1. Pendahuluan
Makalah ini membahas analisis perkembangan aspek kognitif menurut ahli ilmu jiwa. Sebagai pengantar
kognitif menurut para ahli jiwa aliran kognitivis adalah tingkah laku seseorang/anak itu senantiasa
didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah
psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan,
menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan,
membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini
juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.
Selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci mengenai perkembangan kognitif sesuai dengan pendapat para
tokoh psikolog yang telah melakukan penelitian-penelitian berharga. Tentu dalam penulisan ini banyak
kekurangan di sana sininya, maka dari itu kami sangat terbuka untuk menerima masukan dari rekan-rekan
terutama tutor pembimbing. Akhirnya kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kejanggalan.
Selain dari pada itu para ahli psikologi juga berpendapat bahwa perkembangan kemampuan berpikir
manusia tumbuh bersama dengan pertambahan usia manusia. Sebagai ahli psikologi lainnya berpandangan
bahwa perkembangan berpikir manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana manusia hidup.
Kemampuan berpikir manusia juga turut mempengaruhi kemampuan bahasa manusia sebab bahasa
merupakan alat berpikir manusia.
Teori perkembangan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang
fundamental dalam membimbing tingkah laku anak. Kemampuan kognitif menjadikan anak sebagai
individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.
Perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kemampuan mental dan fisik untuk mengetahui objek
tertentu, memasukkan informasi ke dalam pikiran, mengubah pengetahuan yang telah ada dengan
informasi yang baru diperoleh, dan perubahan tahapan-tahapan berpikir. Di antara ahli psikologi yang
banyak membicarakan perkembangan kognitif adalah Piaget, Ausubel, Brunner, dan Vigotsky. Di bawah
ini akan dibicarakan secara singkat satu persatu dari pendapat tokoh ini.[1]
Adapun puncak pemikirannya di mulai semenjak meninggalkan laboratorium Binet dan menjadi direktur
riset di Jean-Jacquess Tousseau Institute di Genewa Swiss, di mana dia bisa melakukan penelitian
tersendiri dengan menggunakan metode sendiri. Jika dilihat dari latar belakang pendidikan formalnya dia
bukanlah seorang psikolog tetapi pemikiran dan karyanya dalam psikologi anak sangat penting. Hal ini
yang di ulas lebih lanjut, bagaimana pendapat Pieget tentang perkembangan kognitif.[3]
Contoh : Gerakan refleks menghisap pada bayi, ada gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan
gerakan menghisap.
a) Asimilasi
Integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang sudah lengkap pada organism.
Asimilasi terjadi ketika individu menggunakan informasi baru ke dalam pengetahuan mendalam yang
sudah ada.
Contoh : Seorang bayi yang menghisap puting susu ibunya atau dot botol susu, akan melakukan tindakan
yang sama (menghisap) terhadap semua objek baru.
b) Akomodasi
Menciptakan langkah baru atau memperbarui atau menggabung-gabungkan istilah lama untuk menghadapi
tantangan baru. Akomodasi kognitif berarti mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya
untuk disesuaikan dengan objek stimulus eksternal.
Contoh : bayi melakukan tindakan yang sama terhadap ibu jarinya, yaitu menghisap. Ini berarti bahwa bayi
telah mengubah puting susu ibu menjadi ibu jari.
c) Equilibrasi
Untuk mencontoh lebih lanjut ketiga proses ini maka kita katakanlah seorang siswa yang sudah
mengetahui prinsip penjumlahan. Jika gurunya memperkenalkan prinsip-prinsip perkalian maka proses
pengintegrasian antara prinsip penjumlahan yang sudah ada di benak siswa dengan prinsip perkalian
sebagai informasi baru, inilah yang disebut asimilasi. Jika siswa ini diberi sebuah soal perkalian, maka
situasi ini disebut akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian prinsip perkalian tersebut dalam situasi
yang baru dan spesifik. Agar siswa tersebut dapat terus mengembangkan dan menambah ilmu tapi
sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan proses penyeimbangan. Proses inilah yang
disebut equilibrasi, proses penyeimbangan antara dunia luar dan dunia dalam.[6]
Tahap sensoris-motorik berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira 2 tahun. Selama tahap ini,
perkembangan mental ditandai dengan kemajuan pesat dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan
dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. Dalam hal ini, bayi
yang baru lahir bukan saja menerima secara pasif rangsangan-rangsangan terhadap alat-alat indranya,
melainkan juga aktif memberikan respons terhadap rangsangan tersebut, yakini melalui gerak-gerak reflek.
Dengan berfungsinya alat-alat indra serta kemampuan melakukan gerakan-gerakan motorik dalam bentuk
refleks-refleks, bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungsn dengan dunia sekitarnya.
Jadi, pada permulaan tahap sensoris-motorik, bayi memiliki lebih dari sekedar refleks yang digunakan
untuk mengkoordinasikan pikirikan dengan tindakan. Pada akhir tahap ini, ketika anak berusia sekitar 2
tahun, pola-pola sensoris-motoriknya semakin kompleks dan mulai mengadopsi sesuai sistem simbol yang
primitif. Misalnya, anak usia 2 tahun dapat membayangkan sebuah mainan dan memanipulasinya dengan
tangannya sebelum mainan tersebut benar benar ada. Anak juga dapat menggunakan kata-kata sederhana,
seperti mamah melompat untuk menun jukan telah terjadinya peristiwa sensoris-motorik ( Santrock,
1998 ). Tahap-tahap perkembangan menurut Piaget ini diringkas dalam tabel berikut
Untuk lebih detailnya di bawah ini akan dijelaskan satu persatu dari tahap-tahap perkebangan kognitif
tersebut, yaitu:[7]
Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran
operasional formal (formal operational thought), yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai
pada usia kira-kira 11 sampai 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau
dewasa. Pada tahap ini anak sudah dapat berpikir secara abstrak dan hipotesis. Pada masa ini, anak sudah
mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi sesuatu yang abstrak.
Di samping itu, pada tahap ini remaja juga sudah mampu berpikir secara sistematis, mampu memikirkan
semua kemungkinan secara sistematis untuk memecahkan suatu permasalahan. Sebuah mobil yang tiba-
tiba mogok misalnya, bagi anak yang berada pada tahap kongkrit operasional segera diambil kesimpulan
bahwa bensinnya habis. Ia hanya menghubungkan sebab-akibat dalam satu rangkaian saja. Lain halnya
dengan remaja, ia bisa mimikirkan beberapa kemungkinan yang menyebabkan mobil itu mogok, seperti
mungkin businya mati, mungkin platinanya atau kemungkinan-kemungkinan lain yang memberikan dasar
bagi pemikirannya.
Dalam masalah konservasi mereka tidak menyadari bahwa transformasi mengarah ke pusat aspek
perseptual dari setiap masalah. Pada usia 7 tahun, mereka sudah mulai dapat berpikir pra logis atau semi
logis. Konflik yang terjadi antara persepsi dan pemikiran secara umum dipecahkan kembali kedalm
persepsi. Perkembangan bahasa dan representasi akan menunjang perkembangan berikutnya dari perilaku
sosial. Perasaan moral dan pemikiran moral akan tampak (muncul). Anak anak mulai berpikir tentang
peraturan dan hukum, tetapi mereka belum mengembangkan konsep tersebut secara intensional. Secara
kualitatif, pemikiran dari anak praoperasional memiliki keuntungan dari pemikiran anak sensorik-
motorik.[8]
Kemunculan pemikiran simbolis pada subtahap praoperasional ini dianggap sebagai pencapaian kognitif
yang paling penting. Melalui pemikiran simbolis, anak-anak prasekolah dapat mengorganisir dan
memproses apa yang mereka ketahui. Anak akan dapat dengan mudah mengingat kembali dan
membandingkan objek-objek dan pengalaman-pengalaman yang telah diperolehnya jika objek dan
pengalaman tersebut mempunyai nama dan konsep yang dapat menggambarkan karakteristiknya. Simbol-
simbol juga membantu anak-anak mengkomunikasikan kepada orang lain tentang apa yang mereka
ketahui, sekalipun dalam situasi yang jauh berbeda dengan pengalamannya sendiri.
Komunikasi yang didasarkan atas pengalaman pribadi akan membatu perkembangan hubungan sosial di
antara anak-anak. Di samping itu, komunikasi juga membantu perkembangan konitif apabila seorang anak
dibiarkan belajar dari pengalaman orang lain. Singkatnya, komunikasi memungkinkan individu untuk
belajar dari simbol-simbol yang diperoleh melalui pengalaman orang lain.
Dalam suatu percobaan, Piaget memperlihatkan kepada anak dua gelas berisi cairan yang sama tingginya.
Kepada anak ditanyakan, apakan kedua gelas itu berisi jumlah cairan yang sama? Anak menjawab sama.
Kemudian, kepada anak diminta untuk membuang sendiri salah satu isi dari kedua gelas itu ke gelas lain
yang lebih pendek dan lebih besar. Mana yang lebih baik banyak isi gelasnya, gelas yang pertama atau
gelas yang kedua? Anak menjawab bahwa cairan pada gelas semula lebih tinggi. Di sisi terlihat bahwa
kemampuan anak kurang dari usia 7 tahun yang terpusat hanya pada satu dimensi persepsi saja.
Perkembangan kognitif dari anak-anak praoperasional juga ditunjukan dengan serangkaian pertanyaan
yang diajukan nya, yang tidak jarang orang dewasa merasa kebingungan untuk menjawabnya. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut memberi petunjuk akan perkembangan mental mereka dan cerminkan rasa
keingintahuan intelektual, serta menandai munculnya minat anak-anak akan penalaran.
Berfikir operasional konkret dapat dibalik, inversi dan reciprocity, yang digunakan secara bebas. Dua
macam berpikir terbalik menjadi terkoordinasikan dalam berpikir formal. Beberapa struktur penting yang
melndasi selama konstruksi opersi formal antara lain berpikir hipotesisdeduktif, yaitu kemampuan berpikir
tentang hipotesis seperti kondisi yang sebenarnya dan kemampuan untuk menyimpulkan berdasarkan
premis-premis hipotesis. Dua isi kognitif pertama yang berkembang selma tahap operasi kombinasi, dan
skema opersi formal adalh proporsional atau opersi komnbinasi, dan skema opersi formal, seperti proporsi
dan propability,lebih cepat ditutup seperti berpikir keilmuan. Operasi formal tudaj begitu abstrak bila
dibandingkan dengan berfikir proporsional . Menurut Kohnstan, inteligensi itu dapat dikembangka, namun
sebatas kualitasnya, yaitu pengembangan itu hnya sampai pada batas kemampuan saja, terbatas pada segi
peningkatan mutu inteligensi[10], dan cara-cara berfikir secara metodis.
1. Pandangan Ausubel tentang perkembangan Kognitif
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Inilah yang membedakan Ausubel dari teoriwan-
teoriwan lainnya yang hanya berlatar belakang psikologi, tetapi teori-teori mereka diterjemahkan dari
dunia psikologi ke dalam penerapan pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada belajar
bermakna.[11]
Inti dari teori Ausubel tentang belajar aadalah belajar bermakna, berbagai materi yang dipelajari
diasimilasikan secara tidak sewenang-wenang dan harus berhubungan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki peserta didik sebelumnya. Belajar bermakna ini merupakan suatu proses dikaitkannya informasi
baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.[12] Faktor yang paling
penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia
demikian. Pertanyaan inilah yang menjadi inti dari teori belajar Ausubel. Dengan demikian agar terjadi
belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaiktan dengan konsep-konsep yang sudah ada
dalam sturuktur kongitif.[13]
Dari teori Ausubel ini, setidaknya ada dua cara yang merupakan persyaratan untuk membuat pelajaran jadi
bermakna, yaitu:
1. Memilih materi yang secara potensial bermakna lalu diatur sesuai dengan tingkat perkembangan
dan pengetahuan di masa lalu.
2. Kemudian memberikan situasi pembelajaran yang bermakna.
Oleh sebab itulah untuk menghasilkan belajar bermakna para guru hendaknya merancang pembelajaran
dan pengembangan program pembelajaran dan menggali terus menerus konsep-konsep yang telah dimiliki
peserta didik dan membantu memadukannya secara harmonis dengan pengetahuan baru yang akan
dipelajari.[14]
Dalam aplikasinya dalam proses pembelajaran Ausubel sebagaimana dikutip Suciati dan Irawan menuntut
siswa belajar secara deduktif (dari umum ke khusus). Secara umum, teori ini dapat direalisasikan pada
proses belajar melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap ini pengetahuan mulai lebih banyak atau didominasi melalui gambaran
imajinatif, dengan kata lain anak akan membawa informasi melalui alam
imajinasinya. Seumpama, anak melihat gambar manusia, berdasarkan
pengamatannya manusia memiliki bagian-bagian tubuh. Nah informasi ini
akan di bawa ke dalam alam imajinasinya, sehingga ia mendapat gambaran
visual yang jelas tentang manusia tersebut. Maka dari itu Brunner
Tahap iconic menekankan tahap ini hendaknya anak dibelajarkan dengan bantuan gambar.
Adapun tahap ini pengetahuan lebih banyak berasal dari kata-kata yang
berubah-ubah, simbol matematika, dan simbol sistem. Artinya tahap ini anak
sudah memahami simbol, sehing dapat juga memaknai secara tepat makna
dari simbol tersebut. Jadi Brunner mengatakan para anak akan belajar dengan
baik jika pembelajaran yang dilakukan bermakna dan relevan dengan hidup
Tahap syimbolic anak.
Dengan demikian Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan
melakukan eksprimen-eksprimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu.[19]
Berkaitan dengan perkembangan kognitif, Vygotsky mengemukakan dua ide yang cukup menarik.
Pertama, bahwa perkembangan kognitif dapat dipahami hanya dalam konteks budaya dan sejarah
pengalaman anak. Kedua, Vygotsky mempercayai bahwa perkembangan kognitif bergantung pada sistem
tanda (sign system) setiap individu selalu berkembang. Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara
budaya diciptakan untuk membuat seseorang berpikir, berkomunikasi, dan sistem perhitungan.[21]
Ada tiga pokok yang perlu diketahui dalam perkembangan kognitif oleh Vygotsky, yaitu:
1. Supervisi pada realitanya dilaksanakan seperti evaluasi semata, sehingga pihak yang disupervisi
merasa diadili dan dicari kesalahannya. Hal ini menyebabkan supervisi tidak disukai bahkan
ditolak.
2. Supervisi dilaksanakan atas dasar kebutuhan atau keinginan supervisor tampa memperhatikan
kebutuhan pihak yang disupervisi. Dengan demikian guru atau pihak yang disupervisi seakan-akan
sebagai manusia tampa potensi yang harus dibentuk secara paksa sesuai dengan pola-pola yang
diinginkan supervisor.
3. Aspek-aspek yang dinilai terlalu umum, sukar sekali untuk mendiskripsikan tingkah laku guru
yang paling mendasar seperti mereka rasakan karena diagnosisnya tidak mendalam dan sangat
bersifat umum dan abstrak.
4. Umpan balik yang diperoleh dari hasil pendekatan bersifat member arahan, petunjuk, instruksi,
tidak menyentuh masalah manusia yang terdalam yang dirasakan guru-guru hanya bersifat di
permukaan.
5. Tidak diciptakannya hubungan identifikasi dan analisis diri sehingga guru dapat melihat konsep
dirinya.
6. Melalui diagnosis dan analisis diri sendiri guru dapat menemukan diri.
Ia sadar akan kemampuan dirinya dan selanjutnya dengan kesadaran itu, akan timbul motivasi
untuk memperbaiki diri. Praktek-praktek supervise yang tidak manusiawi itu menyebabkan
kegagalan dalam pelaksanaa supervise. Itulah sebabnya perlunya dilaksanakan supervise
klinis.[24]
Sementara tujuan dari klinis pembelajaran ini atau sering disebut dengan supervisi klinis adala sebagai
berikut:
1. Memberikan bantuan dalam mengembangkan potensi diri guru dan karyawan agar dapat
berkembang secara optimal demi tercapainya tujuan kegiatan belajar mengajar.
2. Memberikan bantuan bagi guru dalam melakukan pengelolaan kelas agar tercapai tujuan
pembelajaran dan pelaksanaan ulangan harian yang dilakukan guru.
3. Memberikan bantuan bagi guru pengelola kegiatan ekstrakurikuler dalam mengembangkan
potensi dirinya agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
4. Memberikan bantuan bagi staf dan karyawan pengelola administrasi dan sarana prasarana
pendidikan dalam mengembangkan potensi dirinya agar tercapai tujuan pendidikan.
5. Memberikan bantuan bagi wali kelas dalam mengorganisasi pembinaan kelas dan administrasi
kelas, agar pelayanan kepada siswa dapat optimal.
Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap berikut :
1. Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: (1)
menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (2) mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi
tujuan, metode, waktu, media, evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan
pembelajaran, (3) menentukan fokus observasi, (4) menentukan alat bantu (instrumen) observasi,
dan (5) menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
2. Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: (1)
harus luwes, (2) tidak mengganggu proses pembelajaran, (3) tidak bersifat menilai, (4) mencatat
dan merekam hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (5)
menentukan teknik pelaksanaan observasi.
3. Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: (1)
memberi penguatan; (2) mengulas kembali tujuan pembelajaran; (3) mengulas kembali hal-hal
yang telah disepakati bersama, (4) mengkaji data hasil pengamatan, (5) tidak bersifat
menyalahkan, (6) data hasil pengamatan tidak disebarluaskan, (7) penyimpulan, (8) hindari saran
secara langsung, dan (9) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut
proses perbaikan.[25]
Maka dari itu sudah barang tentu pengetahuan dan keterampilan untuk mengeksplorasi kebutuhan-
kebutuhan peserta didik sangat membantu tercapainya tujuan proses pembelajaran. Belajar efektif adalah
dambaan setiap guru, tapi setiap guru belum tentu mampu secara optimal dalam penggunaan pendekatan
kepada peserta didik sesuai dengan teori yang ada. Ada kalaanya seorang guru masih nyaman dan bertahan
terhadap model pembelajaran konservatif, sementara kebutuhan untuk terampil dalam menciptakan belajar
yang variatif sudah menjadi keharusan. Dengan demikian salah satu hal yang paling penting dari layanan
klinis ini adalah kemampuan menganalisis aspek perkembangan kognitif para peserta didik.
Dengan mengetahui inti dari teori kognitif yang dikembangkan oleh para tokoh kognitif, misalnya Piaget,
Ausubel, Bruner, Vygotsky sangat menunjang para guru dalam merumuskan, merencanakan,
membelajarkan dan mengevaluasi para peserta didik, sehingga proses pembelajaran lebih hidup dan
bermakna. Maka dari itu supervisi klinis sangat penting dilakukan untuk mengembangkan potensi para
guru.
Banyak guru yang mengalami masalah/kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran pada mata pelajaran
yang diampunya. Kesulitan tersebut dapat disebabkan oleh karakteristik mata pelajaran sehingga sulit
dipahami guru atau kesulitan dalam aspek-aspek teknis metodologis sehingga bahan ajar kurang dipahami
peserta didik. Supervisi klinis yang dilakukan pengawas sekolah kepada guru merupakan salah satu upaya
membantu guru untuk mengatasi masalah yang dialaminya dalam rangka memperbaiki kualitas
pembelajaran. Ada tiga tahap kegiatan yang dilakukan dalam supervisi klinis yakni tahap pertemuan awal,
tahap pengamatan guru mengajar, serta tahap analisis hasil pengamatan dan tindak-lanjutnya.
Supervisi klinis dapat diartikan sebagai bantuan profesional kesejawatan yang diberikan kepada guru yang
mengalami masalah dalam pembelajaran agar guru yang bersangkutan dapat mengatasi masalahnya dengan
menempuh langkah yang sistematis mencakup tahap perencanaan, tahap pengamatan perilaku guru
mengajar, serta tahap analisis perilaku dan tindak lanjut. Indikator keberhasilan pelaksanaan supervisi
klinis adalah: (a) meningkatnya kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
proses pembelajaran, (b) kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru menjadi lebih baik sehingga
diharapkan akan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajar yang dicapai siswa, dan (c) terjalinnya
hubungan kolegial antara pengawas sekolah dengan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran serta
tugas-tugas profesinya.
H. Studi Kasus
Kasus tentang perkembangan kognitif ini terjadi pada siswa kelas IX SMP N.1 Lima Puluh kabupaten
Batu Bara yang berjumlah 32 siswa. Selama melakukan kegiatan pembelajaran diketahui 7 siswa (22 %)
memiliki perkembangan kognitif yang tinggi, 15 siswa (47 %) memiliki perkembangan kognitif sedang
dan 10 siswa (31 %) yang lain memiliki tingkat perkembangan kognitif yang rendah.
Sebagai klinis dari kasus di atas saya sebagai guru PAI di kelas tersebut dalam melakukanKBM dengan
menggunakan metode diskusi dalam model jigsaw. Dimana siswa yang berbeda tingkat perkembangan
kognitifnya dibagi dalam beberapa kelompok sehingga masing-masing kelompok memiliki perkembangan
kognitif yang berbeda-beda. Dengan dilakukan metode seperti ini siswa yang tingkat perkembangan
kognitifnya lebih tinggi dapat menjadi tutor sebaya /membimbing dikelompoknya masing-masing.
Setelah dilakukan klinis di atas ternyata dapat disimpulkan bahwa siswa lebih termotivasi untuk berperan
aktif dalam kegiatan belajar. Hal ini terbukti dengan meningkatnya hasil belajar siswa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognitifnya.
I. Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang cukup penting bagi
pendidik maupun orangtua. Perkembangan kognitif pada anak merupakan kemampuan anak untuk berpikir
lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam
proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya.
Dalam memahami perkembangan kognitif, harus mengetahui proses perkembangan kognitif tersebut.
Perkembangan kognitif dapat dikaji dengan menggunakan dua cara yaitu dengan pendekatan tentang
tahapan-tahapan perkembangan kognitif yang dijelaskan oleh Piaget dan dengan caran system
pemprosesan informasi. Pada teori pemprosesan informasi lebih menekankan bagaimana proses-proses
terjadinya perkembangan kognitif, tetapi pada teori Piaget membagi proses tersebut ke dalam berbagai
tahapan.
Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus dapat dipahami semua pihak
melalui oleh para tokoh-tokoh Bruner, Ausubel dan Vygotsky. Dengan pemahaman pada karakteristik
perkembangan peserta didik, pendidik dapat mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki anak
didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing, sehingga pendidik dapat menerapkan ilmu yang
sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing anak didik.
Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya kita sebagai para
pendidik harus memahami tentang perkembangan kognitif agar cara pengajaran kita sesuai dengan
kemampuan kognitif masing-masing anak.
Silk Orchid
Pengetahuan Itu Perlu
Gaelik Skotlandia
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika pengatur kemajuan (belajar)
atau advance organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa.
Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua
isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli
psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh
kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah pengatur lanjut (advance
organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna.
Selanjutnya dikatakan bahwa pengatur lanjut itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi
merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci
keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh
siswa.
Dalam proses pembelajaran bermakna ini pun ada tiga faktor yang memiliki pengaruh,
yaitu struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-
arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses
interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang jelas
akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil,
meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
Menurut Ausubel tipe belajar ada tiga, yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya
dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan
pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan
pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh
siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis
disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu
dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
Untuk menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, ada beberapa prinsip-prinsip dan
konsep-konsep yang perlu kita perhatikan, yaitu :
1. Pengatur awal
Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari dan menolong mereka
untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan untuk membantu
menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengatur awal dapat dianggap sebagai pertolongan mental
dan disajikan sebelum materi baru.
2. Diferensiasi progresif
Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi konsep.
Pengembangan konsep berlangsung paling baik, bila unsur-unsur yang paling umum diperkenalkan
terlebih dulu, baru kemudian hal-hal yang lebih khusus dan detail dari konsep tersebut.
Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai
unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan lebih inklusif.
4. Penyesuaian integratif
Dalam mengajar, bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan
juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep
superordinat. Kita harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dihubungkan dan
dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana konsep-konsep yang
tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.
2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip.
3. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah
terjadi lupa.
Jean Piaget adalah seorang ahli biologi dan psikolog yang mempunyai kontribusi besar
dalam pemahaman terhadap perkembangan intelektual anak. Dalam rangka memahami proses dan
tingkat perkembangan intelektual anak ini Piaget telah melakukan observasi bertahun-tahun sejak
tahun 1920-an terhadap perkembangan intelektual yang terjadi pada anak-anak. Ia mulai melakukan
observasi dan interview pada tiga orang anaknya, kemudian anak-anak lain dan para remaja melalui
berbagai pemberian tugas intelektual, kemudian mencatat jawaban-jawaban yang diperolehnya.
Melalui penelitian yang ekstensif akhirnya secara detail Piaget dapat menggambarkan teori proses
perkembangan intelektual yang terjadi pada anak mulai dari bayi sampai remaja.
2. Perkembangan genetika dalam organisme tertentu tidak seluruhnya dipengaruhi oleh sifat-sifat
keturunan dan tidak terjadi karena perubahan lingkungan, tetapi sangat dipengaruhi oleh proses
interaksi antara organisme dengan lingkungan.
3. Kecerdasan adalah proses adaptasi dengan lingkungan dan membentuk struktur kognitif yang
diperlukan dalam mengadakan penyesuaian dengan lingkungan.
5. Fungsi perkembangan intelektual adalah menghasilkan stuktur kognitif yang kuat yang
memungkinkan individu bertindak atas lingkungannya dengan luwes dan dengan berbagai macam
cara.
Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah
ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika
gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip
penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru)
itu yang disebut asimilasi.
b. Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi
soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru
dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
Menurut Piaget perkembangan kognitif anak dibagi menjadi empat tahap, yaitu Tahap
sensori motorik, praoperasional, operasional konkret, dan opersional formal.
Pada tahap ini anak mengatur sensorinya (inderanya) dan tindakan-tindakannya. Pada awal periode
ini anak tidak mempunyai konsepsi tentang benda-benda secara permanen. Artinya anak belum
dapat mengenal dan menemukan objek, benda apapun yang tidak dilihat, tidak disentuh atau tidak
didengar. Benda-benda tersebut dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya ada di tempat lain.
Anak sudah dapat memahami objek-objek secara sempurna, sudah dapat mencari benda yang
dibutuhkannya walaupun ia tidak melihatnya. Sudah memiliki kemampuan berbahasa (dengan kata-
kata pendek).
Anak sudah mulai melakukan operasi dan berpikir rasional, mampu mengambil keputusan secara
logis yang bersifat konkret, mampu mepertimbangkan dua aspek misalnya bentuk dan ukuran.
Adanya keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke dalam perangkat-perangkat
dan penalarannya logis dan bersifat tidak abstrak (tidak membayangkan persamaan aljabar).
Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran. Mereka dapat
membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan hipotetis, atau dalil-dalil dan
penalaran yang benar-benar abstrak. Tiga sifat pemikiran remaja pada tahap operasional formal:
a. Remaja berfikir lebih abstrak daripada anak-anak. Para pemikir operasional formal, misalnya dapat
memecahkan persamaan-persamaan aljabar yang abstrak.
b. Remaja sering berfikir tentang yang mungkin. Mereka berfikir tentang ciri-ciri ideal diri mereka sendiri,
orang lain, dan dunia.
c. Remaja mulai berfikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rancana untuk memecahkan
masalah dan menguji pemecahan masalah secara sistematis. Tipe pemecahan masalah ini diberi
nama deduksi hipotetis.
Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar pisiologi
Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943. Teori Gestalt ini memandang belajar adalah
proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada dasarnya setiap tingkah laku
seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana
tingkah laku tersebut terjadi. Dengan kata lain, teori Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling
penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh tersebut. Oleh
karena itu, teori belajar Gestalt ini disebut teori insight.
Proses belajar yang menggunakan insight mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Suryabrata, 1990) :
Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan
berlaku secara berlangsung.
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat
belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan
kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang
dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-
program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada
setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari
tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur
atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik
dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini
Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
1. tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
2. tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta
mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan
3. evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan .
Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu:
4. motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan guru untuk memotivasinya.
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup
dalam tiga kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :
2. Pemahaman (menginterpretasikan),
Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu
faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif
yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai
pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar
secara kelompok.
Teori belajar cognitive field menitikberatkan perhatian pada kepribadian dan psikologi sosial,
karena pada hakikatnya masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang
bersifat psikologis, yang disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana
individu bereaksi, misalnya orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material
yang dihadapi.
Jadi, tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan, baik yang berasal dari dalam diri
individu, seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun yang berasal dari luar individu, seperti
tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Menurut teori ini, belajar itu berlangsung sebagai akibat
dari perubahan dalam struktur kognitif.
Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil pertemuan dari dua kekuatan, yaitu yang berasal
dari struktur medan kognitif itu sendiri dan yang lainnya berasal dari kebutuhan dan motivasi internal
individu. Dengan demikian, peranan motivasi jauh lebih penting daripada reward atau hadiah.
c. Aplikasi ( Application ) ialah kemampuan menggunakan informasi, teori, dan aturan pada situasi baru.
Contoh, pilih ekspose 3 kamera untuk pengambilan gambar yang berbeda.
d. Analisis ( Analysis ) ialah kemampuan mengurai pemikiran yang kompleks, dan mengenai bagian-
bagian serta hubungannya. Contoh, Bandingkan cara kerja dua kamera 35 mm yang memiliki model
yang berbeda.
e. Sintesis ( Synthesis ) ialah kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk satu
pola pemikiran yang baru. Contoh, Susunlah urutan fotografi untuk 6 objek.
f. Evaluasi ( evaluation ) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan. Contoh, buatlah penilaian terhadap kualitas slide yang dihasilkan dalam lomba, dengan 4
urutan penilaian.
Teori Vygotsky merupakan teori yang lebih mengacu pada kontruktivisme. Karena ia lebih
menekan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Konsep teori perkembangan kognitif vygotsky
terdapat pada tiga hal:
c) mediasi
John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri
dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan
satu sama lain.
Penjelasan :
John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa
sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak
mempunyai kaitan satu sama lain (Sugihartono dkk, 2007:108). Apabila belajar siswa tergantung
pada pengalaman dan minat siswa maka suasana belajar siswa akan menjadi lebih menyenangkan
dan hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir proaktif dan mampu mencari pemecahan masalah, di
samping itu kurikulum yang diajarkan harus saling terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan
dengan baik dan memiliki hasil maksimal.
John Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950: 89-90, dalam Dwi Siswoyo
dkk, 2011), pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna
pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya.
Seperti telah diuraikan di muka bahwa dalam teori konstruktivisme disebutkan bahwa permasalahan
muncul dibangun dari rekonstruksi yang dilakukan oleh siswa sendiri, hal ini dapat dikatakan bahwa
dalam pendidikan ada keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang dihadapi dan siswa
tersebut yang merekonstruksi lewat pengetahuan yang dimiliki. Selain itu dari teori kognitif yang
menegaskan pengalaman sebagai landasan pembelajaran juga sangat relevan.
John Dewey tidak hanya mengembangkan teori konstruktivistik yang terangkum dalam teori
kognitif tetapi juga mengembangkan teori perkembangan moral peserta didik. John Dewey membagi
perkembangan moral anak menjadi tiga tahapan, yaitu tahap premoral atau preconventional, tahap
conventional, dan tahap autonomous (Dwi Siswoyo dkk, 2011). Selanjutnya John Dewey (Dwi
Siswoyo dkk, 2011) menjelaskan beberapa tahapan yang dikemukakan, yaitu:
a. Tahap premoral. Tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
b. Tahap convention. Seseorang mulai bisa menerima nilai dengan sedikit kritis berdasarkan kepada
kriteria kelompoknya.
c. Tahap autonomous. Seseorang sudah mulai bisa berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal
pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyetnya
dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar adalah
serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight.