Nim : 11.2012.112
I. Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu
Alamat : Jalan angkasa dalam II RT 06/03 No.45
Tanggal Pemeriksaan : 29 Oktober 2014
Tanggal Masuk RS : 29 Oktober 2014
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan Ny.S, ibu pasien.
Keluhan Utama: perut terasa kencang-kencang sejak 2 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
2 hari sebelum kerumah sakit pasien mengatakan bahwa perutnya sudah
kencang kencang. Rasa kencang awalnya dirasakan jarang jarang dan
makin lama makin menjadi sering. Namun rasa kencang ini akan hilang bila
pasien istirahat dan miring ke samping. Ini adalah kehamilan kedua pasien,
dan pasien mengkontrol kehamilannya di bidan dan dokter. Selama kehamilan
pasien mengaku tidak mengeluh apa apa.
1 hari SMRS, pasien mengaku rasa kencangnya semakin parah (10 menit 1
kali @ 5 detik) sehingga pasien memutuskan untuk kebidan. Dibidan,
pasien dicoba untuk ditolong persalinannya tetapi tidak bisa. Oleh karena itu
0
pasien pun dirujuk oleh bidan ke RSUD Tarakan. Tidak ada riwayat keluarnya
air ketuban maupun darah dari jalan lahir selama pasien persalinannya.
Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris pada keadaan statis dan dinamis,
tidak tampak pelebaran sela iga.
Palpasi : Tidak teraba retraksi sela iga, pergerakan dinding dada simetris
pada saat keadaan statis dan dinamis, vokal fremitus kanan dan kiri simetris
dan tidak mengeras, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa pada dada.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, whezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen
Inspeksi
Bentuk : membuncit, Simetris
Linea nigra (+), striae albicans (+), lesi luka post operasi (+)
1
Palpasi
Pemeriksaan obstetri:
o Leopold I : bokong
Ekstremitas
Ekstremitas Atas
o Otot : Normotonus, massa normal
o Sendi : Tidak kaku
o Gerakan : Aktif
o Kekuatan : +5/+5
Ekstremitas Bawah
o Otot : Normotonus, massa normal
o Sendi : Tidak kaku
o Gerakan : Aktif
o Kekuatan : +5/+5
o Palpasi : benjolan di inguinal sinistra dengan ukuran 2x2 cm saat
pasien menangis keras, menghilang saat pasien berhenti
menangis. Nyeri tekan (-)
2
IV. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal: 29 oktober 2014
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin 11,2 g/dL 13 18
Hematokrit 37,0 % 40 50
Eritrosit 4,40 Juta/uL 4.43 6.02
Lekosit 9,471 /mm3 4.000 10.000
Trombosit 384,000 /mm3 150.000 450.000
Hitung Jenis
Basofil 0 % 01
Eosinofil 1 % 12
Batang 0 % 26
Neutrofil 34 % 54 62
Limfosit 28 25 33
%
Monosit 7 37
%
LED 22 0 20
mm/jam
Hemostatis
BT 2 <5 menit
menit
CT 11 < 15 menit
menit
PT 14.8 12-19
detik
INR 0.85
PT Control 13.2 12.3-18.9
detik
APTT 32.7 27-43
detik
APTT Control 30.7 27-43
detik
Kimia Klinik
Fungsi Liver
AST (SGOT) 22 <40
U/L
ALT (SGPT) 12 <41
U/L
Fungsi Ginjal
Ureum 15 15 50
mg/dL
Kreatinin 0,75 0,6 1,3
mg/dL
3
Anamnesis:
Pemeriksaan fisik:
Pada abdomen didapatkan:
o Inspeksi: perut tampak membuncit dan simetris, Linea nigra (+), striae
albicans (+),
o Palpasi :
Leopold I : bokong
3. Pemeriksaan Laboratorium
HB: 11,2 g/dL
HT: 37,0 %
4
E: 4,40 Juta/uL
L: 9,471/ mm3
T: 384,000/ mm3
BT: 2 menit
CT: 11 menit
Teknik Anestesi : Regional Anesthesia dengan spinal anesthesia
Lama Anestesi : 17.50-18-45
Lama Operasi : 18.00-18.45
Prosedur Pelaksanaan
Pre Operasi
1. Inform consent ke pasien tentang tindakan anestesi yang akan digunakan.
2. Inspeksi apakah ada kelainan spesifik di tulang belakang dan lain-lain
3. Periksa hasil lab untuk melihat apakah ada kelainan atau tidak.
4. Persiapkan alat, mulai dari monitor, jarum spinal dan obat-obat yang akan
digunakan.
5. Setelah dimonitor, posisikan pasien duduk di meja operasi dengan posisi tulang
belakang membungkuk dengan assiten memegang kepala pasien untuk
memfiksasi posisi tulang belakang pasien
6. Cari perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan antara L2-3, L3-4
atau L4-5.
7. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol
8. Beri anestetik local pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml
9. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah sefal, kemudian
masukkan jarum spinal berikutnya mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (quincke-badcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar
dengan serat duramater
10. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor,
pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukan pelan-pelan (0,5 ml/detik)
diselingi aspirasi sedikit , hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Intra Operasi:
1. Tanda-tanda vital dimonitor termasuk tekanan darah, frekuensi pernapasan, nadi
dan saturasi oksigen selama operasi.
2. Obat ondansentron 2 x 4 mg dimasukkan melalui intravena.
3. Cairan yang masuk adalah Hest 500 ml, Ring As 1500
5
4. Masukkan metergin 2 x 0,2 mg bolus IV dan oxytocin 2 x10 IU drip
5. Pendarahan 200 mL
6. Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang PACU.
Post Operasi (pasca bedah di ruang pulih sadar) :
Keluhan pasien: pasien sadar penuh dengan Glasgow Coma Scale (GCS) :15
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : compos mentis, baik
Respirasi : 2 (sanggup diminta bernafas dalam dan batuk)
Sirkulasi : 2 (tekanan darah naik/ turun berkisar 20%)
Warna kulit : 2 (merah muda, cappilari refill < 3 detik)
Aktivitas : 2 (4 anggota tubuh bergerak aktif/ diperintah)
Tekanan darah 112/63 mmHg, CRT < 3 detik
Akral hangat, perdarahan luka op (-)
Terapi pasca bedah:
Analgetik : fentanyl drip 200mcg dalam ringer asetat 500 cc sebanyak 20 tpm
Antiemetik : Injeksi ondansentron 2 mg
Terapi lain sesuai DPJP
Tinjauan Pustaka
Definisi Regional Anastesi
6
Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan obat anestesi disekitar saaraf
sehingga area yang di arafi teranestesi. Anestesi regional dibagi menjadi epidural, spinal dan
kombinasi spinal epidural, spinal anestesi adalah suntikan obat anestesi kedalam ruang
subarahnoid dan ekstradural epidural di lakukan suntikan kedalam ekstradural.
.
Reginonal Anestesia : Spinal Anesthesia
Anesthesia Spinal anestesi atau Subarachniod Blok (SAB) adalah salah satu teknik
anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang
subarachnoid untuk mendapatkan analgesi setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka.
Untuk dapat memahami spinal anestesi yang menghasilkan blok simpatis, blok sensoris dan blok
motoris maka perlu diketahui neurofisiologi saraf, mekanisme kerja obat anestesi lokal pada
SAB dan komplikasi yang dapat ditimbulkannya.
Derajat anestesi yang dicapai tergantung dari tinggi rendah lokasi penyuntikan, untuk
mendapatkan blockade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas, dan hal ini tergantung
banyak faktor antara lain posisi pasien selama dan setelah penyuntikan, barisitas dan berat jenis
obat. Berat jenis obat lokal anesthesia dapat diubahubah dengan mengganti komposisinya,
hiperbarik diartikan bahwa obat lokal anestesi mempunyai berat jenis yang lebih besar dari berat
jenis cairan serebrospinal, yaitu dengan menambahkan larutan glukosa, namun apabila
ditambahkan NaCl atau aqua destilata akan menjadi hipobarik.
Anatomi
- 7 vertebra servikal
- 12 vertebra thorakal
- 5 vertebra lumbal
7
Medula spinalis diperadarahi oleh spinalis anterior dan spinalis posteror. Tulang belakang
biasanya bentuk-bentuk ganda C, yang cembung anterior di daerah leher dan lumbal. Unsur
ligamen memberikan dukungan struktural dan bersama-sama dengan otot pendukung membantu
menjaga bentuk yang unik. Secara ventral, corpus vertebra dan disk intervertebralis terhubung
dan didukung oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior. Dorsal, ligamentum flavum,
ligamen interspinous, dan ligamentum supraspinata memberikan tambahan stabilitas. Dengan
menggunakan teknik median, jarum melewati ketiga dorsal ligamen dan melalui ruang oval
antara tulang lamina dan proses spinosus vertebra yang berdekatan.Untuk mencapai cairan
cerebro spinal, maka jarum suntik akan menembus : kulit, subkutis, ligament supraspinosum,
ligament interspinosum, ligament flavum, ruang epidural, durameter, ruang subarahnoid.
a. Operasi ekstremitas bawah, meliputi jaringan lemak, pembuluh darah dan tulang.
b. Operasi daerah perineum termasuk anal, rectum bawah dan dindingnya atau pembedahan
saluran kemih.
8
Kontra indikasi Spinal Anestesi
a. Absolut
1) Pasien menolak
Kontraindikasi Relatif
2) Kelainan neurologis
3) Kelainan psikis
5) Penyakit jantung
6) Nyeri punggung
Pada dasarnya persiapan anestesi spinal seperti persiapan anestesi umum, daerah sekitar
tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,misalnya kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu
di perhatikan hal-hal dibawah ini :
9
a. Izin dari pasien (Informed consent)
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan Laboratorium anjuran HB, HT, PT (Protombin Time) dan PTT (Partial
Thromboplastine Time).
Salah satu faktor yang mempengaruhi spinal anestesi blok adalah barisitas (Barik Grafity)
yaitu rasio densitas obat spinal anestesi yang dibandingkan dengan densitas cairan spinal pada
suhu 370C. Barisitas penting diketahui karena menentukan penyebaran obat anestesi lokal dan
ketinggian blok karena grafitasi bumi akan menyebabkan cairan hiperbarik akan cendrung ke
bawah. Densitas dapat diartikan sebagai berat dalam gram dari 1ml cairan (gr/ml) pada suhu
tertentu. Densitas berbanding terbalik dengan suhu.
Obat-obat lokal anestesi berdasarkan barisitas dan densitas dapat di golongkan menjadi tiga
golongan yaitu:
1) Hiperbarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih besar dari pada berat
jenis cairan serebrospinal, sehingga dapat terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi.
Agar obat anestesi lokal benarbenar hiperbarik pada semua pasien maka baritas paling rendah
harus 1,0015gr/ml pada suhu 37C. contoh: Bupivakain 0,5% .
2) Hipobarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih rendah dari berat
jenis cairan serebrospinal. Densitas cairan serebrospinal pada suhu 370C adalah 1,003gr/ml.
Perlu diketahui variasi normal cairan serebrospinal sehingga obat yang sedikit hipobarik belum
tentu menjadi hipobarik bagi pasien yang lainnya. contoh: tetrakain, dibukain.
3) Isobarik
10
Secara definisi obat anestesi lokal dikatakan isobarik bila densitasnya sama dengan
densitas cairan serebrospinalis pada suhu 370C. Tetapi karena terdapat variasi densitas cairan
serebrospinal, maka obat akan menjadi isobarik untuk semua pasien jika densitasnya berada pada
rentang standar deviasi 0,999-1,001gr/ml. contoh: levobupikain 0,5%.
Spinal anestesi blok mempunyai beberapa keuntungan antara lain: perubahan metabolik
dan respon endokrin akibat stres dapat dihambat, komplikasi terhadap jantung, paru, otak dapat
di minimal, tromboemboli berkurang, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang terblok
sedang pasien masih dalam keadaan sadar.
f. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting
untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,misalnya alergi,
mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat dirancang
anestesia berikutnya dengan lebih baik.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk
diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga
akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan
seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
h. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah rutin (Hb, lekosit, masa
perdarahan dan masa pembekuan. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan
EKG dan foto thoraks.
11
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari
The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan
resiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping
pembedahan.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan
Kelas V : Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi
menyebabkan keterbatasan fungsi
Bila operasi yang dilakukan darurat maka penggolongan ASA diikuti huruf E.
Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan
kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang
menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, pasien harus berpuasa selama periode
tertentu.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam.
Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air
putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas
boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
Premedikasi
Pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan untuk melancarkan
induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:5
12
o Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien
Pasca Anestesia
Anestesi diakhiri dengan menghentikan pemberian obat anestesi. Penghentian anestesi
inhalasi disertai oksigenisasi. Oksigen akan mengisi tempat yang sebelumnya ditempati oleh obat
anestesi inhalasi diaveoli yang berangsur-angsur keluar mengikuti udara ekspirasi. Kesadaran
penderita juga berangsur-angsur pulih sesuai dengan turunnya kadar obat anestesi di dalam
darah. 1-4
Setelah prosedur diatas selesai, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan terus
diobservasi dengan cara menilai Aldrettes score nya, nilai 8-10 bisa dipindahkan ke ruang
perawatan, 5-8 observasi secara ketat, kurang dari 5 pindahkan ke ICU, penilaian meliputi
kesadaran, respirasi, sirkulasi, aktivitas, dan warna kulit. 1-4
Daftar Pustaka
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta:
FKUI; 2011.
2. Omoigui S. Buku saku obat-obatan anestesia. Edisi ke-2 Jakarta: EGC; 2012.
3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 5th ed. USA:Lange;2013.
4. Gwinnut CL. Catatan kuliah anestesi klinis. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2008.
5. Tim Cook, Ben Walton. The Laryngeal Mask Airway. In : Update in
Anaesthesia : 32 42
13