Anda di halaman 1dari 64

HISPRUNG

A. TEORI

Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit
yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas
pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum
berelaksasi.

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (
Betz, Cecily & Sowden : ).

Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm 3 Kg, lebih
banyak laki laki daridengan berat lahir pada perempuan. ( Arief Mansjoeer ).

Etiologi

Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan


primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada
usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya
gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan
serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses
secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon
( Betz, Cecily & Sowden).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu
karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar (
Price, S & Wilson ).

Manifestasi klinis

Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 28 jam pertama setelah
lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu
dan distensi abdomen. (Nelson, ).

Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan
berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya
feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah
timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk
yang dapat berdarah ( Nelson, ).

1. Anak anak

a Konstipasi
b Tinja seperti pita dan berbau busuk
c Distenssi abdomen
d Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden ).

2. Komplikasi

a Obstruksi usus
b Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d Entrokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, )

Pemeriksaan penunjang
3. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan
:

a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam ( Darmawan K)

4. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, )
5. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
6. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit
ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K,
2004 : 17 )
7. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
8. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.

Penatalaksanaan

9. Medis

Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus


besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :

a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk


melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus
besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat
anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah
operasi pertama

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,


Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang
paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal
bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah

10. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara
lain :

a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada


anak secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak


anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai
status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan
simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat,
tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi
parenteral total

Tumbuh kembang anak

Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 3 tahun bisa juga
dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 7 tahun. Menurut Yupi. S
berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak
tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap
merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul
melalui kata kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan
dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya
bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan
dengan masalahmasalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung
untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai
mengenal tubuhnya
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat (
gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan
metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan

Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun
dan tinggi badan akan bertambah kira kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah
yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada
medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar
kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi
molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden,)

Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler


Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam
hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan
pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak
nyaman.

Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering
menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan
contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan
permainan.

Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan
orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan
pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi
anaknya sesering mungkin ( Yupi, S ).

B. PATHWAYS

Pathways dapat dilihat disini

C. ANALISA DATA

TGL /
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
JAM
Etiologi
masalah yang sedang
Berisi data subjektif berisi
Diisi pada dialami pasien seperti
dan data objektif tentang
saat gangguan pola nafas,
1 yang didapat dari penyakit
tanggal gangguan keseimbangan
pengkajian yang
pengkajian suhu tubuh, gangguan pola
keperawatan diderita
aktiviatas,dll
pasien

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
o

o Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon


mengevakuasi feces
o Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan
saluran pencernaan mual dan muntah
o Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang
o Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya.
o

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


DIAGNOSA
NO TUJUAN PERENCANAAN
KEPERAWATAN
2. Berikan bantuan
enema dengan
anak dapat melakukan
cairan Fisiologis
eliminasi dengan
NaCl 0,9 %
beberapa adaptasi sampai
3. Observasi tanda
fungsi eliminasi secara
vital dan bising usus
normal dan bisa
setiap 2 jam sekali
Konstipasi dilakukan
4. Observasi
berhubungan
pengeluaran feces
dengan obstruksi Dengan Kriteria Hasil :
per rektal bentuk,
1 ketidakmampuan
konsistensi, jumlah
Kolon o Pasien dapat
5. Observasi intake
mengevakuasi melakukan
yang mempengaruhi
feces eliminasi dengan
pola dan konsistensi
beberapa
feses
adapatasi
6. Anjurkan untuk
o Ada peningkatan
menjalankan diet
pola eliminasi
yang telah
yang lebih baik
dianjurkan

10. Berikan asupan


Pasien menerima asupan
nutrisi yang cukup
nutrisi yang cukup sesuai
sesuai dengan diet
dengan diet yang
yang dianjurkan
dianjurkan
11. Ukur berat badan
Perubahan nutrisi
anak tiap hari
kurang dan Kriteria Hasil :
12. Gunakan rute
kebutuhan tubuh
alternatif pemberian
2 berhubungan o Berat badan
nutrisi ( seperti
dengan saluran pasien sesuai
NGT dan parenteral
pencernaan mual dengan umurnya
) untuk
dan muntah o Turgor kulit
mengantisipasi
pasien lembab
pasien yang sudah
o Orang tua bisa
mulai merasa mual
memilih makanan
dan muntah
yang di anjurkan
15. Berikan asupan
cairan yang adekuat
pada pasien
Status hidrasi pasien
16. Pantau tanda
dapat mencukupi
tanda cairan tubuh
kebutuhan tubuh
Resiko kurangnya yang tercukupi
volume cairan turgor, intake
Kriteria Hasil :
3 berhubungan output
dengan intake yang 17. Observasi adanay
o Turgor kulit
kurang peningkatan mual
lembab.
dan muntah
o Keseimbangan
antisipasi devisit
cairan.
cairan tubuh dengan
segera

18. Beri kesempatan


pada keluarga untuk
menanyakan hal
hal yang ingn
diketahui
sehubunagndengan
pengetahuan pasien
penyaakit yang
tentang penyakitnyaa
dialami pasien
menjadi lebih adekuat
19. Kaji pengetahuan
keluarga tentang
Kriteria hasil :
Kurangnya Mega Colon
pengetahuan 20. Kaji latar belakang
Pengetahuan pasien dan
4 tentang proses keluarga
keluarga tentang
penyakit dan 21. Jelaskan tentang
penyakitnyaa, perawatan
pengobatanya. proses penyakit,
dan obat obatan. Bagi
diet, perawatan
penderita Mega Colon
serta obat obatan
meningkat daan pasien
pada keluarga
atau keluarga mampu
pasien
menceritakanya kembali
22. Jelaskan semua
prosedur yang akan
dilaksanakan dan
manfaatnya bagi
pasien.

You might also like:

Read more: ASKEP ANAK DENGAN HISPRUNG:CONTOH ASKEP


Askep Hisprung
( Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung )

Pengertian Hisprung

Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus
(Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan
Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan
ganglion parasimpatis.

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan
keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada
bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap
individu.

Hisprung

Etiologi Penyakit Hisprung

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai
dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai
seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.

Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan
sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik
dan sub mukosa dinding plexus.
Gejala Penyakit Hisprung
Akibat dari kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat
keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam
pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau
bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung,
disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan
terjadi gangguan pertumbuhan.

Patofisiologi Penyakit Hisprung

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan
tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir
selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily
& Sowden, 2002:197).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal.

Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan
terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).

Pemeriksaan Tambahan pada Penyakit Hisprung


Pemeriksaan colok dubur untuk menilai adanya pengenduran otot dubur.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan
biopsi rektum. Roentgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus
yang terisi oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat
radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di roentgen sampai sejauh
manakah usus besar yang terkena penyakit ini. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar
dengan jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus
besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang
atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang
terkena.

Komplikasi Penyakit Hisprung

Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.

Penatalaksanaan klien dengan Hisprung

1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk
mengeluarkan mekonium dan udara.
2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis
berat dan keadaan umum buruk.

3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat
anastomosis.

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Hisprung

A. Pengkajian.

1. Identitas.

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal.
Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen
aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan
anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus
halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).

2. Riwayat Keperawatan.

a. Keluhan utama.

Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah
mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah
berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.

b. Riwayat penyakit sekarang.

Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan
muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi,
muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan
diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.

c. Riwayat penyakit dahulu.

Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.

d. Riwayat kesehatan keluarga.

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.

e. Riwayat kesehatan lingkungan.

Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.


f. Imunisasi.

Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.

g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

h. Nutrisi.

3. Pemeriksaan fisik.

a. Sistem kardiovaskuler.

Tidak ada kelainan.

b. Sistem pernapasan.

Sesak napas, distres pernapasan.

c. Sistem pencernaan.

Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih
besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik
akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.

d. Sistem genitourinarius.

e. Sistem saraf.

Tidak ada kelainan.

f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.

Gangguan rasa nyaman.

g. Sistem endokrin.

Tidak ada kelainan.

h. Sistem integumen.

Akral hangat.

i. Sistem pendengaran.

Tidak ada kelainan.


4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.

a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran
obstruksi usus rendah.

b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus
yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat
retensi barium setelah 24-48 jam.

c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.

d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.

e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas


enzim asetilkolin eseterase.

B. Masalah pemenuhan kebutuhan dasar (pohon masalah).

Pohon Masalah Askep Hisprung

C. Diagnosa Keperawatan pada Askep Hisprung


1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya
daya dorong.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.

3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.

D. Perencanaan Keperawatan pada Askep Hisprung

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.

Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak
distensi abdomen.

Intervensi :

Monitor cairan yang keluar dari kolostomi. Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses
dan menentukan rencana selanjutnya

Pantau jumlah cairan kolostomi. Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan
untuk penggantian cairan

Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi. Rasional : Untuk mengetahui diet yang
mempengaruhi pola defekasi terganggu.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan
secara parenteal atau per oral.

Intervensi :

Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan. Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

Pantau pemasukan makanan selama perawatan. Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi


sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori

Pantau atau timbang berat badan. Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan

3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.


Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor
kulit normal.

Intervensi :

Monitor tanda-tanda dehidrasi. Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah


selanjutnya

Monitor cairan yang masuk dan keluar. Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan. Rasional : Mencegah terjadinya
dehidrasi

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak
mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi :

Kaji terhadap tanda nyeri. Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah
selanjutnya

Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan. Rasional : Upaya


dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

Berikan obat analgesik sesuai program. Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg
kerjanya pada sistem saraf pusat

Daftar Pustaka

Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC,
Jakarta.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B.
Lippincott Company, London.

Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Artikel yang Berhubungan :


ASKEP ANAK DENGAN HISPRUNG
Apr13

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan
usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi
dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian
bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel
ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat
menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak
dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat
menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat
terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun
1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan
megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak
diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa
megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus defisiensi ganglion.

Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di Indonesia tidak
diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 200 juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir
1400 bayi dengan penyakit hisprung.

Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih banyak
diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm
dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk
sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.

Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor
penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan
seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan
melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.

1. TUJUAN

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada para
pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai penyakit hisprung. Makalah
ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam proses pembelajaran pada mata kuliah keperawatan
anak.

BAB 11

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR

1. Definisi Hisprung

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan
keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada
bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap
individu.

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus,
dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena
ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

1. Macam-macam Penyakit Hirschprung


Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

1. Penyakit Hirschprung segmen pendek

Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit
Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.

1. Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.
Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)

1. Etiologi Hisprung
2. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel Neural Crest ambrional yang berimigrasi ke
dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk
berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
3. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
4. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon
sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.

(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134)

1. Sering terjadi pada anak dengan Down Syndrome.


2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.

(Suriadi, 2001 : 242).

1. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala setelah bayi lahir

1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)


2. Muntah berwarna hijau
3. Distensi abdomen, konstipasi.
4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja / pengeluaran gas
yang banyak.

karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.Gejala pada anak yang lebih besar

1. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir


2. Distensi abdomen bertambah
3. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
4. Terganggu tumbang karena sering diare.
5. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
6. Perut besar dan membuncit.
1. V. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan
tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir
selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily
& Sowden).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap
daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S
& Wilson ).

1. Manifestasi Klinis

1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.


2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita.
3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
4. Nyeri abdomen dan distensi.
5. Gangguan pertumbuhan.

(Suriadi, 2001 : 242)

1. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai
mekonium.
2. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara
spontan maupun dengan edema.
3. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut.
4. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare
berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
5. Gejala hanya konstipasi ringan.

(Mansjoer, 2000 : 380)

Masa Neonatal :

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.


2. Muntah berisi empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen.
Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh(Betz, 2002 : 197)

1. Komplikasi
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)

(Betz, 2002 : 197)

1. Obstruksi usus
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Konstipasi

(Suriadi, 2001 : 241)

1. Pemeriksaan Diagnostik

1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and
mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos.
Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas
terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.

(Ngatsiyah, 1997 : 139)

1. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.


2. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.

(Betz, 2002 : 197).

1. Penatalaksanaan

Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau double-
barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal
(memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur berikut :
1. Prosedur Duhamel enarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
2. Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion
dengan saluran anal yang dibatasi.
3. Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
4. Intervensi bedah

Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi.
Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat dicapai dengan prosedur
tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi.
Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.

1. Persiapan prabedah
1. Lavase kolon
2. Antibiotika
3. Infuse intravena
4. Tuba nasogastrik
5. Perawatan prabedah rutin
6. Pelaksanaan pasca bedah
1. Perawatan luka kolostomi
2. Perawatan kolostomi
3. Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan peningkatan
suhu.
4. Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk diterima.
Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan suatu
kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana membersihkan
stoma dan bagaimana memakaikan kantong kolostomi.(Betz, 2002 : 198)

1. B. ASUHAN KEPERAWATAN HIRSPRUNG

1. I. Pengkajian
2. Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberi informasi.
3. Keluhan utama

Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada
klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.

1. Riwayat kesehatan sekarang

Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi
abdomen dan muntah hijau atau fekal.

Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien
mengatasi masalah tersebut.
1. Riwayat kesehatan masa lalu

Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan
kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.

1. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
2. Riwayat psikologis

Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah diri atau
bagaimana cara klien mengekspresikannya.

1. Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita Hirschsprung.

1. Riwayat social

Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan hubungan
dengan orang lain.

1. Riwayat tumbuh kembang

Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.

1. Riwayat kebiasaan sehari-hari

Meliputi kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

v Pemeriksaan Fisik

1. Sistem integument

Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil, warna
kulit, edema kulit.

1. Sistem respirasi

Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

1. Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi
denyut nadi / apikal.

1. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata

1. Sistem Gastrointestinal

Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung pada
abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram,
tendernes.

1. II. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya
daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Post operasi

1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan


2. Nyeri b/d insisi pembedahan
3. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi.
1. III. Intervensi Keperawatan

v Pre operasi

1. 1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan


tidak adanya daya dorong.

Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak
distensi abdomen.

Intervensi :

1. Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.

Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya

1. Pantau jumlah cairan kolostomi.

Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan

1. Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.


Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

1. 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang inadekuat.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan
secara parenteal atau per oral.

Intervensi :

1. Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.

Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

1. Pantau pemasukan makanan selama perawatan.

Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori

1. Pantau atau timbang berat badan.

Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan

1. 3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor
kulit normal.

Intervensi :

1. Monitor tanda-tanda dehidrasi.

Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya

1. Monitor cairan yang masuk dan keluar.

Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

1. Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.

Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi

1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak
mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi :

1. Kaji terhadap tanda nyeri.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

1. Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan.

Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

1. Kolaborsi dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai program.

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

v Post operasi

1. 1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan

Tujuan :memberikan perawatan perbaikan kulit setelah dilakukan operasi

1. kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage.


2. Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
3. Oleskan krim jika perlu.
4. 2. Nyeri b/d insisi pembedahan

Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak
mengalami gangguan pola tidur.

1. Observasi dan monitoring tanda skala nyeri.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

1. Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung dansentuhan.

Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

1. Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila dimungkinkan.

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

1. 3. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan


kolostomi.

Tujuan : pengetahuan keluarga pasien tentang cara menangani kebutuhan irigasi, pembedahan
dan perawatan kolostomi tambah adekuat.
Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami perawatan di rumah dan
pengobatan.
2. Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemasan dan perhatian
tentang irigasi rectal dan perawatan ostomi.
3. Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.
4. Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai ilustrasi misalnya
bagaimana dilakukan irigasi dan kolostomi.
5. Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan supervisi saat orang
tua melakukan perawatan ostomi.
1. Evaluasi

Pre operasi Hirschsprung

1. Pola eliminasi berfungsi normal


2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
4. Nyeri pada abdomen teratasi

Post operasi Hirschsprung

1. Integritas kulit lebih baik


2. Nyeri berkurang atau hilang
3. Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama pembedahan kolon

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah fisik,
psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit
hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar
anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi
bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan
benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang
diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat
maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

1. SARAN
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit hsaprung.
Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica
Ester (Alih bahasa) edisi 4 Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta :
EGC.

Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^. Jakarta : EGC

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 . Jakarta : FKUI .

Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius
FKUI
2.1 Definisi

Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi usus,
di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang
bervariasi. Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi
pada neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada
perempuan 4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan
bawaan lain termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom
wardenburg serta kelainan kardiovaskuler. (Behrman, 1996)

Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus
intramuscural usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia muda
dengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengan dilatasi
colon di proksimal. Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan submukosa di
cakup. Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien memerlukan pembedahan
(G. Holdstock, 1991)

2.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai
dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai
seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi
karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada
masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa
dinding plexus (Budi, 2010).

2.3 Manifestasi Klinis

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi akibat dari kelumpuhan usus besar dalam
menjalankan fungsinya, sehingga tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan
mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang
menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama
sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan
lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan
(Budi, 2010).
Menurut Anonim (2010) gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah:
Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan Meconium (kotoran pertama
bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman)

1. Malas makan
2. Muntah yang berwarna hijau
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)

Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):

1. Tidak dapat meningkatkan berat badan


2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai keadaan
yang serius dan dapat mengancam jiwa.

Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :

1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia

2.4 Penatalaksanaan

Menurut Yuda (2010), penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan
konservatif.

a) Pembedahan

Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula
dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).

Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:

1. Prosedur duhamel

Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang
usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang telah ditarik
1. Prosedur swenson

Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yang
berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian
posterior

1. Prosedur soave

Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal
dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa

b) Konservatif

Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde
lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

Diagnosa dan Intervensi

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


o

1 Konstipasi Tujuan: konstipasi dapat teratasi dalam 1. Berikan


berhubunga 4 24 jam microlac rectal
n dengan tiap hari
aganglionisis Kriteria hasil:
parasimpatis 1. Untuk
1. BAB teratur 3-4 /hr mangetahui
area rektum 1. Berikan ASI
2. Konsisitensi lembek kondisi usus
3. Distensi abdomen berkurang melalui feses
4. Lingkar abdomen berkurang

1. Observasi
bising usus,
distensi
abdomen,
lingkar
abdomen
2. Observasi
frekuensi dan
karakteristik
feses tiap BAB
3. Membantu
memperlancar
defekasi
4. Untuk
melunakkan
feses dengan
menambah
intake cairan
5. Mengetahui
peristaltic usus

2 Enterokolitis Tujuan: tidak terjadi enterokolitis 1. Berikan ASI 1. Melunakkan


berhubunga selama perawatan. feses
n dengan 2. Menghindari
terjadinya
stagnasi dan Kriteria Hasil:
1. Observasi infeksi baru
akumulasi
1. BAB teratur 3-4x/hari suhu axila,
feses dalam hindari
2. Distensi abdomen berkurang
kolon. mengukur
3. Lingkar abdomen berkurang
4. Tidak diare suhu lewat 1. Menambah
5. Suhu axila 36,5-37,5o C rectal pengetahuan
6. WBC 5-10 x 10/uL 2. Jelaskan gejala keluarga
dan tanda
enterokolitis
3. Berikan
antibiotic
sesuai stadium
enterokolitis
yang diberikan
tidak lewat
oral (Klaus:
1998)
4. Berikan
NaHCO3 jika
terjadi
asidosis(Klaus:
1998)
5. Berikan nutrisi
setelah pasien
stabil, dengan
memberikan
makanan
secara
IV(Klaus: 1998)
6. Lakukan
pembedahan
jika ada
indikasi
(Klaus: 1998)

3 Ansietas Tujuan: Ansietas (ibu) berkurang dalam


(ibu) 24 jam
berhubunga 1. Mengetahui
n dengan Kriteria Hasil: perkembangan
kurang anak
1. Ibu mangungkapkan suatu 2. Mengurangi
pengetahuan
pemahaman yang baik tentang kecemasan
tentang
proses penyakit anaknya
penyakit dan 2. Ibu memahami terapi yang
terapi yang diprogramkan tim dokter
diprogramka 1. Jelaskan pada ibu 1. Mengurangi
n tentang penyakit yang resiko
diderita anaknya. terjadinya
2. Berikan ibu jadwal infeksi
pemeriksaan diagnostic
3. Berikan informasi
tentang rencana operasi
4. Berikan penjelasan
pada ibu tentang
perawatan setelah
operasi
5. Meningkatkan
pengetahuan ibu

Rate this:
Rate This

at, 27 Januari 2012


Askep Hisprung terlengkap
. Jumat, 27 Januari 2012

Label: Askep - Asuhan Keperawatan

Askep Hisprung ( Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung ) okey sobat silahkan copy
artikelnya di bawah ini semuanya sudah lengkap, okey saya rasa to the point saja deh:

Pengertian Hisprung

Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus
(Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan
Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan
ganglion parasimpatis.
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan
keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada
bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap
individu.

Hisprung

Etiologi Penyakit Hisprung


Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari
spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh
kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel
neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub
mukosa dinding plexus.
Gejala Penyakit Hisprung
Akibat dari kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar.
Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama.
Namun pada bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak
dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika
dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan.
Patofisiologi Penyakit Hisprung

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak
adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam
rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter
rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan
adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang
rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi
peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan
terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Pemeriksaan Tambahan pada Penyakit Hisprung
Pemeriksaan colok dubur untuk menilai adanya pengenduran otot dubur.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi
rektum. Roentgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus yang terisi
oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus,
sehingga nantinya dapat terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena
penyakit ini. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat
menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika
usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat
menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.
Komplikasi Penyakit Hisprung

Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.


Penatalaksanaan klien dengan Hisprung

1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk
mengeluarkan mekonium dan udara.
2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis berat dan
keadaan umum buruk.
3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Hisprung

A. Pengkajian.
1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang
pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus
sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan
kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada
anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah
mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna
hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah,
distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan
dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi
abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
f. Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
3. Pemeriksaan fisik.
a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar
terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti
dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem genitourinarius.
e. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Akral hangat.
i. Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus
rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang
tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi
barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim
asetilkolin eseterase.
B. Masalah pemenuhan kebutuhan dasar (pohon masalah).
Pohon Masalah Askep Hisprung

C. Diagnosa Keperawatan pada Askep Hisprung

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya
dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.
D. Perencanaan Keperawatan pada Askep Hisprung

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya
dorong.
Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi
abdomen.
Intervensi :
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi. Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan
menentukan rencana selanjutnya
Pantau jumlah cairan kolostomi. Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk
penggantian cairan
Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi. Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi
pola defekasi terganggu.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara
parenteal atau per oral.
Intervensi :
Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan. Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
Pantau pemasukan makanan selama perawatan. Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai
kebutuhan 1300-3400 kalori
Pantau atau timbang berat badan. Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit
normal.
Intervensi :
Monitor tanda-tanda dehidrasi. Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
Monitor cairan yang masuk dan keluar. Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan. Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami
gangguan pola tidur.
Intervensi :
Kaji terhadap tanda nyeri. Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan. Rasional : Upaya dengan
distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Berikan obat analgesik sesuai program. Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya
pada sistem saraf pusat
Daftar Pustaka
Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott
Company, London.
Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Okey semoga bermanfaat. Amin

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN :

Askep - Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan hisprung


Askep Diabetes Mellitus (Dm) terlengkap
Askep - Diare anak update 2012
abtu, 14 Januari 2012
Askep Diabetes Mellitus (Dm) terlengkap
. Sabtu, 14 Januari 2012

Label: Askep - Asuhan Keperawatan

Okey sobat silahkan kopy artkel ini yaitu tentang Askep Diabetes Mellitus (Dm) terlengkap,
bagi mahasiswa akper ini sangat penting intinya keperawatan, langsung saja deh ke intinya:

A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada pembuluh basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron.(Arif Mansyoer, 1997 : 580)
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler,
mikrovaskuler dan neurologis. Diabetes Mellitus digolongkan sebagai penyakit endokrin atau
hormonal karena gambaran produksi atau penggunaan insulin (Barbara C. Long, 1996:4)
Diabetes Mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan dan
suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas,
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abmormalitas metabolik ini mengarah pada
perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurogenik dan kardiovaskuler (Hotma
Rumoharba, Skp, 1997).
Diabetes Mellitus adalah penyakit herediter (diturunkan) secara genetis resesi berupa gangguan
metabolisme KH yang disebabkan kekurangan insulin relatif atau absolut yang dapat timbul pada
berbagai usia dengan gejala hiperglikemia, glikosuria, poliuria, polidipsi, kelemahan umum dan
penurunan berat badan.
Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:
1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut):
a. Autoimun
b. Idiopatik
2. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin).
3. Diabetes tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta:
1) Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3
2) DNA mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
1) Pankreatitis
2) Tumor / pankreatektomi
3) Pankreatopati fibrotakalkus
d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, dan hipertiroidism.
e. Karena obat / zat kimia
1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat
2) Glukokortikoid, hormon tiroid
3) Tiazid, dilantin, interferona, dll.
f. Infeksi: rubela kongenital, sitomegalovirus
g. Penyebab imunologi yanng jarang : antibodi antiinsullin
h. Sindrom genetik lain yanng berkaitan dengan DM: sindrom down, sindrom kllinefelter,
sindrom turner, dll.
4. Diabetes Mellitus Gestasional

B. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (
DMTI ) di sebabkan oleh destruksi sel beta pulau lengerhands akibat proses autoimun.
Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM ) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin ( DMTTI ) disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.

C. Patofisiologi
Karena proses penuaan, gaya hidup, infeksi, keturunan, obesitas dan kehamilan akan
menyebabkan kekurangan insulin atau tidak efektifnya insulin sehingga sehinga terjadi gangguan
permeabilitas glukosa di dalam sel.
Di samping itu juga dapat di sebabkan oleh karena keadaan akut kelebihan hormon tiroid,
prolaktin dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah.peningkatan
kadar hormon hoormon tersebut dalam jangka panjang terutama hormon pertumbuhan di
anggap diabetogenik ( menimbulkan diabet ). Hormon hormon tersebut merangsang
pengeluaran insulin secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau lengerhans paankreas, sehingga
akhirnya terjadi penurunan respon sel terhadap innsulin dan apabila hati mengalami gangguan
dalam mengolah glukoosa menjadi glikogen atau proses glikogenesis maka kadar gula dalam
darah akan meningkat.
Dan apabila ambang ginjal dilalui timbullah glukosuria yang menybebkan peningkatan volume
urine, rasa haus tersimulasi dan pasien akan minum air dalam jumlah yang banyak ( polidipsi
)karena glukosa hilang bersama urine, maka terjadi ekhilangan kalori dan starvasi seeluler, slera
makan dan orang menjadi sering makan ( polifagi ).
Hiperglikemia menyebabkan kadar gula dalam keringat meningkat, keringat menguap, gula
tertimbun di dalam kulit dan menyebabkan iritasi dan gatal gatal. Akibat hiperglikemia terjadi
penumpukan glukosa dalam sel yang yang merusak kapiler dan menyebabkan peningkaatan
sarbitol yang akan menyebabkann gangguan fungsi endotel. Kebocoran sklerosis yang
menyebabkan gangguan ganguan pada arteri dan kepiler.
Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan glikoprotein dan penebalan membran dasar sehingga
kapiler terganggu yang akan menyebebkan gangguan perfusi jaringan turun yang mempengaruhi
organ ginjal, mata, tungkai bawah, saraf. ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )

D. Manifestasi Klinis
1. Poliuria
2. Polidipsia
3. Polifagia
4. Penurunan berat badan
5. pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan kram otot, ( gangguan
elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis ).
Gejala lain yangmungkin di dikeluhkan pada pasien adalah kesemutan, gatal-gatal, mata kabur
dan impotaansi pada pria. ( Mansjoer, 1999 )

E. Gejala Kronik
Gejala Kronik Diabetes Mellitus
Kadang-kadng pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus tidak menunjukkan gejala akut
( mendadak ), tapi pasien tersebut menunjukkan gajala sesudah beberapa bulan atau beberapa
bulan mengiap penyakit DM. gejala ini disebut gejala kronik atau menahun, adapun gejala
kronik yang sering timbul adalah :
- Kesemutan
- Kulit terasa panas ( medangen ) atau seperti terusuk jarum
- Rasa tebal di kulit sehingga seeehingga kalau berrjalan seperti di atas bantal atau kasur
- Kram
- Mudah mengntuk
- Capai
- Mata kabur, biasanya seeing ganti kaca mata
- Gatal sekitar kemaluan, terrutama pda wanita
- Gigi mudaah lepas daaan mudaah goyah
- kemempuan seksual menurun atau bahkan impoten
- terjaddi hambatan dalam pertumbuhan dalam anak-anak
( Tjokro Prawito, 1997 )

Adapun kelompok resiko tinggi yang memudahkan terkena penyakit diabetes melitus adalah:
- kelompok resiko tinggi untuk penyakit diabetes mellitus
- kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun)
- kegemukan
- tekanan darah tinggi
- riwayat keluarga DM
- riwayat DM pada kehamilan
- riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi 4 kg
- riwayat terkena penyakit infeksi virus, misal virus morbili
- riwayat lama mengkonsumsi obat-obatan atau suntikan golongan kortikosteroid.
( Tjokro Prawito, 1997 )

F. Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah: meningkat 200 100 mg/dl, atau lebih
Aseton plasma (keton): positif secara menyolok
Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
Osmolalitas serum: menngkat tetapi biasanya kurang dari 330 m Osm/l
Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun
Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun
Fosfor: lebih sering menurun.
Hemoglobin glikosilat: kadarnya menngkat 2 4 kali lipat
Gas darah arteri: biasanya menunjukkan PH rendah dan penurunan pada HCO3 (Asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentraasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
Ureum/Kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai
penyebab dari Diaabetes melitus (Diabetik ketoasidosis)
Pemeriksaan fungsi ttiroid: peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat menongkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin
Urin: gula dan asetan positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi saaluran kemih, infeksi pernafasan, dan
infeksi pada luka.

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan
kronis. Jika pasien berhasil mengatasi diabetesnya,ia akan terhindar dari hiperglikemia dan
hipoglikemia.
Penatalaksanaan medis pada pasien diabetes mellitus tergantung pada ketepatan interaksi tiga
faktor:
Aktivitas fisik
Diit
Intervensi farmakologi dengan preparat hipoglikemik oral atau insulin.
Intervensi yang direncanakan untuk diabetes harus individual, harus berdasarkan pada tujuan,
usia, gaya hidup, kebutuhan nutrisi, maturasi, tingkat aktivitas, pekerjaan, tipe diabetes pasien
dan kemampuan untuk secara mandiri melakukan ketrampilan yang dibutuhkan oleh rencana
penatalaksanaan.
Tujuan awal untuk pasien yang baru didiagnosa diabetes atau pasien dengan kontrol buruk
diabetes harus difokuskan pada yang berikut ini:
Elminasi ketosis, jika terdapat
Pencapaian berat badan yang diinginkan
Pencegahan manifestasi hiperglikemia
Pemeliharaan kesejahteraan psikososial
Pemeliharaan toleransi latihan
Pencegahan hipoglikemia
Pengelolaan Hipoglikemia:
a. Stadium permulaan (sadar):
Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/ permen gulamurni (bukan pemanis
pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan makanan yang pengandung hidrat arang
Stop obat hipoglikemik sementara, periksa glukosa darah sewaktu
b. Stadium lanjut (koma hipoglikemia):
Penanganan harus cepat
Berikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon melalui vena setiap glukosa darah dalam
nilai normal atau di atas normal disertai pemantauan glukosa darah
Bila hipoglikemia belum teratasi, berikan anatagonis insulin seperti: adrenalin, kortison dosis
tinggi, atau glukagon 1 mg intravena/ intramuskular
Pemantauan kadar glukosa darah.

I. Komplikasi
a. Akut
Koma hipoglikemia
Ketoasidosis
Koma hiperosmolar nonketotik
b. Kronik
Makroangiopati, menegnai pembuluh darah besar, pembukluh darah jantung, pembuluh darah
tepi, pembuluh darah otak
Mikroangiopati, mengenaipembuluh darah kecil, retino diabetik, nefropati diabetik
Neuropati diabetik
Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitas, dan infeksi saluran kemih
Kaki diabetik.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat
Informasi Umum:
Umur
Sex
BB sebelum dan sesudah sakit
TB
Jika klien telah terdiagnosa
Gejala spesifik
Kapan gejalan tersebut muncul
Obat-obat diabetes: nama, berapa lama, cara penyuntikan RX. Obat
Jenis stressor: pekerjaan, rumah atau keluarga,penyaakit lain
Jenis monitoring: darah, urin
Program latihan: jenis
Riwayat kesehatan dan masa lalu
Riwayat keluarga: DM, penyakit jantung, stroke, obesitas, riwayat lahhir mati, kelahiran, dengan
bayi 9 bulan
Riwayat kesehatan saat ini:
Pandangan double kabur
Cramp kaki pada saat jalan dan saat istirahat tidak nyaman
Pada extrimitas terasa: baal, perubahan warna, dingin, kesemutan, nyeri.
Jika terdapat diare: fekol inkontinensia, kapan terjadinya
Adakah masalah pemasukan
Adakah masalah pemasukan: urin tersisa di vesicaurinaria menyebabkan rasa penuh yang aba
Concern klien dan keluarga: harapan dan kebutuhhan khusus

2. Pemeriksaan Fisik
Tingkat kesadaran orientasi klien respon terhadap stimulasi
Tanda vital: N, S, TD, P, nafas bau aseton
Manifestasi komplikasi: tanda retinopati ophtamoncopic
Suhu kulit, nadi lemah (posterior tibial dan dorsalis pedia)
Sensasi: tumpul dan tajam
Reflex
c. Psikososia
Gambaran klien tentang dirinya sebelum terdiagnosa dan persepsi saat ini.
Kapan klien terhadap kemampuan untuk melakukan tugas dan fungsi
Interaksi klien dengan anggota keluarga yang lain dan orang dalam pekerjaan dan sekolah
Kapan kien merasa lebih stress
Suport dan pelayanan orang di sekitarnya
Depresi merasa kehilangan fungsi, kebebasan dan kontrol.
d. Laboratorium
Serum elektrolit (k dan Na)
Glukosa darah
BUN dan serum cretinin
Microalbuminuria
Glycosylated hemoglobin (HbA1c)
Nilai PH dan PCO2

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan
Dapat berhubungan dengan : Diuresis osmotik (dari hiperglikemia), kehilangan gastrik
berlebihan, diare, muntah, masukan dibatasi, mual, kacau mental.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Peningkatan keluaran urine, urine encer. Kelemahan, haus,
penurunan BB tiba-tiba, kulit /membran mukosa kering, turgor kulit buruk, hipotensi, takikardi,
pelambatan pengisian kapiler.
Hasil yang diharapkan/
Kriteria evaluasi pasien akan : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,keluaran urine tepat
secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Kolaborasi
Berikan terapi sesuai dengan indikasi:
Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dextrasa
Albumin, plasma atau dextran.
R/ - Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien
secara individual.
- Plasma ekspander (pengganti kadang dibutuhkan jika kekurangan mengancam kehidupan atau
tekanan darah).
Pasang atau pertahankan kateter urine tetap terpasang
R/ Memberikan pengukuran yang tepat atau akurat terhadap pengukuran keluaran urine terutama
jika neuropati otonom menimbulkan gangguan kantong kemih (retensi urine atau inkontinensia).
Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui intravena dan atau melalui sesuai indikasi.
R/ Kalium harus ditambahkan pada intravena (segera aliran adekuat) untuk mencegah
hipokalemia.

Tindakan / Intervensi
Pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
R/ Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
R/ Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal yang umum terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
Kaji adanya perubahan mental/ sensori
R/ Perubahan mental dapat berhubungan dengan glukosa yang tinggi atau yang rendah
(hiperglikemia), elektrolit yang abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral dan
berkembangnya hipoksia.

2. Nutrisi, perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh.


Dapat berhubungan dengan : Ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan
glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak).
Peenurunan masukan oral: anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan
kesadaran.
Status hipermetabolisme: pelepasan hormon stres (misal epinfrin, kortisol dan hormon
pertumbuhan), proses infeksius.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Melaporkan masukan tidak adekuat, kurang minat pada
makanan. Penurunan BB, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.
Hasil yang diharapkan/ kriteria
Evaluasi pasien akan : Mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat menunjukkan tingkat
energi.
Mendemonstrasikan BB stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya /yang diinginkan
dengan nilai laboratorium normal.

Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stiek
R/ Analisa keadaan di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat (menunjukkan keadaan saat
dilakukan pemeriksaan) daripada memantau gula dalam urine (reduksi urine yang tidak cukup
akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah.
Berikan larutan glukosa, misalnya dekstrosa dan setengah salin normal.
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah kira-kira 250
mg/dl.
Lakukan konsultasi dengan ahli diit.
R/ Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diit untuk memenuhi kebutuhan nitrisi
pasien.
Tindakan / Intervensi
Tentukan program diit dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan pasien.
R/ Mengindentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan
yang belum sempat dicerna,pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
R/ Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan mobilitas
atau fungsi lambung (distensi atau ilius paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan etnik atau kultur.
R/ Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama
ini dapat diupayakan setelah pulang.
Timbang BB setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan utilisasinya).

3. Infeksi,Resiko tinggi terhadap (Sepsis)


Faktor resiko meliputi : kadar gula tinggi, penurunan fungsi leukosit, perrubahan pada sirkulasi,
infeksi pernafasan yang ada seebelumnya atau ISK.
Kemungkinan di buktikan oleh : ( tidak dapat di terapkan : adanya tendaa-tanda dan gejala
gejala membuat diaknosa aktual )
Hal yang di harapkan / kriteria
Evaluasi pasien akan : mengidentivikasi intervensi untuk menceegah atau menurunkan resiko
infeksi. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeeksi.
Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan kultur dan ssensitifitas sesuai dengan indikasi
R/ untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih / memberikan terapi anti biotik
yang terbaik.
Berikan anti biotik yang sesuai
R/ penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

4. Kelelahan
Dapat dihubungkan dengan : penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah :
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hieper metabolik / infeksi.
Kemungkinan di buktikan oleh : kurang energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk
mempertahakan rutinitas biasanya, penutunan kinerja, kecenderungan untuk kecelakaan.
Hasil yang di harapkan / kriteria
Evaluasi pasien akan : mengungkapkan peeningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang di inginkan.
Tindakan / Intervensi
Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas
R/ pendidikan apat memberikan motivasi untuk meninkatkan tingkat aktivitas meskipun passien
mungkin sangat lelah.
Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa di ganggu.
R/ mencegah kelelahan yang berlebihan.
Pantau nadi, frekuensi pernapsan dan tekanan darah sebelum atua sesudah melakukan
aktivitas.
R/ mengindikasikan tingkat aktivitass yang dapat di toleransi secara fisiologis.
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai degnan yang dapat di
toleransi
R/ meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat di
toleransi pasien.

5. Kurang Pengetahuan ( Kebutuhan Beljar ) Mengenal Penyakit, Proknosis, dan Kebutuhan


Pengobatan.
Dapat di hubungkan dengan : kurang pemajanan / mengingat kesalahan interpretasi informasi.
Kemungkinan di buktikan oleh : pertanyaan atau meminta informasi, mengungkapkan
masalah.ketidakakuratan mengikuti instruksi terjadinya komplikasi yang dapat di cegah.
Hasil yang di harapkan / kriteria
Evaluasi pasien akan : mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. Mengidentifikasi
hubungan tanda atau gejala degnan proses penyakit dn menghubungkan gejala dengan faktor
penyebab. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Melakukan perubahan gaya hidup dan beraprtisipassi dalaam program pengobatan.
Tindakan / Intervensi
Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada untuk
pasien.
R/ memperhatikan dan menanggapi perlu perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil
bagian dalam proses belajar.
Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan
R/ pertisipasi dalaam perencanaan meningkatkan antusias dan bekerja sama dengan pasien
dengan prinsip-prinsip yang di pelajari.
Diskusikan tentang rencana diit, penggunaan makanan tinggi serta dan cara untuk melakukan
makan di luar rumah.
R/ kesadaran tentang pentingnya kontrrol diit akan membantu pasien dalam emrancanakan
makan atau menaati program.
Tinjau ulang pengaruh rokok pada penggunaan insulin, anjurkan pasien untuk menghentikan
merokok.
R/ nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil daan absorbsi insulin di perlambat selama
pembuluh darah ini mengalami konstriksi.
Identifikasi sumber sumber yang ada di masyarakat, bila ada.
R/ dukungan kontinue biassanya penting untuk menumpang perubahan gaya hidup dan
meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Mellsitus tipe 2. PB Perkeni, 2002.


2. Diabetes Mellitus klasifikasi, diagnosis, dan terapi. Askandar Tjokroprawito. PT Gramedia
Pustaka Utama, 1989.
3. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Barbara Engram. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 1994.

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN :

Askep - Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan hisprung
Askep Hisprung terlengkap
Askep - Diare anak update 2012

2 komentar:
Arhy FIK mengatakan...

sob ane mau nanya nich link untuk master instal windows 7 dimana sob....????

15 Januari 2012 09:59

Zhaynuddin mengatakan...

di 4shared jg bnyak sob

21 Januari 2012 14:40

:X ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)]


~x( :-t b-( :-L x( =))

Poskan Komentar

Silahkan Berkomentar, dan silahkan mengkopy isi blog ini jika bermanfaat, jangan lupa sertakan
sumbernya
Posted: 11 November 2011 in Kumpulan Askep
Tag:hisprung, pencernaan, usus

2.1 Definisi

Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi usus,
di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang
bervariasi. Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi
pada neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada
perempuan 4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan
bawaan lain termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom
wardenburg serta kelainan kardiovaskuler. (Behrman, 1996)

Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus
intramuscural usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia muda
dengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengan dilatasi
colon di proksimal. Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan submukosa di
cakup. Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien memerlukan pembedahan
(G. Holdstock, 1991)

2.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai
dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai
seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi
karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada
masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa
dinding plexus (Budi, 2010).

2.3 Manifestasi Klinis

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi akibat dari kelumpuhan usus besar dalam
menjalankan fungsinya, sehingga tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan
mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang
menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama
sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan
lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan
(Budi, 2010).

Menurut Anonim (2010) gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah:
Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan Meconium (kotoran pertama
bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman)

1. Malas makan
2. Muntah yang berwarna hijau
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)

Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):

1. Tidak dapat meningkatkan berat badan


2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai keadaan
yang serius dan dapat mengancam jiwa.

Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :

1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia

2.4 Penatalaksanaan

Menurut Yuda (2010), penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan
konservatif.

a) Pembedahan

Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula
dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).

Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:

1. Prosedur duhamel
Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang
usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang telah ditarik

1. Prosedur swenson

Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yang
berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian
posterior

1. Prosedur soave

Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal
dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa

b) Konservatif

Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde
lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

Diagnosa dan Intervensi

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


o

1 Konstipasi Tujuan: konstipasi dapat teratasi dalam 1. Berikan


berhubunga 4 24 jam microlac rectal
n dengan tiap hari
aganglionisis Kriteria hasil:
parasimpatis 1. Untuk
1. BAB teratur 3-4 /hr mangetahui
area rektum 1. Berikan ASI
2. Konsisitensi lembek kondisi usus
3. Distensi abdomen berkurang melalui feses
4. Lingkar abdomen berkurang

1. Observasi
bising usus,
distensi
abdomen,
lingkar
abdomen
2. Observasi
frekuensi dan
karakteristik
feses tiap BAB
3. Membantu
memperlancar
defekasi
4. Untuk
melunakkan
feses dengan
menambah
intake cairan
5. Mengetahui
peristaltic usus

2 Enterokolitis Tujuan: tidak terjadi enterokolitis 1. Berikan ASI 1. Melunakkan


berhubunga selama perawatan. feses
n dengan 2. Menghindari
terjadinya
stagnasi dan Kriteria Hasil:
1. Observasi infeksi baru
akumulasi
1. BAB teratur 3-4x/hari suhu axila,
feses dalam hindari
2. Distensi abdomen berkurang
kolon. mengukur
3. Lingkar abdomen berkurang
4. Tidak diare suhu lewat 1. Menambah
5. Suhu axila 36,5-37,5o C rectal pengetahuan
6. WBC 5-10 x 10/uL 2. Jelaskan gejala keluarga
dan tanda
enterokolitis
3. Berikan
antibiotic
sesuai stadium
enterokolitis
yang diberikan
tidak lewat
oral (Klaus:
1998)
4. Berikan
NaHCO3 jika
terjadi
asidosis(Klaus:
1998)
5. Berikan nutrisi
setelah pasien
stabil, dengan
memberikan
makanan
secara
IV(Klaus: 1998)
6. Lakukan
pembedahan
jika ada
indikasi
(Klaus: 1998)

3 Ansietas Tujuan: Ansietas (ibu) berkurang dalam


(ibu) 24 jam
berhubunga 1. Mengetahui
n dengan Kriteria Hasil: perkembangan
kurang anak
1. Ibu mangungkapkan suatu 2. Mengurangi
pengetahuan
pemahaman yang baik tentang kecemasan
tentang
proses penyakit anaknya
penyakit dan 2. Ibu memahami terapi yang
terapi yang diprogramkan tim dokter
diprogramka 1. Jelaskan pada ibu 1. Mengurangi
n tentang penyakit yang resiko
diderita anaknya. terjadinya
2. Berikan ibu jadwal infeksi
pemeriksaan diagnostic
3. Berikan informasi
tentang rencana operasi
4. Berikan penjelasan
pada ibu tentang
perawatan setelah
operasi
5. Meningkatkan
pengetahuan ibu

Rate this:
Rate This
Asuhan Keperawatan Anak Hisprung
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus
yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk
anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat
muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel
ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat
menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat
berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi
usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian
tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi
yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital
pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun
1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini
disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.

Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di Indonesia tidak diketahui
secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200
juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit hisprung.

Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih banyak diserang
dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada
bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down,
sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab
penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan.

Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti
pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui
penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.

2. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada para pembaca
khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai penyakit hisprung. Makalah ini juga dibuat
untuk memenuhi syarat dalam proses pembelajaran pada mata kuliah keperawatan anak.

BAB II

PEMBAHASAN

Defenisi

Penyakit hisprung disebut juga congenital aganglionosis atau megacolon ( aganglionic megacolon ) yaitu
tidak adanya sel ganglion dalam rectum dan sebagian tidak ada dalam colon ( Suriadi, 2001 ). Penyakit
hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus dimana hal
ini terjadi karena kelainan inervasi usu, mulai pada spingter ani interna dan meluas ke proksimal,
melibatkan panjang usus yang bervariasi, Selain itu, penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus
bagian bawah yang paling sering pada neonatus.

Etiologi

Penyakit hisprung tidak memiliki plexus myenteric sehingga bagian usus yang bersangkutan tidak dapat
mengembang. Biasanya terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Dimana insiden
keseluruhan 1 : 5000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan ( 4: 1 ).

Penyakit ini sering terjadi pada anak dengan down syndrom. kelainan kardiovaskuler dan kegagalan sel
neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada myenterik dan
submukosa dinding plexus.

Manifestasi klinis
Kegagalan mengeluarkan mekoniim dalam waktu 24 jam setelah lahir.

Konstipasi kronik mulai bulan pertama kelahiran dengan terlihat tinja seperti pita.

Obstruksi usus dalam periode neonatal.

Nyeri abdomen dan distensi.

Gangguan pertumbuhan.

Komplikasi

Obstruksi usus

Ketidakseimbangan cairan dan elektolit

Konstipasi

5.Gambaran klinis

Gambaran klinis penyakit hisprung dapat dibedakan bardasarkan usia gejala klinis:

Periode Neonatal

gejala klinis yang sering dijumpai, yaitu pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau,
dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat ( lebih dari 24 jam pertama )
merupakan tanda klinis yang paling khas. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang bila mekonium dapat dikeluarkan segera. Ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita hisprung yaitu enterokolitis yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun yang
paling tinggi saat usia 2-4 minggu.

Anak

gejala klinis yang paling menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk. Dapat pula terlihat
gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka
feses biasanya keluar menyemprot, konsistensi semiliquid dan berbau tidak sedap. Penderita
biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk
defekasi.

6.Penatalaksanaan
Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan rektum

Pemeriksaan rektal biopsi, fungsinya untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.

Pemeriksaan manometri anorektal, fungsinya untuk mencatat respon refluks spingter internal dan
eksternal.

Pemeriksaan radiologis : dengan barium enema.

Penatalaksanaan teraupetik

pengguaan pelembek tinja dan irigasi rectal

dengan pembedahan, colostromi

7. Komplikasi

Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakn bedah penyakit hisprung dapat digolongkan atas :

Kebocoran anastomose

Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis
anastomose, vaskularisasi yang inadekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar
anastomose serta trauma colok dubur businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-
hati. Manifestasi klinis yang terljadi akibat kebocoran anastomose ini beragam, mulai dari abses rongga
pelvic, abses intra abdomen, peritonisis, sepsis dan kematian.

Stenosis

Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan
luka daerah anastomose, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya
disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat
prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave. Manifestasi
dapat berupa kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga vistula perianal.

Enterokolitis
Merupakn komplikasi yang paling berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Tindakan yang
dapat dilakukan dengan penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah segera melakukan resusitasi
cairan dan elektrolit, pemasangan pipa rectal untuk decompresi, melakukan wash out dengan cairan
fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian antibiotic yang tepat.

gangguan fungsi spingter

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MASALAH PENYAKIT HISPRUNG

1. Pengkajian keperawatan

Penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan lingkungan. Adanya kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-28 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau, dan konstipasi.
Bila diperkusi adanya kembung, apabila dilakukan colok anus feses akan menyemprot. Pada
pemeriksaan radiologis didapatkan adanya segmen aganglionis diantaranya apabila segmen aganglionis
mulai dari anus sampai sigmoid, termasuk tipe hisprung segmen pendek. Dan apabila aganglionis
melebihi sigmoid sampai seluruh kolon, termasuk tipe hisprung segmen panjang. Pemeriksaan biopsy
rectal digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglionik. Pemeriksaan manometri anorektal
digunakan untuk mencatat respon refluks spingter internal dan eksternal.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Pra Pembedahan
Konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada usus.

Resiko kurangnya volume cairan b/d persiapan pembedahan, intak yang kurang, mual dan muntah.

Gangguan kebutuhan nutrisi

Resiko cedera

2. Pasca operasi
Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan

Resiko infeksi b/d prosedur pembedahan dan adanya insisi

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d pembedahan gastro intestinal
Nyeri b/d insisi pembedahan

Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi.

Resiko komplikasi pasca pembedahan.

3. Kriteria hasil

a. Pengeluaran tinja lembek tanpa retensi


b. Anak tidak menunjukkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang ditandai dengan
membran mukosa lembab, gravitasi urin atau berat jenis urun normal, sodium, potasium dan
bikarbonat dalam batas normal
4. Intervensi

Prapembedahan

Konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada usus.

Konstipasi dapat disebabkan oleh obstruksi, tidak adanya ganglion pada usus. Rencana tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan adalah mencegah atau mengatasi konstipasi dengan
mempertahankan status hidrasi, dengan harapan feses yang keluar menjadi lembek tanpa adanya
retensi.

Tindakan

Monitor terhadap fungsi usus dan karakteristik feses.

Berikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontra indikasi

Kolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan

Ada dua tahap pembadahan pertama yaitu dengan kolostomi loop atau double barrel dimana
diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal selama 3-4
bulan. Ada 3 prosedur dalam pembedalan antara lain :

Procedur duhamel yaitu dengan cara penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosisnya di belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu
selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.
Prosedur Swenson yaitu membuang bagian aganglionik kemudian menganastomoskan end
to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan
sfingter dilakukan pada bagian posterior.

Procedu soave yaitu dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen tetap utuh
kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya
anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rectosigmoid yang tersisa.

2. Resiko kurangnya volume cairan b/d persiapan pembedahan, intake yang kurang, mual dan
muntah.

Kekurangan volume cairan dapat disebabkan oleh asupan yang tudak memadai sehingga dapat
menimbulkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit , perubahan membram mukosa, produksi dan
berat jenis urin. Tujuan tindakan yang dilakukan adalah untuk mempertahankan status cairan tubuh.

Tindakan

Monitor status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh

Observasi membram mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan status cairan.

Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai indikasi.

3. Gangguan kebutuhan nutrisi

gangguan perubahan nutrisi disebabkan adanya perubahan status nutrisi seperti penurunan BB, turgor
kulit menurun, serta asupan kurang. Maka tujuan tindakan yang dilakukan adalah mempertahankan
status nutrisi.

Tindakan

Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit dan asupan.

Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan.

Timbang BB setiap hari.

Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein.

4. Resiko cedera
Masalah ini timbul akibat adanya komplikasi penyakit hirsprung seperti gawat pernafasan dan
enterokolitis. Tujuan tindakan yang dilakukan adalah untuk mempertahankan status kesehatan.

Tindakan

Pantau TTV setiap 2 jam (jika perlu).

Observasi tanda adanya perforasi usus seperti, muntah, menigkatnya nyeri tekan, distensi abdomen,
iritabilitas, gawat pernafasan, tanda adanya enterokolitis.

Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam untuk mengetahui adanya distensi abdomen.

Pascapembedahan

Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan

kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage.

Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.

Oleskan krim jika perlu.

Resiko infeksi b/d prosedur pembedahan dan adanya insisi.

Resiko infeksi disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah pembedahan.

Tindakan

Monitor tempat insisi

Ganti popok yang kering unutk menghindari kontaminasi feses.

Lakukan perawatan pada kolostomi atau perianal.

Kolaborasi pemberian antibiotic dalam penatalaksanaan pengobatan terhadap mokroorganisme.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d pembedahan gastro intestinal

Tindakan :

Puasakan anak hingga bisisng usus positif dan ada buang gas.
Pemberian cairan melalui intravena sesuai program sampai anal toleran dengan intake secara oral.

Nyeri b/d insisi pembedahan

Masalah ini dapat disebabkan oleh efek dari insisi yang bias dilihat melalui ekspresi perasaan nyeri, dan
perubahan tanda vital.

Tindakan

Observasi dan monitoring tanda skala nyeri.

Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung dansentuhan.

Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila dimungkinkan.

Kurang pengetahuan

Tindakan :

Kaji tingkat pengerahuan tentang kondisi yang dialami perawatan di rumah dan pengobatan.

Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemasan dan perhatian tentang irigasi
rectal dan perawatan ostomi.

Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.

Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai ilustrasi misalnya bagaimana
dilakukan irigasi dan kolostomi.

Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan supervisi saat orang tua
melakukan perawatan ostomi.

Resiko komplikasi pascapembedahan

Resiko komplikasi hirsprung misalnya, adanya striktur ani, adanya perforasi, obstruksi usus, dan
kebocoran. Tujuan tindakan yang dilakukan adalah mempertahankan status pascapembedahan agar
lebih baik dan tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

Tindakan
Monitor adanya tanda komplikasi seperti obstruksi usus karena perlengketan, kebocoran pada
anastomosis, volvulus, sepis, fistula, entero colitis, frekuensi defekasi, konstipasi, perdarahan.

Monitor peristaltic usus.

Monitor TTV dan adanya distensi abdomen untuk mempertahankan kepatenan pemasangan
nasogastrik.

Tindakan dalam perawatan kolostomi

Siapkan alat untuk pelaksanaan kolostomi

Cuci tangan

Jelaskan pada anak prosedur yang akan dilakukan

Lepaskan kantong kolostomi dan bersihkan area kolostomi

Periksa adanya kemerahan dan iritasi

Pasang kantong kolostomi di daerah stoma

Tutup atau lakukan vikasasi dengan plester

Cuci tangan.

BAB IV

HOME CARE HISPRUNG

Perencanaan pulang dan perawatan di rumah

1. Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala komplikasi jangka panjang
yaitu :

Stenosis dan konstriksi

Inkontinesia

Pengosongan usus yang tidak adekuat

2. Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak


Persiapan kulit

Penggunaan alat kolostomi

Komplikasi stoma ( perdarahan, gagal devekasi, diare, prolaps, feses seperti pita).

Perawatan dan pembersihan alat kolostomi.

Irigasi kolostomi

2. Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang pelaksanaan diet.


Makanan rendah sisa

Masukan cairan tanpa batas

Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit atau dehidrasi

3. Dorong orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaannya tentang kolostomi.
Tampilan

Bau

Ketidaksesuaian antara anak mereka dan anak ideal

4 Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan pada orang tua tentang
perawatan rumah

Diposkan oleh Ners Maniez di 23:20

Anda mungkin juga menyukai