Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan kita kadang menjumpai adanya henti jantung mendadak. Sebagian
besar kasus henti jantung mendadak disebabkan oleh penyakit kardiovaskular terutama
sindroma koroner akut. Di rumah sakit, kejadian henti jantung dan atau henti nafas tiba-tiba
lebih dimungkinkan karena adanya penyakit-penyakit dasar pada pasien-pasien yang dirawat
di rumah sakit, baik penyakit kardiovaskular maupun non kardiovaskular dan kadang sukar
diprediksi.
Keberhasilan penatalaksanaan kasus henti jantung dan atau henti nafas selain
dipengaruhi oleh penyebab terjadinya juga dipengaruhi oleh respon time yaitu interval
waktu antara kejadian dan dimulainya pertolongan berupa resusitasi jantung paru serta
kualitas resusitasi jantung paru yang dilakukan. Respon time berbanding lurus dengan tingkat
keberhasilan resusitasi jantung paru, yaitu semakin pendek interval waktu dimulainya
resusitasi jantung paru sejak ditemukannya kejadian henti jantung dan atau henti nafas maka
angka keberhasilan juga umumnya akan semakin meningkat. Kualitas resusitasi jantung paru
yang baik juga menentukan keberhasilan penatalaksanaan henti jantung dan atau henti nafas.
Dalam upaya meningkatkan keberhasilan resusitasi jantung paru terutama dalam
kaitannya dengan respon time dan kualitas resusitasi jantung paru maka disusun Panduan
Code Blue RS Ortopedi Prof Dr R Soeharso Surakarta.
BAB II
DEFINISI DAN RUANG LINGKUP

1. Semua staf RS Ortopedi Prof Dr R Soeharso Surakarta dengan sertifikasi Bantuan hidup
Dasar (BHD)
2. Kejadian code blue adalah kejadian henti nafas dan atau henti jantung
3. Tim code blue adalah tim yang ditentukan untuk datang segera setelah mengetahui
adanya kejadian code blue dan terdiri minimal dari 4 orang, yaitu pemimpin tim resusitasi
yang bertanggung jawab dalam memimpin resusitasi dan melakukan defibrilasi, individu
yang berperan dalam membantu kompresi dinding dada, individu yang berperan dalam
memberikan ventilasi tekanan positif termasuk intubasi endotracheal dan pemberian obat-
obatan serta pendokumentasian di bawah koordinasi pemimpin tim resusitasi.
4. Tim code blue dapat terdiri dari dokter jaga IGD, 1 perawat IGD, 1 perawat supervisi/
rawat jalan dan 1 perawat rawat inap.
5. Pemimpin resusitasi adalah individu yang paling menguasai algoritma henti jantung dan
paru. Prioritas pemimpin dalam resusitasi pada kejadian code blue menurut urutan
prioritas adalah sebagai berikut:
Prioritas pertama dokter Spesialis Emergency Medicine
Prioritas kedua dokter Spesialis Anestesi
Prioritas ketiga dokter Spesialis Penyakit Dalam
Prioritas keempat dokter umum/ dokter jaga IGD
Prioritas kelima perawat jaga IGD
Prioritas keenam perawat ICU/ HCU
Prioritas ketujuh perawat supervisi
Prioritas kedelapan perawat rawat inap
Prioritas kesembilan perawat rawat jalan

6. Pada kejadian code blue sebelum tim code blue yang lengkap ada, maka individu yang
dianggap paling menguasai algoritma henti jantung dan paru bertindak sebagai pemimpin
resusitasi sesuai dengan keadaan pada saat terjadi kejadian code blue sampai dengan tim
code blue yang lengkap dan lebih mampu melakukan resusitasi jantung paru yang lebih
adekuat tiba di tempat kejadian code blue.
7. Respon time yaitu waktu yang diperlukan sampai dengan terkumpulnya minimal jumlah
anggota tim resusitasi yang lengkap, yaitu maksimal 10 menit, yaitu mulai dari pagging
sampai dengan tiba di tempat kejadian code blue.
8. Trolley emergency adalah trolley yang memuat obat-obatan dan alat-alat medis untuk
kasus kegawatdaruratan medis termasuk pada kejadian code blue (henti jantung dan atau
henti nafas) dan dibuka pada saat terjadi kegawatdaruratan medis.
9. Emergency Kit adalah tas yang berisi alat-alat medis untuk kasus kegawatdaruratan medis
termasuk pada kejadian code blue (henti jantung dan atau henti nafas) dan dibuka pada
saat terjadi kegawatdaruratan medis
BAB III
PENGORGANISASIAN

Tim code blue RS Ortopedi Prof Dr R Soeharso Surakarta terdiri dari


- Ketua yang terdiri dari 1 orang dokter .
- Wakil ketua yang terdiri dari 1 orang dokter.
- Koordinator terdiri dari 1 orang dokter sebagai koordinator medis, dan 1 orang
perawat sebagai koordinator perawat.
- Anggota dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan.

Struktur kepengurusan tim code blue dipilih dalam rapat pergantian kepengurusan tim
code blue setiap dua tahun dengan dihadiri kepala bidang pelayanan medis dan kepala
bidang pelayanan keperawatan.
Ketua tim code blue bertugas:
1. Membuat dan merevisi SPO code blue sesuai dengan perkembangan pelayanan medis
dengan berkoordinasi dengan kepala bidang pelayanan medis dan kepala bidang
keperawatan.
2. Membuat dan merevisi Panduan Pelayanan Code Blue sesuai dengan perkembangan
pelayanan medis
3. Mengawasi pelaksanaan pelayanan code blue.
4. Merencanakan simulasi kejadian code blue minimal satu kali dalam satu tahun untuk
mengevaluasi kualitas pelaksanaan resusitasi jantung paru, penguasaan algoritma dan
mengevaluasi respon time.
5. Membantu pelaksanaan kegiatan pelatihan bantuan hidup dasar internal maupun
eksternal dengan bekerja sama dengan Bagian Pendidikan dan Pelatihan
6. Membantu unit farmasi dalam melakukan penyusunan standar pengisian dan
pengecekan isi trolley emergency serta dalam melakukan revisi standar penyusunan
trolley emergency bila diperlukan.
7. Mempersiapkan pergantian struktur kepengurusan baru tim code blue setiap dua
tahun
8. Membuat laporan tahunan kejadian code blue.
BAB IV
TROLLEY EMERGENCY

1. Trolley emergency terdapat di setiap lantai di lokasi yang mudah diakses pada saat
terjadinya kejadian code blue dengan disesuaikan dengan penataan ruang di setiap lantai.
2. Penyusunan trolley emergency berdasarkan pada panduan dari The CPR Guidance for
Clinical Practice & Training in Hospital, Resuscitation Council UK 2000 dengan
modifikasi sesuai dengan kebutuhan di RS Ortopedi Prof dr R Soeharso Surakarta serta
Handbook of Emergency Cardiovascular Care for Healthcare Providers 2010.
3. Trolley emergency dapat dibuka pada kejadian code blue dan pada kasus-kasus
kegawatdaruratan medis.
4. Isi yang terdapat di dalam trolley emergency, baik obat-obatan maupun alat-alat medis
terlampir dalam formulir pengecekan trolley emergency.
5. Trolley emergency dilakukan pengecekan setiap shift pagi oleh perawat di unit lokasi
trolley emergency itu berada dengan mengisi formulir pengecekan trolley emergency.
6. Bila trolley emergency tidak terbuka untuk dipakai maka pada setiap kolom shift dibuat
garis lurus vertical yang menandakan tidak terdapat pembukaan isi trolley emergeny
7. Pada kolom yang bertuliskan trolley dalam keadaan terkunci / tidak terkunci diisi dengan
T bila terkunci dan TT bila dalam keadaan tidak terkunci.
8. Pada kolom nomor kunci diisi dengan nomor kunci trolley emergency
9. Pada kolom inisial dan paraf yang melakukan cek diisi dengan paraf perawat yang
melakukan pengecekan disertai inisial perawat
10. Bila terjadi pemakaian obat-obat dan atau alat-alat medis yang terdapat di dalam trolley
emergency baik pada kejadian code blue ataupun kegawatdaruratan medis lain maka
perawat yang bertanggung jawab dalam pendokumentasian mengisi formulir pemakaian
consumable emergency trolley
11. Formulir pemakaian consumable trolley emergency itu diserahkan ke bagian farmasi
untuk dilakukan proses pergantian isi trolley emergency dalam waktu maksimal dua jam
setelah formulir diterima oleh bagian farmasi.
12. Pengecekan kadaluarsa obat-obat dan alat-alat medis yang terdapat di dalam trolley
emergency dilakukan oleh bagian farmasi setiap satu bulan dan bila terdapat obat-obat
yang kadaluarsa maka akan diganti oleh unit farmasi, termasuk penggantian obat-obat dan
alat-alat medis yang mendekati kadaluarsa dengan obat dan alat medis dengan kadaluarsa
yang lebih panjang
13. Pengecekan terhadap trolley emergency juga meliputi pengecekan terhadap
laryngoscope yang terdapat di bagian atas trolley emergency untuk memastikan bahwa
laryngoscope yang tersedia berfungsi dengan baik.
14. Pengecekan terhadap laryngoscope yang terdapat di trolley emergency dilakukan
setiap shift oleh perawat dengan melakukan pengisian formulir pengecekan
laryngoscope yang tersedia.
BAB V
DEFIBRILATOR

Defibrilator terdapat di atas trolley emergency dan harus dipastikan berfungsi dengan
baik pada saat digunakan pada kejadian code blue. Pemeriksaan fungsi defibrillator dilakukan
setiap shift pagi dengan melakukan pembuangan energi. Pembuangan energy dilakukan
dengan menggunakan energi maksimal pada defibrillator yaitu dengan energi 200 Joule. Hal
ini untuk membuktikan bahwa defibrillator dapat berfungsi pada penggunaan energi
maksimal.
Prosedur:
- Koneksi defibrillator dengan sumber listrik diputuskan.
- Defibrillator dinyalakan dengan menekan tombol power.
- Pilih energi 200 Joule
- Lakukan charge diikuti defibrilasi dengan paddle tetap terpasang di defibrillator tanpa
dilepas.
- Lakukan print hasil pembuangan energi dan dokumentasikan.
Defibrilator berfungsi baik bila energi yang tercatat pada kertas hasil print tidak melebihi
10% dari energi yang diberikan yaitu 200 Joule.
Defibrilator juga perlu dilakukan pengisian energi pada baterai defibrillator. Pengisian
energi ini dilakukan setiap pagi selama 4 jam mulai pkl 08.00 wib -12.00 wib. Bila pada
interval waktu ini terdapat penggunaan trolley emergency sehingga proses pengisian energi
pada defibrillator terhenti maka pengisian energi harus diulang selama 4 jam. Pengisian ulang
energi juga harus dilakukan bila terdapat pemakaian defibrillator.
Defibrilator juga dilengkapi dengan paddle anak. Paddle ini harus dilepaskan setiap shift
pagi sebelum dilakukan pemeriksaan fungsi defibrillator dan dipasang kembali untuk
memastikan bahwa dapat dengan mudah dilepaskan dari paddle dewasa.
Paddle anak dipergunakan untuk pasien anak usia < 8 tahun atau anak dengan perkiraan berat
badan < 25 kg
BAB VI
PROSEDUR CODE BLUE
1. Prosedur code blue dimulai dengan adanya kejadian code blue di lingkungan RS.
Individu pertama yang menemukan kejadian code blue akan meminta pertolongan
dengan mengeluarkan suara teriakan code blue serta menyebutkan lokasi terjadinya
dan menekan tombol emergency dengan nada panjang bila terjadi di ruang rawat inap
pasien.
2. Perawat yang berada di nurse station yang mendengar teriakan itu segera menghubungi
extension khusus 118 dan memberitahukan informasi mengenai adanya kejadian code
blue dan lokasi terjadinya (lantai dan nomor kamar)
3. Bila kejadian code blue terjadi di luar ruang rawat inap pasien dan atau teriakan tidak
terdengar di nurse station, maka staf lain yang mendengar teriakan itu harus
menghubungi operator melalui telepon terdekat dan memberitahukan adanya kejadian
code blue beserta lokasi terjadinya.
4. Individu pertama yang menemukan adanya kejadian code blue segera memulai bantuan
hidup dasar sampai dengan tim code blue tiba di lokasi kejadian.
5. Operator yang menerima informasi mengenai adanya kejadian code blue segera
memberitahukan informasi itu melalui paging code blue disertai lokasi kejadian dan
diulang sebanyak tiga kali, misal: code blue lantai 2 kamar no 4 dan diulang sebanyak
tiga kali.
6. Perawat atau staf yang terdekat dengan trolley emergency mendorong trolley emergency
ke lokasi kejadian code blue segera setelah mendengar pemberitahuan kejadian code
blue.
7. Setelah tim code blue tiba di tempat kejadian maka upaya resusitasi jantung-paru
dilanjutkan oleh tim code blue dengan pembagian tugas dalam resusitasi jantung paru
disesuaikan dengan jumlah anggota tim code blue.
8. Pemimpin resusitasi dalam tim code blue adalah individu yang dianggap paling
menguasai algoritma henti jantung dan atau henti nafas dengan prioritas seperti di bawah
ini:
Prioritas pertama dokter Spesialis Emergency Medicine
Prioritas kedua dokter Spesialis Anestesi
Prioritas ketiga dokter Spesialis Penyakit Dalam
Prioritas keempat dokter umum/ dokter jaga IGD
8. Sebelum tim code blue tiba di tempat kejadian maka individu yang dianggap paling
menguasai algoritma henti jantung dan atau henti nafas bertindak sebagai pemimpin
resusitasi sesuai dengan keadaan saat kejadian code blue.
9. Dokter jaga ruangan dan perawat ruangan memiliki kewajiban berespon terhadap
pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera menuju tempat kejadian code blue
bila kejadian code blue terjadi di ruang perawatan.
10. Dokter jaga IGD memiliki kewajiban berespon terhadap pemberitahuan adanya kejadian
code blue dan segera menuju tempat kejadian code blue. Ketidakhadiran dimungkinkan
bila terdapat kegawatan di unit masing-masing pada saat bersamaan yang tidak
memungkinkan untuk segera menuju tempat kejadian code blue.
11. Setidaknya satu orang perawat IGD, satu perawat ICU/HCU dan satu perawat supervisi
memiliki kewajiban berespon terhadap pemberitahuan adanya kejadian code blue dan
segera menuju tempat kejadian code blue.
12. Perawat IGD dan perawat ICU/ HCU yang memiliki tugas untuk berespon itu ditentukan
di setiap shift jaga oleh coordinator atau penanggung jawab shift.
13. Respon time adalah waktu yang diperlukan sampai dengan tim code blue tiba di tempat
kejadian code blue sejak pemberitahuan kejadian code blue melalui pagging terdengar,
yaitu maksimal 5 menit.
14. Penentuan berakhirnya upaya resusitasi pada kejadian code blue ditentukan oleh
pemimpin tim code blue sesuai dengan pertimbangan medis.
15. Kejadian code blue dan hasil dari resusitasi jantung-paru yang dilakukan
didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
BAB VII
PEMBAGIAN TUGAS DALAM RESUSITASI

Tim resusitasi pada kejadian code blue terdiri dari pemimpin resusitasi, individu yang
berperan dalam memberikan bantuan ventilasi, individu yang berperan dalam kompresi
eksternal, individu yang bertanggung jawab terhadap akses vaskular dan pemberian obat-
obatan, dan individu yang berperan dalam pendokumentasian.
a. Pemimpin resusitasi yaitu adalah individu yang paling menguasai algoritma henti
jantung dan atau henti nafas. Pemimpin resusitasi mempunyai peran:
Memimpin resusitasi jantung paru yang dilakukan dengan memberikan instruksi
kepada setiap anggota tim resusitasi lain
Mengambil alih peran anggota tim resusitasi lain bila diperlukan
Melakukan defibrilasi
Memantau peran individu yang melakukan kompresi eksternal
Memantau peran individu yang memberikan ventilasi
Memantau peran individu yang bertanggung jawab terhadap akses vaskular dan
pemberian obat-obatan.
b. Individu yang berperan dalam ventilasi. Individu ini berperan dalam:
Memberikan ventilasi tekanan positif melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung
maupun dengan menggunakan pocket mask atau bag valve mask

Menilai adekuat tidaknya pengembangan dinding dada saat melakukan ventilasi


tekanan positif.
Melakukan pemasangan oropharyngeal airway (guedel).
Melakukan intubasi endotrakheal bila mampu dan diperlukan serta melakukan fiksasi
endotracheal tube.
c. Individu yang berperan dalam kompresi eksternal. Individu ini berperan dalam

melakukan kompresi jantung eksternal. Individu ini dapat lebih dari satu dan

direkomendasikan lebih dari satu untuk menjamin kualitas kompresi eksternal tetap

baik dengan pergantian individu yang melakukan kompresi eksternal setiap dua siklus.

Pergantian dapat pula dilakukan dengan individu yang berperan dalam pemberian obat
d. Individu yang bertanggung jawab terhadap akses vaskular dan pemberian obat-obatan.
Individu ini berperan dalam:
Melakukan pemeriksaan nadi (check pulse)
Melakukan pemantauan irama jantung di monitor
Memastikan akses vaskular berfungsi baik, termasuk melakukan pemasangan iv line
bila belum terpasang.
Memberikan obat-obat yang diinstruksikan oleh pemimpin resusitasi.
e. Individu yang bertanggung jawab dalam pendokumentasian. Individu ini berperan
dalam:
Mendokumentasikan obat-obat yang digunakan dalam resusitasi (jenis, dosis, jumlah
obat, dan waktu pemberian)
Mencatat waktu dimulainya resusitasi dan berakhirnya resusitasi.
Fungsi ini dapat pula diperankan oleh individu yang bertanggung jawab terhadap
akses vaskular dan pemberian obat-obatan.

BAB VIII
RESUSITASI JANTUNG PARU

Resusitasi jantung-paru didasarkan pada panduan bantuan hidup dasar dan lanjut yang

dikeluarkan America Heart Association tahun 2010 (AHA 2010). Setelah dilakukan

penilaian respon pada korban yang tidak sadar dan didapatkan tidak adanya respon serta
dilakukan aktivasi code blue sesuai dengan prosedur code blue yang berlaku maka penolong

yang menemukan kejadian code blue harus segera memulai upaya bantuan hidup dasar.

1. Lakukan pemeriksaan ada-tidaknya nadi dalam waktu < 10 detik. Pemeriksaan nadi
dilakukan pada arteri carotis untuk dewasa dan anak > 1 tahun. Pada bayi < 1 tahun
pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri femoralis atau arteri brachialis.
2. Bila tidak didapatkan adanya nadi maka segera lakukan kompresi eksternal
Hal-hal yang harus diperhatikan saat kompresi dada:
Korban diletakkan di tempat yang datar dan keras
Kompresi dilakukan di setengah bawah sternum, yaitu dua jari di atas processus
xyphoideus
Kompresi dengan kecepatan minimal 100x/menit
Kompresi dengan kedalaman minimal 2 inch (5cm) pada dewasa, kedalaman minimal
1/3 diameter dinding dada anterior-posterior/sekitar 2 inch (4cm) pada anak, dan
sekitar 1.25 inch (2.5cm) pada bayi
Full recoil
Minimal interupsi dalam melakukan kompresi
Teknik kompresi pada pada anak usia 1-8 tahun dengan meletakkan tumit satu tangan
pada setengah bawah sternum dengan menghindari jari-jari pada costae.
Pada bayi dengan menggunakan dua jari di setengah bawah sternum tanpa melepas
jari-jari dari sternum.
Kompresi dan ventilasi dilakukan dengan ratio 30:2 untuk dewasa, 30:2 untuk satu
penolong pada anak usia 1-8 tahun dan 15:2 untuk dua penolong pada korban anak
usia 1-8 tahun.
Evaluasi ulang denyut nadi korban setiap selesai lima siklus
3. Kompresi eksternal diikuti dengan ventilasi tekanan positif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat memberikan ventilasi tekanan positif.
Ventilasi diberikan dua kali dalam waktu satu detik setiap kali pemberian dan
dengan volume tidal yang cukup untuk mengembangkan paru-paru.
Ventilasi pada korban yang telah dilakukan pemasangan ETT, LMA, atau
combitube dilakukan dengan frekuensi satu kali ventilasi setiap 6-8 detik
Hindari ventilasi berlebihan karena dapat menimbulkan distensi lambung sehingga
dapat menyebabkan regurgitasi dan aspirasi
Jalan nafas korban harus dipertahankankan terbuka (patent) pada saat melakukan
ventilasi tekanan positif terutama sebelum dilakukan intubasi endotracheal dengan
melakukan manuver head tilt chin lift atau manuver jaw thrust. (* pada korban dengan
kecurigaan trauma cervical hanya boleh dilakukan manuver jaw thrust)
4. Defibrilasi dilakukan bila ditemukan korban henti jantung dengan irama ventrikular
takikardia (VT) tanpa nadi atau ventikular fibrilasi (VF). Defibrilasi dilakukan dengan
menggunakan energi 200 Joule untuk defibrilator yang tersedia di RS Ortopedi Prof dr
R Soeharso Surakarta
Teknik:
Letakan paddle pada posisi sterno-apikal, yaitu sternal pada dada bagian
superoanterior bagian kanan dan apikal pada dada bagian inferolateral kiri.
Bila tidak dimungkinkan dapat pula dilakukan dengan posisi bi-aksilar, yaitu di
dinding lateral kanan dan kiri atau posisi apikal dan punggung kanan atau kiri.
Bila terdapat pacu jantung permanen atau ICD (Internal Cardioverter Defibrilator),
elektroda tidak boleh diletakkan di atas atau di dekat generatornya karena
defibrilasi dapat menyebabkan malfungsi pacu jantung, dan diletakkan pada jarak
minimal 8cm.
Hindari meletakkan lempeng AED tepat di atas medikasi transdermal, misal:
durogesic patch karena dapat menghambat penghantaran energi ke jantung dan
menyebabkan luka bakar pada kulit. Medikasi transdermal harus dilepaskan
terlebih dahulu dan permukaan kulit dibersihkan terlebih dahulu.
Segera setelah defibrilasi, kompresi eksternal dan ventilasi dilanjutkan selama 2

menit (5 siklus) diikuti penilaian ulang irama henti jantung. Bila irama yang

ditemukan masih VT tanpa nadi atau VF maka ulangi defibrilasi. Proses yang sama
terus diulang sampai dengan Return of Spontaneous Circulation (ROSC) atau

irama henti jantung yang ditemukan bukan merupakan indikasi untuk dilakukan

defibrilasi, yaitu asistole atau PEA.

5. Medikasi
a. VT tanpa nadi/ VF
Setelah dilakukan defibrilasi pertama dan dilanjutkan dengan kompresi eksternal
dan ventilasi selama 2 menit maka lakukan penilaian ulang irama jantung di
monitor. Bila masih ditemukan VT tanpa nadi/VF maka ulangi defibrilasi dan
diikuti ulang kompresi eksternal dan ventilasi selama 2 menit serta berikan
epinephrine bolus dosis 1mg iv dan dapat diulang setiap 3-5 menit.
Amiodarone dapat pula diberikan setelah pemberian epinephrine pertama dengan
dosis 300 mg iv dan dapat diulang setelah pemberian epinephrine kedua dengan
dosis 150mg iv
b. PEA / Asistole
Pada PEA atau asystole medikasi yang digunakan hanya epinephrine dengan dosis
bolus 1mg iv dan dapat diulang setiap 3-5 menit.
c. Torsade de Pointes
Bila didapatkan irama torsade de pointes maka dapat diberikan MgSO4 dengan
dosis 1-2 gram iv.
6. Resusitasi jantung paru tidak dilakukan bila terdapat permintaan dari pasien atau
keluarga inti pasien dengan menandatangai surat penolakan tindakan kedokteran
(DNR) dan tidak direkomendasikan dilakukan pada penyakit-penyakit kronik stadium
akhir, misal: kanker stadium terminal.
7. Resusitasi jantung paru pada kejadian code blue dihentikan bila tim code blue telah
melakukan bantuan hidup dasar dan lanjut secara optimal, termasuk defibrilasi bila
terdapat indikasi, pemberian epinephrine, pemberian ventilasi dan oksigenasi dengan
bantuan jalan nafas tingkat lanjut selama 30 menit. Resusitasi jantung-paru juga
dihentikan bila didapatkan asistole yang menetap selama 10 menit atau lebih.

BAB IX
DOKUMENTASI
Setiap kejadian code blue harus dicatat oleh unit tempat resusitasi jantung paru dilakukan
meliputi:
Nama pasien atau korban.
Waktu terjadinya kejadian code blue.
Waktu berakhirnya kejadian code blue
Hasil upaya resusitasi jantung paru yang dilakukan: berhasil yang ditandai kembalinya
sirkulasi spontan (ROSC) atau tidak berhasil ROSC yang berakhir kematian.
Tim code akan melakukan rekapitulasi data dan membuat laporan tahunan yang berisi
rekapitulasi data selama satu tahun.

DITETAPKAN DI : SURAKARTA

PADA TANGGAL :

DIREKTUR UTAMA

Dr. dr. Agus Hadian Rahim, SpOT(K), M.Epid, MH.Kes

NIP. 196008121988121001

.
Lampiran 1

DAFTAR OBAT EMERGENCY


IGD RS ORTOPEDI SURAKARTA
2014
a. Injeksi
No Nama Obat Satuan Jumlah Jenis Obat

1. Aminophilin Ampul 3 Anti asma

2. Amiodarone 150 mg Ampul 3 Anti aritmia

3 Atropin sulfat Ampul 20 Antidotum

4 Calcium gluconas Ampul 2 Antidotum

5. Dexamethason Ampul 2 Corticosteroid hormon

6 Diazepam 5 mg Ampul 5 Sedatif

7 Dobutamine Ampul 2 Inotropik

8 Dopamine Ampul 2 Inotropik

9 Ephinephrin Ampul 10 Protokol anafilatik syok

10 Fentanyl inj Ampul 2 Analgetik narkotik

11 Furosemid Ampul 2 Diuretik

12 Lidocain Ampul 10 Anestesi local

13 Metoclopramide Ampul 2 Antiemetik

14 Morfin sulfat 10 mg Ampul 2 Analgetik, venodilator

15 Naloxon Ampul 2 Antidotum narkotik

16 Nor epineprin Ampul 2 Simpatomimetik

17 Natrium bicarbonate flacon 2 Koreksi asam basa


2.4%
18 Novalgin Ampul 4 Analgetic

19 Phenobarbital Ampul 2 Anti konvulsi, Sedatif

20 Pethidine Ampul 2 Analgetik narkotik


b. Tablet

No Nama Obat Satuan Jumlah Jenis Obat

1. Asam asetil salisilat Tablet 10 Analgetik, anti trombolitik

2. ISDN 5 mg Tablet 10 Anti angina

3. Captopril 25 mg Tablet 10 Anti hipertensi

b. Cairan Infus

No Nama Obat Satuan Jumlah Jenis Obat

1. Dextrose 5 % 500 ml Kolf 2 Larutan karbohidrat

3. Dextrose 40% 25 ml Kolf 5 Larutan karbohidrat

4. Hydroxethyl starch 6% 500 ml Kolf 2 Plasma expander

5. Nacl 0,9 % 100 ml Kolf 2 Larutan elektrolit

6. Nacl 0,9 % 500 ml Kolf 5 Larutan elektrolit

7. Ringer asetat 500 ml Kolf 5 Larutan elektrolit

8. Ringer laktat 500 ml Kolf 5 Larutan elektrolit

9. Paracetamol Infus Kolf 2 Antipiretik

d. Inhalasi

No Nama Obat Satuan Jumlah Jenis Obat


1. Salbutamol flacon 2 Bronchodilator, 2 agonis
2. Flutikason propionat flacon 2 Anti asma

e. Rectal

No Nama Obat Satuan Jumlah


Jenis Obat

1. Paracetamol rectal Supp 2 Antipiretik

2. Stesolid 10 mg rectal Tube 2 Sedatif


ALAT KESEHATAN DALAM TROLLEY EMERGENCY

2014
NO NAMA ALKES SATUAN JUMLAH

1 Defibrilator / DC Shock set 1

2 Ambubag/ BVM untuk dewasa dan anak bh 1/1

3 Oropharingeal airway no 3 / 4 bh 1/1

4 Magyl forcep bh 1

5 Endotracheal tube
Nomer 2,5 / 3 / 4 / 7 / 7,5 / 8
bh 1/1/1/1/2/1

6 NRBM (Non Re Breathing Mask ) bh 2

7 Infus Set bh 2

8 Tranfusi Set bh 2

9 Spuit 3 / 5 / 10 / 50 ml bh 5/5/5/2

10 Kanule Oksigen anak dan dewasa bh 2/2

11 Masker Nebuliser anak dan dewasa bh 1/1

12 Stomach Tube / NGT nomer 12 / 16 / 18 bh 2/1/1

13 IV Catheter nomer 18 / 20 / 22 bh 2/2/2

14 Suction Catheter nomer 10 / 12 bh 2/1

15 Folley Catheter nomer 8 / 12 / 14 / 16 / 18 bh 1/1/1/2/1

16 Urine Bag bh 2

17 Elektrode Dada pax 2

18 Catheter Gel bh 1

19 Elektrode Gel bh 1

20 Mandrin / Stylet bh 1

21 Laryngoscope Dewasa / Anak set 1/1


Lampiran 2
Algoritma Henti Jantung Pada Dewasa
Lampiran 3
Algoritma Takiaritimia Pada Dewasa
Lampiran 4
Algoritma Bradiaritimia Pada Dewasa
Lampiran 5
Algoritma ACS
Lampiran 6
Algoritma Henti Jantung Pada Anak
Lampiran 7
Algoritma Takiaritmia Pada Anak
DAFTAR ISI

hal
BAB I : PENDAHULUAN 1
BAB II : DEFINISI DAN RUANG LINGKUP 2
BAB III : PENGORGANISASIAN 4
BAB IV : TROLLEY EMERGENCY 5
BAB V : DEFIBRILATOR 7
BAB VI : PROSEDUR CODE BLUE 8
BAB VII : PEMBAGIAN TUGAS DALAM RESUSITASI 10
BABVIII : RESUSITASI JANTUNG PARU 12
BAB IX : DOKUMENTASI 15
LAMPIRAN 1 : DAFTAR OBAT EMERGENCY 16
LAMPIRAN 2 : ALGORIMA HENTI JANTUNG PADA DEWASA 19
LAMPIRAN 3 : ALGORIMA TAKIARITMIA PADA DEWASA 20
LAMPIRAN 4 : ALGORIMA BRADIARITMIA PADA DEWASA 21
LAMPIRAN 5 : ALGORITMA ACS 22
LAMPIRAN 6 : ALGORITMA HENTIN JANTUNG PADA ANAK 23
LAMPIRAN 7 : ALGORITMA TAKIARITMIA PADA ANAK 24

Anda mungkin juga menyukai