8.1 Pendahuluan
Suatu perusahaan yang besar harus memiliki kualitas sumber daya
manusia yang baik sehingga tercipta produktivitas yang tinggi pula.
Namun perusahaan memiliki resiko pekerjaan yang tinggi, harus
memiliki standar keamanan dan keselamatan pekerjanya sehingga
menunjang produktivitas perusahaan, maka dari itu safety
merupakan hal yang sangat diutamakan.
Selain itu dalam operasi migas terdapat banyak kegiatan yang akan
memberikan dampak terhadap lingkungan sehingga harus dipikirkan
tindakan untuk mencegah dampak negatif yang akan timbul dari
kegiatan tersebut. Dampak negatif lain yang timbul bisa berupa
kecelakaan dan kebakaran sering kali ditemui dan umumnya
diakibatkan oleh kecerobohan manusia, lemahnya sistem
pengawasan, dan rendahnya kepedulian akan HSE. Healty, Safety
and Environment (HSE), merupakan salah satu kebijakan yang
dibuat guna memperkecil kemungkinan hal- hal seperti ini untuk
terjadi. HSE juga dibuat karna rasa tanggung jawab perusahaan
untuk melindungi kesehatan dan keselamatan pegawai, mitra kerja,
keluarga dan masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan.
Dasar dibentuknya kebijakan ini diperkuat oleh hukum yang telah
diatur pada undang- undang yaitu Undang-Undang No. 32 tahun
2009 yang menjelaskan bahwa pembangunan merupakan upaya
dasar untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya guna
meningkatkan mutu kehidupan rakyat. Berkaitan dengan itu,
pengelolaan lingkungan hidup diartikan sebagai upaya terpadu
dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan,
pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup.
Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 1 ayat 3,4,5, dalam PP No. 27/1999
tentang AMDAL mewajibkan untuk melaksanakan
studi AMDAL bagi kegiatan yang akan menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan.
Pengelolaan HSE yang lemah merupakan celah terjadinya insiden
yang tidak diinginkan, dan berdampak pada buruknya nama baik
perusahaan hingga kerugian material, profit, hingga kebangkrutan
pihak perusahaan sendiri. Sehingga secara tidak langsung, baik
buruknya sistem HSE suatu perusahaan dapat mempengaruhi
performa dari perusahaan itu sendiri. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa kesadaran untuk menjaga lingkungan dan mencegah
terjadinya hal- hal yang yang tidak diinginkan merupakan tanggung
jawab bersama. Sesungguhnya masalah mengenai HSE ini sangat
erat hubungannya terhadap masyarakat sekitar wilayah operasi dan
jika perusahaan mendapat masalah dengan masyarakat sekitar,
maka masalah itu akan berujung panjang.
8.2.1.1
8.2.1.2
Membudayakan rasa peduli dan memprioritaskan aspek HSE dalam
setiap kegiatan dengan cara :
1. HSE moment sebelum melakukan kegiatan untuk
mengenali potensi bahaya dan tindakan yang harus
dilakukan jika terjadi bahaya.
2. Menerapkan keselamatan kerja dalam aktifitas sehari-
hari keseluruh pegawai.
3. Training HSE untuk lebih memberikan pemahaman
mengenai tindakan pengendalian bahaya.
4. Incident simulation untuk meningkatkan kewaspadaan
seluruh pegawai.
5. Selalu beroperasi dalam batas perencanaan agar
kondisi tetap aman dan terkontrol.
6. Memastikan bahwa peralatan dalam kondisi baik dan
alat pelindung diri berfungsi sebagaimana mestinya
7. Mengikuti dan melaksanakan prosedur pelaksanaan
kerja yang selamat.
8. Upaya meminimalkan limbah, menerapkan waste
treatment, dan effisiensi penggunaan energy.
9. HSE meeting yang dilakukan secara rutin untuk
menampung masukan mengenai HSE dan evaluasi
kecelakaan yang terjadi.
10. Melakukan perbaikan dan penyempurnaan terus
menerus berdasarkan hasil evaluasi untuk
menciptakan HSE yang baik di lingkungan
perusahaan.
8.3.3 Kebisingan
Tingkat kebisingan yang disarankan adalah 85 dB (A) untuk waktu
kerja 8 jam/ hari, 40 jam/ minggu, atau pada kasus jam kerja lembur,
waktu keterlibatan dalam setahun tidak boleh lebih dari 2000 jam.
Tingkat kebisingan di ruang akomodasi yang digunakan untuk
kegiatan diluar jam kerja harus tidak lebih dari 70 dB (A). Namun,
tingkat suara 70 dB (A) dapat mengganggu konsentrasi mental serta
kenyamanan tidur. Oleh sebab itu disarankan agar tingkat
kebisingan ruang tidur harus di bawah 45 dB (A).
Pada prakteknya, pengontrolan tingkat kebisingan dan persyaratan
untuk perlindungan pendengaran dapat berjalan apabila dibuat peta
kebisingan lokasi kerja di mana seluruh mesin- mesin dijalankan
pada beban kerja yang normal.
Tanda-tanda yang menyatakan bahaya bising harus dipasang dan
pelindung telinga yang layak harus tersedia bagi seluruh karyawan
yang bekerja di daerah yang tingkat kebisingannya tinggi.
Kebisingan yang terjadi dipengaruhi sejak awal proses konstruksi
hingga operasi berlangsung.
8.4 Dampak Lingkungan
Tumpahan
Penggunaan kompresor
Penggunaan pompa
System flaring dan venting juga sangat penting untuk diperhitungkan pada
fasilitas onshore untuk memastikan gas dan hidrokarbon lainnya terbuang
secara aman saat kondisi berbahaya, terjadinya kesalahan ataupun
kesalahan kondisi lainnya.
Jika pada lapangan dibutuhkan flaring, pengembangan secara kontinu
dari implementasi dan teknologi terbaru harus didemonstrasikan. Berikut
adalah pencegahan polusi yang harus diperhatikan pada flaring gas:
.
Berikut adalah pencegahan polusi yang harus diperhatikan pada flaring
gas:
Cooling Water
Mudah terbakar
Mudah meledak
Korosif
Beracun
Menyebabkan infeksi
Pengolahan limbah B3 untuk setiap karakteristik bahan yang
berbeda akan membutuhkan proses yang berbeda pula. Pengolahan
limbah B3 yang akan digunakan adalah dengan menggunakan
insinerasi yaitu dengan cara pembakaran materi limbah
menggunakan alat insinerator yang memiliki efisiensi pembakaran
yang tinggi 99.9%. Dengan demikian, limbah seperti tumpahan
minyak yang akan sering ditemukan selama proses kegiatan bisa
ditangani secara mandiri. Untuk jenis bahan B3 yang lain seperti
misalnya radioaktif yang memerlukan proses pengolahan secara
khusus dan juga jumlahnya yang realtive sedikit karena tidak
dihasilkan secara kontinu akan diolah oleh penyedia jasa limbah
yang memiliki wewenang dan teknologi dalam mengolah limbah
tersebut. Oleh karena itu, disiapkan penempungan limbah B3
sementara sebelum diangkut oleh pengolah limbah B3 tersebut.
8.4.10 Kebisingan