Anda di halaman 1dari 11

Sirosis Hati yang terjadi Pada Orang Tua

Pendahuluan
Sirosis hati merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai
dengan fibrosis yang menyebabkan penumpukan proteoglikan dalam hati. Akibatnya terjadi
penurunan fungsi sintetik hati, penurunan kemampuan hati untuk detoksifikasi, dan hipertensi
portal dengan segala penyulitnya. Penderita datang dengan keluhan utama terbanyak adalah
asites, diikuti dengan ikterik. Sedangkan pada USG, yang paling banyak ditemukan adalah
asites, ekostruktur hepar yang kasar, splenomegali, hipertensi porta dan pembesaran hepar.
Lebih dari 40% pasien sirosis hati bersifat asimptomatis.1
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung terhadap pasien
(auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). Anamnesis
yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis
pribadi.
Anamnesis yang harus ditanyakan adalah:2
1. Identitas: menanyakan nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, pendidikan
terakhir, agama, status pernikahan dll.
2. Keluhan utama: keluhan apa yang dirasakan pasien sehingga pasien datang kepada
kita. Pada skenario pasien datang karena perut membesar disertai kembung dan mual
serta riwayat sakit kuning.
3. Riwayat penyakit sekarang (RPS): perut membesar sejak kapan? Apakah ada keluhan
lain seperti nafsu makan menurun, mual, muntah, berat badan menurun? Sebelum
datang ke RS ada minum obat atau tidak?
4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): Pernahkah pasien mengalami gejala yang sama
sebelumnya? Apakah ada riwayat hepatitis dimasa lampau ?
5. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (masih hidup atau sudah
meninggal) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga. Apakah dikeluarga ada
riwayat penyakit hepatitis?
6. Riwayat sosial: stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko
gaya hidup (seks bebas, penggunaan jarum suntik bersama).2
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Pada inspeksi secara umum, ditemukan congjungtiva anemis, sclera subicterik pada
mata dan palmar eritem pada telapak tangan serta terlihat vena colateral.
2. Palpasi
Lien teraba pada titik Schuffner 2 dan tidak ada nyeri tekan pada abdomen.
3. Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi abdomen, hasilnya menunjukan pada abdomen
pekak dan keadaan ini dapat dicurigai sebagai asites, untuk memastikannya perlu
dilakukan pemeriksaan undulasi dan pekak berpindah (shifting dullnes). Pemeriksaan
undulasi (gambar 1), cara pemeriksaan asites dengan pemeriksaan gelombang cairan
Teknik ini dipakai bila ciran asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu
sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi
yang lain. Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi
abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen
sisi yang lain. Tangan kiri akan merasakan adanya tekanan gelombang dilakukan untuk
memastikan adanya fluid wave dalam abdomen. Hasil pemeriksaan tersebut adalah positif
sehingga pasien dapat didiagnosis menderita asites.3
4. Auskultasi
Bruit : suara abnormal arteri atau lumen pembuluh darah yang terdengar
sebagai aliran turbulensi. Pada auskultasi hati, terdengar bunyi bruit arteri hepatika
yang dibatasi oleh sistol atau diastol yang berlanjut ke diastol. Hal ini bisa disebabkan
oleh peningkatan aliran darah arteri ke liver, aliran arteriovena, atau obstruksi
sebagian di arteri. Oleh karena tumor primer atau metastasis hati menerima aliran
darah sebagian besar dari arteri hepatika, maka aliran darah akan meningkat. Begitu
pula dengan sirosis, yang menimbulkan bruit akibat obstruksi sebagian aliran arteri
oleh pertumbuhan nodul.
Gambar 1. Pemeriksaan Undulasi
http://timbangrasaclinic.blogspot.co.id/2011/09/pemeriksaan-fisik-abdomen.html
Pada skenario pemeriksaan fisik didapatkan:
Kesadaran CM, TD : 110/70 mmHg, nadi 110/menit, suhu 36 oC, pernapasan
20x/menit, shifting dullness (+), hati tidak teraba, konjungtiva anemis, sklera sub-
ikterik, vena colateral pada abdomen, lien schuffner 2, tidak ada nyeri tekan
abdomen, tidak ada flapping tremor, palmar eritem.
Pemeriksaan Penunjang
1. Peningkatan abnormal enzim transaminase (AST dan ALT) pada pemeriksaan rutin
dapat menjadi salah satu tanda adanya peradangan atau kerusakan hati akibat berbagai
penyebab termasuk sirosis. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan peningkatan
aspartat aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferase (ALT) pada pasien
dengan sirosis hati tetapi tidak begitu tinggi. Nilai AST umumnya lebih meningkat
dibanding ALT. Namun jika nilai AST dan ALT normal, tidak berarti dugaan sirosis
boleh dikesampingkan.

Jenis pemeriksaan Hasil


Amino transferase : ALT & AST Normal atau sedikit meningkat
Alkali fosfatase/ ALP Sedikit meningkat
Gamma-glutamil transferase Korelasi dengan ALP, spesifik khas akibat
alkohol sangat meningkat
Bilirubin Meningkat pada sirosis hati lanjut prediksi
penting mortalitas
Albumin Menurun pada sirosis hati lanjutan
Globulin Meningkat terutama IgG
Masa Protrombin Memanjang
Natrium darah Meningkat akibat peningkatan ADH dan
aldosteron
Trombosit Menurun (hipersplenism)
Leukosit dan netrofil Menurun (hipersplenism)
Anemia Makrositik, normositik, dan mikrositik
Tabel 1. Tes laboraturium pada Sirosis Hati4
2. USG abdomen
Ultrasonografi (USG) untuk mendeteksi sirosis hati kurang sensitif namun cukup
spesisfik bila penyebabnya jelas. Gambaran USG memperlihatkan ekodensitas hati
meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau heterogen pada sisi superficial,
sedang pada sisi profunda ekodensitas menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran
lobus caudatus, splenomegali, vena hepatika gambaran terputus-putus.
3. Endoskopi
Gastroskopi dilakukan untuk memeriksa adanya varises di esofagus dan gaster pada
penderita sirosis hati. Selain untuk diagnostik juga dapat pula digunakan untuk
pencegahan dan terapi perdarahan varises esofagus.4
Diagnosis Kerja
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan bentuk akhir
kerusakan hati dengan digantinya jaringan yang rusak oleh jaringan fibrotik yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dan penggunaan tekanan portal. Sirosis hati merupakan
penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat nodul.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul. Penyebab sirosis hepatik biasanya tidak dapat diketahui hanya
berdasarkan klasifikasi morfologis hati yang mengalami sirosis. Dua penyebab yang sampai
saat ini masih dianggap sering menyebabkan sirosis yaitu hepatitis virus dan alkoholisme.
Bentuk hepatitis virus yang berat dapat berkembang menjadi sirosis baik hepatitis virus, atau
virus non A dan non B. Di Indonesia kedua bentuk hepatitis merupakan penyebab sirosis hati
terutama pada hepatitis virus B. Sedangkan sirosis yang disebabkan oleh alkohol jarang
ditemukan di Indonesia. Sirosis dekompensata adalah salah satu stadium dari gambaran klinik
sirosis hati yang mempunyai gejala klinik yang jelas. Umumnya penderita sirosis hati dirawat
karena timbulnya penyulit berupa hipertensi portal sampai pada pendarahan saluran cerna
bagian atas akibat pecahnya varises esophagus, asites yang hebat dan ikterus. Dalam
perjalanan penyakitnya, walaupun dikatakan kerusakan hati pada penyakit sirosis hati pada
penyakit sirosis hati bersifat irreversible, tetapi dengan pengobatan yang baik maka
pembentukan jaringan ikat dapat dikurangi dan peradangan yang terjadi dapat dihentikan..
Secara klinis atau fungsional sirosis hati dibagi atas : Berdasarkan fungsinya, sirosis dapat
dibedakan menjadi:1,4
- Sirosis hati kompensata. Pada stadium ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
Biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan skrining
- Sirosis hati dekompensata. Pada stadium ini biasanya gejala gejala sudah jelas,
misalnya: asites, edema, dan ikterus1,4
Diagnosis Banding
1. Tuberkuloma Peritonitis1
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau
viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering
mengenai seluruh peritoneum dan alat-alat sistem GIT, mesenterium, dan organ
genitalia interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan
dari proses tuberkulosis di tempat lain, seringkali dari paru. Peritoneum dapat terkena
tuberkulosis melalui cara seperti penyebaran hematogen dari paru-paru, melalui
dinding usus yang terinfeksi, dari kelenjar limfe mesenterium, dan melalui tuba
falopii yang terinfeksi. Bentuk eksudatif dari tuberkulosis peritoneal adalah bentuk
dengan asites yang banyak. Dari pemeriksaan cairan asites, umumnya didapatkan
eksudat dengan protein lebih dari 3g/dL. Hasil kultur cairan asites didapatkan basil
tahan asam, menggunakan cairan asites yang disentrifuge dengan jumlah cairan lebih
dari 1 liter.
Pemeriksaan USG dapat melihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang
bebas atau terfiksasi. Adanya penebalan mesenterium dan perlengketan lumen usus.
Cara yang terbaik untuk mendiagnosis penyakit ini adalah menggunakan
peritoneoskopi. Gambaran yang dapat dilihat adalah tuberkel kecil atau besar pada
dinding peritoneum atau pada organ lain dalam rongga peritoneum seperti hati,
ligamentum, dan usus, perlengketan di antara usus, omentum, hati, kandung empedu
dan peritoneum, penebalan peritoneum, cairan eksudat atau purulen, mungkin juga
cairan bercampur darah.

2. Hepatoma1
Hepatoma atau karsinoma hati adalah tumor ganas hati primer yang berasal
dari hepatosit. Hepatoma meliputi 85% dari seluruh tumor ganas hati dan 5,6 % dari
seluruh kanker pada manusia. Sekitar 80% hepatoma berada di negara berkembang
seperti Indonesia. Prevalensi kejadian jarang pada usia muda dan laki-laki lebih
banyak daripada perempuan.
Etiologi
Virus hepatitis B termasuk famili Hepadnavirus dari genus Orthohepadnavirus.
Bentuk yang paling banyak dijumpai adalah yang berdiameter 22 nm. Dibentuk oleh
HBsAg sebagai bentuk tubuler atau filamen. Selain itu juga ada virion sferis yang lebih besar
dan berukuran 42 nm namun terlihat agak jarang. Permukaan luar atau , mengandung
HBsAg dan menyelubungi sebuah inti nukleokapsid bagian dalam yang berukuran 27 nm dan
mengandung HBcAg. Genom virus terdiri dari DNA sirkular untai ganda.5
Di negara barat yang tersering merupakan akibat alkoholik sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia
menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C
30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak ketahui.
Berdasarkan penyebabnya, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi:
- Sirosis alkoholik. Penyakit hati terjadi bila mengkonsumsi mengakibatkan
perlemakan hati alkoholik, dan hepatitis alkoholik.
- Sirosis akibat infeksi
Post hepapatis (hepatitis B dan C)
Infeksi lain: bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis, dan
sitomegalovirus.
- Sirosis biliaris
Sirosis bilier primer
Sirosis bilier sekunder
- Sirosis kardiak, terjadi akibat bendungan hati kronik pada penyakit gagal jantung
kronik
- Sirosis akibat gangguan metabolic, seperti galaktosemia, penyakit gaucher, penyakit
simpanan glikogen, hemokromatosis, intoleransi fluktosa herediter, tirosinemia
herediter dan penyakit Wilson
- Sirosis akibat factor keturunan, seperti defisiensi alfa 1 antitripsin, sindroma fanconi
- Sirosis karena obat dan zat hepatotoksin , seperti metrotreksat, alfa metildopa,
amiodaron dan arsenic.
- Sirosis akibat NASH (non alcoholic steatohepatitis), dan diperkirakan sekitar 10%
NASH akan berkembang menjadi sirosis
- Sirosis akibat penyakit autoimun: hepatitis autoimun1
Epidemiologi
Prevalensi sirosis hati dan penyakit hati kronik di AS diperkirakan sebesar 5,5 juta
kasus. Prevalensi terbanyak pada laki-laki danpada usia 51-60 tahun. Data di Indonesia belum
ada, namun tercatat prevalensi penyakit hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam berkisar
antara 3,6%-8,4%. Kematian akibat sirosi hati di AS menurut Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) menempati posisi ke -10 dengan angka 25.192 kematian/tahun, dan
sindroma hepatorenal meningkat dari 18,2 kasus/ 100.000 penduduk di 1999 menjadi 20,1
kasus/ 100.000 penduduk di tahun 2003, dan menempati posisi ke 9 di tahun 1999 adalah
76,1 kasus/100.000 penduduk meningkat menjadi 83,2 kasus/100.000 penduduk di tahun
2003.
Di Indonesia belum ada data mengenai meortalitas dan morbiditas sirosis hati. Namun
karena salah satu penyebab utama sirosis hati adalah hepatitis C, B, dan alkohol, sedanglan di
negara berkembang seperti Indonesia pencegahan dan pengobatan hepatitis C dan B belum
sebaik negara maju, maka walaupun tidak ada data diperkirakan mortalitas dan morbiditas
sirosis hati tidak berbeda dari data di negara maju. Di negara barat, insidens sirosis hati yang
paling sering adalah diakibatkan oleh alkohol, sekitar 40-45%, sedangkan di Indonesia yang
paling utama adalah akibat infeksi virus hepatitis B sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C
sebesar 30-40%. Sirosis hati yang diakibatkan oleh alkohol di Indonesia memiliki frekuensi
yang sangat kecil. Lebih dari 40% pasien sirosis hati bersifat asimtomatis.1
Patogenesis
HAV, HBV, dan HCV menyerang sel hati atau hepatosit yang menjadi tempat yang
kondusif bagi virus untuk berkembang biak. Sebagai reaksi terhadap infeksi, sistem
kekebalan tubuh memberikan perlawanan dan menyebabkan peradangan hati (hepatitis). Bila
hepatitisnya akut (yang dapat terjadi dengan HAV dan HBV) atau menjadi kronis (yang dapat
terjadi dengan HBV dan HCV) maka dapat bekembang menjadi jaringan parut di hati, sebuah
kondisi yang disebut fibrosis. Lambat laun, semakin banyak jaringan hati diganti dengan
jaringan parut seperti bekas luka, yang dapat menghalangi aliran darah yang normal melalui
hati dan sangat mempengaruhi bentuk dan kemampuannya untuk berfungsi semestinya. Ini
disebut sebagai sirosis.
Bila hati rusak berat, mengakibatkan bendungan di limpa dan kerongkongan
bagian bawah akibat tekanan di organ yang tinggi. Dampak dari kondisi ini yang disebut
sebagai hipertensi portal termasuk perdarahan saluran cerna atas dan penimbunan cairan
dalam abdomen (asites). Kerusakan pada hati juga dapat mengurangi pembuatan cairan
empedu yang dibutuhkan untuk pencernaan yang baik dan mengurangi kemampuan hati
untuk menyimpan dan menguraikan bahan nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup. Dampak lain
dari hati yang rusak temasuk ketidakmampuan untuk menyaring racun dari aliran darah, yang
pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan bahkan koma.6
Manifestasi Klinis
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung stadiumnya, mulai dari tidak bergejala
samapi gejala yang sudah berat. Sirosis mempunyai 2 fase yaitu fase awal/kompensasi,
kemudian diikuti dengan fase dekompesasi. Stadium awal sirosis hati sering tanpa gejala
sehingga hanya ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau
karena penyakit yang lain. Pada sirosis kompensata, gejala yang timbul meliputi perasaan
mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut kembung, mual, berat badan menurun.
Pada sirosis dekompensata, gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
gagal hatiperdarahan varises, asites, ensefalopati dan hipertensi porta. Gejala yang timbul
seperti gangguan tidur, demam yang tidak begitu tinggi, ikterus, air kemih berwarna seperti
teh pekat, hematemesis dan/atau melena, serta gangguan mental misalnya mudah lupa.
Sesuai dengan konsensus Baveno IV, sirosis dapat diklasifikasikan mejadi 4 stadium
klinis, yaitu :
- Stadium 1 : tidak ada varises dan tidak ada asites.
- Stadium 2 : varises, tanpa asites.
- Stadium 3 : asites dengan atau tanpa varises.
- Stadium 4 : perdarahan dengan atau tanpa asites.
Temuan klinis sirosis disebut stigmata sirosis yaitu : spider nevi, palmar eritem,
ginekomastia, atrofi testis, splenomegali, asites, vena kolateral, kaput medusa, fetor
hepatikum.1
Penatalaksanaan
Pasien asites harus mendapatkan perawatan tirah baring dan juga diet rendah garam.
Selain itu dapat dikombinasi dengan pemberian obat-obatan seperti obat diuretik yaitu
spironolakton dosis 100-200 mg, bila efek kurang adekuat dapat diberikan juga furosemid 20-
40 mg untuk membantu proses pembuangan cairan berlebih didalam tubuh. Tatalaksana
parasentesis adalah untuk mengeluarkan cairan dari rongga abdomen, dapat dilakukan bila
pengobatan diuretik tidak berpengaruh atau saat pasien mengalami kesulitan bernapas karena
paru-paru tertekan diafragma. Untuk tatalaksana parasentesis harus dilanjutkan dengan
pemberian albumin, dosis albumin yang diberikan sejajar dengan jumlah cairan asites (dalam
satuan liter) yang dikeluarkan. Setiap 1 liter cairan yang dikeluarkan perlu pemberian
albumin sebanyak 8 gram dan berlaku setiap kelipatan cairan yang dikeluarkan.6
Bila pasien mengalami asites akibat sirosis yang diakibatkan oleh virus hepatitis B,
progresi kerusakan hati dihambat dengan pemberian interferon alfa dan analog nukleosida
seperti lamividun. Indikasi penggunaan antiviral untuk hepatitis B adalah seperti pasien
dengan ALT > 2x nilai normal tertinggi dengan DNA VHB positif, untuk ALT 2-5 kali nilai
tertinggi dapat diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari atau IFN 5 MU 3x seminggu, untuk
ALT 5x nilai normal tertinggi dapat diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari. Pemberian IFN
tidak dianjurkan. Lama terapi IFN diberikan sampai 6 bulan sedangkan Lamivudin sampai 3
bulan setelah serokonversi HBeAg.1
Komplikasi
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang paling sering dialami oleh
penderita asites. Hal tersebut diakibatkan karena cairan pada penderita asites ideal untuk
pertumbuhan kuman. Cairan tersebut tidak mampu menghambat invasi bakteri sehingga
bakteri dapat masuk dari usus ke asites sehingga terjadi peritonitis bakterial spontan. Pasien
dengan PBS sebagian mengalami demam, mengigil, nyeri abdomen, rasa tidak enak di bagian
perut dan asites yang bertambah buruk. Terapi utama untuk pasien peritonitis bakterial
spontan adalah dengan dilakukannya parasentesis dan dengan antibiotik.4
Prognosis1
Prognosis sirosis tergantung pada etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan
penyakit penyerta lainnya.
Parameter Ringan Sedang Berat
1 point 2 point 3 point
Bilirubin serum (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin serum (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8

Masa protombin (detik) <3,5 4-6 >6


Asites - Terkontrol Tidak terkontrol
Enselofalopati - Minimal Berat
Tabel 2. Klasifikasi child-pugh pada sirosis hati
Skor berjumlah 5-6 masuk ke child-pugh klas A, 7-9 klas B, 10-15 klas C
Klasifikasi child-pugh (tabel 1) digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis hati
yang akan menjalani tindakan pembedahan. Selain klasifikasi Child-Pugh, prognosis hati juga
bisa dinilai melalui indeks hati. Indeks hati umumnya digunakan untuk menilai prognosis
sirosis hati dengan hematemesis melena.
Parameter 0 1 2
Albumin (g%) >3,6 3,0-3,5 <3,0
Bilirubin (mg%) <2,0 2,0-3,0 >3,0
Gangguan kesadaran - Minimal 0
Asites - Minimal 0
Tabel 3. Prognosis sirosis hati berdasarkan indeks hati
Interpretasi:
Gagal hati ringan: indeks 0-3
Gagal hati sedang: indeks 4-6
Gagal hati berat: indeks 7-10
Pada gagal hati ringan, angka kematian berkisar sekitar 0-16% sedangkan pada gagal hati
sedang sampai berat sekitar 18-40%.1

Pencegahan
Pada skenario ini, penyebab utama dari asites adalah hepatitis B yang diderita oleh
pasien. Maka untuk pencegahan asites yang disebabkan oleh hepatitis B, maka dapat
dilakukan vaksinasi dengan vaksin hepatitis B rekombinan yang diberikan 3 kali baik untuk
balita maupun dewasa. Selain itu, juga terdapat vaksin Twinrix, yaitu vaksin kombinasi untuk
mencegah infeksi hepatitis A dan B secara bersamaan.
Untuk mencegah terjadinya sirosis hati, yaitu dengan mengurangi konsumsi alkohol
atau bahkan tidak mengkonsumsi sama sekali. Selain alkohol juga terdapat beberapa macam
obat yang memiliki efek hepatotoksik seperti asetaminofen dosis tinggi yang dapat merusak
hati. Dan harus meminum air untuk membantu proses detoksifikasi racun.7

Kesimpulan
Sirosis adalah keadaan rusaknya hati, umunya akibat progresivitas dari hepatitis B
kronis. Kompensasi berlebihan dan tidak teratur oleh hati menyebabkan terjadinya fibrosis
yang merusak arsitektur hati, sehingga mengganggu fungsi hati. Seringkali, sirosis tidak
disadari oleh penderita dan baru menimbulkan keluhan setelah didapatkan berbagai
komplikasi, salah satu diantaranya adalah asites.Tatalaksana untuk asites diawali dengan tirah
baring dan diet rendah garam, disusul dengan pemberian obat diuretic atau dapat dilakukan
juga parasentesis.
Daftar Pustaka
1. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UKRIDA; Jakarta : 2016.h. 181-86.
2. Machaela A. patofisiologi konsep klinis. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2007.h.2-3.
3. Gleadle, Jonathan. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;
2007.h.36-7.
4. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.1980-82.
5. Brooks gf, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA. Mikrobiologi kedokteran.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010.h.491-2.
6. Horn T, Learned J. Viral hepatitis and HIV. Jakarta: Yayasan Spiritia; 2006.h.5-39.
7. Soemoharjo S. Hepatitis virus B. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2008.

Anda mungkin juga menyukai