosis penyakit : TBC paru.
XII.Diagnosis keluarga : Sehat.

XIII. Anjuran penatalaksanaan penyakit :


a. Promotif
Diberikan penyuluhan oleh puskesmas tentang pencegahan penularan dan cara
cara minum obat TB.
b. Preventif
Vaksinasi, menjaga gizi, memakai masker, ventilasi yang baik.
c. Kuratif
Tablet 4KDT (Rifampisin 150mg / INH 75mg / PZA 400mg / Etambutol
275mg) 3 tab/hari selama 2 bulan (tahap intensif). Kemudian, tablet 2KDT
(Rifampisin 150mg / INH 150mg) 3 tab/makan dan hanya 3x/minggu selama
16 minggu (tahap lanjutan).
d. Rehabilitatif
Meningkatkan status gizi pasien agar daya tahan tubuh baik.
XIV. Prognosis
a. Penyakit :
Dubia (tergantung dari keadaan keluarga dan lingkungan). Prognosis yang
diharapkan terjadi pada pasien ini tergantung dari dukungan keluarga dan
keadaan sekitar. Kesembuhan dari penyakit tidak hanya dilihat dari penyakit
sebagai hal yang biologis, tetapi menempatkan manusia juga ke dalam aspek
psikologis dan social. Oleh karena itu, pola kehidupan biologis, psikologis dan
social yang seimbang akan sangat membantu menentukan prognosis yang baik
pada pasien ini.
b. Keluarga : ad bonam.
c. Masyarakat : ad bonam.

XV. Resume :
Ibu Masriah (71 tahun) dengan keluhan batuk yang sudah kurang lebih 4 bulan. Telah
dilakukan uji sputum dan rontgen paru dan hasilnya adalah Ibu Masriah menderita TB paru.
Ibu Masriah mengaku bahwa ia tidak pernah kontak dengan penderita TB dan juga tidak ada
keluarga dan kerabatnya yang sakit batuk-batuk.
Ibu Masriah tinggal dengan suami di rumah yang luasnya 11x19 m2. Rumah yang ditinggali
sudah memiliki jamban, kamar mandi, dan sanitasi yang baik.

7|Page
Pembahasan
Riwayat Penyakit Pasien :

8|Page
Ibu Masriah pertama kali mendapat gejala TB paru sekitar sebulan yang lalu. Ia
demam, lemas, batuk batuk, berat badan menurun, berkeringat pada malam hari. Kemudian
Bp. Syahrulloh memeriksakan diri ke puskesmas. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter
puskesmas mendiagnosis menderita TB paru. Ibu Masriah diberikan terapi oleh puskesmas
berupa OAT KDT untuk pasien kategori 1, karena Ibu Masriah baru pertama kali menderita
TB paru. Obat diberikan dengan anjuran 3 tab/hari selama 2 bulan.

Penutup
I. Kesimpulan :
Pasien dan keluarganya sudah memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya
kesehatan, namun mereka masih memiliki kendala yaitu keadaan ekonomi yang kurang..
Penggunaan tablet KDT sudah tepat, karena adanya keterbatasan pengetahuan
dapat membuat bingung pasien dan keluarga dalam menggunakan terapi kombipak.

II. Saran :
Beberapa hal yang dapat disarankan pada pasien dan keluarga:
- Karena pasien belum jelas status BTA nya, maka diharapkan segera
mengambil hasil tes BTA. Sehingga dapat melakukan antisipasi sedini
mungkin bilamana hasil BTA (+).
- Melakukan tes BTA rutin sesuai dengan program terapi kategori pasien (Budi)
yang ditetapkan oleh puskesmas.
- Melengkapi imunisasi yang belum lengkap. Serta bagi warga sekitar juga
dilakukan imunisasi lengkap.
- Mengusahakan untuk memberikan ventilasi dan penerangan rumah yang lebih
baik.
- meningkatkan gizi perorangan demi tercapai daya tahan tubuh yang baik.
- Ibu Masnah / Bp. Matali diberikan pengetahuan lebih mengenai tugas PMO.
Sehingga kepatuhan meminum obat pasien dapat terjaga sampai pada akhirnya
pasien sembuh total.
- Untuk puskesmas setempat, sebaiknya melakukan kunjungan ke rumah pasien
pada waktu waktu tertentu.

9|Page
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.

Cara Penularan :
- Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
- Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
- Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
- Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
- Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Risiko Penularan :
- Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA negatif.
- Daya tahan tubuh yang rendah.
- Faktor Umur. Kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara
bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai
usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah
kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
- Faktor jenis kelamin. laki laki.
- Tingkat Pendidikan. yang rendah mengenai gaya hidup bersih dan sehat.
- Pekerjaan. Pekerjaan di lingkungan yang berdebu dengan paparan partikel debu di
daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
- Kebiasaan Merokok. Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan
meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner,
bronchitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan
resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
10 | P a g e
- Kepadatan hunian kamar tidur. Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup
untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus
disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini
tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah
biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif
tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana
luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3
m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat
tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak
dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun.
Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum
tingginya 2,75 m.
- Pencahayaan. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri
patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang
diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur
diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman
hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Bila
sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko
penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
- Ventilasi. Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah
tersebut tetap segar.
- Kelembaban udara. Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh
kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur
kamar 22 30C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab.
- Keadaan Sosial Ekonomi. Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan
pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan
kesehatan.

Pengawasan Minum Obat :

11 | P a g e
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan
seorang PMO.
Persyaratan PMO :
o Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
o Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
o Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
o Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
Siapa yang Bisa Jadi PMO ?
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya,
Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau
tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
Tugas Seorang PMO :
o Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
o Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
o Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
o Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-
gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari
unit pelayanan kesehatan.

Informasi Penting yang Perlu Dipahami PMO Untuk Disampaikan Kepada Pasien
dan Keluarganya :
o TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
o TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
o Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
o Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
o Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
o Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK.
Gejala Klinis Tuberkulosis paru :
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

12 | P a g e
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan.
Diagnosis TB paru :
- Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
- Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
- Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
- Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
- Indikasi pemeriksaan foto toraks :
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
o Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus
ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung
diagnosis TB paru BTA positif. (lihat bagan alur)
o Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
o Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang
mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau
aspergiloma).
Tahap Pencegahan:
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan
dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pencegahan Primer :

13 | P a g e
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ; (1)
Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah
dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan
nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan lingkungan, (2)
Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan
tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak, (3) Pengontrolan
Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes,
silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.
2. Pencegahan Sekunder :
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan
kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga.
Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC
sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan
tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk
yang paling efektif.
Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi
TBC, dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif.
Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat
mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi
lingkungan memegang peranan terhadap epidemi TBC. Melalui usaha pembatasan
ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan
menghindari tekanan psikis.
3. Pencegahan Tersier :
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai
dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri
secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien,
kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya,

14 | P a g e
pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi
cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.
Prinsip pengobatan :
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut :
- OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
- Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

o Tahap awal (intensif) :


Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

o Tahap Lanjutan :
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama/Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Klasifikasi Kategori Pasien :
a) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) :
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru

Tabel Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1 :


Berat Badan (kg) Tahap intensif tiap hari selama 56 Tahap lanjutan 3 kali
hari RHZE (150/75/400/275) seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

15 | P a g e
55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

>70 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1 :


Tahap Lama Dosis per hari / kali Jumlah
Tab INH Kap Tab PZA Tab
pengobatan pengobatan hari/kali
@300 mg Rifampisin @500 mg etambutol
makan
@450 mg @250 mg
obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

b) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) :


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2 :
Berat badan Tahap Intensif tiap 5 hari RHZE Tahap lanjutan 3 kali
(150/75/400/275)+S seminggu RH
(150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 2 tab 4KDT + 2 tablet 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab
500mg S inj E
38-54 3 tab 4KDT + 3 tablet 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab
750mg S inj E
55-70 4 tab 4KDT + 4 tablet 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab
1000mg S inj E
>70 5 tab 4KDT + 5 tablet 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
1000mg S inj E

Tabel Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2 :


Tahap Lama Tab INH Kap R Tab PZA Etambutol S Jumlah
@300mg @450mg @500mg Tab Tab Inj hari/kali
@250mg @400mg makan
obat

16 | P a g e
Intensif 2 1 1 3 3 - 0,75 56
bulan 1 1 3 3 - gr 28
1 -
bulan
Lanjutan 4 2 1 - 1 2 - 60
bulan

Catatan :
- Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
- Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
- Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
c) OAT Sisipan (HRZE) :
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel Dosis KDT untuk Sisipan :
Berat badan Tahap intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)

30-37 2 tablet 4KDT

38-54 3 tablet 4KDT

55-70 4 tablet 4KDT

>70 5 tablet 4KDT

Tabel Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan :


Tahap Lama Tab INH Kap R Tab PZA Tab E Jumlah
@300mg @450mg @500mg @250mg hari/kali
makan
obat
Intensif 1 bulan 1 1 3 3 28

17 | P a g e
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa
indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis
pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT
lapis kedua.

LAMPIRAN

18 | P a g e
19 | P a g e
20 | P a g e
21 | P a g e
22 | P a g e
23 | P a g e
24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai