Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

INFEKSI OPORTUNISTIK SUSUNAN SARAF PUSAT


PADA PASIEN AIDS

Pembimbing
dr. M.Rowi, Sp.S

Penyusun
Indah Sandy Febryant
030 05 113

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA DR.ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 3 JANUARI 5 FEBRUARI 2011
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di
seluruh dunia. Saat ini tdak ada Negara yang terbebas dari HIV/AIDS. HIV/AIDS menyebabkan krisis
dalam berbagai krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan negara,
krisis ekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan.
Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi oleh World Health Organizaton (WHO).
Dari penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang. HIV
menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia. Pada tahun 2005 saja, penderita AIDS lebih dari 570.000
adalah anak-anak. Dengan pertumbuhannya yang semakin pesat, perlu untuk kita mengetahui apa saja
komplikasi neurologis yang dapat terjadi.
Dampak AIDS terhadap sel saraf yaitu dimana virus tampaknya tdak menyerang sel saraf secara
langsung tetapi membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf. Peradangan yang diakibatkan dapat
merusak otak dan saraf tulang belakang. Penelitan menunjukkan bahwa infeksi HIV secara bermakna
dapat mengubah struktur otak tertentu yang terlibat dalam proses belajar dan pengelolaan informasi.
HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel saraf, menyebabkan kerusakan neurologis.
31-60% pasien AIDS memiliki kelainan neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan sedikit ke sistem saraf
tepi. Infeksi yang mengenai SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi opportunis sekunder atas
imunosupresi yang diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi HIV langsung yang tampil sebagai
meningits atau kompleks dementa AIDS, manifestasi ensefalits HIV yang secara klinis dan biologis
berjangkauan luas.
Infeksi oportunistk dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS,
akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain sepert penyakit infeksi disebabkan oleh virus, bakteri,
protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit keganasan.
Dalam referat ini, akan dibahas secara singkat mengenai beberapa jenis infeksi oportunistk
susunan saraf pusat pada pasien AIDS yang disebabkan oleh patogen viral : ensefalits sitomegalovirus
dan leukoensefalopat multfokal progresif, serta yang disebabkan oleh patogen non-viral : ensefalits
toksoplasma dan meningits kriptokokus.

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 1


BAB II
SEKILAS TENTANG A I D S

EPIDEMIOLOGI
Aquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertama kali diidentfikasi pada tahun 1981, dan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah diketahui sebagai penyebab pada tahun 1984. Desember
2002, WHO (World Health Organizaton) memperkirakan sebanyak 42 juta penduduk mengidap HIV. Dari
penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang. HIV
menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia.
Di Indonesia, kasus pertama HIV/AIDS ditemukan pada tahun 1987. Hingga Maret 2010 tercatat
terjadi 20.564 kasus AIDS dengan 3.936 orang korban meninggal dunia. Jumlah tersebut semakin
bertambah seiring dengan banyaknya faktor dan sarana penularan HIV/AIDS yaitu penggunaan narkotka
jenis suntk (Injecton Drug User/IUD).

INFEKSI VIRUS HIV


HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang tergolong virus RNA (Ribonucleic
Acid), yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetk. HIV mempunyai
enzim reverse transcriptase yang terdapat di dalam int HIV dan akan mengubah informasi genetka dari
RNA virus menjadi deoxy-ribonucleid acid (DNA). Enzim ini adalah polimerase DNA yang mampu
bergabung dengan kromosom tubuh. Sekali berintegrasi, ia digunakan sebagai pembawa pesan
transkripsi untuk sintesis virus.
HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas kekebalan tubuh. HIV
mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang
juga mempunyai reseptor CD4 adalah : sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritk, sel retna, sel
leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus ke
permukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematan sel dengan meningkatkan tngkat apoptosis
pada sel yang terinfeksi
Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dan
dapat mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistk dapat terjadi akibat penurunan kekebalan
tubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang membahayakan
fungsi dan kesehatan sel saraf.

Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam tahapan sebagai berikut:
Infeksi virus (2-3 minggu)
Sindrome retroviral akut (2-3 minggu)
Gejala menghilang + serokonversi
Infeksi kronis HIV asimptomatk (rata-rata 8 tahun, di negara berkembang lebih pendek)
Infeksi HIV/AIDS simptomatk (rata-rata 1,3 tahun)

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 2


Kematan
Berdasarkan hasil pemeriksaan CD4, infeksi HIV dapat dibedakan menjadi beberapa fase :
Fase I - Infeksi HIV primer ( infeksi HIV akut )
Fase II - Penurunan imunitas dini ( sel CD4 > 500/ l )
Fase III - Penurunan imunitas sedang ( sel CD4 500-200 /l )
Fase IV - Penurunan imunitas berat ( sel CD4 <200 /l )

Infeksi HIV primer dapat bersifat asimptomatk, atau pada 50-70% penderita muncul dalam bentuk
akut, self-limitng mononucleosis-like illness dengan demam, nyeri kepala, mialgia, malaise, lethargi,
sakit tenggorokan, limfadenopat, dan bintk makulopapular. Infeksi akut ditandai dengan viremia,
dijumpai angka replikasi virus yang tnggi, mudahnya isolasi virus dari limfosit darah perifer dan level
serum antgen virus yang tnggi.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) didefinisikan sebagai suatu sindrome atau kumpulan
gejala penyakit dengan karakteristk defisiensi imun yang berat, dan merupakan manifestasi stadium
akhir infeksi HIV.

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 3


Kriteria diagnosis presumtf untuk indikator AIDS
a. Kandidiasis esophagus: nyeri retrosternal saat menelan bercak puth di atas dasar kemerahan.
b. Retnits citomegalo virus
c. Mikobakteriosis
d. Sarkoma Kaposi: bercak merah atau ungu pada kulit atau selaput mukosa.
e. Pneumonia pnemosistsis karini: sesak nafas/batuk non produktf dalam 3 bulan terakhir.
f. Ensefalits Toksoplasmosis.

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 4


KELAINAN NEUROLOGI PADA INFEKSI HIV
Penyakit saraf sering terjadi pada seseorang yang terinfeksi HIV, sebanyak 31-60%. Penelitan di
Jakarta mendapatkan hasil bahwa 90% penderita HIV/AIDS mengalami kelainan pada sistem sarafnya.
Kegagalan fungsi tubuh menyebabkan kerentanan seluruh sistem organ, termasuk sistem saraf
sentral, perifer dan otot. Keterlibatan sistem saraf dapat sebagai akibat infeksi primer oleh virus atau
infeksi oportunistk, efek imunosupresif atau keduanya.
Kelainan neurologi yang tmbul pada penderita AIDS secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
(a) Infeksi HIV Primer

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 5


Komplikasi langsung terlibat pada sistem saraf yang terinfeksi HIV dengan perubahan
patologi diakibatkan langsung oleh HIV itu sendiri. Harus diingat bahwa lesi SSP pada
AIDS dapat disebabkan proses neoplastk. Limfoma SSP primer ditemukan sekitar 3 %
dari pasien AIDS, dan limfoma sistemik juga bisa menyebar pada mening. Beberapa
sarkoma Kaposi yang metastase ke otak pernah dilaporkan. Contoh lainnya adalah AIDS
Dementa dan neuropat perifer.
(b) Infeksi Oportunistk SSP
Sekunder/komplikasi tdak langsung sebagai akibat dari proses immunosupresi
konkomitan berupa infeksi opportunistk dan neoplasma.
Patogen viral
Ensefalits sitomegalovirus
Leukoensefalopat tmultfokal progresif
Patogen non-viral
Ensefalits toksoplasmas
Meningits kriptokokus

HIV merupakan virus yang bersifat imunotropik dan neurotropik yang berart organ targetnya
selain sel imun juga menyerang sistem saraf. HIV melewat sawar darah otak melalui aksis makrofag-
monosit. Mekanisme yang memungkinkan mencakup transport intraseluler melewat blood-brain barrier
dalam makrofag yang terinfeksi, penempatan virus bebas pada leptomeningens, atau virus bebas setelah
replikasi dalam pleksus khoroideus atau epithelium vaskular.
Infeksi virus herpes sering terlihat pada pasien AIDS. Pada orang yang terpajan dengan herpes
zoster, virus dapat tdur di jaringan saraf selama bertahun-tahun hingga muncul kembali sebagai ruam.
Reaktvasi ini umum pada orang yang AIDS karena sistem kekebalannya melemah.
Neurosifilis, akibat infeksi sifilis yang tdak diobat secara tepat, tampak lebih sering dan lebih
cepat berkembang pada orang terinfeksi HIV. Neurosifilis dapat menyebabkan degenerasi secara
perlahan pada sel saraf dan serat saraf yang membawa informasi sensori ke otak
Sepert halnya penyakit infeksi yang lainnya, tuberkulosis pada penyakit AIDS juga infeksius ada
individu sehat. Gejala klinisnya bervariasi tergantung pada tahap penyakit HIV-nya. Pada stadium awal,
dimana relatf ada kekebalan dalam sel (cell mediated immunity), maka penyakit tuberkulosisnya akan
menunjukkan gambaran penyakit primer klasik sepert pada orang dewasa yakni dengan adanya infiltrat
di lobus atas dan adanya kavitasi; dimana tes tuberkulin biasanya akan positf. Bila penyakit HIV-nya
melanjut maka cell mediated immunity akan rusak disertai gejala non spesifik, yaitu demam, turunnya
berat badan dan fatigue (kelelahan), dengan atau tanpa adanya gejala batuk.
PENATALAKSANAAN HIV/AIDS
Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan/rehabilitasi dan edukasi.
Pengobatan pada pengidap HIV/penderita AIDS ditujukan terhadap: virus HIV (obat antretroviral), infeksi
opportunistk, kanker sekunder, status kekebalan tubuh, simptomats dan suportf.
Obat-obat antretroviral dapat memperbaiki morbiditas pada HIV dan dapat memperpanjang
survival. Sesuai perkembangan pada terapi HIV terdapat tga kelas obat antretroviral yang telah diakui
penggunaannya yaitu: nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs), nonnucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NNRTIs), dan protease inhibitors (PIs). Agar tercapainya penggunaan obat secara

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 6


potensial maka digunakan paling sedikit tga jenis obat dari paling sedikit dua kelas obat antretroviral.
Secara khusus meliput dua obat NRTIs dan lainnya satu NNRTIs atau PIs.
Pengobatan untuk infeksi oportunistk dan kanker sekunder bergantung pada penyakit infeksi
atau kanker apa yang ditmbulkan. Pengobatan status kekebalan tubuh dengan menggunakan immune
restoring agents, diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel limfosit, dan menambah jumlah limfosit.

BAB III
INFEKSI OPORTUNISTIK SUSUNAN SARAF PUSAT PADA PASIEN AIDS

CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah puth
manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel ini berfungsi dalam memerangi infeksi yang masuk ke dalam
tubuh. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, jumlah CD4 berkisar antara 1400-1500 sel/L.

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 7


Pada penderita HIV/AIDS jumlah CD4 akan menurun dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi
oportunistk. Umumnya muncul jika dijumpai keadaan immunodefisiensi berat (jumlah limfosit CD4 <
200 sel/mm3).

Hubungan infeksi oportunistk dan jumlah sel CD4 pada penderita HIV (secara umum) :
JUMLAH SEL CD4 PATOGEN MANIFESTASI
200-500/mcl S.pneumoniae, H.influenzae Community-Aquired Pneumonia(CAP)
M.tuberculosis TB paru
C.albicans Sariawan, candida vagina
HSV 1 dan 2 Herpes orolabial, genital, perirectal
Virus Varicela-Zoster Ruam pada saraf
Virus Epstein-Barr Oral hairy leukoplakia
Human Hervesvirus 8 Sarkoma Kaposi
100-200/mcl Semua di atas, ditambah :
P.carinii Pneumonia
C.parvum Diare kronik
50-100/mcl Semua di atas, ditambah :
T.gondii Ensefalits
C.albocans Ensefalits
C.neoformans Meningits
H.capsulatum Penyakit diseminata
Microsporidia Diare kronik

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 8


M.tuberculosis TB diseminata/
Ekstrapulmoner
R.equi Pneumonia
HSV 1 dan 2 HSV diseminata
Virus Varicella-Zoster VZV diseminata
Virus Epstein-Barr Limfoma primer SSP

<50/mcl Semua di atas, ditambah :


M.avium complex MAC diseminata
Cytomegalovirus Retnits, diare, ensefalits

Infeksi oportunistk pada SSP muncul secara tdak langsung sebagai akibat dari proses
immunosupresi konkomitan berupa infeksi opportunistk dan neoplasma. Dapat dibedakan menjadi
Patogen viral
Ensefalits sitomegalovirus
Leukoensefalopat multfokal progresif
Patogen non-viral
Ensefalits toksoplasmas
Meningits kriptokokus

1. INFEKSI OPORTUNISTIK SSP AKIBAT PATOGEN VIRAL


A. ENSEFALITIS SITOMEGALOVIRUS
a. Etologi dan Penularan
Sitomegalovirus merupakan virus DNA yang tergolong famili herpetoviridae. CMV merupakan
patogen opportunistk. Resiko CMV tertnggi adalah pada saat jumlah CD4 di bawah 50/mcl. Manusia
adalah satu-satunya inang yang diketahui untuk cytomegalovirus. Penularan memerlukan kontak
langsung dari orang ke orang. Virus mungkin dikeluarkan dalam urin, air liur, air susu, dan sekresi servikal
dan dibawa dalam sel darah puth yang bersirkulasi. Penyebaran secara oral dan pernapasan
kemungkinan merupakan jalur utama penularan sitomegalovirus. Virus ini dapat menyebar melalui
placenta, melalui transfusi darah, melalui transplantasi organ, dan melalui kontak seksual.
b. Tanda dan Gejala
Demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat yang menimbulkan kejang,
kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis fokal.
Gejala yang tmbul pada sistem saraf tepi termasuk lemas pada lengan dan kaki, masalah
pendengaran dan keseimbangan, tngkat mental yang berubah, demensia, neuropat perifer, koma dan
penyakit retna yang dapat mengakibatkan kebutaan. Infeksi CMV pada urat saraf tulang belakang dan
saraf dapat mengakibatkan lemahnya tungkai bagian bawah dan beberapa paralisis, nyeri bagian bawah
yang berat dan kehilangan fungsi kandung kemih. Infeksi ini juga dapat menyebabkan pneumonia dan
penyakit lambung-usus.
c. Diagnosis
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis ensefalits CMV :

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 9


1. Pungsi Lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal
Hasil pemeriksaan cairan menunjukkan cairan yang jernih, tekanannya tnggi, banyak mengandung
sel darah puth dan protein, kadar gulanya normal.
2. Elektroensefalografi (EEG)
Hasil EEG yang abnormal, kemungkinan adalah suatu ensefalits, tetapi hasil EEG yang normal tdak
bisa menyingkirkan diagnosis ensefalits.
3. CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI dikerjakan untuk memastkan bahwa penyebab dari tmbulnya gejala bukan
karena abscess otak, stroke, atau kelainan struktural (tumor, hematoma, aneurisma) Jika diduga
suatu ensefalits, CT Scan / MRI ini dikerjakan sebelum pungsi lumbal untuk mengetahui adanya
peningkatan intrakranial.
4. Biopsi otak
5. Pemeriksaan darah : Pemeriksaan serologis untuk mengukur kadar antbodi terhadap virus.

Plain CT Scan - HIV encephalitis.


Bilateral and symmetric diffuse hypodensity in the periventricular white matter without any mass effect.

d. Penatalaksanaan
Pengobatan ensefalits sitomegalovirus pada pasien dengan AIDS membutuhkan obat khusus
terhadap CMV dan pemulihan fungsi kekebalan melalui penggunaan terapi ant retroviral (ART). Untuk
virus CMV nya dapat diberikan asiklovir (5mg/kgBB 2 kali sehari parenteral selama 14-21 hari,
selanjutnya 5mg/kgBB sekali sehari dianjurkan sampai CD4>100 sel/ml). Sedangkan pengobatan kausatf
dapat diberikan diazepam 10-20 mg iv untuk mengatasi kejang, dan dapat pula diberikan manitol 20%
untuk ant udem serebri.

B. LEUKOENSEFALITIS MULTIFOKAL PROGRESIF


Leukoensefalits multfokal progresif adalah penyakit demielinisasi, yaitu penyakit yang menghancurkan
selubung myelin yang menutupi serabut saraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls saraf.

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 10


a. Etologi
Disebabkan oleh papovirus JC,yang 70% populasinya ada di tubuh manusia dalam masa laten
dan menyebabkan penyakit pada hanya sistem kekebalan sangat lemah. Sistem kekebalan tubuh yang
sehat dapat mengendalikan virus JC agar tdak menyebabkan penyakit.
b. Tanda dan Gejala
Tidak ada penampakan patognomonik, tetapi pasien sering menunjukkan hilangnya neurologi
multfokal. Pasien juga dapat memperlihatkan perubahan status mental yang parah, termasuk delirium,
hilangnya kemampuan kognitf, sikap yang labil atau psikosis, dan perubahan kepribadian.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pencitraan CT scan terdapat lesi berwarna puth pada parenkim otak. Terdapat
demielinisasi pada MRI, dan mendeteksi virus JC melalui polymerase chain reaction (PCR) dalam cairan
serebrospinal. Pada pasien yang PCR-negatf, biopsi otak umumnya dianjurkan bila PML dicurigai.

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 11


d. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang menyembuhkan, tetapi pengobatan dengan ART umumnya
dianjurkan. Bukt mengesankan bahwa ART mungkin merupakan pengobatan untuk dan juga melindungi
terhadap Progresif Multfokal Leukoensefalopat, tetapi juga ada bukt yang bertentangan; pasien dengan
Progresif Multfokal Leukoensefalopat yang mengalami perbaikan kekebalan dengan ART tdak
mengalami perbaikan secara neurologi. Penatalaksanaan ini bersifat mengurangi gejala.

2. INFEKSI OPORTUNISTIK OLEH PATOGEN NON VIRAL


A. ENSEFALITIS TOKSOPLASMA (TOKSOPLASMOSIS OTAK)
a. Etologi dan Penularan
Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain
yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tnja kucing dan kadang pada daging mentah atau
kurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana; tetapi sistem
kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang mentah
yang mengandung oocyst (bentuk infektf dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau
kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dpat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi
darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang immunokompeten biasanya
asimptomatk. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktvasi dari infeksi
laten. Yang akan mengakibatkan tmbulnya infeksi opportunistk dengan predileksi di otak.
b. Tanda dan Gejala
Gejala termasuk ensefalits, demam, sakit kepala berat yang tdak respon terhadap pengobatan,
lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat, masalah penglihatan,
pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan kepribadian. Tidak semua pasien
menunjukkan tanda infeksi.
Nyeri kepala dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalits fokal dan
terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini hampir selalu
merupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada penderita-penderita yang semasa
mudanya telah berhubungan dengan parasit ini. Gejala-gejala fokalnya cepat sekali berkembang dan
penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan kesadaran.
c. Diagnosis
Pemeriksaan Serologi
Didapatkan seropositf dari ant-T.gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat dilakukan dengan
indirect fluorescent antbody (IFA), aglutnasi, atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).
Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi protein
Pemeriksaan Polymerase chain reacton (PCR)
Mendeteksi DNA T.gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positf pada cairan bronkoalveolar dan
cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 12


positf pada jaringan otak tdak berart terdapat infeksi aktf karena tssue cyst dapat bertahan lama
berada di otak setelah infeksi akut.
CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multple disertai dan biasanya
ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik pada
jaringan sekitarnya. Ensefalits toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.
Biopsi otak
Diagnosis past ditegakkan melalui biopsi otak

d. Penatalaksanaan
Toksoplasmosis otak diobat dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat
melalui sawar-darah otak. Toxoplasma gondii membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat penggunaannya. Dosis normal
obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-4g sulfadiazin per hari. Kedua obat ini mengganggu
ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia. Orang dengan toksoplasmosis biasanya
memakai kalsium folinat (semacam vitamin B) untuk mencegah anemia.
Kombinasi obat ini sangat efektf terhadap toksoplasmosis. Lebih dari 80% orang menunjukkan
kebaikan dalam 2-3 minggu. Orang yang pulih dari toksoplasmosis seharusnya terus memakai obat
anttokso dengan dosis rumatan yang lebih rendah. Jelas bahwa orang yang mengalami toksoplasmosis
sebaiknya mulai terapi antretroviral (ART) secepatnya. Bila CD4 naik menjadi di atas 200 selama lebih
dari tga bulan, terapi rumatan toksoplasmosis dapat dihentkan.

B. MENINGITIS KRIPTOKOKUS
a. Etologi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang umum ditemukan pada
tanah dan tnja burung. Jamur ini pertama menyerang paru dan menyebar ke otak dan saraf tulang
belakang, menyebabkan peradangan. Risiko infeksi paling tnggi jika jumlah CD4 di bawah 50.
b. Tanda dan Gejala

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 13


Gejala meningits termasuk demam, kelelahan, leher pegal, sakit kepala, mual dan muntah,
kebingungan, penglihatan kabur, dan kepekaan pada cahaya terang. Gejala ini muncul secara perlahan.
Tanda-tanda sepert meningismus, termasuk kuduk kaku, tmbul < 40% penderita. Kejang dan defisit
neurologik fokal sering tmbul dan merupakan tanda koma kriptokokosis dan tromboflebits sinus
venosus. Manifestasi ekstraneural, dapat terjadi dengan/tanpa meningits, termasuk infiltrasi pulmoner,
lesi di kulit, abses prostat dan hepatts.
c. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium dipakai untuk menentukan diagnosis meningits. Tes laboratorium ini memakai
darah atau cairan sumsum tulang belakang. Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites
untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut CRAG mencari antgen (sebuah protein) yang
dibuat oleh kriptokokus. Tes biakan mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari sampel. Tes biakan
membutuhkan satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positf. Cairan sumsum tulang belakang
juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tnta India (70% positf) dan ditemukan antgen
kriptokokus dalam darah dan LCS (95-100% positf). LCS jumlah sel, glukosa, protein dapat terjadi tetapi
tdak selalu. Kultur darah dan urin (+).
d. Penatalaksanaan
Meningits kriptokokus diobat dengan obat antjamur. Beberapa klinisi memakai flukonazol
namun ada juga yang memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul flusitosin. Amfoterisin B adalah yang
paling manjur, tetapi obat ini dapat merusak ginjal.
Walau jarang, meningits kriptokokus tampaknya dapat kambuh atau menjadi lebih berat bila
terapi antretroviral (ART) dimulai dengan jumlah CD4 yang rendah. Hal ini disebabkan karena adanya
pengembangan sindrom pemulihan kekebalan (immune reconstruction inflammatory syndrome/IRIS).
Hal ini karena obat ant-HIV dapat memulihkan kemampuan sistem kekebalan untuk menanggapi infeksi
dan menghasilkan pemberantasan bakteri secara cepat. ART sering ditunda hingga terapi awal untuk
mengobat infeksi sudah diselesaikan.
e. Pencegahan
Memakai flukonazol waktu jumlah CD4 di bawah 50 dapat membantu mencegah meningits
kriptokokus. Tetapi ada beberapa alasan sebagian besar dokter tdak meresepkannya:
Sebagian besar infeksi jamur mudah diobat
Flukonazol adalah obat yang sangat mahal
Memakai flukonazol jangka panjang dapat menyebabkan infeksi jamur ragi (sepert kandidiasis
mulut, vaginits, atau infeksi kandida berat pada tenggorokan) yang kebal (resistan) terhadap
flukonazol. Infeksi yang resistan ini hanya dapat diobat dengan amfoterisin B.

DIAGNOSIS BANDING INFEKSI OPORTUNISTIK SSP PADA PASIEN AIDS


PATOGEN IMAGING PEM.PENUNJANG LAIN
Ensefalits Lesi massamultpel/kdg-kdg single IgG serum terhadap toksoplasmosis (+)
toksoplasmosis, pada CT/MRI, biasanya pada basal
CD4<100 ganglia, ring enhancement pada CT
Meningits Nonspesifik LCS : tekanan tnggi, kadar glucosa
criptokokus, rendah, protein, antgen kriptokokus (+)

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 14


CD4<100 kultur (+)
Lainnya : antgen serum biasanya juga (+)
Meningits Nonspesifik (lesi massa jarang) LCS: protein, kadar glucosa rendah,
Tuberkulosis dengan abnormalitas pada CXR pleositosis, kultur acid-fast bacteria (+)
sediaan hapus selalu (-)
Sifilis Nonspesifik LCS: protein dan WBC,VDRL(+)
Ensefalits HSV edema, focal haemorrhage LCS: limfositk, pleositosis, protein, PCR
biasanya pada lobus medial HSV
temporal/inferior frontal
Ensefalopat HIV, Normal pada awalnya, LCS: Nonspesifik
CD4<200 atrofi difus, patchy/diffuse white Lainnya: beta-2 mikroglobulin LCS, HIV
matter changes on T2-weighted RNA tnggi pada semua kasus
MRI pd stadium lanjut
PML,CD4<100 Single/multple focal/diffuse white LCS: PCR untuk virus JC DNA
matter lesions
tanpa ring enhancement
Limfoma primer Single/multple lesions pd CT/MRI, Biopsi otak/LCS sitologi (+),
SSP, CD4<100 ring enhancementpd CT LCS PCR EBV (+)

BAB IV
KESIMPULAN

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh
dunia. Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi oleh World Health Organizaton (WHO). Dari
penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang. HIV
menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia. Pada tahun 2005 saja, penderita AIDS lebih dari 570.000
adalah anak-anak. Dengan pertumbuhannya yang semakin pesat, perlu untuk kita mengetahui apa saja
komplikasi neurologis yang dapat terjadi.
31-60% pasien AIDS memiliki kelainan neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan sedikit ke
sistem saraf tepi. Infeksi yang mengenai SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi opportunis sekunder

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 15


atas imunosupresi yang diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi HIV langsung yang tampil
sebagai meningits atau kompleks dementa AIDS, manifestasi ensefalits HIV yang secara klinis dan
biologis berjangkauan luas.
Infeksi oportunistk dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS,
akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain sepert penyakit infeksi disebabkan oleh virus, bakteri,
protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit keganasan.
Pengobatan untuk infeksi oportunistk bergantung pada penyakit infeksi yang ditmbulkan.
Pengobatan status kekebalan tubuh dengan menggunakan immune restoring agents, diharapkan dapat
memperbaiki fungsi sel limfosit, dan menambah jumlah limfosit.
Penatalaksanaan HIV/AIDS bersifat menyeluruh terdiri dari pengobatan, perawatan/rehabilitasi
dan edukasi. Pengobatan pada pengidap HIV/penderita AIDS ditujukan terhadap: virus HIV (obat ART),
infeksi opportunistk, kanker sekunder, status kekebalan tubuh, simptomats dan suportf.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006
2. Sylvia Price dan Lorraine Wilson. Human Immunodeficiency (HIV)/Acquired Immunodeficiency
Sindrome). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC,2006
3. Patric Davey. Infeksi HIV dan AIDS. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 2006
4. Profesor.dr.H.Jusf Misbach, dkk. HIV-AIDS Susunan Saraf Pusat. Neurologi. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2006.

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 16


5. Gilroy J. Basic Neurology. Mc Graw-Hill. 3rd editon. New York. 2000 : 482-90.
6. Belman Anita L,Maletc-Savatc Mirjana. Human Immunodeficiency Virus and Acquired
Immunodeficiency Syndrome. In Textbook Clinical Neurology. Goetz. 2003:955-89.
7. Harrington Robert. Opportunistc Infecton in HIV Disease. Best Practce Medicine. Januari 2003.
8. Howard L. Weiner, dkk. AIDS dan system saraf. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC. 2001
9. HIV and Hepatts. 2008. Di unduh dari http://www.hivandhepatts.com/recent/2008/09c.html
10. HIV insite. 2003. Di unduh dari http://hivinsite.ucsf.edu/InSite?page=kb-04-01-0
11. Yayasan Spirita.2009. Neuropat Perifer. Diunduh dari http://spirita.or.id/hatp/pdf/h01331.pdf
12. Yayasan Spirita. 2007. Oleh Natonal insttude of Neurological Disorders and Stroke. Diunduh dari
http://www.spirita.or.id
13. Yayasan Spirita. Agustus 2010. Meningits Kriptokokus.
Di unduh dari http://spirita.or.id/li/bacali.php?.

Infeksi Oportunistk SSP Pada Pasien AIDS | 17

Anda mungkin juga menyukai