Anda di halaman 1dari 35

Referat

Toxoplasma
Cerebri
Yulius Timotius /
Inggerit / 406152058
Lidya Elizabeth lie / 406161035
Bryant / 406161036
Pendahuluan

– Toksoplasmosis serebral adalah penyakit infeksi opportunistik yang biasanya


menyerang pasien-pasien dengan HIV-AIDS dan merupakan penyebab paling
sering terhadap abses serebral pada pasien-pasien ini. Toxoplasma gondii juga
dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru,
mata, dan selaput otak.1,2,3 Infeksi paling umum dapat didapat dari kontak
dengan kucing-kucing dan feces mereka atau daging mentah atau yang kurang
masak
– Penyakit ini bisa diobati dan sembuh secara total, namun jika tidak dirawat,
akan berakhir dengan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii, yang merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat
ditularkan ke manusia. Parasit ini merupakan golongan protozoa yang
menginfeksi sebagian besar populasi dunia dan merupakan penyebab tersering
penyakit-penyakit infeksi otak pada pasien dengan HIV-AIDS.
– Reaktivasi toksoplasma gondii yang laten pada pasien HIV-AIDS umumnya akan
menyebabkan toksoplasmosis serebral dan bisa membahayakan jiwa jika
diagnosis dan terapi tidak tepat. Penyakit ini cukup sulit didiagnosis dan
diterapi, terutama di negara-negara berkembang di mana jumlah pasien HIV
sangat tinggi. Berdasarkan gejala klinis dan terlibatnya organ sefal,
menyebabkan kasus ini menjadi lebih serius dari toksoplasmosis ekstraserebral.
Epidemiologi

– Prevalensi zat anti T. gondii berbeda di berbagai daerah geografik, seperti pada
ketinggian yang berbeda, di daerah rendah, prevalensi zat anti lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah yang tinggi. Prevalensi zat anti ini juga lebih tinggi
di daerah tropik. Pada umumnya prevalensi zat anti T. gondii yang positif
meningkat sesuai dengan umur, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita.
Anjing sebagai sumber infeksi mendapatkan infeksi dari makan tinja kucing atau
bergulingan pada tanah yang mengandung tinja kucing, yang merupakan
instrumen penyebaran secara mekanis dari infeksi T. gondii. Lalat dan kecoa
secara praktis juga penting dalam penyebarannya
– Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan adalah sebagai berikut:
– kucing 35-73 %,
– babi 11-36 %,
– kambing 11-61 %
– anjing 75 %
– ternak lain kurang dari 10 %
Etiologi
– Siklus Hidup dan Morfologi Toxoplasmosis
– Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk tachyzoite, kista, dan
Ookista:2,3
– Tachyzoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua sel
mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa
akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis tachyzoit dalam jaringan akan
membelah secara lambat dan disebut bradizoit.
2. Kista 3. Ookista
– Terdapat dalam jaringan dengan – Ukuran 10-12 um.
jumlah ribuan berukuran 10-100
– Terbentuk di sel mukosa usus
um.
kucing dan dikeluarkan
– Kista penting untuk transmisi dan bersamaan dengan feces kucing.
paling banyak terdapat dalam
– Dalam epitel usus kucing
otot rangka, otot jantung dan
berlangsung siklus aseksual atau
susunan syaraf pusat.
schizogoni dan siklus seksual atau
gametogenidan sporogoni yang
menghasilkan ookista dan
dikeluarkan bersama feces kucing.
PATOGENESIS & RESPON IMUN
Oocyst (daging mentah) Tachyzoit
 
Tachyzoit (usus) Aktivasi CD4 sel T
 
ekspresi CD154
Darah & limfe


sel dendritik & makrofag
Imune respon

 IL-12
Bradyzoit (otak, skeletal, 
myocard, retina)
Sel TIFN-
 
Immunocompromized Respon antitoxoplasmik
reaktivasi
PATOGENESIS
Tanda dan Gejala Klinis

– Tidak spesifik (CNS Lymphoma, tubekulosis, infeksi HIV akut)


– Gejala :
– Demam, sefalgia
– Nyeri otot, sakit tenggorokan
– Pembesaran kelenjar limfe servikalis, supraklavikula, subocciput
– Gangguan status mental
– Kejang, delirium, muntah
– Focal weakness, gangguan berbicara
– Gangguan penglihatan, vertigo
– Koma
Penunjang

Identifikasi dan Isolasi Parasit

– Spesimen dari LCS atau darah. Diperlukan waktu minimal 6


minggu.
– PCR
– Mengidentifikasi DNA dari Toxoplasma Gondii pada darah, CSF, otak, cairan
vitreous/aqueous humor, bronchoalveolar lavage fluid, , urine, amniotic
fluid.
Test Serologi

– Toxoplasma Serological Profile (TSP)


– Pemeriksaan TSP dengan hasil positif pada IgG dan IgM dapat membedakan antara
infeksi/peradangan kronis atau akut.
– IgM muncul 1-2 minggu setelah infeksi dgn puncaknya 2 bulan lalu menurun 6-9 bulan.
– IgG puncaknya pada 4 bulan setelah infeksi lalu turun setelah 12-24 bulan dan dapat
bertahan seumur hidup.
– Sabin Fieldman Dye test
– Prinsip pemeriksaan ini yaitu antibodi mencegah methylen blue mewarnai sitoplasma
Toxoplasma. IgG biasanya timbul dalam 1-2 minggu infeksi, puncaknya dalam 1-2 bulan
kemudian turun dengan rata-rata penurunan bervariasi dan biasanya tetap ada selama
hidup. Tingginya titer tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit.
Test Serologi

– Serum pasien curiga mengandung Toxoplasma di inkubasi, lalu diberikan


methylen blue. Bila terdapat antibodi anti-toxo dalam serum, maka antibodi
melisiskan membran parasit dan methylen blue tidak mewarnai parasit (hasil
postif), begitu juga sebaliknya.
Test Serologi

– Test differential aglutination (AC/HS)


– Test differential aglutination menggunakan dua preparat antigen yang dapat
menggambarkan antigen penentu yang ditemukan pada awal infeksi akut
(antigen AC) atau antigen pada tahap akhir infeksi (HS). Rasio titer menggunakan
antigen AC dibandingkan antigen HS dapat diinterpretasikan akut, equivokal, non
akut, reaktivasi.
– Avidity
– Test avidity digunakan sebagai test konfirmasi diagnostik tambahan pada TSP
untuk pasien dengan IgM positif atau equivocal atau hasil tes AC/HS yang akut
atau equivocal. Hasil antibody avidity IgG rendah atau equivocal jangan
diinterpretasikan sebagai diagnostik infeksi yang didapat sekarang.
Test Serologi

– Antibody IgM
– Antibodi IgM diukur dengan menggunakan metode double sandwich atau
immune capture IgM-ELISA. Metode ini menghindari kesalahan false
positive.
– Pada pasien dengan infeksi didapat saat ini, antibodi IgM T.gondii dideteksi
pada awal penyakit dan titer ini akan negatif dalam beberapa bulan. IgM
yang tetap persisten tidak menggambarkan relevansi klinis dan pada
pasiennya harus dipertimbangkan infeksi kronis.
CT-SCAN

– Menunjukkan gambaran lesi noduler tunggal (30%) atau multipel (70%).


– Lebih sering gambaran CT-scan menunjukkan lesi kavitasi dengan dinding yang
tipis dan diikuti adanya ring enhancemen setelah pemberian kontras.
– Gambaran edema di sekeliling whit matter juga sering ditemukan.
– Sekitar 75% nodul-nodul berlokasi di basal ganglia, tetapi dapat juga
tersebar sampai ke bagian serebral lain pada gray matter- white matter.
– Toxoplasmosis mempunyai kecenderungan untuk melibatkan basal ganglia,
lesi juga dapat timbul di sepanjang serebellum, batang otak,
corticomedullary junction dan medulla spinalis.
– Perdarahan dan kalsifikasi dapat timbul selama pengobatan
– Menunjukan gambaran multipel hypodens dan bagian daerah yang
memiliki prevalensi tertinggi adalah di area basal ganglia dan
corticomedullary junction.
– Tanda patognomonik dari toxoplasma di SSP adalah target yang asimetris
yang dapat dideteksi baik dengan CT-scan maupun dengan MRI, dengan
MRI lebih sensitif dibandingkan CT-scan.
– Target asimetris yang timbul berupa abses ring enhancement yang
mengandung nodul eksentris pada kavitas absesnya.
Foto CT-Scan
MRI

– MRI lebih sensitif dibandingkan CT-scan pada awal infeksi.


– MRI dapat mendeteksi lesi pada penderita toxoplasmosis aktif yang pada CT-
scan didapatkan hasil yang normal.
– MRI direkomendasikan pada penderita yang dijumpai gejala neurologis dan
antibodi toxoplasma dengan gambaran CT-scan yang normal
– Gambar menunjukan Hypointense massa di thalamus
– Gambar menunjukan Hypointense massa di Ventrikel kanan lateralis
Diagnosis

– Gejala klinis, tingkat resiko.


– Pemeriksaan antibodi IgG terhadap Toxoplasma gondii dan hasil dari
pemeriksaan radiologi yang menunjang
– Selain itu dugaan diagnosis dapat pula didasarkan adanya respon klinis
pengobatan terhadap Toxoplasma.
Penatalaksanaan

– Terapi diberikan selama 6 bulan( fase akut 4-6 minggu dan dilanjutkan fase
perawatan)
– Terapi kortikosteroid jangka pendek sebagai terapi tambahan untuk mengatasi
edema
– Terapi fase akut dapat diberikan pyrimethamine dengan dosis awal 200mg
peroral yang kemudian dilanjutkan dengan dosis 75-100mg/hari
– Dikombinasikan dengan sulfadiazin 1-1,5 gram yang diberikan setiap 6 jam
atau 100mg/kg/hari (maksimum dosis 8 gr/hari) dan ditambah pula
dengan asam folat 10-20 mg/hari
– Terapi fase perawatan dapat diberikan pyrimetamin 25-50 mg/hari
ditambah dengan sulfadiazin 500-1000 mg/hari diberikan sebanyak empat
kali perhari dan juga diberikan asam folat bersama-sama.
Diagnosis Banding
Toxoplasmosis PCNSL
Lokasi Basal ganglia, perbatasan Periventricular
white matter-gray matter
Jumlah lesi Banyak (multipel) Tunggal > multipel
Gambaran enhancement Cincin Heterogen atau homogen
Edema Sedang sampai berat Bervariasi
T2 weighted image (lesion relatif Hiperintense Isontense sampai hipointense
to white matter)
Diffusion weighted image Biasanya hipointense Seringkali hiperintense
MR perfusion Menurun Meningkat
MR spectroscopy Kadar laktat meningkat Kadar choline meningkat
Lain-lain Antibodi IgG Toxoplasma EBV DNA amplified by PCR in
positif (90% penderita) CSF (hampir seluruh
penderita)
Pencegahan

– Pemeriksaan antitoksoplasma IgG antibodi pada pasien HIV-AIDS


– Hindari menyentuh barang yang kemungkinan terkontaminasi kotoran kucing
– Profilaksis monoterapi  pyrimetamin atau dapson atau azitromicin TIDAK
dianjurkan karena penggunaan profilaksis monoterapi tidak memberikan hasil
yang memadai untuk pencegahannya
Prognosis

– Prognosisnya baik. Angka kematian berkisar 1-25% pada penderita yang


mendapat penanganan dengan baik.
– Pada penderita dengan defisiensi imun, terdapat kemungkinan terjadinya
kekambuhan apabila pengobatan profilaksis dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai