Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada AIDS
Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada AIDS
Pembimbing
dr. M.Rowi, Sp.S
Penyusun
Indah Sandy Febryant
030 05 113
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di
seluruh dunia. Saat ini tdak ada Negara yang terbebas dari HIV/AIDS. HIV/AIDS menyebabkan krisis
dalam berbagai krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan negara,
krisis ekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan.
Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi oleh World Health Organizaton (WHO).
Dari penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang. HIV
menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia. Pada tahun 2005 saja, penderita AIDS lebih dari 570.000
adalah anak-anak. Dengan pertumbuhannya yang semakin pesat, perlu untuk kita mengetahui apa saja
komplikasi neurologis yang dapat terjadi.
Dampak AIDS terhadap sel saraf yaitu dimana virus tampaknya tdak menyerang sel saraf secara
langsung tetapi membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf. Peradangan yang diakibatkan dapat
merusak otak dan saraf tulang belakang. Penelitan menunjukkan bahwa infeksi HIV secara bermakna
dapat mengubah struktur otak tertentu yang terlibat dalam proses belajar dan pengelolaan informasi.
HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel saraf, menyebabkan kerusakan neurologis.
31-60% pasien AIDS memiliki kelainan neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan sedikit ke sistem saraf
tepi. Infeksi yang mengenai SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi opportunis sekunder atas
imunosupresi yang diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi HIV langsung yang tampil sebagai
meningits atau kompleks dementa AIDS, manifestasi ensefalits HIV yang secara klinis dan biologis
berjangkauan luas.
Infeksi oportunistk dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS,
akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain sepert penyakit infeksi disebabkan oleh virus, bakteri,
protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit keganasan.
Dalam referat ini, akan dibahas secara singkat mengenai beberapa jenis infeksi oportunistk
susunan saraf pusat pada pasien AIDS yang disebabkan oleh patogen viral : ensefalits sitomegalovirus
dan leukoensefalopat multfokal progresif, serta yang disebabkan oleh patogen non-viral : ensefalits
toksoplasma dan meningits kriptokokus.
EPIDEMIOLOGI
Aquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertama kali diidentfikasi pada tahun 1981, dan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah diketahui sebagai penyebab pada tahun 1984. Desember
2002, WHO (World Health Organizaton) memperkirakan sebanyak 42 juta penduduk mengidap HIV. Dari
penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang. HIV
menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia.
Di Indonesia, kasus pertama HIV/AIDS ditemukan pada tahun 1987. Hingga Maret 2010 tercatat
terjadi 20.564 kasus AIDS dengan 3.936 orang korban meninggal dunia. Jumlah tersebut semakin
bertambah seiring dengan banyaknya faktor dan sarana penularan HIV/AIDS yaitu penggunaan narkotka
jenis suntk (Injecton Drug User/IUD).
Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam tahapan sebagai berikut:
Infeksi virus (2-3 minggu)
Sindrome retroviral akut (2-3 minggu)
Gejala menghilang + serokonversi
Infeksi kronis HIV asimptomatk (rata-rata 8 tahun, di negara berkembang lebih pendek)
Infeksi HIV/AIDS simptomatk (rata-rata 1,3 tahun)
Infeksi HIV primer dapat bersifat asimptomatk, atau pada 50-70% penderita muncul dalam bentuk
akut, self-limitng mononucleosis-like illness dengan demam, nyeri kepala, mialgia, malaise, lethargi,
sakit tenggorokan, limfadenopat, dan bintk makulopapular. Infeksi akut ditandai dengan viremia,
dijumpai angka replikasi virus yang tnggi, mudahnya isolasi virus dari limfosit darah perifer dan level
serum antgen virus yang tnggi.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) didefinisikan sebagai suatu sindrome atau kumpulan
gejala penyakit dengan karakteristk defisiensi imun yang berat, dan merupakan manifestasi stadium
akhir infeksi HIV.
HIV merupakan virus yang bersifat imunotropik dan neurotropik yang berart organ targetnya
selain sel imun juga menyerang sistem saraf. HIV melewat sawar darah otak melalui aksis makrofag-
monosit. Mekanisme yang memungkinkan mencakup transport intraseluler melewat blood-brain barrier
dalam makrofag yang terinfeksi, penempatan virus bebas pada leptomeningens, atau virus bebas setelah
replikasi dalam pleksus khoroideus atau epithelium vaskular.
Infeksi virus herpes sering terlihat pada pasien AIDS. Pada orang yang terpajan dengan herpes
zoster, virus dapat tdur di jaringan saraf selama bertahun-tahun hingga muncul kembali sebagai ruam.
Reaktvasi ini umum pada orang yang AIDS karena sistem kekebalannya melemah.
Neurosifilis, akibat infeksi sifilis yang tdak diobat secara tepat, tampak lebih sering dan lebih
cepat berkembang pada orang terinfeksi HIV. Neurosifilis dapat menyebabkan degenerasi secara
perlahan pada sel saraf dan serat saraf yang membawa informasi sensori ke otak
Sepert halnya penyakit infeksi yang lainnya, tuberkulosis pada penyakit AIDS juga infeksius ada
individu sehat. Gejala klinisnya bervariasi tergantung pada tahap penyakit HIV-nya. Pada stadium awal,
dimana relatf ada kekebalan dalam sel (cell mediated immunity), maka penyakit tuberkulosisnya akan
menunjukkan gambaran penyakit primer klasik sepert pada orang dewasa yakni dengan adanya infiltrat
di lobus atas dan adanya kavitasi; dimana tes tuberkulin biasanya akan positf. Bila penyakit HIV-nya
melanjut maka cell mediated immunity akan rusak disertai gejala non spesifik, yaitu demam, turunnya
berat badan dan fatigue (kelelahan), dengan atau tanpa adanya gejala batuk.
PENATALAKSANAAN HIV/AIDS
Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan/rehabilitasi dan edukasi.
Pengobatan pada pengidap HIV/penderita AIDS ditujukan terhadap: virus HIV (obat antretroviral), infeksi
opportunistk, kanker sekunder, status kekebalan tubuh, simptomats dan suportf.
Obat-obat antretroviral dapat memperbaiki morbiditas pada HIV dan dapat memperpanjang
survival. Sesuai perkembangan pada terapi HIV terdapat tga kelas obat antretroviral yang telah diakui
penggunaannya yaitu: nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs), nonnucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NNRTIs), dan protease inhibitors (PIs). Agar tercapainya penggunaan obat secara
BAB III
INFEKSI OPORTUNISTIK SUSUNAN SARAF PUSAT PADA PASIEN AIDS
CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah puth
manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel ini berfungsi dalam memerangi infeksi yang masuk ke dalam
tubuh. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, jumlah CD4 berkisar antara 1400-1500 sel/L.
Hubungan infeksi oportunistk dan jumlah sel CD4 pada penderita HIV (secara umum) :
JUMLAH SEL CD4 PATOGEN MANIFESTASI
200-500/mcl S.pneumoniae, H.influenzae Community-Aquired Pneumonia(CAP)
M.tuberculosis TB paru
C.albicans Sariawan, candida vagina
HSV 1 dan 2 Herpes orolabial, genital, perirectal
Virus Varicela-Zoster Ruam pada saraf
Virus Epstein-Barr Oral hairy leukoplakia
Human Hervesvirus 8 Sarkoma Kaposi
100-200/mcl Semua di atas, ditambah :
P.carinii Pneumonia
C.parvum Diare kronik
50-100/mcl Semua di atas, ditambah :
T.gondii Ensefalits
C.albocans Ensefalits
C.neoformans Meningits
H.capsulatum Penyakit diseminata
Microsporidia Diare kronik
Infeksi oportunistk pada SSP muncul secara tdak langsung sebagai akibat dari proses
immunosupresi konkomitan berupa infeksi opportunistk dan neoplasma. Dapat dibedakan menjadi
Patogen viral
Ensefalits sitomegalovirus
Leukoensefalopat multfokal progresif
Patogen non-viral
Ensefalits toksoplasmas
Meningits kriptokokus
d. Penatalaksanaan
Pengobatan ensefalits sitomegalovirus pada pasien dengan AIDS membutuhkan obat khusus
terhadap CMV dan pemulihan fungsi kekebalan melalui penggunaan terapi ant retroviral (ART). Untuk
virus CMV nya dapat diberikan asiklovir (5mg/kgBB 2 kali sehari parenteral selama 14-21 hari,
selanjutnya 5mg/kgBB sekali sehari dianjurkan sampai CD4>100 sel/ml). Sedangkan pengobatan kausatf
dapat diberikan diazepam 10-20 mg iv untuk mengatasi kejang, dan dapat pula diberikan manitol 20%
untuk ant udem serebri.
d. Penatalaksanaan
Toksoplasmosis otak diobat dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat
melalui sawar-darah otak. Toxoplasma gondii membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat penggunaannya. Dosis normal
obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-4g sulfadiazin per hari. Kedua obat ini mengganggu
ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia. Orang dengan toksoplasmosis biasanya
memakai kalsium folinat (semacam vitamin B) untuk mencegah anemia.
Kombinasi obat ini sangat efektf terhadap toksoplasmosis. Lebih dari 80% orang menunjukkan
kebaikan dalam 2-3 minggu. Orang yang pulih dari toksoplasmosis seharusnya terus memakai obat
anttokso dengan dosis rumatan yang lebih rendah. Jelas bahwa orang yang mengalami toksoplasmosis
sebaiknya mulai terapi antretroviral (ART) secepatnya. Bila CD4 naik menjadi di atas 200 selama lebih
dari tga bulan, terapi rumatan toksoplasmosis dapat dihentkan.
B. MENINGITIS KRIPTOKOKUS
a. Etologi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang umum ditemukan pada
tanah dan tnja burung. Jamur ini pertama menyerang paru dan menyebar ke otak dan saraf tulang
belakang, menyebabkan peradangan. Risiko infeksi paling tnggi jika jumlah CD4 di bawah 50.
b. Tanda dan Gejala
BAB IV
KESIMPULAN
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh
dunia. Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi oleh World Health Organizaton (WHO). Dari
penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang. HIV
menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia. Pada tahun 2005 saja, penderita AIDS lebih dari 570.000
adalah anak-anak. Dengan pertumbuhannya yang semakin pesat, perlu untuk kita mengetahui apa saja
komplikasi neurologis yang dapat terjadi.
31-60% pasien AIDS memiliki kelainan neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan sedikit ke
sistem saraf tepi. Infeksi yang mengenai SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi opportunis sekunder
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006
2. Sylvia Price dan Lorraine Wilson. Human Immunodeficiency (HIV)/Acquired Immunodeficiency
Sindrome). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC,2006
3. Patric Davey. Infeksi HIV dan AIDS. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 2006
4. Profesor.dr.H.Jusf Misbach, dkk. HIV-AIDS Susunan Saraf Pusat. Neurologi. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2006.