Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggundulan hutan demi keuntungan jangka pendek, merupakan fenomena


yang terus terjadi, yang menyebabkan degradasi lingkungan hidup Indonesia
dengan dampak sosial yang luar biasa. Penebangan liar, pengelolaan konsesi
hutan yang sangat buruk, konversi hutan menjadi perkebunan, dan kebakaran
hutan setiap tahun membuat hutan tropis Indonesia kian menyusut, komunitas-
komunitas yang bergantung pada hutan dengan cepat kehilangan sumber daya
alam masa depannya. Bila kondisi tersebut dibiarkan terus, hutan produksi
negara akan habis dalam dua dekade. Ongkos sosial, finansial dan lingkungan
yang ditimbulkannya amat besar.

Hilangnya hutan juga diikuti oleh maraknya kebakaran, tanah longsor, dan banjir
yang menjadi mengorbankan harta dan nyawa. Penebangan liar juga telah
mengancam eksistensi banyak spesies yang rentan. Data deforestasi di
Indonesia, khususnya pada 7 (tujuh) pulau besar yaitu Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, Papua, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, dalam kurun waktu
lima tahun dari tahun 2000-2005 menunjukkan total angka deforestasi sebesar
5.447.800 hektar. Dengan demikian, setiap tahun rata-rata telah terjadi
deforestasi sebesar 1.089.560 hektar.

Fakta menunjukkan bahwa kondisi sumberdaya hutan Indonesia yang luasnya


120,3 juta hektar, ternyata sekitar 59,3 juta hektar kondisinya rusak dan sangat
memprihatinkan. Akibat besarnya laju kerusakan hutan tersebut, Indonesia telah

PROPOSAL I-1
PENDAHULUAN

kehilangan 75% dari luas kawasan hutan alamnya. Sebagai akibatnya negara
menanggung kerugian sebesar Rp. 41 triliun setiap tahunnya. Untuk
memperbaiki hutan dan lahan kritis tersebut, Departemen Kehutanan telah
menempuh kebijakan rehabilitasi hutan dan lahan dengan penanaman pohon
sebagai tindakan nyata dalam upaya memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

Di samping itu, dalam rangka revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri


kehutanan, salah satu langkah kebijakan yang ditempuh Departemen
Kehutanan adalah mempercepat realisasi Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas
5 juta hektar untuk periode 2004-2009. Kebijakan ini ditempuh dalam rangka
rasionalisasi atau menyeimbangkan antara kebutuhan industri dan kemampuan
supply bahan baku kayu yang tidak dapat diandalkan semata-mata
pemenuhannya dari hutan alam yang terus berkurang. Hal ini mengingat telah
terjadi ketimpangan yang signifikan antara supply dan demand. Sementara
pembangunan ekonomi sektor kehutanan bersumber pada aktivitas industri
perkayuan dan perdagangan produk perkayuan, serta pengelolaan kawasan
hutan produksi sebagai produsen hasil hutan kayu untuk dipasok pada industri
kehutanan.

1.2. Peluang Membangun HTI

Luasnya lahan kritis dan hutan produksi yang tidak produktif yang tersebar di
seluruh daerah, merupakan peluang positif untuk membangun HTI/HTR. Dengan
membangun HTI/HTR diharapkan secara bertahap akan mengubah lahan kritis
menjadi produktif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara
langsung pembangunan HTI/HTR akan mengubah penyerapan tenaga. Untuk
mewujudkan target pembangunan HTI/HTR 5 juta hektar, pemerintah telah
menetapkan kebijakan operasional, yaitu mengintensifkan pembangunan

PROPOSAL I-2
PENDAHULUAN

HTI/HTR pada unit-unit manajemen yang sudah ada dan memperluas areal
serta jumlah unit manajemen HTI/HTR baru.

Di samping itu, Departemen Kehutanan akan melakukan beberapa langkah


kebijakan, antara lain: (1) mengkaji dan merevisi ketentuanketentuan di bidang
pembangunan hutan tanaman yang ada saat ini, untuk memperlancar,
mendorong, dan membangun sistem insentif yang signifikan bagi pembangunan
HTI/HTR, (2) memberikan kemudahan dalam proses dan mekanisme perizinan
HTI/HTR, dan (3) secara terus menerus berupaya memperbaiki iklim investasi
pembangunan HTI/HTR.

Dengan keberhasilan pembangunan HTI/HTR diharapkan akan mampu


meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, serta penerimaan
devisa negara. Selain itu, HTI/HTR akan membangkitkan kembali pembangunan
ekonomi, karena membuka peluang bagi peningkatan investasi asing dan
domestik, penyerapan tenaga kerja, penyediaan lapangan usaha, terjaminnya
bahan baku industri, serta meningkatkan nilai ekspor yang berdampak terhadap
perolehan devisa negara.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah terlihat bahwa keberhasilan pembangunan


HTI/HTR akan mendorong banyak aspek yang terkait yang berdampak pada
pembangunan ekonomi nasional secara menyeluruh. Sebagai ilustrasi dapat
digambarkan bahwa sampai dengan tahun 2007 pembangunan HTI di Indonesia
telah mencapai 254 unit dengan luas 3,57 juta hektar. Pada tahun 2006 nilai
investasi HTI sebesar US$ 3 milyar (nilai perolehan tidak termasuk nilai standing
stock tegakan), menyerap 135 ribu tenaga kerja dan mendukung 7 unit industri
pulp dan kertas. Nilai investasi pulp dan kertas sebesar US $ 16 milyar dengan
kapasitas produksi + 8,5 juta ton/tahun (peringkat 12 besar dunia) dan menyerap

PROPOSAL I-3
PENDAHULUAN

tenaga kerja 178.600 orang, dengan penerimaan devisa negara dari pulp dan
paper sekitar US$ 6 milyar per tahun.

1.3. Investasi HTI/HTR

Pada kenyataannya, pembangunan HTI memerlukan inventasi besar yang


bersifat jangka panjang dengan resiko yang sangat tinggi, sehingga percepatan
pembangunan HTI/HTR untuk mencapai tanaman efektif 5 juta hektar
memerlukan dana yang tidak sedikit. Sebagai gambaran dapat dikemukakan
bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2007
tentang Standard Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Hutan
Tanaman Rakyat, ditetapkan bahwa total biaya HTI/HTR tiap hektar untuk empat
rayon I-IV tersebut masing-masing Rp. 8,32 juta, Rp. 9,58 juta, Rp. 10,8 juta,
dan Rp. 12,1 juta. Sementara itu, untuk membangun 1 pabrik pulp dengan
kapasitas 1 juta ton/tahun diperlukan investasi sekitar US$ 1 miliar. Sedangkan
untuk membangun 1 pabrik pulp dengan kapasitas 1 juta ton/tahun diperlukan
luas areal HTI/HTR 210.000 hektar netto, dengan perhitungan rotasi tebangan
HTI/HTR 7 tahun sekali dengan luas 30.000 hektar.

Dari gambaran tersebut di atas, menunjukkan betapa besarnya investasi yang


diperlukan dalam pembangunan HTI/HTR dan pabrik pulp sebagai bagian dari
industri kehutanan. Pentingnya investasi dalam pembangunan sektor
kehutanan, khususnya percepatan pembangunan HTI/HTR, sangat didorong
pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peraturan perundangan-undangan
di bidang kehutanan yang ada. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan secara jelas mencantumkan dalam konsiderannya antara
lain tentang perlunya langkah strategis yang dapat mendorong pertumbuhan
investasi dan percepatan pembangunan hutan tanaman dalam rangka

PROPOSAL I-4
PENDAHULUAN

meningkatkan laju pertumbuhan pembangunan nasional berkelanjutan. Sebagai


penjabarannya, dalam penjelasan Pasal 67 ayat (4) PP ini telah pula dibuka
kemungkinan izin HTI dapat diberikan kepada perseroan terbatas yang
berbadan hukum Indonesia, meskipun modalnya berasal dari investor atau
modal asing.

Sementara itu di tingkat peraturan pelaksanaan terdapat Peraturan Menteri


Kehutanan Nomor P. 21/Menhut-II/2005 tentang Penanaman Modal Asing di
Bidang Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman.
Berdasarkan peraturan ini, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)
pada hutan tanaman dapat diberikan kepada investor atau pemodal asing yang
berbentuk Perseroan Terbatas yang berbadan hukum Indonesia. Investor asing
dapat memperoleh areal IUPHHK pada hutan tanaman yang belum dibebani hak
atau telah dibebani hak. Dalam hal permohonan areal IUPHHK pada hutan
tanaman yang belum dibebani hak, dilakukan dengan mengajukan permohonan
melalui proses lelang sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan permohonan
areal IUPHHK pada hutan tanaman yang telah dibebani hak dilakukan dengan
proses pengalihan saham, penggabungan, kerjasama operasi, atau
pembentukan perusahaan patungan.

Uraian di atas menunjukkan bahwa terdapat peluang besar dengan iklim yang
baik untuk berinvestasi dalam pembangunan HTI/HTR, diberbagai daerah di
Indonesia. Demikian juga halnya untuk pengembangan HTI/HTR di Provinsi
Lampung, merupakan peluang investasi yang prospektif, mengingat kebutuhan
hasil hutan berupa pulp yang terus meningkat, serta berbagai dorongan yang
kondusif dari pemerintah. Namun demikian, mengingat investasi pembangunan
HTI memerlukan biaya besar dan berjangka panjang, serta diikuti oleh resiko
yang tinggi, maka upaya pembangunan HTI/HTR perlu kajian mendalam.

PROPOSAL I-5
PENDAHULUAN

1.4. Maksud dan Tujuan

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) atau Hutan Tanaman Rakyat


(HTR) di Provinsi Lampung, dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
mengenai kelayakan dari investasi pembangunan tersebut.

Tujuan Pembangunan HTI/HTR adalah untuk mendapatkan bahan baku bagi


industri arang milik PT. Kendi Arindo.

PROPOSAL I-6

Anda mungkin juga menyukai