Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebgaian kecil disebabkan
oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh
infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis
pada anak sulit memedakan pneumonia bacterial dengan pneumonia virus.
Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata. Namun sebagai pedoman disebutkan bahwa pneumonia
bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.1,3
Pneumonia merupakan masalah kesehatan utama pada anak di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama moriditas dan mortalitas anak
berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut Survei
kesehatan Nasional (SKN) 200, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di
Indonesia disebabkan system respiratori, terutama pneumonia.1 Kematian pada
Balita (berdasarkan Survei Kematian Balita tahun 2005) sebagian besar disebabkan
karena pneumonia 23,6%. Selama ini digunakan estimasi bahwa insidens
pneumonia pada kelompok umur Balita di Indonesia sekitar 10-20%.2
Berikut ini akan dibahas sebuah laporan kasus mengenai pneumonia lobularis
atau yang biasa dikenal dengan Bronkopneumonia. Pada laporan kasus ini
diharapkan penyusun dan pembaca mengetahui proses anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis kerja, dan penatalaksanaan pasien dengan
kasus bronkopneumonia

1
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama : An. M
Umur : 2 Th
Alamat : Sanan Kulon Blitar
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 15 Juli 2017

2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Sesak hari ke 2 dengan didahului batuk
berdahak. Sesak terjadi terus menerus dan malah bertambah berat.
Sebelumnya pasien sudah batuk berdahak (hari ke 7). Dahak pasien susah
dikeluarkan. Satu kali durasi pada pasien bisa 10 kali batuk. Keluhan juga
disertai pilek dan panas sumer-sumer hari ke-7. Tidak ada muntah serta
BAB dan BAK normal. Nafsu makan dan minum pasien berkurang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat keluhan yang sama : Disangkal
- Riwayat alergi obat : Disangkal
- Riwayat alergi makanan : Disangkal
- Riwayat MRS : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat hipertensi : Disangkal
- Riwayat diabetes melitus : Disangkal
- Riwayat jantung : Disangkal
- Riwayat alergi : Disangkal
5. Riwayat Kebiasaan : Pasien sehari-hari tinggal bersama kedua orang tua dan
sehari-hari pasien sering bermain dengan tetangga rumah yang seumuran.
6. Riwayat Makanan :

2
Pasien makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur, lauk pauk yang bervariasi dan
buah.
7. Riwayat pengobatan: Disangkal oleh keluarga
8. Riwayat Imunisasi: Pasien telah mendapatkan imunisasi Hepatitis B, BCG,
Polio, DPT, dan Campak.
9. Riwayat kehamilan: Saat hamil ibu pasien rutin antenatal care (ANC) di
bidan setempat dan ibu pasien tidak pernah sakit saat hamil.
10. Riwayat persalinan: Ibu pasien melahirkan saat usia kehamilan 9 bulan di
rumah sakit. Lahir spontan dan langsung menangis dengan BB lahir 3000
gram.
11. Riwayat tumbuh kembang: Pasien mulai tengkurap usia 2 bulan dan mulai
bisa duduk dengan bantuan usia 4 bulan

2.3 Pemeriksaan Fisik


- Keadaan Umum
Kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan cukup. Pasien
tampak rewel.
- Tanda Vital
Nadi : 115 x / menit, reguler
Frekuensi nafas : 55x /menit
Suhu : 37,8 oC
BB : 13 kg
Status Gizi : Baik

- Kulit
Turgor kulit kembali cepat, ikterik (-), sianosis (-), petechie (-), spider
nevi (-), kulit kering (-), urtikaria (-), eritema (-).

- Kepala
Bentuk normocephal, luka (-), rambut berwarna hitam tidak mudah
dicabut, keriput (-), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-),
nodula (-), kelainan mimic wajah/ bells palsy (-).

3
- Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
- Hidung
Nafas cuping hidung (+), sekret (+), epistaksis (-).
- Mulut
Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah
(-).
- Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-),
pembesaran kelenjar getah bening (KGB) (-)
- Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), pembesaran KGB (-)
- Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran KGB (-), lesi pada kulit (-), kontraksi musculus
sternocleidomastoideus
- Thoraks
Retraksi (+), kontraksi otot bantuan pernafasan, pernafasan cepat
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Synistra
batas kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : ICS V Mid Clavicularis Synistra
batas kanan bawah: ICS IV Linea Para Sternalis Dextra
(batas jantung terkesan normal)
Auskultasi: Bunyi jantung III tungal, regular, Gallop(-), Murmur(-)

Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada simetris kanan kiri, retraksi (+)
Palpasi : Fremitus raba kanan dan kiri sama

4
Perkusi :
Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Auskultasi: Thorax anterior dan posterior.

Abdomen:
Vesikuler Vesikuler Rh/Wh + /- Rh/Wh+/- Inspeksi
Vesikuler Vesikuler Rh/Wh+/- Rh/Wh+/- :
Vesikuler Vesikuler Rh/Wh+/- Rh/Wh+/- dinding perut
tampak datar
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
pembesaran lien (-).
Perkusi : timpani seluruh lapang perut, meteorismus (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
- Ginjal
Palpasi : nyeri tekan (-/-)
Perkusi : nyeri ketok area flank (-/-)
- Ektremitas
Palmar eritema (-/-), CRT < 2 detik
Akral Hangat Oedem
+ + - -
+ + - -

5
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap tanggal 15 Juli 2017
Jenis Tes Hasil Tes Nilai Normal
Darah lengkap
HB 11,4 10,0-13,0 g/dL
HITUNG LEUKOSIT 18.200 6.500-17.000/CMM
LED/BBS # L:0-15/jam; P:0-20/jam
HITUNG JENIS -/-/-/47/45/8 0-3/0-1/5-11/15-35/47-76/3-6
ERITROSIT 4.740.000 3.700.000-4.900.000
TROMBOSIT 370.000 250.000-600.000/cmm
HEMATOKRIT 35,3% 33-38%
MCV/MCH/MCHC 66,5/24,0/36,1 70-84fL/ 23-30pg/ 31-37%
Foto Thorax AP

Intepretasi Foto Thorax AP:


Jantung: Bentuk dan ukuran normal
Paru-paru: Bronchovascular pattern meningkat dan perselubungan tak homogen
di paru kanan. Tidak ada pembesaran kelenjar hilus paru.
Sinus costophrenicus tajam dan tulang baik.
Kesimpulan Foto Thorax AP: Pneumonia di paru kanan
Radiologis tak jelas tanda-tanda proses spesifik

6
2.5 Resume
An. Laki-laki 2 tahun sesak dan batuk berdahak. Dahak susah dikeluarkan
Keluhan disertai pilek disertai panas. Keluhan terjadi pertama kali. Pasien masih
mau minum, tetapi nafsu makannya berkurang.
Pemerikasaan fisik didapatkan adanya tachypnea dab hipertermia. Inspeksi
thorax retaraksi (+) dan kontraksi otot bantuan nafas. Auskultasi thorax didapatkan
adanya rhonki.
Pemeriksaan darah lengkap didapatkan hitung jenis leukosit shift to the left.
Hasil intepretasi pemeriksaan radiologi foto thorax PA adalah pneumonia di paru
kanan

2.6 Daftar Masalah


1. Sesak
2. Batuk
3. Pilek
5. Nafsu makan dan minum berkurang
6. Tacypnea
7. Demam
8. Pernafasan cuping hidung
9. Retraksi intercosta
10. Penggunaan otot bantuan nafas
11. Rhonki
12. Leukosit meningkat
13. Hitung jenis shift to the left
14. Pada rontgen thoraks terdapat bronchovascular pattern meningkat dan
perselubungan tak homogen di paru kanan. pneumonia di paru kanan

2.7 Working diagnosis


Bronkopneumonia.
2.8 Diagnosis Banding
1) Broncholitis
2) Asma

7
2.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa
IVFD Kaen 3B 16 tpm
Injeksi amphisilin 3x300mg
Injeksi cloramfenikol 3x300mg
Injeksi Novaldo 4x200mg
Injeksi Dexametasone 3x4mg
Nebul Farbivent 2x1/3 amp

KIE:
1. Menjelaskan diagnosis anak pada keluarga
2. Menjelaskan gejala dan tanda
3. Menjelaskan faktor resiko dan tanda yang memburuk serta tindakan yang
diambil
4. Bagaimana dan kapan mencari pertolongan medis
5. Terapi rumatan dan kemungkinan efek samping obat

FOLLOW UP I
Pemeriksaan tanggal 16 Juli 2017

S : Demam (-) Batuk (+) Sesak (+, sesak berkurang) Pilek (+) Mual (-) Muntah (-)
Makan (+) Minum (+) BAB (+) BAK (+) Diare (-)

O : Keadaan Umum: Cukup Kesadaran: Compos mentis, GCS : 456


Nadi : 112 x/min
Tax : 36,4 C
RR : 54 x/min
Kepala dan Leher: A/I/C/D : -/-/-/-
Thorak: Simetris (+) Retraksi (+)
Pulmo:
Rh + Rh+ Vesikuler Vesikuler
Rh+ Rh+ Vesikuler Vesikuler
Rh+ Rh+ Vesikuler Vesikuler

8
Cor: S1S2 tunggal regular (+)

Abdomen: Soefl (+) BU (+) Meteorismus (-)

Ekstremitas: Akral Hangat Oedem CRT < 2 detik

+ + - -

+ + - -

A : Bronkhopneumonia
P : Edukasi dan komunikasi
Bed rest
Medikamentosa:
IVFD Kaen 3B 16 tpm
Injeksi amphisilin 3x300mg
Injeksi cloramfenikol 3x300mg
Injeksi Novaldo 4x200mg
Injeksi Dexametasone 3x4mg
Nebul Farbivent 2x1/3 amp
Monitoring : Vital sign, SpO2 dan keadaan klinis pasien

FOLLOW UP II
Pemeriksaan tanggal 17 Juli 2017

S : Demam (-) Batuk (+) Sesak (-) Pilek (+) Mual (-) Muntah (-) Makan (-) Minum
(+) BAB (+) BAK (+) Diare (-)

O : Keadaan Umum: Cukup Kesadaran: Compos mentis, GCS : 456


Nadi : 112 x/min
Tax : 45 C
RR : 30 x/min
Kepala dan Leher: A/I/C/D : -/-/-/-
Thorak: Simetris (+) Retraksi (-)
Cor: S1S2 tunggal regular (+)

9
Pulmo:

Vesikuler Vesikuler Rh - Rh-


Vesikuler Vesikuler Rh - Rh-
Vesikuler Vesikuler Rh - Rh-

Abdomen: Soefl (+) BU (+) Meteorismus (-)

Ekstremitas: Akral Hangat + + - -


Oedem
- - CRT < 2 detik
+ +

A : Bronkhopneumonia
P : Edukasi dan komunikasi
Bed rest
Medikamentosa:
IVFD Kaen 3B 16 tpm
Injeksi amphisilin 3x300mg
Injeksi cloramfenikol 3x300mg
Injeksi Novaldo 4x200mg
Injeksi Dexametasone 3x4mg
Nebul Farbivent 2x1/3 amp

FOLLOW UP III
Pemeriksaan tanggal 18 Juli 2017

S : Demam (-) Batuk (+) Sesak (-) Pilek (-) Mual (-) Muntah (-) Makan (+) Minum
(+) BAB (+) BAK (+) Diare (-)

O : Keadaan Umum: Cukup Kesadaran: Compos mentis, GCS : 456


Nadi : 100 x/min
Tax : 36,0 C
RR : 40 x/min

10
Kepala dan Leher: A/I/C/D : -/-/-/-
Thorak: Simetris (+) Retraksi (-)
Cor: S1S2 tunggal regular (+)
Pulmo:

Vesikuler Vesikuler Rh- Rh-


Vesikuler Vesikuler Rh- Rh-
Vesikuler Vesikuler Rh- Rh-
Abdomen: Soefl (+) BU (+) Meteorismus (-
)

Ekstremitas: Akral Hangat + + - -


Oedem
- - CRT < 2 detik
+ +

A : Bronkhopneumonia
P : Edukasi dan komunikasi
Bed rest
Medikamentosa:
1. IVFD D5 NS 800 cc/24 jam
2. Injeksi amphisilin 4x51,2-102mg
3. Injeksi cortidex 3x1,4-2,7 mg
4. O2 nasal 1 lpm
5. Oral: ambroxol 3x1,4-1,6mg
6. Oral: cetirizin 27,3-54,7mg
Monitoring : Vital sign, SpO2 dan keadaan klinis pasien

11
BAB III
DISKUSI

Bronkopneumonia atau pneumonia lobularis merupakan bagian dari pneumonia,


yang merupakan suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang mengenai
parenkim paru, yang dapat disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun
benda asing lainnya.1,2
Pada umumnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri, yaitu Streptococcus
pneumoniae. Pada bayi dan anak kecil dapat ditemukan Staphylococcus aureus
sebagai penyebab bronkopneumonia yang berat, serius dan sangat progresif dengan
mortalitas yang tinggi. Pada neonatus penyebab bronkopneumonia tersering adalah
Streptococcus grup B, batang gram negatif e.coli, pseudomonas sp, Kleibsiella so
dan Chlamidia. Namun selain bakteri, bronkopneumonia yang paling sering
dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun, biasanya juga disebabkan oleh virus,
antara lain sitomegalo virus dan virus herpes simpleks. Sedangkan pada anak yang
lebh besar dan remaja, selain bakteri tersebut ditemukan infeksi mycoplasma
pneumonia.1,3
Agen-agen mikroba yang menyebabkan Bronkopneumonia memiliki 3 bentuk
transisi primer yakni aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah
berkolonisasi pada orofaring, inhalasi aerosol yang infeksius, penyebaran
hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Pada saluran nafas, organisme penyebab
dapat mengakibatkan terjadinya reaksi jaringan yang berupa edema, hal ini akan
mempermudah terjadinya proliferasi dan penyebaran organisme penyebab.
Selanjutnya bagian paru yang terkena akan mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya
serbukan sel PMN (polimorfonuklear), fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman di
alveoli.1,5,6
Selanjutnya proses peradangan yang terjadi pada paru paru mengikuti empat
stadium. Stadium I yang terjadi 4 12 jam pertama. Fase ini disebut juga hiperemia,
mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru
yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas
kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

12
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan
histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan
penurunan saturasi oksigen hemoglobin.1,5
Fase berikutnya yakni stadium II yang terjadi pada 48 jam berikutnya, disebut
hepatisasi merah. Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam. Pada Stadium III terjadi saat 3 8 hari, disebut hepatisasi kelabu. Fase ini
terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.
Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. Stadium akhir yakni
stadium IV terjadi 7 12 hari, disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu
respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.1,2,5
Bronkhopneumonia pada kasus bisa terjadi akibat streptococcus pneumoniae,
clamydia pneumonia, mychoplasma pneumoniae, streptococcus pneumoniae
karena biasanya mengenai pasien berada pada usia kisaran 4 bulan-5 tahun. Pada
kasus ini, An. A berusia 8 bulan dan sebelumnya belum pernah mengalami gejala
serupa, sehingga kecil kemungkinan keluhan terjadi karena adanya penularan
transplasenta ataupun infeksi dari ibu pada masa persalinan. Etilogi penularan
transplasenta atau infeksi ibu saat melahirkan meliputi Streptococcus group,

13
chlamydia trahomatis dan bakteri gram negatif seperti bakteri E. Colli,
Pseudomonas atau Klebsiela. Infeksi menimbulkan keluhan pada usia 4-12 minggu.
Saat pemeriksaan fisik dan vital sign pasien, etiologinya mengarah pada
streptococcus pneumoniae atau mychoplasma pneumoniae. Penjelasan gejala dan
tanda akan dijelaskan pada paragraf-paragraf berikutnya1
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis bronkopneumonia pada
anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang
luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih
sering, dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan
faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga
perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana bronkopneumonia.
Pneumonia yang disebabkan infeksi stretococcus pneumoniae biasanya
bermanifestasi berkas konsolidasi merata diseluruh lapang paru atau satu lobus.
Sedangkan infeksi karena mycoplasma pneumonia diperoleh melalui droplet dari
kontak terdekat. Masa inkubasi lebih kurang tiga minggu meskipun gejala awalnya
rigan. Gambaran klinis pneumonia ini didahului gejala menyerupai influenza
seperti demam, malaise, sakit kepala, mialgia, tenggorokan gatal dan batuk. Kadang
dapat berlanjut menjadi bronkitis, bronkiolitis dan pneumonia. Pada kasus awalnya
ditemukan gejala batuk dan demam, kemudian adanya peradangan pada bronkus
yang ditandai dengan adanya rhonkhi.
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi
subkosta untuk mengklasifikasikan bronkopneumonia di negara berkembang. Jika
bayi kurang dari 2 bulan mengalami bronkopneumonia berat maka napas cepat atau
retraksi yang berat. Sedangkan pada bronkopneumonia sangat berat, pasien tidak
mau menetek/minum, kejang, letargis, demam atau hipotermia, bradipnea, atau
pernapasan ireguler. Pada kasus, pasien berumur 8 bulan, maka dapat dilihat
klasifikasinya pada anak usia 2 bulan 5 tahun. Pada bronkopneumonia ringan
napas akan cepat, bronkopneumonia berat akan timbul retraksi, bronkopneumonia
sangat berat pasien tidak dapat minum/makan, kejang dan letargis. An. A dapat
minum, makan dan tidak kejang. Tetapi pada pasien Pada anamnesis, ditemukan 3
keluhan yang merupakan trias dari bronkopneumonia yaitu demam, batuk, dan

14
sesak. Temuan pada anamnesis ini juga didukung dengan hasil pemeriksaan fisik
dimana pada vital sign ditemukan napas cepat, adanya pernapasan cuping hidung,
retraksi dinding dada, dan pada auskultasi paru dapat didengar ronkhi, yang
menandakan pasien mengalami bronkopneumonia berat.7
Anak dengan bronkopneumonia bisa saja dirawat di rumah sakit, jika memenuhi
kriteria, saturasi oksigen 92%, sianosis, frekuensi napas >60x/menit, distress
pernapasan, apnea intermiten, atau grunting serta tidak mau minum/menetek,
keluarga tidak bisa merawat di rumah. Pada pasien kasus ditemukan frekuensi nafas
lebih dari 60, sehingga pasien perlu dirawat di rumah sakit.
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tadi juga didukung dengan hasil
pemeriksaan penunjang (laboratorium). Pemeriksaan darah perifer lengkap dimana
ditemukan peningkatan leukosit berkisar 15.000-40.000/mm3 dengan predominan
PMN. Pada An. A terdapat peningkatan leukosit sebanyak 18.200. Jika leukosit
mencapai <5.000/mm3 maka prognosisnya akan buruk. Peningkatan leukoit pada
pasien menandakan adanya infeksi bakteri. Pada pemeriksaan hitung jenis juga
diadapatkan peningkatan segmen sebanyak 47, sehingga bisa disimpulkan pasien
mengalami proses peradangan kronis.1,5
Pemeriksaan penunjang terhadap pneumonia adalah C-Reactive Protein (CRP).
Pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan antara faktor infeksi dan non
infeksi, infeksi virus dan bakteri, superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya
lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri superfisialis dari pada infeksi bakteri
virus. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan ini. Adapula pemeriksaan lain,
yakni uji serologi. Secara umum uji serologi tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri tipik, seperti Streptokokkus rub A. Akan tetapi untuk
mendeteksi bakteri atipik seperti Mikoplasia dan Klamidia. Peningkatan antibodi
IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
Gambaran foto thoraks pneumonia yang terlihat pada jenis penumonia infiltrat
interstisial yakni ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi. Sedangkan pada infiltrat alveoler, merupakan
konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi pneumonia jenis ini, dapat
mengenai satu lobus ( pneumonia lobaris ), atau terlihat sebagai lei tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas, menyerupai lesi

15
tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia. Pada pneumonia jenis
Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak bercak infiltrat yang meluas hingga ke daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan bronkovascular pattern di peribronkial. Gambaran radiologis
pneumonia juga meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas
pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak
terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri
dan terbanyak di lobus bawah, hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit
yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih besar.1,2,3
Pada gambaran foto toraks pasien, ditemukan adanya bronkhovaskular pattern
meningkat, perselubungan tak homogen paru kanan yang meluas hingga daerah
perifer paru, yang juga merupakan gambaran yang menunjang diagnosis
bronkopneumonia.
Daftar masalah pada kasus ini jika dilihat dari anamnesis, meliputi pasien sesak
sejak 2 hari yang lalu. Keluhan tersebut subjektif menurut ibu pasien karena melihat
An. A yang berfas dengan membuka mulut dan pengembangan dada tidak seperti
biasanya. Sebelumnya pasien juga batuk berdahak dan pilek, yang menandai
adanya gangguan saluran nafas selain sesak. Pasien juga panas sejak hari ke-7,
sehingga itu merupakan tanda ada infeksi. Ini pertama kali pasien mengalami
keluhan tersebut. Di keluarga pasien juga tidak ada yang menunjukkan keluhan
serupa. Pada pemeriksaan fisik vital sign, didapatkan peningkatan suhu tubuh (37,8
C) dan frekuensi pernafasan yang meningkat (72x/menit). Selain itu, pemeriksaan
bagian kepala ditemukan adanya pernafasan cuping hidung. Sedangkan pada
thoraks didapatkan adanya retraksi, pernafasan cepat dan terdengar ronkhi pada
seluruh lapang paru. Hasil pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan
adanya leukosis, sebanyak 18.200g/dL dan hitung jenis menunjukkan shift to the
left. Foto thoraks pasien terdapat bronchovascular pattern meningkat dan
perselubungan tak homogen di paru kanan, tidak ada pembesaran kelenjar hilus
paru. sinus costophrenicus tajam dan tulang baik. Diagnosis pnumonia berat, harus
memenuhi persyaratan seperti batuk dan kesulitan bernafas ditambah minimal salah
satu syarat yakni kepala terangguk-angguk, pernafasan cuping hidung, tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam dan foto dada menunjukkan gambaran

16
pneumonia. Pada foto thoraks pasien sesuai dengan diagnosis pneumonia jenis
bronkopneumonia.
Diagnosis banding pada kasus ini diantaranya sesak pada anak dengan
bronchiolitis biasanya dijumpai pada umur kurang dari 2 tahun, dengan didahului
infeksi pernafasan akut bagian atas dengan gejala batuk, pilek, biasanya tanpa
demam atau hanya subfebris. Sesak semakin hebat dengan napas dangkal dan cepat.
Dapat dijumpai demam, dispneu dengan expiratory effort dan retraksi. Napas cepat
dan dangkal dengan disertai napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan
mulut, gelisah. Terdengar ekspirium memanjang atau mengi (wheezing). Pada
auskultasi paru dapat terdengar ronchi basah halus nyarig pada akhir atau awal
inspirasi. Suara perkusi paru hipersonor. Jika obstruksi hebat suara napas nyaris
tidak terdengar, napas cepat dangkal, wheezing berkurang bahkan hilang. Pada
pasien ini diagnosis bronkhiolitis bisa disingkarkan karena pada pasien ini
didahului infeksi pernafasan akut bagian atas tetapi tidak ditemukan wheezing, tida
ada dispneu dengan expiratory effort, maupun perkusinya tidak hipersonor.1,2
Sesak pada anak dengan asthma karena adanya peningkatan reaktivitas
(hiperreaktivitas) trakhea dan bronchus terhadap berbagai rangsangan. Biasanya
manifestasi klinik berupa penyempitan saluran napas yang menyeluruh. Pada
anamnesis biasanya ada riwayat penyakit batuk kronik berulang (2 minggu
berturut-turut/dalam 3 bulan/ada 3episode batuk), mengi, riwayat atopi
pasien/keluarga (misal: rhinitis alergi, dermatitis atopi, urtikaria). Biasanya pada
asma juga dicetuskan faktor yang spesifik berupa ativitas, emosi (misalnya
menangis atau tertawa), debu, makanan, minuman, pajanan terhadap hewan berbulu
perubahan suhu lingkungan aatau cuaca. Pada saat serangan asma, pemeriksaan
fisik yang ditemukan antara lain pada inspeksi bentuk dada emfisematikus (barrel
chest) terlihat napas cepat (takipneu), dangkal, sesak napas (dispneu), napas cuping
hidung, sianosis, gerakan dinding dada berkurang, pada inspirasi terihat retraksi
daerah supraklavikuler, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada perkusi
didapatkan suara hipersonor, auskultasi didapatan suara vesikuler turun, wheezing,
ronchi kasar, halus. Pada pasien ini diagnosis asthma dapat disingkirkan karena
tidak didapatkan riwayat atopi, tidak wheezing, perkusi tidak hipersonor.1,2

17
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena dan terapi oksigen. Untuk nyeri dan demam diberikan
analgetik/antipiretik. Pengggunaan antibiotik juga sangat berpengaruh dalam
pengobatan pasien bronkopneumonia. Pengobatan lain juga melihat fase-fase
terjadinya pneumonia, yakni adanya inflamasi pada alveolus dan bronkus. Pada
pasien ini, diberikan penatalaksanaan awal secara pengobatan suportif meliputi
yaitu IVFD D5 NS 800 cc/24 jam dan O2 nasal 1 lpm. Antibiotik yang digunakan
yakni amphisilin 4x52-102,5/hari, yang berfungsi menghambat sintesis dinding sel
bakteri. Untuk mengatasi peradangan pada saluran pernafasan diberikan injeksi
cortidex 3x137-273mg/hari yang berisi deksametason. Kemudian untuk keluhan
pilek pasien diberikan cetirizin oral 3x27,3-54,7/hari dan untuk batuk diberikan
ambroksol 3x1,4-1,6/hari .1,2
Prognosis pasien ini baik karena dalam perawatan dua hari pasien sudah ada
perbaikan klinis (bernafas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada, bebas
demam dan anak dapat minum. Artinya tidak terjadi komplikasi yang memperburuk
keadaan pasien. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pneumonia yakni
empiema torasis dan miokarditis. Jika terjadi empiema maka terdapat demam
persisten, pekak pada perkusi, gambaran foto dada terdapat adanya cairan pada
satuatau kedua sisi dada. Laporan mengenai komplikasi miokarditis, cukup tinggi
pada anak usia 2-24 bulan. Penegakkan diagnosis miokarditis ditegakkan dengan
EKG dan pemeriksaan enzim. Pada pasien tidak muncul gejala-gejala tersebut 1,3

18
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Istilah pneumoni mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa
seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumoia hingga saat ini
masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak-anak dinegara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia dibawah 5 tahun (balita).2
Bronkopneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang dapat
disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya. Pola
bakteri penyebab bronkopneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi
umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam
bronkopneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan
mikoplasma. Walaupun bronkopneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa
antibiotik, tapi umumnya sebagian besar pasien diberi antibiotik karena infeksi
bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.1

4.2 Saran
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis bronkopneumonia harus dilakukan
secara cermat dan penatalaksanaan awal harus segera diberikan pada pasien untuk
mencapai hasil terapi yang maksimal.

19
Daftar Pustaka

1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editors. Buku ajar respirologi


anak. ed 1 cetakan kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.
2. Tim Penyusun Pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Indonesia. Modul Tata Laksana Standar Pneumonia. Jakarta: Kementrian
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan: 2012
3. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Depkes Indonesia. Jakarta:2011
4. Landia, Retno, Lukman. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. RS dr.Soetomo Surabaya. Surabaya: 2012.
5. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis jilid 1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011.
6. Alsagaff, Hood dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya; 2013.
7. Tim Penyusun Penumonia Komuniti IDAI. Pneumonia Kominiti. 2011.
Diakses di: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom/pneumonia%20komuniti.html tanggal 28 Maret 2016.
8. Tim Penyusun Penumonia Nasokomial PDGI. Pneumonia Nasokomial.
2013. Diakses di: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom/pneumonia%20komuniti.html tanggal 28 Maret 2016.

20

Anda mungkin juga menyukai