Anda di halaman 1dari 11

Sirosis Hati yang terjadi Pada Orang Tua

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta


Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus hepatoselular, sehingga terjadi gangguan aliran darah melalui hati dan
terjadi gangguan fungsi hati. Gangguan fungsi hati akibat sirosis antara lain adalah gangguan
fungsi protein, gangguan metabolisme kolesterol, gangguan penyimpanan energi, gangguan
regulasi hormon, serta gangguan detoksifikasi obat dan racun. Sirosis hati mempunyai berbagai
klasifikasi, salah satu adalah berdasarkan etiologi; alkoholik, pasca nekrosis, biliaris, kardiak,
metabolik, genetik, dan terkait obat. Di Indonesia, virus hepatitis B dan virus hepatitis C
merupakan penyebab paling sering. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati
kompensata di mana belum adanya gejala klinis yang tampak nyata dan sirosis hati
dekompensata yang ditandai dengan gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati
kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik.1

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung terhadap pasien (auto-
anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).1

Anamnesis yang harus ditanyakan adalah:1

a. Identitas: menanyakan nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, pendidikan


terakhir, agama, status pernikahan dll.
b. Keluhan utama: keluhan apa yang dirasakan pasien sehingga pasien datang kepada kita.
Pada skenario pasien datang karena perut membesar disertai kembung dan mual serta
riwayat sakit kuning.

1
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS): perut membesar sejak kapan? Apakah ada keluhan
lain seperti nafsu makan menurun, mual, muntah, berat badan menurun? Sebelum datang
ke RS ada minum obat atau tidak?
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): Pernahkah pasien mengalami gejala yang sama
sebelumnya? Apakah ada riwayat hepatitis dimasa lampau atau riwayat HbsAg positif
dimasa lalu?
e. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (masih hidup atau sudah meninggal)
dan masalah kesehatan pada anggota keluarga. Apakah dikeluarga ada riwayat penyakit
hepatitis?
f. Riwayat sosial: stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko
gaya hidup (seks bebas, penggunaan jarum suntik bersama).

Pemeriksaan fisik

Asites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi, tampak perut membuncit, umbilikus
seakan-akan bergerak ke arah kaudal mendekati symphisis os pubis. Selain itu ditemukan hernia
umbilikalis akibat tekanan intraabdomen yang meningkat. Pemeriksaan yang sering digunakan
untuk asites adalah undulasi, melihat fluid wave dalam abdomen. Pada perkusi, akan didapatkan
bunyi pekak dan terjadi shifting dullness.1

Pada auskultasi tidak terdengar bising usus. Pada pasien dengan sirosis hepatis, pemeriksaan
fisik yang dilakukan akan memberikan hasil-hasil seperti berikut:

Spider telangiektasi : Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. 1-2

Eritema palmaris : Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Sering
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen, dan tidak spesifik untuk sirosis hati.
1-2

Hepatomegali : Ukuran hati yang sirosis bisa membesar, normal, ataupun mengecil.
Sekiranya hati teraba, hati yang tekah sirosis akan teraba keras dan nodular. 1-2

Splenomegali :Pembesaran lien sering ditemukan pada sirosis hati non-alkoholik,


disebabkan oleh hipertensi porta. 1-2

2
Asites : Penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi portra dan
hipoalbuminemia. Turut ditemukan edema pada tungkai. 1-2

Ikterus : Hiperbilirubinemia sering didapatkan pada sirosis stadium lanjut, ditandai dengan
ikterus pada kulit dan membran mukosa.1

Selain dari yang disebutkan di atas, didapatkan juga demam yang tidak tinggi akibat nekrosis
hepar, batu pada vesika felea akibat hemolisis, dan pembesaran kelenjar parotis, terutama pada
sirosis alkoholik.1

Pemeriksaan penunjang

Parasentesis sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites baru. Pemeriksaan yang sering
digunakan untuk menilai asites adalah serum-ascites albumin gradient (SAAG) untuk
menentukan apakah asites eksudat atau transudat. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan
peningkatan aspartat aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferase (ALT) pada pasien
dengan sirosis hati, tetapi tidak begitu tinggi. Nilai AST umumnya lebih meningkat dibanding
ALT. Namun jika nilai AST dan ALT normal, tidak berarti dugaan sirosis boleh
dikesampingkan. 1

Nilai alkali phosphatase akan meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali dari upper limit of
normal. Konsentrasi yang tinggi sering ditemukan pada kolangitis dan sirosis bilier primer.
Gamma glutamil transpeptidase (GGT) ditemukan seperti halnya pada alkali phosphatase.
Konsentrasi bilirubin bisa normal pada sirosis kompensata, tapi biasanya meningkat pada sirosis
dekompensata. Sintesis albumin terjadi di jaringan hati, maka konsentrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis, sedangkan konsentrasi globulin meningkat pada sirosis. Pada pasien
sirosis dengan asites, kadar natrium serum menurun karena ketidakmampuan ekskresi air bebas.1

Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan rutin pada kasus ini karena non-invasif
dan mudah. Hal yang dapat dinilai dari USG ialah sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis stadium lanjut, hati ditemukan mengecil, nodular,
permukaan irregular. Selain itu, USG juga boleh digunakan untuk melihat asites, splenomegali,
pelebaran dan trombosis vena porta, serta screening untuk karsinoma hati.1

Working Diagnosis

3
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat disimpulkan bahwa working
diagnosis bagi kasus ini adalah sirosis hepatis.

Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis
sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul. 1-2

Sirosis hati adalah bentuk akhir kerusakan hati dengan digantinya jaringan yang rusak
oleh jaringan fibrotik yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan penggunaan tekanan
portal. Penyebab sirosis hepatik biasanya tidak dapat diketahui hanya berdasarkan klasifikasi
morfologis hati yang mengalami sirosis. Dua penyebab yang sampai saat ini masih dianggap
sering menyebabkan sirosis yaitu hepatitis virus dan alkoholisme. Bentuk hepatitis virus yang
berat dapat berkembang menjadi sirosis baik hepatitis virus, atau virus non A dan non B. Di
Indonesia kedua bentuk hepatitis merupakan penyebab sirosis hati terutama pada hepatitis virus
B. Sedangkan sirosis yang disebabkan oleh alkohol jarang ditemukan di Indonesia. Sirosis
dekompensata adalah salah satu stadium dari gambaran klinik sirosis hati yang mempunyai
gejala klinik yang jelas. Umumnya penderita sirosis hati dirawat karena timbulnya penyulit
berupa hipertensi portal sampai pada pendarahan saluran cerna bagian atas akibat pecahnya
varises esophagus, asites yang hebat dan ikterus. Dalam perjalanan penyakitnya, walaupun
dikatakan kerusakan hati pada penyakit sirosis hati pada penyakit sirosis hati bersifat
irreversible, tetapi dengan pengobatan yang baik maka pembentukan jaringan ikat dapat
dikurangi dan peradangan yang terjadi dapat dihentikan. 1-2

Diagnosis Banding

1) Tuberkuloma Peritonitis

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau viseral


yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai seluruh
peritoneum dan alat-alat sistem GIT, mesenterium, dan organ genitalia interna. Penyakit ini

4
jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosis di tempat lain,
seringkali dari paru. Peritoneum dapat terkena tuberkulosis melalui cara seperti penyebaran
hematogen dari paru-paru, melalui dinding usus yang terinfeksi, dari kelenjar limfe mesenterium,
dan melalui tuba falopii yang terinfeksi.1

Bentuk eksudatif dari tuberkulosis peritoneal adalah bentuk dengan asites yang banyak.
Dari pemeriksaan cairan asites, umumnya didapatkan eksudat dengan protein lebih dari
3g/dL. Hasil kultur cairan asites didapatkan basil tahan asam, menggunakan cairan asites yang
disentrifuge dengan jumlah cairan lebih dari 1 liter.1

Pemeriksaan USG dapat melihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau
terfiksasi. Adanya penebalan mesenterium dan perlengketan lumen usus. Cara yang terbaik
untuk mendiagnosis penyakit ini adalah menggunakan peritoneoskopi. Gambaran yang dapat
dilihat adalah tuberkel kecil atau besar pada dinding peritoneum atau pada organ lain dalam
rongga peritoneum seperti hati, ligamentum, dan usus, perlengketan di antara usus, omentum,
hati, kandung empedu dan peritoneum, penebalan peritoneum, cairan eksudat atau purulen,
mungkin juga cairan bercampur darah. 1-3

2. Hepatoma

Hepatoma atau karsinoma hati adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari
hepatosit. Hepatoma meliputi 85% dari seluruh tumor ganas hati dan 5,6 % dari seluruh kanker
pada manusia. Sekitar 80% hepatoma berada di negara berkembang seperti Indonesia. Prevalensi
kejadian jarang pada usia muda dan laki-laki lebih banyak daripada perempuan.3

Etiologi

Virus hepatitis B termasuk famili Hepadnavirus dari genus Orthohepadnavirus. Virus ini
berbentuk sferik. Kebanyakan merupakan partikel membulat dengan diameter 22 nm dibentuk
oleh HBsAg sebagai bentuk tubuler atau filamen. Selain itu juga ada virion bulat yang ukurannya
lebih besar 42 nm namun terlihat agak jarang. Permukaan luar atau envelop mengandung
HBsAg dan mengelilingi inti nukleokapsid. Genom virus terdiri dari DNA sirkuler, partially
double stranded.4

Epidemiologi

5
Di negara barat, insidens sirosis hati yang paling sering adalah diakibatkan oleh alkohol,
sekitar 40-45%, sedangkan di Indonesia yang paling utama adalah akibat infeksi virus hepatitis B
sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C sebesar 30-40%. Sirosis hati yang diakibatkan oleh
alkohol di Indonesia memiliki frekuensi yang sangat kecil. Lebih dari 40% pasien sirosis hati
bersifat asimtomatis.1-3

Patogenesis

HAV, HBV, dan HCV menyerang sel hati atau hepatosit yang menjadi tempat yang
kondusif bagi virus untuk berkembang biak. Sebagai reaksi terhadap infeksi, sistem kekebalan
tubuh memberikan perlawanan dan menyebabkan peradangan hati (hepatitis). Bila hepatitisnya
akut (yang dapat terjadi dengan HAV dan HBV) atau menjadi kronis (yang dapat terjadi dengan
HBV dan HCV) maka dapat bekembang menjadi jaringan parut di hati, sebuah kondisi yang
disebut fibrosis. Lambat laun, semakin banyak jaringan hati diganti dengan jaringan parut seperti
bekas luka, yang dapat menghalangi aliran darah yang normal melalui hati dan sangat
mempengaruhi bentuk dan kemampuannya untuk berfungsi semestinya. Ini disebut sebagai
sirosis.3

Bila hati rusak berat, mengakibatkan bendungan di limpa dan kerongkongan bagian
bawah akibat tekanan di organ yang tinggi. Dampak dari kondisi ini yang disebut sebagai
hipertensi portal termasuk perdarahan saluran cerna atas dan penimbunan cairan dalam
abdomen (asites). Kerusakan pada hati juga dapat mengurangi pembuatan cairan empedu yang
dibutuhkan untuk pencernaan yang baik dan mengurangi kemampuan hati untuk menyimpan dan
menguraikan bahan nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup. Dampak lain dari hati yang rusak
temasuk ketidakmampuan untuk menyaring racun dari aliran darah, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan penurunan kesadaran dan bahkan koma.3

Manifestasi klinik

Stadium awal sirosis hati sering tanpa gejala sehingga hanya ditemukan pada saat pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit yang lain. Pada sirosi kompensata,
gejala yang timbul meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut

6
kembung, mual, berat badan menurun, impotensi pada laki-laki, testis mengecil, dan hilangnya
dorongan seksual.5

Pada sirosis dekompensata, gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi gagal
hati dan hipertensi porta. Gejala yang timbul seperti gangguan tidur, demam yang tidak begitu
tinggi, gangguan siklus haid, ikterus, air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis dan/atau
melena, serta gangguan mental misalnya mudah lupa.5

Penatalaksanaan

Asites yang berhubungan dengan sirosis hepatis terjadi melalui mekanisme transudasi.
Penatalaksanaan untuk asites tipe ini sebaiknya dilakukan secara komprehensif yaitu tirah baring
dapat memperbaiki efektifitas diuretika, berhubung dengan perbaikan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerulus. Pasien diminta tidur terlentang, kaki sedikit angkat, selama bebrapa jam
setelah minum obat diuretika. 4

Diuretika yang dianjurkan adalah yang bersifat anti-aldosteron, misalnya spironolakton


yang menahan reabsorpsi Na. Dosis yang dianjurkan antara 100-600mg/hari. Diet rendah garam
ringan sampai sedangdapat membantu diuresis. Konsumsi garam (NaCl) per hari sebaiknya
dibatasi hingga 40-60mEq/hari. 4-5

Terapi parasentesis beberapa tahun terakhir ini kembali dianjurkan. Untuk setiap liter
cairan asites yang diparasentesis sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin parenteral sebanyak
6-8g. Parasentesis tidak dilakukan pada pasien sirosis dengan Child-Pugh C. 1-4

Penatalaksanaan untuk sirosis adalah berdasarkan etiologinya, berikut merupakan terapi untuk
sirosis akibat hepatitis viral:6

Hepatitis B

7
Interferon adalah kelompok protein intraselular yang normal ada dalam tubuh dan
diproduksi oleh berbagai macam sel. interferon alpha, diproduksi oleh limfosit B, interferon beta,
diproduksi oleh monosit fibroepitelial. Dan interferon gamma, diproduksi oleh limfosit T.3,6

Pemberian interferon bertujuan untuk menghambat replikasi virus hepatitis B,


menghambat nekrosis sel hati oleh karena reaksi radang, dan mencegah transformasi maligna
sel-sel hati. Indikasi pengobatan interferon adalah untuk pasien dengan HBeAg dan DNA HBV
positif, untuk pasien hepatitis kronik aktif berdasarkan px histopatologi. Diberikan IFN leukosit
pada hepatitis kronik aktif dengan dosis sedang 5-10 MU/m2/hari selama 3-6 bulan.3,6

Lamivudin

Obat nucleoside yang bekerja memperlambat reproduksi VHB baru dan mencegah
terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi. Tidak seperti interferon, senyawa-
senyawa kelompok nucleoside tidak mempunyai efek langsung yang diketahui pada imun sistim.
Keuntungan utama dari lamivudin adalah keamanan, toleransi pasien serta harganya yang relatif
murah. Kerugiannya adalah seringnya timbul kekebalan. Kombinasi dari lamivudine dan
interferon, diberikan bersama, adalah tidak lebih efektif daripada lamivudine sendirian.1,3,6

Adefovir Dipivoksil

Suatu obat nukleosid oral yang menghambat enzim reverse transcriptase, dimana
mekanismenya hampir sama dengan Lamivudin. Dengan dosis 10-30 mg tiap hari selama 48
minggu.1,3,6

Indikasi penggunaan antiviral untuk hepatitis B adalah seperti pasien dengan ALT > 2x
nilai normal tertinggi dengan DNA VHB positif, untuk ALT 2-5 kali nilai tertinggi dapat
diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari atau IFN 5 MU 3x seminggu, untuk ALT 5x nilai
normal tertinggi dapat diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari. Pemberian IFN tidak dianjurkan.
Lama terapi IFN diberikan sampai 6 bulan sedangkan Lamivudin sampai 3 bulan setelah
serokonversi HBeAg.3,6

Komplikasi

8
Antara komplikasi yang ditakuti dari sirosis hepatis adalah hepatocellular carcinoma atau
hepatoma. Pada hepatoma terdapat gambaran klinis seperti nyeri atau perasaan tidak nyaman di
kuadran kanan atas abdomen, teraba pembengkakan lokal di hepar, tidak adanya perbaikan pada
asites, perdarahan, varises atau pre-koma setelah terapi yang adekuat. Selain itu, terdapat keluhan
rasa penuh di abdomen, disertai perasaan lesu, penurunan berat badan dengan atau tanpa
demam.3

Komplikasi yang terbanyak dari penderita sirosis hepatis juga adalah koma hepatikum.
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum
primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentesis, gangguan
elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.1,3

Prognosis

Prognosis sirosis tergantung pada etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan
penyakit penyerta lainnya.6

Tabel 1. Klasifikasi child-pugh pada sirosis hati

Parameter Ringan Sedang Berat


1 point 2 point 3 point
Bilirubin serum (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin serum (g/dl) >3,5 <3
Masa protombin 0-4 4-6 >6
Asites - terkontrol Tidak terkontrol
Enselofati - minimal Berat
Skor berjumlah 5-6 masuk ke child-pugh klas A, 7-9 klas B, 10-15 klas C

Klasifikasi child-pugh (tabel 1) digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis hati yang akan
menjalani tindakan pembedahan. Selain klasifikasi Child-Pugh, prognosis hati juga bisa dinilai
melalui indeks hati. Indeks hati umumnya digunakan untuk menilai prognosis sirosis hati
dengan hematemesis melena.6

Tabel 2. Prognosis sirosis hati berdasarkan indeks hati

9
Parameter 0 1 2
Albumin (g%) >3,6 3,0-3,5 <3,0
Bilirubin (mg%) <2,0 2,0-3,0 >3,0
Gangguan kesadaran - Minimal 0
Asites - Minimal 0

Interpretasi:

Gagal hati ringan: indeks 0-3

Gagal hati sedang: indeks 4-6

Gagal hati berat: indeks 7-10

Pada gagal hati ringan, angka kematian berkisar sekitar 0-16% sedangkan pada gagal hati sedang
sampai berat sekitar 18-40%.6

Kesimpulan

Sirosis adalah kondisi di mana hati perlahan memburuk dan rusak karena cedera kronis.
Jaringan parut menggantikan jaringan hati yang normal dan sehat, mencegah hati dari bekerja
sebagaimana mestinya. Penyebab sirosis yang sering ditemukan adalah hepatitis B, hepatitis C,
hepatitis imbas obat dan hepatitis alkoholik. Banyak orang dengan sirosis tidak memiliki gejala
pada tahap awal penyakit. Apabila fungsi hati memburuk, satu atau lebih komplikasi bisa terjadi,
seperti varises esofagus dan perdarahan. Pada beberapa orang, komplikasi mungkin menjadi
tanda-tanda pertama dari penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

10
1. Sudoyo AW et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I dan II. Jakarta: Interna Publishing;
2009.h. 640-76, 708-13, 999-1003.

2. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Lambung dan duodenum.


Dalam: Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.642-62.

3. Horn T, Learned J. Viral hepatitis and HIV. Jakarta: Yayasan Spiritia; 2006.h.5-39.

4. Tisdale JE, Miller DA. Hepatic and cholestatic diseases. In: Drug-induced diseases. USA:
American Society of Health-System Pharmacists; 2010.p.771-99.

5. Dooley JS, Lok ASF. Sherlocks diseases of the liver and biliary system. 12th edition. United
Kingdom: John Wiley & Sons; 2011.p.469-71.

6. Sanyal AJ, Shah VH. Portal hypertension. New Jersey: Humana Press; 2006.p.290-5.

7. Hepatitis B and hepatitis C. University of Washington. May 2012. Available from:


http://depts.washington.edu/hepstudy/hepB/clindx/serology/discussion.html. last accessed on 11
Juni, 2016.

11

Anda mungkin juga menyukai