G e R D
G e R D
Pendahuluan
akibat masuknya isi lambung ke dalam esofagus. Refluks gastroesofagus disebabkan jika ada
gangguan pada katup di ujung esophagus sehingga terjadi refluks, yakni asam lambung
mengalir kembali ke pipa makanan ini. Asam lambung inilah yang menyebabkan rasa
jumlah besar, tetapi hal ini jarang dan bukan faktor di sebagian besar pasien.
Sphincter (LES), hiatal hernias, esophageal contractions, dan endapan dari perut. Pada
beberapa individu, esofagitis refluks dapat merupakan suatu keadaan yang dialami seumur
hidup dan dimulai sejak masa anak. Oleh karena itu, diagnosis dini dan terapi yang tepat pada
masa anak sangat diperlukan untuk menghasilkan kondisi dan kualitas hidup yang lebih baik
dewasa.1
Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara antara dokter dengan pasien dan atau keluarganya guna
memperoleh data-data pasien yang diperlukan untuk proses pengobatannya. Salah satu
masalah yang dialami oleh para dokter adalah sulitnya memperoleh riwayat penyakit dengan
baik. Hal ini disebabkan karena pasien seringkali sudah beradaptasi dengan masalah atau
penyakit yang dialami. Pada kondisi tersebut pada umumnya pasien beradaptasi dengan
1. Identitas
1
Data identitas sangat penting untuk membantu dokter dalam memberikan
penanganan kepada pasien. Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan usia,
2. Sumber data
Dapat didapatkan dari pasien sendiri (auto anamnese) maupun dari keluarga
3. Keluhan utama
dokter. Penting sekali bagi dokter untuk mendengarkan secara aktif apa yang
masalah utama pasien. Data hendaknya dirangkum secara jelas menyangkut kronologis
yagn mencakup awitan masalah, keadaan di mana hal tersebut terjadi, manifestasinya,
Rasa panas di daerah dada (heartburn) yang disebabkan oleh kontak isi refluks
jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien
datang berobat.2
5. Keluhan penyerta
Keluhan yang menyertai keluhan utama. Setiap perubahan dan masalah atau
2
gangguan kesehatan yang dialami oleh usia lanjut akan disertai gejala gejala yang
khas.2
infeksi.2
Penggunaan obat - obatan tradisional, obat obat tanpa resep, suplemen atau vitamin.2
penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit. Ada atau tidaknya
alergi pada pasien, baik terhadap makanan maupun obat obat tertentu. Penggunaan
Pemeriksaan fisik
Kelainan yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan adalah terabanya massa
atau adanya cairan bebas, atau keduanya. Keduanya relative jarang ditemukan di klinik, di
mana dokter pada umumnya hanya memeriksa pada tempat dengan nyeri tekan yang paling
hebat. Keadaan yang paling sering ditemukan yang cocok dengan tujuan ujian adalah
penyakit kronis yang menyebabkan pembesaran hati atau limpa, seperti leukemia kronis.
Massa lain yang teraba di antara nya adalah pembengkakan ginjal, khusus nya ginjal
polokistik. Pembesaran yang timbul bisa neoplastik atau inflamasi dan biasanya tidak
mungkin membedakan keduanya hanya dengan pemeriksaan fisik. Pasien dengan penyakit
abdomen akut tampaknya tidak pernah dimunculkan pada ujian klinis. Ingat selalu untuk
3
inspeksi dan palpasi, untuk menjaga agar tangan anda tetap hangat dan palpasi dengan lembut
untuk menghindari menyakitinya. Periksa hal ini dengan melihat ke wajah pasien sewaktu-
waktu selama palpasi, terutama jika anda melakukan pemeriksaan nyeri tekan atau nyeri
lepas.3
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk
mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan
gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna
bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut sebagai non-erosive
reflux disease (NERD). Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang
gejala heartburn atau regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD. Pemeriksaan histopatologi
juga dapat memastikan adanya Barrett's esophagus, displasia atau keganasan. Tidak ada bukti
pasien GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles dan klasifikasi Savarry-Miller.4
kerusakan
berhubungan
4
C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen
esophagus)
abnormalitas dalam lapisan dari kerongkongan. Bentuk perutnya juga dapat dilihat dengan
menggunakan tes ini. Pasien meminum cairan yang mengandung mengandung barium. Dari
pemeriksaan berikut dokter dapat melihat garis besar kerongkongan dan lambung di x-ray.4
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan sering kali tidak
menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat,
gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau
penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis
GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi,
yaitu pada 1). Stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan gejala
5
Gambar 2. Esofagografi dengan barium4
Pemantauan pH esofagus
gastroesofagus, terutama pada pasien yang sulit untuk diobati. Sampai saat ini pemantauan
menentukan hubungan episode refluks dengan gejala klinis. Dalam keadaan normal pH
petanda terjadinya episode refluks. Pemantauan pH esophagus yang paling baik dengan hasil
yang dapat dipercaya adalah selama 24 jam. Episode refluks gastroesofageal menimbulkan
asidifikasi bagian distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan
esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH di bawah
Tes Bernstein
Tes penuangan asam (Bernstein) digunakan untuk menentukan apakah nyeri dada
disebabkan oleh refluks asam. Untuk tes ini, tabung kecil dimasukan melalui satu lubang
hidung, menuruni belakang tenggorokan, dan kedalam bagian tengah dari esofagus. Larutan
6
asam yang diencerkan dan larutan garam normal dituangkan secara bergantian melalui kateter
dan kedalam esofagus. Pasien tidak sadar larutan mana yang sedang diinfuskan. Jika
penuangan dengan asam membangkitkan nyeri pasien yang biasa dan penuangan dari larutan
garam tidak menghasilkan nyeri, kemungkinan adalah bahwa nyeri pasien disebabkan oleh
refluks asam.4
Manometri esophagus
Tes manometri akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan
Sintigrafi gastroesofageal
Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang
dilabel dengan radioisotop yang tidak diabsorpsi, biasanya technetium. Selanjutnya sebuah
penghitung gamma (gamma counter) eksternal akan memonitor transit dari cairan atau
makanan yang dilabel tersebut. Sensitivitas dan spesifitas tes ini masih diragukan.4
Beberapa uji klinis prospektif terkontrol meneliti penggunaan empiris PPI untuk
GERD. Tes PPI adalah pengobatan PPI selama 2 minggu pada pasien yang mempunyai gejala
GERD atau pasien yang mempunyai manifestasi GERD atipikal atau ekstraesofageal. Dalam
tes ini, PPI diberikan dua kali sehari; sensitivitas tes PPI sebesar 68-80% untuk diagnosis
GERD.5
Dewasa ini terapi empirik atau PPI test merupakan salah satu langkah yang dianjurkan
dalam algoritme tatalaksana GERD pada pelayanan kesehatan lini pertama untuk pasien-
pasien yang tidak disertai dengan gejala alarm (yang dimaksud dengan gejala alarm adalah:
berat badan turun, anemia, hematemesis atau melena, disfagia, odinofagia, riwayat keluarga
7
Dari penelitian di Asia, terungkap bahwa 93% penderita yang mempunyai gejala
GERD tipikal dan endoskopinya normal ternyata responsif terhadap terapi PPI selama 2
minggu tersebut. Tes PPI merupakan sebuah modalitas diagnostik yang bermanfaat, tetapi
perlu diingat bahwa respons positif terhadap tes PPI tidak selalu sebanding dengan diagnosis
GERD, begitu juga respons negatif tidak serta merta dapat menyingkirkan diagnosis GERD.5
Diagnosis banding
Non Erosive Reflux Disease (NERD) adalah gangguan yang berbeda dari
subkategori dari GERD yang ditandai dengan gejala refluks terkait tanpa adanya erosi
dan kontraksi esofagus berkelanjutan. Gejala pada pasien NERD adalah heartburn dan
posisi terlentang saat tidur, dan lain sebagainya. Regurgitasi juga dapat mempengaruhi
pasien dengan NERD dan dapat menyebabkan rasa pahit atau asam di mulut. Hal ini
reseptor H2, atau proton pump inhibitors (PPI). Edukasi yang dapat dianjurkan pada
pasien NERD yaitu dengan mengubah gaya hidup seperti berhenti merokok,
mengangkatkepalatempat tidur, menurunkan berat badan, makan dalam porsi kecil dan
menghentikanpenggunaan alkohol.6
2. Dispepsia fungsional
8
Dispepsi fungsional merupakan bagaian dari gangguan pencernaan fungsional
yang memiliki gejala umum gastrointestinal tanpa disertai kelainan atau gangguan
subgrup yang didasarkan pada keluhan yang paling dominan antara lain:6
Bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari maka
Bila kembung, mual, muntah, rasa penuh dan cepat kenyang lebih dominan
Bila tidak ada keluhan yang dominan, maka dikategorikan sebagai dispepsia
non spesifik.
Diagnosis kerja
GERD (Gastro Esophageal Reflux Disease) adalah kondisi patologis dimana sejumlah
isi lambung berbalik (refluks) ke esofagus melebihi jumlah normal, dan menimbulkan
berbagai keluhan. Kelainan pada GERD terjadi pada Lower Esophageal Sphincter (LES),
yakni cincin otot antara esofagus saluran makanan dari mulut ke lambung dan lambung.
Banyak orang, termasuk wanita hamil, menderita heartburn yang disebabkan oleh GERD
salah satu penyebabnya adalah hernia hiatus. Dalam kebanyakan kasus, nyeri ulu hati dapat
dikurangi melalui perubahan diet dan gaya hidup, namun beberapa orang mungkin
memerlukan pengobatan atau operasi. Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko
Etiologi
Penurunan sfingter esophagus bisa di sebabkan oleh rokok, alkohol dan kopi.7 Esofagus
dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan
oleh kontraksi LES. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat
9
terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi
pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya
terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3mmHg).4
Epidemiologi
Prevalensi GERD di asia, termasuk Indonesia, relative rendah di banding negara maju.
perkirakan menderita GERD. Prevalensi esofagitis di Negara barat berkisar antara 10-20%,
sedangkan di asia hanya 3-5%, terkecuali Jepang dan Taiwan (13-15%). Tidak ada predileksi
gender pada GERD, laki-laki dan perempuan mempunyai resiko yang sama, namun insidens
esofagitis pada laki-laki lebih tinggi (2:1-3:1), begitu pula Barretts espphagitis lebih banyak
di jumpai pada anak laki-laki (10:1). GERD dapat terjadi di segala usia, namun prevalensinya
Patogenesis
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme: 1). Refluks
spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, 2). aliran retrograd yang mendahului
kembalinya tonus LES setelah menelan, 3). meningkatnya tekanan intra abdomen. Dengan
antara faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk
Pemisah Antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat
intrabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal.
10
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES: 1). adanya hiatus hernia, 2). panjang LES
(makin pendek LES, makin rendah tonusnya), 3). obat-obatan seperti antikolinergik, beta
adrenergik, theofilin, opiat dan lain-lain, 4). faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan
kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya proses
refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat
spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum
diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu diketahui ada
lambung.4
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih kontroversial. Banyak
pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia, namun hanya
sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat
memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esofagus serta menurunkan
tonus LES.4
Bersihan asam dari lumen esophagus. Faktor-faktor yang berperan pada bersihan asam
dari esofagus adalah gravitasi, peristaltik, ekresi air liur dan bikarbonat. Setelah terjadi
refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik
11
yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan
refluksat dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin besar kemungkinan terjadinya
esofagitis. Pada sebagian pasien GERD ternyata memiliki waktu transit esofagus yang normal
sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltik esofagus yang minimal. Refluks
malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan esofagus
karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esofagus tidak aktif. 4
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan mukus yang
Membran sel.
esofagus.
Aliran darah esofagus yang mensuplai nutrien, oksigen dan bikarbonat, serta
Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esofagus, sedangkan
alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. Yang dimaksud
dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang
menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HC1, pepsin, garam empedu, enzim
pankreas.4
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya. Derajat
kerusakan mukosa esofagus makin meningkat pada pH <2, atau adanya pepsin atau garam
12
empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah
asam.4
Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di
lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain: dilatasi lambung atau
Peranan infeksi Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang
didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan terbalik antara infeksi H. pylori
dengan strain yang virulens (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barrett's esophagus
dan adenokarsinoma esofagus. Pengaruh dari infeksi H.pylori terhadap GERD merupakan
konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh
eradikasi infeksi H.pylori sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada
pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan predominant
antral gastritis, pengaruh eradikasi H.pylori dapat menekan munculnya gejala GERD.
Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H.pylori
sekresi asam lambung serta memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala
GERD pra infeksi H. pylori dengan antral predominant gastritis, eradikasi H.pylori dapat
memperbaiki keluhan GERD serta menekan sekresi asam lambung. Sementara itu pada
pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H.pylori dengan corpus predominant gastritis,
eradikasi H.pylori dapat memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan sekresi asam
lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dapat
mempercepat terjadinya gastritis atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori
Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid reflux turut
berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD. Yang dimaksud dengan non-acid reflux
13
antara lain berupa bahan refluksat yang tidak bersifat asam atau refluks gas. Dalam keadaan
Gejala klinis
Ketika asam refluks (mengalir balik) kedalam esofagus pada pasien dengan
PRGE/GERD, serat syaraf pada esofagus distimulasi. Stimulasi syaraf ini berakibat
paling umum pada rasa panas atau nyeri di dada (heartburn). Nyeri adalah karakteristik
ditengah dada. Ia mungkin mulai tinggi diatas perut dan mungkin meluas naik kedalam
leher. Pada beberapa pasien, nyerinya mungkin tajam atau seperti tekanan, daripada
rasa terbakar. Nyeri jenis ini dapat meniru nyeri jantung (angina). Pada pasien lain,
nyerinya mungkin meluas ke belakang (punggung). Karena refluks asam lebih umum
Disfagia (kesulitan menelan makanan) mungkin terjadi karena striktura atau keganasan
Odinorfagia (rasa sakit waktu menelan) bias timbul jika sudah terjadi ulserasi
Esophageal ulcers, luka pada lapisan dari kerongkongan. Ulcers dapat menimbulkan
rasa sakit yang biasanya terletak di belakang tulang dada atau di bawahnya, mirip
makan semakin lebih sulit. Narrowing saluran udara yang dapat menyebabkan sesak
14
GERD juga dapat menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik dan
sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain/NCCP), suara
serak, mual, regurgitasi, rasa pahit dilidah, hoarseness, keluar air liur berlebihan, sebuah rasa
benjol di tenggorokan (globus sensasi), laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya
bronkiektasis atau asma. Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor
Penatalaksanaan
- Non Medikamentosa
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD,
namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat
Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur
dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks
asam dari lambung ke esophagus. Makan makanan terakhir 3-4 jam sebelum tidur.
Mengurangi konsumsi lemak serta Mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena
15
bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam.
Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti
progesterone.
- Medikamentosa
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini
GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian
atas. Namun dalam perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam
motilitas.4
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down.
Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang
kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila
gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi
lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down
pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi
pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2
penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD
- Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD
16
tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat
ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat
- Antagonis reseptor H2
famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif
dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih
tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan
esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi. Dosis pemberian:4
o Ranitidin: 4x l50mg
o Famotidin: 2 x 20 mg
o Nizatidin: 2 x l50mg
Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit
ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan
Metoklopramid
dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus
proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan
17
saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia. Dosis: 3 x 10
mg.4
Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang
lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak.Walaupun
banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta
Cisapride
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek
langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan
mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin
dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-
obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H,
K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung. Obat-
obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esofagus,
bahkan pada esofagitis erosiva derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonist
18
reseptor H2. Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis penuh, yaitu:4
Omeprazole: 2 x 20 mg
Lansoprazole: 2 x 30 mg
Pantoprazol: 2 x 40 mg
Rabeprazole: 2 x 10 mg
Esomeprazol: 2 x 40 mg
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-
Efektivitas golongan obat ini semakin bertambah jika dikombinasi dengan golongan
Omeprazole: 1 x 20 mg
Lansoprazole: l x 30mg
Pantoprazole: 1 x 40 mg
Rabeprazole: 1 x 10 mg
Esomeprazole: 1 x 40 mg
demand therapy.4
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah striktur dan pendarahann. Sebagai dampak
adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat terjadi perubahan
mukosa esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik. Keadaan ini
disebut sebagai esofagus Barrett (Barretts esophagus) dan merupakan suatu keadaan
19
premaligna. Risiko terjadinya karsinoma pada Barretts esophagus adalah sampai 30-40 kali
Striktur esofagus
Striktur esofagus adalah penyempitan lumen esofagus dapat karena tumor atau
penyebab lain. Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen karena fibrosis dinding
esofagus yang disebabkan oleh macam-macam penyebab. Proses striktur terjadi akibat reaksi
Esofagus Barrett
Esofagus Barrett merupakan penyakit GERD stadium akhir. Kondisi ini ditemukan
pada 7 - 10 % pasien dengan GERD. Gangguan parah fungsi esofagus, dan peningkatan jelas
pemaparan asam pada esofagus. Penyulit tipikal pada pasien Barrets adalah ulserasi pada
segmen yang dilapisi epitel kolumnar, pembentukan striktur, dan displasia kanker akibat
Prognosis
Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80%
dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan
(maintenance therapy) atau bahkan terapi bila perlu (on-demand therapy) yaitu pemberian
obat-obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala
20
hilang. Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan adanya
respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis
bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.3
Pencegahan
reflux. Mengangkat kepala pada tempat tidur kira-kira 6 inci mencegah asam mengalir dari
penyebab harus dihindari, sama seperti merokok. Pemberian obat bethanechol atau
metoclopramide juga biasa digunakan untuk membuat sphincter bagian bawah lebih ketat.
Makanan dan minuman yang secara kuat merangsang perut untuk menghasilkan asam atau
Kesimpulan
diakibatkan refluks kandungan lambung ke dalam esofagus. Pada GERD ditemukan keluhan
seperti adanya rasa nyeri di bagian epigastrium, regurgitasi, heartburn, disfagia dan
odinofagia. Diagnosis GERD dapat dicapai berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
yang dilakukan. Salah satu penatalaksaan untuk GERD adalah dengan modifikasi gaya hidup
Daftar Pustaka
1. Hegar B, Mulyani RL. Esofagitis refluks pada anak. Sari Pediatri, vol 8 no 1, hal 43-
53, 2006.
2. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta. EMS. Cetakan pertama; 2007.h.
11-16.
21
3. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Jakarta. EMS. Edisi 6; 2005.h.
38-46.
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta:
2013.h.21-27.
7. Pierce A, Grace, Borley NR. Ilmu bedah. Jakarta. EMS. Edisi ketiga; 2007.h.95.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Dalam: Brahm U. Pendit, alih bahasa; Huriawati
Buku ajar patologi. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2007.
2008.h.53.
10. Albany Med Faculty Physicians. What is barrett's esophagus?. Diunduh dari url:
http://www.amc.edu/patient/services/gastroenterology/BARRX/barretts_esophagus_d
efinition.cfm
22