Anda di halaman 1dari 17

Trauma pada tengkorak dan otak : Cedera craniocerebral

Cedera pada kepada dapat dikelompokkan menjadi dua kategori berdasarkan mekanisme

bagaimana cedera itu dihasilkan : cedera langsung (impact injuries) dan cedera akselerasi

atau deselerasi.

Cedera langsung disebabkan ketika objek memukul atau dipukul oleh kepala. Cedera ini

memiliki efek lokal dari kontak antara kepala dan objek. Biasanya, cederanya adalah :

Cedera jaringan lunak : laselerasi, abrasi dan kontusio dari kulit kepala

Fraktur tulang tengkorak

Kontusio otak

Epidural hematoma

Perdarahan intraserebral

Cedera akselerasi atau deselerasi terjadi karena pergerakan tiba-tiba dari kepala akibat

benturan, menghasilkan resultan tekanan intrakranial positif yang mengakibatkan kekuatan geser

dan kekuatan tarik pada otak. cedera ini biasaya mengakibatkan : (1) Subdural hematoma dan (2)

diffuse axonal injury.

Subdural hematoma terjadi karena robekan pada bridging vein subdural; diffuse axonal

injury terjadi karena cedera pada axon. secara teori, cedera langsung tidak berhubungan dengan

produksi dari cedera ini; hanya rotasi angular tiba-tiba dari kepala. Dalam situasi yang ditemui

oleh patologis forensik, cedera akselerasi atau deselerasi dari otak melibatkan cedera langsung.
Cedera Langsung (Impact Injury)

Cedera Jaringan Lunak

Ketika kepala mengalami trauma, cedera yang biasanya terjadi di kulit kepala adalah

laserasi, kontusio atau abrasi. Laserasi dapat menghasilkan pendarahan yang hebat karena kulit

kepala memiliki vaskularisasi yang banyak. Biasanya kondisi ini tidak mengancam nyawa.

Fraktur pada tengkorak

cedera yang dapat terjadi selanjutnya adalah fraktur tulang tengkorak. Secara umum,

kapanpun ketika kepala mengalami trauma oleh obyek yang memiliki area permukaan datar yang

luas, tengkorak akan meratakan permukaannya untuk menyesuaikan dengan bentuk dari

permukaan obyek tersebut. Ketika tengkorak mendatar dan membengkok kedalam, area yang

berbatasan dengan lokasi trauma akan membengkok keluar karena adanya deformasi gelombang,

dengan area sentral yang membengkok ke dalam dan area perfier akan membengkok keluar

(Gambar 6.1). Pembengkokan keluar ini dapat terjadi pada jarak yang memungkinkan dari titik

benturan. Jika fraktur pada tengkorak terjadi, fraktur tidak akan mulai pada titik dari benturan,

tetapi pada titik dari pembengkokan keluar. Fraktur linear dimulai dari permukaan eksternal dari

tengkorak dengan kekuatan yang dihasilkan oleh pembengkokan keluar dari tulang. Setelah

pembengkokan kedalam, tengkorak akan mencoba untuk kembali ke konfigurasi normal. Ketika

terjadi pembengkokan kedalam dari tengkorak, garis fraktur akan memanjang dari lokasi awal

mula fraktur menuju ke area dari benturan, dan juga ke arah yang berlawanan. Garis fraktur bisa

mencapai titik dari benturan dan juga dapat melewatinya.

Pada trauma kepala, derajat deformitas tengkorak, pembentukan fraktur dan adanya

fraktur apapun yang dihasilkan bergantung pada sejumlah faktor :


Jumlah dari rambut

Ketebalan dari kulit kepala

Konfigurasi dan ketebalan dari tengkorak

Elastisitas dari tulang pada titik benturan

Bentuk, berat dan konsistensi dari objek yang membentur atau terbentur oleh kepala

Kecepatan dari pukulan yang terjadi atau kepala membentur suatu objek

Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan fraktur linear tunggal dari trauma

dengan kecepatan rendah bergantung pada apakah kepala membentur permukaan yang keras atau

relatif pada permukaan yang lunak. permukaan obyek yang lebih lunak, akan mengirimkan

proporsi energi benturan ke permukaan dengan terjadi deformitas pada permukaan yang kena

benturan, sehingga menyebabkan penurunan jumlah energi yang menyebabkan cedera kepala.

Pada kasus permukaan yang keras, seperti pelat baja, dimana secara esensial tidak ada energi

yang akan dikirimkan pada permukaan yang terkena benturan, ini membutuhkan setidaknya

33.3-75 ft lb untuk menghasilkan fraktur linear tunggal. Energi ini akan diabsorbsi dalam 0.0012

s. 0.0006 s pertama yang digunakan untuk merusak dan menkompresi kulit kepala dan sisa

0.0006 s digunakan untuk merusak tulang. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan

fraktur linear multipel atau fraktur stelata hampir identik dengan yang dibutuhkan untuk

menghasilkan fraktur linear tunggal, hanya sedikit peningkatan yang dibutuhkan. Pada

kenyataannya, jumlah yang sama dari kekuatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan fraktur

linear tunggal dapat menghasilkan fraktur stelata pada area lain dari tengkorak. Kecepatan dari

kepala pada waktu benturan hampir mendekati 20 ft/s atau 13.5 mph

Ketika kepala mengalami trauma oleh objek yang dapat berubah bentuk, tidak semua

energi akan dimiliki oleh baik objek atau kepala akan tersedia untuk deformitas dari tengkorak.
Pada benturan, objek akan cenderung untuk melekuk sehingga akan membungkus dirinya

disekitar kepala. Sehingga, energi yang terkirim tidak hanya pada fokus yang terlokalisasi tetapi

ini akan menyebar ke area lain yang tersedia, menurunkan kemungkinan fraktur tengkorak.

Fraktur linear atau comminuted dari tengkorak dihasilkan oleh benturan kepala dan biasanya

pada objek yang lembut dan fleksibel, seperti panel instrumen dari kendaraan bermotor, yang

membutuhkan level energi kinetik benturan diantara 268 dan 581 ft lbs. Kecepatan benturan

berkisar dari 43 ft/s (29 mph) hingga 65 ft/s (45 mph). Pada satu tes, benturan di kepala manusia

dengan energi 577 ft lb tidak akan menimbulkan fraktur. Fraktur yang dihasilkan dengan

benturan dikepala pada permukaan keras (dimana 33.3 hingga 75 ft lb energi dibutuhkan untuk

fraktur dari tengkorak) pada dasarnya identik untuk fraktur yang dihasilkan dengan kepala

membentur permukaan dan membutuhkan 268 hingga 581 ft lb untuk menimbulkan fraktur.

Sehingga, besarnya energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan fraktur tengkorak hampir

mendekati 33.3 hingga 75 ft lb, dengan energi lainnya digunakan untuk merusak dan

membengkokkan objek.

Pada satu titik yang mana telah diperbincangkan oleh beberapa narasumber dan harus

diulangi yaitu tidak adanya hubungan absolut antara keparahan dari cedera otak dan produksi

dari fraktur linear tengkorak. Fraktur tengkorak dapat terjadi tanpa cedera otak yang signifikan

atau yang dapat dikenal atau dengan adanya perburukan dari kesadaran. Kebalikannya, kematian

mungkin dapat terjadi dari cedera otak yang ekstensif tanpa adanya fraktur tengkorak.

Fraktur linear tunggal biasanya dapat dilihat pada benturan dengan kecepatan yang

lambat dengan kontak area yang luas antara kepala dan objek yang membentur. Contohnya

adalah jatuh ke trotoar. peningkatan kecepatan dan kekuatan, akan menyebabkan fraktur

sirkular yang komplit atau inkomplit yang mengelilingi titik benturan (Gambar 6.2). Fraktur ini
akibat dari patahnya permukaan eksternal tulang pada tepi area yang membengkok ke dalam,

karena pembengkokan ke dalam yang ekstrim pada waktu benturan. Jika kecepatan dan energi

dari benturan meningkat, akan terjadi fraktur stelata, dimana terjadi depresi tulang pada titik

pusat benturan. Pembengkokan kedalam yang berat pada lokasi benturan akan menghasilkan

fraktur pada permukaan dalam yang akan menyebar dari pusat lokasi benturan. Fraktur yang

dihasilkan dari pembengkokan keluar tulang pada lokasi perifer area benturan, yang muncul pada

permukaan luar tengkorak, akan meluas kearah pusat benturan dan bergabung dengan fraktur

yang menyebar dari pusat benturan. Fraktur sirkular dapat terjadi pada pertemuan dari tulang

yang membengkok kedalam pada permukaan eksternal (Gambar 6.2). Garis fraktur yang

konsentrik atau sirkular mungkin menjadi inkomplit karena garis tersebut berhenti pada fraktur

linear, yang menunjukkan bahwa fraktur linear akan mendahului fraktur konsentrik.

Fraktur depresi tengkorak terjadi ketika tengkorak dipukul dengan objek yang memiliki

jumlah energi kinetik yang relatif besar tetapi dengan permukaan objek pemukul yang kecil, atau

ketika objek dengan jumlah energi kinetik yang besar membentur hanya pada area kecil dari

tengkorak. Kulit kepala tidak signifikan dalam mempengaruhi terjadinya cedera tengkorak.

fraktur depresi memungkinkan adanya fragmentasi pada titik benturan. Fraktur depresi terjadi

akibat gagalnya permukaan dalam tengkorak untuk membengkok kedalam. Contoh dari tipe

fraktur ini adalah fraktur depresi sirkular dari benturan palu (Gambar 6.3). Disini tidak ada

fraktur linear yang memancar ke atau dari depresi sirkular tengkorak. Bisa juga terjadi fraktur

depresi di sebelah luar dengan bagian sebelah dalam yang intak jika tidak ada energi yang cukup.

Fraktur pada sebelah luar biasanya lebih besar daripada fraktur yang terjadi pada sebelah dalam.

Kebanyakan fraktur depresi disertai dengan laserasi dari kulit kepala. Epilepsi adalah komplikasi

fraktur depresi.dengan presentase rendah


Pukulan pada area yang berbeda dari kepala akan memiliki efek yang berbeda.

Trauma kepala dapat menghasilkan fraktur basis cranii yang mungkin meluas ke regio temporal

atau basis dari tengkorak. Pukulan pada regio oksipital akan menghasilkan fraktur linear pada

fossa posterior; pukulan pada regio temporo-parietal akan terjadi fraktur yang melalui tulang

temporal ke dasar dari tengkorak; dan pukulan pada mid frontal akan menghasilkan fraktur yang

melewati orbita dan kadang-kadang ke dalam maksila.

Fraktur basis cranii sering terjadi pada ilmu kedokteran forensik. Basis kranii memiliki

konstruksi dan bentuk yang iregular. Hal ini menyebabkan benturan apapun yang difus pada

vertex tengkorak kemungkinan besar akan menghasilkan fraktur basis kranii. Fraktur dapat

terjadi di anterior-posterior, posterior-anterior, sisi ke sisi dan kombinasi apapun dari tiga hal ini.

Fraktur basis cranii bisa tidak ditemukan pada X ray tengkorak. fraktur basis memungkinkan

terjadi pasase intrakranial dari nasogastric tube atau nasophrayngeal airway dapat terjadi.

Hinge fracture adalah fraktur transversum dasar tengkorak yang membagi dasar

tengkorak menjadi dua, yang akan membentuk hinge. Fraktur tersebut dibagi dalam tiga

kategori (Gambar 6.4 (A)). Tipe I mulai dari coronal plane, membentang dari ujung lateral dari

satu petrous ridge, melalui sella turcica, ke ujung lateral dari petrous ridge kontralateral. Tipe II

berjalan dari depan kontralateral, melewati sella turcica. Tipe III berjalan dari sisi coronal plane

tetapi tidak melewati sella turcica. Tipe I dari hinge fracture adalah bentuk yang paling sering

dari fraktur transversum dari dasar tengkorak. Fraktur tersebut dianggap berasal dari benturan

pada sisi kepala dan lebih sedikit dari benturan pada ujung dagu.

Fraktur cincin adalah fraktur sirkular dari dasar tengkorak yang mengelilingi foramen

magnum. Biasanya, garis fraktur dimulai dari sella turcica sebagian turun ke petrous ridge,

sebelum berbalik ke posterior dan kemudian ke medial, dan bergabung dengan fossa posterior,
mendekati foramen magnum (Gambar 6.4 (B)). Fraktur tersebut bisa akibat dari trauma pada atas

kepala yang akan mendorong tengkorak ke dalam kolumna vertebralis sehingga tengkorak jatuh

ke bawah dan mendorong tulang belakang ke dalam tengkorak, dengan trauma pada ujung dagu.

Pada fraktur cincin dengan trauma pada ujung dagu, kebanyakan ada laserasi pada dagu.

Walaupun kekuatan dari benturan ditransmisikan melalui mandibula ke dasar tengkorak, fraktur

dari mandibula tidak terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak kekuatan yang

dibutuhkan untuk menyebabkan fraktur mandibula dibandingkan menghasilkan fraktur dari

basal.

Pada tengkorak dimana sutura belum obliterasi sempurna, garis sutura merupakan area

yang lemah sehingga menyebabkan fraktur (fraktur diastatik). fraktur diastatik dapat dihasilkan

oleh edema cerebri yang berat pada bayi dan anak-anak.(Gambar 6.5).

Fraktur contre-coup merupakan fraktur yang berhubungan dengan cedera contre-coup

otak, dengan titik benturan pada lokasi tengkorak yang berlawanan. Pada sebuah studi, dari 171

kasus kematian akibat trauma cranio-cerebral karena jatuh, Hein dan Schulz menemukan bahwa

fraktur contre-coup pada fossa cranii anterior terjadi pada 12 % kasus. Seluruh kasus memiliki

fraktur pada lokasi trauma, dimana semuanya pada regio oksipital.

Perdarahan Epidural

Dura adalah membran abu-abu dari jaringan ikat yang terletak di permukaan dalam

tengkorak. Arteri berada di sepanjang permukaan dalam dura pada tempatnya dalam tengkorak.

Ruang potensial antara tengkorak dan dura adalah ruang epidural, sedangkan ruang subdural

berada di antara dura dan otak. Otak, ditutupi oleh dua membran yang tipis dan transparant :

piameter, dan araknoid di sebelah luar. Ruang subaraknoid berada di antara araknoid dan

membran pial. Ruang subarakhnoid dan ruang subdural mengandung cairan. Cairan pada ruang
subaraknoid adalah cairan cerebrospinal, yang dihasilkan oleh pleksus koroid yang akan

mencapai ruang subaraknoid melalui foramen Magendi di ventrikel keempat.

Epidural hematoma (EDH) adalah cedera trauma primer. biasanya terjadi pada kasus

jatuh dan kecelakaan lalu lintas. EDH jarang terjadi pada orang tua dan anak yang sangat muda

(kurang dari dua tahun) karena adanya hubungan yang kuat antara dura dan tengkorak pada dua

kelompok umur ini. Epidural hematoma disebabkan oleh trauma pada tengkorak dan pembuluh

darah meningeal (biasanya arteri). Pada trauma, tengkorak akan membengkok kedalam, dengan

pengupasan pada dura dan laserasi dari pembuluh darah meningeal. Fraktur biasanya ada pada

titik ini (90-95 % kasus) dalam hubungannya dengan epidural hematoma.

Area avulsi dura diperpanjang oleh perdarahan arteri yang akan melepaskan dura dari

tulang, yang sehingga terjadi akumulasi darah. sistem vena cenderung tidak memiliki cukup

tekanan untuk melepas dura dari tulang sehingga jarang terjadi EDH akibat cedera vena.

Epidural hematoma sering berhubungan dengan fraktur. Ini biasanya terjadi pada anak-anak

karena tulang yang sangat elastis, sehingga dura dapat lepas dari tulang tanpa fraktur. Pada

kebanyakan kasus tersebut, perdarahan adalah hal yang jarang terjadi.

Epidural hematoma memiliki gambaran yang tebal dan disk shaped (Gambar 6.11 (B,C)).

EDH sebenarnya selalu unilateral. Kebanyakan epidural hematoma disebabkan oleh fraktur pada

tulang squamous-temporal, dengan laserasi pada arteri meningea media (Gambar 6.11 (A)).

Jarang ada laserasi pada arteri meningea anterior dan posterior dengan masing-masing hematoma

frontotemporal dan parieto-oksipital. Epidural hematoma yang disebabkan oleh kerusakan vena

merupakan akibat dari cedera pada vena diploic, vena meningea media dan dural sinus.

Gejala dari epidural hematoma biasanya terjadi 4-8 jam setelah cedera. Ada interval lucid

sebelum muncul gejala yang berat pada hampir sepertiga dari pasien. Biasanya, seorang individu
akan terjadi epidural hematoma dengan cepat sehingga kematian akan terjadi dalam 30 menit.

Kematian disebabkan oleh kompresi brain stem oleh pergeseran otak. fraktur yang besar,

memungkinkan adanya dekompresi EDH sehingga meningkatkan kesempatan bertahan hidup.

Epidural hematoma kronik jarang terjadi. EDH kronik menghasilkan gejala dalam

periode waktu yang lama. Lesi ini mungkin asimptomatik untuk beberapa hari dan kemudian

secara tiba-tiba menimbulkan kematian. Maka dapat diduga bahwa epidural kronik biasanya

berhubungan dengan robekan vena dibandingkan arteri. Biasanya, tidak ada titik pendarahan

yang ditemukan. Gejala biasanya muncul mulai saat waktu terjadinya trauma, walaupun

mungkin sangat minimal, seperi sakit kepala atau muntah. Perasaan mengantuk dapat terjadi.

Epidural hematoma kronik bisa berhubungan dengan fraktur dari tengkorak. EDH kronik sering

ditemukan pada anak-anak yang berusia tua dan dewasa muda karena dura dapat dilucuti dari

tengkorak pada individu ini. Biasanya, epidural hematoma dipertimbangkan sebagai kasus kronik

ketika gejala muncul lebih dari 48-72 jam dari saat terjadi cedera hingga terdiagnosis. Pada

beberapa individu, intervalnya lebih dari 18 hari.

Cedera akselerasi/deselerasi

Cedera akselerasi atau deselerasi terjadi karena adanya pergerakan tiba-tiba dari kepala

setelah cedera, dengan resultan tekanan intrakranial positif sehingga otak mengalami kekuatan

geser dan kekuatan tarik. Dua tipe cedera yang biasanya dihasilkan adalah : subdural

hematoma dan diffuse axonal injury. Subdural hematoma (SDH) terjadi karena robekan pada

vena jembatan subdural (bridging veins); diffuse axonal injury terjadi karena cedera pada axon.

Secara teori, benturan tidak diperlukan untuk produksi dari cedera ini, hanya rotasi angular yang

tiba-tiba dari kepala. Pada situasi yang dijelaskan oleh patologis forensik, cedera akselerasi atau
deselerasi dari otak melibatkan trauma.

Kekuatan trauma pada kepala dapat menghasilkan akselerasi linear, akselerasi rotasional

(angular) atau kombinasi dari keduanya. Pada akselerasi linear, kekuatan akan melalui pusat

dari kepala sehingga akselerasi kepala terjadi pada garis lurus. Pada akselerasi rotasional atau

angular, kekuatan tidak melewati pusat dari kepala, kemudian kepala akan berotasi pada

pusatnya. Benturan pada depan dan belakang dari kepala akan menghasilkan akselerasi linear

dimana pada sisinya akan menghasilkan kombinasi dari linear dan angular. Kombinasi dari

akselerasi linear dan angular dari kepala pada coronal plane lebih menyebabkan cedera pada

otak dibandingkan akselerasi yang sama pada sagital plane (benturan frontal) dimana akselerasi

angular menyebabkan robekan pada otak.

Subdural hematoma

Subdural hematoma (SDH) adalah cedera yang paling sering terjadi yang berhubungan

dengan trauma pada kepala (Gambar 6.12). Mortalitas yang tinggi berhubungan dengan subdural

hematoma karena adanya kerusakan pada otak. Karena sebagian besar dari hematoma subdural

terjadi karena jatuh, maka biasanya ditemukan kontusio contrecoup yang berhubungan dengan

subdural hematoma. Tidak seperti epidural hematoma, subdural hematoma biasanya tidak sering

berhubungan dengan fraktur pada tengkorak dan dapat terjadi tanpa kontusio cerebral atau cedera

otak lainnya. Subdural hematoma lebih sering terjadi pada orang tua dan alkoholik.

Secara klinik, biasanya 72 % dari seluruh subdural hematoma terjadi karena jatuh dan

usaha pembunuhan, dengan kecelakaan lalu lintas (KLL) hanya 24 %. Ini berkebalikan dengan

diffuse axonal injury, dimana hampir 89% kasus akibat KLL dan hanya 10 % disebabkan oleh

jatuh dan penyerangan.


Subdural hematoma dapat dalam bentuk akut, subakut atau kronik. Subdural hematoma

akut bermanifestasi secara klinis dalam 72 jam setelah cedera; subakut antara 3 hari dan 2 3

minggu, dan kronik lebih dari 3 minggu setelah cedera. Subdural hematoma disebabkan oleh

regangan dan robekan pada parasagittal bridging vein yang mendapat aliran dari hemisfer

cerabral lalu bermuara ke sinus duramater. Cedera ini terjadi setelah kepala membentur

permukaan yang keras dan otak mengalami akselerasi. Akselerasi yang cepat menyebabkan

robekan pada bridging vein. Akselerasi atau deselerasi yang lebih cepat dalam waktu yang lebih

singkat akan lebih sering menyebabkan subdural hematoma dibandingkan diffuse axonal injury.

Alasan mengapa subdural hematoma jarang terjadi pada KLL daripada diffuse axonal injury,

adalah bahwa pada KLL, kepala biasanya akan terbentur permukaan yang menyerap energi,

sehingga akan memperpanjang interval waktu dimana akselerasi atau deselerasi terjadi. Ini akan

menurunkan probabilitas dari terjadinya subdural hematoma, karena ini membutuhkan akselerasi

atau deselerasi yang besar dalam waktu yang singkat. Ini terjadi, namun, akan mempresdiposisi

otak untuk diffuse axonal injury.

Bagian yang mematikan yang berhubungan dengan subdural hematoma adalah karena

cedera di parenkim cerebral dengan kekuatan akselerasi/ deselerasi yang sama yang mana akan

menghasilkan subdural hematoma yang akut. Kekuatan akselerasi atau deselerasi juga dapat

menginduksi cedera otak dari tipe diffuse axonal injury. Keparahan dari cedera ini akan

berbeda dari hal yang dapat dipulihkan, terlepas dari subdural hematoma, kematian dapat

terjadi.

Tidak ada hubungan yang konsisten antara adanya fraktur atau lokasi dari fraktur

tengkorak dan ada tidaknya subdural hematoma. Fraktur mungkin saja berada pada lokasi yang

sama atau kontralateral dari hematoma atau mungkin bahkan tidak ada (yang mana lebih sering
terjadi pada individu yang lebih tua). Subdural hematoma mungkin pada lokasi yang sama atau

kontralateral pada titik dari benturan atau bilateral. Subdural hematoma dapat terjadi tanpa

cedera kepala yang nyata atau dengan cedera yang sangat minor pada orang tua dan pada

individu dengan penggunaan antikoagulan atau yang memiliki pendarahan diskrasia. Biasanya,

aneurisma cerebral atau pendarahan intracerebral akan ruptur ke dalam ruang subdural, yang

akan menghasilkan subdural hematoma.

Pada subdural hematoma, onset dari gejala biasanya cepat. Pada individu yang tua, gejala

akan berkembang dalam beberapa hari. Mereka mungkin akan terjadi kekambuhan sekunder

gejala ketika perdarahan terjadi kembali. Pada orang dewasa, perkembangan yang cepat (akut)

dari subdural hematoma akan dapat mengancam nyawa ketika perdarahan mencapai sekitar 50

mL. Dengan pendarahan yang lambat, subdural hematoma yang lebih besar dapat ditoleransi

tanpa adanya gejala atau efek samping yang serius. Pada bayi, volume yang kecilpun dapat

mengancam nyawa. Perdarahan yang baru ke dalam subdural hematoma yang lama dapat terjadi.

Ini dapat terjadi secara spontan atau hasil dari trauma baru dari kepala. Ini berasal dari

pembuluh darah sinusoida pada neomembran luar yang terbentuk selama pembentukan awal dari

hematoma. Perkembangan yang cepat dari subdural hematoma dengan pergeseran massa otak

dengan atau tanpa edema cerebri generalisata akan menyebabkan kompresi pada batang otak dan

terbentuknya perdarahan sekunder (perdarahan Duret). Hal ini dapat terbentuk dalam 30 menit

setelah trauma. (R. Lindenberg, komunikasi personal).

Pada subdural hematoma, darah akan menekan dari puncak dan kedalaman dari gyrus

sehingga belokan dari cerebral akan menekan kontur normal mereka. Namun, hematoma akan

menyebabkan pergeseran dari hemisfer cerebral dengan pendataran dari pembelokkan dari

hemisfer yang berlawanan dimana mereka tertekan melawan dura dan tulang. Jika pendarahan
berulang terjadi di dalam kantong yang dibentuk oleh subdural hematoma, pembelokkan dari

lokasi pendarahan akan menjadi mendatar dimana membran fibrosa akan menekan puncak dari

gyrus.

Jika seseorang tidak langsung meninggal akibat subdural hematoma, hematoma secara

perlahan dilapisi kapsul oleh sel dura. Araknoid tidak berperan dalam pengkapsulan. Oleh karena

itu, kapsul yang menempel pada dura dan bukan araknoid. Ketika terbentuk, kantong darah akan

menekan gyrus, dan menyebabkan deformitas pada permukaan otak dibawahnya. Tetapi tidak

ada pergeseran dari hemisfer ke sisi berlawanan. Dimana ini ditemukan pada non organized

subdural hematoma akut.

Pembentukan dari subdural hematoma mengikuti proses yang berlarut-larut. Ruang

subdural memiliki kapasitas absorbsi yang terbatas, sehingga subdural hematoma akan dibuang

oleh suatu proses yang diinisiasi oleh dura. Untuk beberapa hari pertama pada perdarahan

subdural, bekuan darah tidak melekat pada dura. Sekitar 4 - 5 hari, bekuan darah akan mulai

melekat di beberapa lokasi.

Sekitar 24 jam setelah pembentukan dari subdural hematoma, lapisan dari fibrin akan

berdeposit di dalam dura dibawah subdural hematoma. Aktivitas fibroblastik dimulai pada

bagian pertemuan dengan dura selama 36 jam setelah lapisan fibroblas, dan ketebalan mencapai

2 - 5 sel yang muncul setelah 4 - 5 hari. Invasi subdural hematoma oleh pembuluh kapiler dan

fibroblas muncul dalam 5 10 hari. Hemosiderin-laden macrophages akan jelas ada. Eritrosit

akan mulai ada. Dalam 8 hari, ketebalan membran sel 12 14 sel akan terjadi di dalam dura.

Neokapiler di dalam membran adalah sumber dari perdarahan berulang ke dalam subdural

hematoma. Permukaan araknoid dari subdural hematoma biasanya hanya akan dilapisi oleh fibrin.

Membran yang menutupi permukaan araknoid dari hematoma akan mulai terbentuk dalam waktu
14 hari, dimana membran dura meliputi sepertiga hingga setengah dari ketebalan dura. Dalam 3

4 minggu setelah cedera, hematoma akan ditutupi oleh membran jaringan fibrosa yang akan

tumbuh kedalam dari ujung bekuan. Dalam 4 5 minggu, membran araknoid akan mengisi

separuh dari ketebalan dari dura, dengan permukaan dura yang sama dengan ketebalan dari dura.

Bekuan akan menjadi cair sempurna dan hemosiderin-laden macrophages akan ada di dalam

membran. Pada 1 3 bulan, membran akan mengalami hialinisasi pada aspek luar dan dalam,

dengan kapiler yang besar akan menginvasi bekuan. Ini akan menyebabkan resorbsi komplit,

dengan hanya menyisakan membran yang berwarna keemasan yang berikatan dengan dura.

Beberapa individu tidak akan mengalami gejala yang signifikan dari subdural hematoma

untuk beberapa minggu hingga bulan setelah terjadi cedera kepala. Hematoma yang terus

bertambah adalah subdural hematoma kronik. Pada keadaan ini, SDH akut tidak semakin

mengecil maupun direabsorbsi, tetapi semakin membesar. Ini akan berkelanjutan hingga

subdural hematoma kronik menimbulkan gejala.

Korban dari subdural hematoma kronik cenderung baik bayi dengan usia lebih kecil dari

6 bulan atau pada orang tua. Keduanya memiliki kavitas kranial yang akan dapat

mengakomodasikan akumulasi yang lambat dari kuantitas darah yang besar. Pada kasus bayi, ini

terjadi karena fusi yang tidak komplit dari bony plates, pada orang tua, terjadi peningkatan ruang

intrakranial karena atrofi dari otak. Pada bayi, subdural hematoma kronik akan menyebabkan

pembesaran dari kepala. Orang tua dengan subdural kronik biasanya cenderung pengkonsumsi

alkohol. Karena waktu yang panjang dari trauma dan gejala, pada presentase signifikan pada

individu dengan subdural hematoma kronik, tidak ada riwayat trauma yang dapat didapatkan.

Subdural hematoma kronik jarang ditemukan pada kantor medikolegal.

Etiologi dari subdural hematoma kronik biasanya terjadi karena pendarahan berulang dari
pembuluh darah sinusoidal berdinding tipis pada neo-membran dari subdural hematoma akut.

Lee et al, namun, merasakan bahwa banyak dari subdural kronik berasal dari subdural hygroma.

Subdural hygroma adalah akumulasi dari cairan spinal ke dalam ruang subdural.

Trauma dari otak menyebabkan efusi dari cairan spinal melalui araknoid, dengan perkembangan

menjadi hygroma. Jumlah yang kecil dari pendarahan juga dapat terjadi, yang memberikan

cairan yang berwarna xanthochromic. Hygroma dapat juga berkembang menjadi meningitis. Jika

hygroma, selain dapat direabsorbsi, akan terus berkembang, ini akan menghasilkan efek

space-occupying yang sama seperti subdural hematoma.

Pendarahan subaraknoid traumatik pada dasar dari otak dapat disebabkan oleh laserasi

pada arteri karotis internal, vertebral atau basilar. Cedera ini dapat dengan cepat menjadi fatal.

Hiperekstensi dapat menyebabkan pendarahan karena laserasi dari basal atau arteri vertebral.

Pukulan pada wajah dapat menyebabkan laserasi pada arteri karotis internal atau pembuluh darah

dalam sirkulus Willisi. Pukulan pada leher dapat menyebabkan laserasi pada arteri vertebra

dengan diseksi dari darah ke superior ke dalam ruang subaraknoid.

Dalam beberapa kasus, pendarahan subaraknoid mungkin hanya menimbulkan gejala

yang terlihat pada trauma diotak. Seperti pada kasus dimana kepala individu dipukul berulang

dengan laras senapan, dengan laserasi resultan multipel di kulit kepala tetapi tidak ada fraktur

pada tengkorak. Otak menunjukkan pendarahan subaraknoid masif, tetapi tidak ada kontusio atau

laserasi. Pendarahan subaraknoid ini sendiri dapat menyebabkan kematian yang mana

diilustrasikan kematian mengikuti adanya ruptur pada aneurisma atau laserasi dari arteri

vertebral. Dimana kebanyakan pendarahan subaraknoid berasal dari pembuluh darah vena,

kadang-kadang kasus disebabkan oleh laserasi dari arteri vertebral atau satu dari arteri basilar
dari otak.

Ini mungkin untuk memiliki cedera masif ke otak dengan pendarahan subaraknoid fokal

minor, terutama jika kematian terjadi cepat. Ini terutama sering terlihat pada kasus dengan cedera

mutilasi masif dari kepala, seperti ketika individu lompat ke tanah. Ada fraktur tengkorak yang

masif, gaping dan compound, dengan avulsi yang partial atau mungkin komplit dari otak. Otak

mungkin menunjukkan pendarahan subaraknoid dan tidak ada kontusio. Tidak adanya kontusio

pada kasus ini biasa terjadi. Pada satu kasus, seorang individu dengan kepala yang terkena

pemukul baseball didepan sejumlah saksi. Otaknya menunjukkan secara virtual tidak ada

pendarahan subaraknoid dan tidak ada kontusio, walaupun ada laserasi yang ekstensif. Tidak

adanya pendarahan yang mengikuti laserasi ke otak telah dilaporkan dalam waktu 1 tahun setelah

cedera, dan ini kemungkinan terjadi karena spasme pembulih darah dalam jangka waktu lama.

Pendarahan subaraknoid mungkin dapat menyebabkan perkembangan dari hidrocephalus

komunikatif karena kurangnya reabsorbsi dari cairan serebrospinal dibandingkan produksi. Ini

karena pendarahan subaraknoid menyebabkan scar pada arachnoid villi, dimana ini akan

menghambat kemampuan mereka untuk mereabsorbsi cairan serebrospinal.

Pendarahan subaraknoid dapat dihasilkan postmortem sekunder terhadap dekomposisi,

dengan lisis dari sel darah, kehilangan integritas vaskular, dan kebocoran darah ke dalam ruang

subaraknoid. Sebagai tambahan, pendarahan subaraknoid minimal mungkin dihasilkan selama

proses dari pembuangan otak. Pada kasus ini, pada proses pada saat pembuangan dari tempurung

tengkorak, vena cerebral dan araknoid akan robek, dengan difusi dari darah ke dalam ruang

subaraknoid pada aspek posterior (dependen porsi) dari hemisfer cerebral dan cerebellum. Ketika

pendarahan ini biasanya sangat minor, jika otak tidak dibuang dari kavitas cranial dengan cepat

tetapi dibiarkan terlebih dahulu, kuantitas dari pendarahan subaraknoid mungkin akan
berakumulasi.

Cedera Arteri Vertebral (Laserasi)

Trauma tumpul pada leher dapat menyebabkan cedera berat pada arteri verterbral.

Sepertiga atas dari regio cervical adalah area dimana arteri vertebral yang paling rentan terkena

trauma. Dua tipe dari trauma dapat menyebabkan. Pada kasus yang paling sering terjadi, ada

diseksi yang diinduksi oleh trauma pda dinding pembuluh darah, sepanjang dari panjang arteri

vertebral, dengan ruptur ke dalam ruang subaraknoid pada dasar dari otak (Gambar 6.14). Tipe

kedua dari cedera juga melibatkan diseksi tetapi daripada ruptur dari dinding pembuluh darah,

ada trombosis pada lumen dengan infark pada jaringan otak. Opeskin dan Burke melaporkan 25

kasus dari trauma arteri vertebral. Pada 19 kasus, ada terjadi ruptur dengan pendarahan

subaraknoid, sedangkan 4 kasusnya, ada trombosis dengan iskemik. Sisa dua kasus juga terjadi

ruptur tetapi kematian sangatlah cepat

Anda mungkin juga menyukai